Parivarta Pertama
Pendahuluan
[prastāvanāparivarto nāma pratamaḥ]
[prastāvanāparivarto nāma pratamaḥ]
[0688b07] Demikianlah yang telah kudengar
[0688b07] Pada suatu waktu Bhagavān sedang berdiam dalam kediaman yang tidak terukur , yang dihiasi dengan tujuh substansi berharga yang bersinar dengan cemerlang [saptaratnapradīptavyūha] dan memancarkan cahaya agung yang mengiluminasi semua ranah eksistensi idak terhingga jumlahnya [aprameyalokadhātu paripūrimaharaśmiprajvalita]. Kediaman ini sempurna dalam proposionalnya [suvibhaktasthānaviśeṣa] dengan maṇḍala yang tidak terbatas [anantavyavasthāna] dan tanpa terhalang [aparicchinna]. Kesempurnaan ruang lingkup aktivitas ini melampaui semua aspek yang ada dalam tiga ranah eksistensi [traidhātukasamatikrantāgocara], muncul dari akar kebajikan tertinggi yang melampaui semua keduniawian [lokuttara uttarakuśalamūlasaṃbhava] , dengan karakteristik yang mempresentasikan realitas, kemurnian dari kesadaran bagi yang telah menguasainya [suviśuddha vaśībhūtavijñaptilakṣaṇa]. Kediaman agung ini merupakan kediaman dari Tathāgata [tathāgatavihāra], yang juga merupakan tempat bernaung bagi persamuan para bodhisattva yang tidak terhitung jumlahnya. [bodhisattvāpramāṇa saṃghānvagāta]. Para deva , nāga, yakṣa, gandharva, asura, garuḍa, kimnara, mahoraga, manusia dan bukan manusia juga telah bernaung dalam kediaman ini , dilandasi oleh keagungan rasa ajaran kebenaran yang membawa suka cita mendalam dan kebahagiaan tertinggi. [mahādharmarasapriītisukhasthira] , yang membawa manfaat bagi semua makhluk hidup melalui berbagai metoda [sarvasattvānāṃ sarvārthasamudāgamopesthita], bebas dari semua kondisi mental yang tidak bermanfaat dan ketidakpuasan [sarvakleśamalopadravavigata], bebas dari semua Mara dan sekutunya [sarvamāravarjita], melampaui semua perhiasan [sarvavyūhātirikta]. Kediaman ini merupakan landasan perhiasan dari semua Tathāgata [tathāgathavyuhāśraya] , yang terbebaskan melalui kesadaran agung yang penuh perhatian, inteligen dan realisasi pengetahuan agung [mahāsmṛitimatyadhigarmaniryāta]. Landasan realitas yang direalisasikan dari kontemplasi śamatha dan vipaśyanā [mahāśamatha vipaśyanā yānibhuta] melalui gerbang pembebasan agung dari kekosongan , ketidakhadiran nimitta dan ketiadaan kehendak [śūnyatānimittāpranihitamahāvimokṣamukhapraveśa]. Kediaman ini juga dihiasi dengan berbagai akumulasi dari kualitas kebajikan yang tak terbatas dan juga dimapankan dengan berbagai keagungan dari raja teratai yang terhias dengan substansi berharga.[ratnapadmamahārājanantagunaṣambharalamkṛtya vyuhāniśrita viharati sma].
[0688b19] Bhagavān yang telah sempurna dalam pengetahuan murni [suviśuddhabuddhi], tidak akan berinteraksi dalam dualitas [advaya samudācāra] dalam semua kediamannya , terabsorbsi sempurna dalam ketiadaan karakteristik dari fenomena [alakṣaṇadharmaparāyaṇa] , berdiam dalam kediamanan semua Buddha [buddhavihareṇan viharan] , mencapai kesetaraan semua Buddha [sarvabuddhasamatāprāpta] , telah merealisasikan kesempurnaan tanpa halangan [anāvaraṇagatiṃgata] dalam ruang lingkup tanpa kekeliruan [asaṃhāryagocara], dengan kualitas yang tidak akan mundur [apratyudāvratyadhamma], dengan kemapanan yang tidak terbayangkan [acintyavyavasthāna] dan menembus kesetaraan dari tiga masa [tryadhvasamatāniryāta].
Bhagavān memanifestasikan [lima] perwujudan yang berdiam dalam semua ranah eksistensi [sarvalokadhātuprasrtakāya], telah mencapai pengetahuan yang telah terbebaskan dari ketidakpastian dalam mempersepsi semua fenomena [apratyudāvartyadharma], telah merealisasikan kesempurnaan penggugahan yang mencakup semua metoda pelatihan diri [sarvacaryāsamanvāgatabuddhi] , telah merealisasikan kesempurnaan pengetahuan terhadap semua ajaran kebenaran mengenai ketidakhadiran kehendak [niḥkāṇkṣaddharmajñāna], telah merealisasikan kesempurnaan pengetahuan terhadap semua fenomena [sarvadharmaniḥsaṃśayajñāna] . Landasan pengetahuan yang tidak perlu diragukan lagi [avikalpita śarīrārtha] dalam membangkitkan kesempurnaan pengetahuan untuk semua Bodhisattva [sarvabodhisattvasaṃpratīcchitajñāna] .
Bhagavān telah mencapai kesempurnaan tertinggi bukan dualitas yang merupakan kediaman dari semua Buddha [advayabuddhaviharāparamaparāmigata], telah merealisasikan kesempurnaan pengetahuan dalam kestabilan yang berkesinambungan , yang merupakan pembebasan dari Tathagata [asaṃbhinnatathāgatavimokṣajñānaniṣṭhāgata] , telah merealisasikan kesetaraan semua tahapan Buddha yang tiada akhir ataupun tengah [anantamadyabuddhabhūmisamatādhigata], terabsorbsi sempurna dalam ruang lingkup realitas [dharmadhātuparyant] berdiam dalam kestabilan yang memenuhi semua penjuru angkasa [ākāsadhātuparyavāsana].
[0688b27] Bhagavān juga bersama dengan persamuan agung dari para Śrāvaka yang tidak terhitung jumlahnya [apramāṇanaśrāvakasaṃga] , yang semuanya merupakan silsilah mulia [ājāneya] dan para putra Buddha, yang kesadarannya telah terbebaskan dengan sempurna [suvimuktacitta], yang kebijaksanaannya telah terbebaskan dengan sempurna [suvimuktaprajña] , yang moralitasnya telah termurnikan dengan sempurna [suviśuddhaśīla] , yang selalu bersuka cita dalam menguraikan ajaran kebenaran , sangat terlatih dan kompeten dalam semua ajaran kebenaran [dharmātikasamāgata] , telah mendengarkan beragam [bahuśruta] , mempertahankan sepenuhnya yang telah didengar [śrutadhara] dan mengakumulasikannya dalam semua kontemplasi [śrutasaṃnicaya] , selalu konsisten dalam kontempelasi [sucintitacintin] , bertutur kata santun [subhāṣitabāṣhin] dan selalu beraktivitas dalam berbagai kualitas kebajikan [sukṛtakarmakārin] .
Mereka telah merealisasikan kesempurnaan permata kebijaksanaan [prajñāratnasamanvāgata] dimana kebijaksanaan mereka sungguh cepat [āśuprajñā], tangkas [javanaprajñā] dan tajam [tīkṣṇaprajñā] , tidak akan jatuh lagi [nihśaraṇaprajñā] , cerdas [nairvedhikaprajñā], agung [mahāprajñā] , ekspansif [pṛthuprajñā] , mendalam [gambhīraprajñā] dan tiada kesetaraan [asamaprajñā].
Mereka telah merealisasikan kesempurnaan dari tiga pengetahuan [trividyāsamanvāgata], telah merealisasikan suka cita mendalam dari kediaman tertinggi hanya pada momen ini [paramadṛṣṭadharmasukhavihāraprāpta] dan selalu berdiam dalam ruang lingkup kualitas kebajikan yang murni [mahādakṣiṇāpariśodhaka] .
Mereka telah merealisasikan kedamaian dalam setiap tindakannya [praśānteryāpathasaṃpanna] , mereka telah merealisasikan kesempurnaan dalam kesabaran dan toleransi . [mahākṣāntisauratyasamanvāgata] dan selalu menempatkan ajaran Tathāgata dalam kontemplasi sepenuhnya. [tathāgātajñāsupratipanna]
[0688c06] Persamuan ini juga dihadiri oleh bodhisattva yang tidak terhitung jumlahnya , yang berasal dari berbagai buddhakṣetra [nānābuddhakṣetrasaṃnipatita], yang telah berdiam sepenuhnya dalam dalam ajaran kebenaran dari mahāyana [mahāyanadharmaniryāta] hingga menuju kesempurnaan penggugahan , yang kesadarannya telah berdiam dalam kesetaraan semua makhluk hidup [sarvasattvasamacitta] dan bebas dari semua perbedaan termasuk delusi yang muncul dari konseptual [sarvakalpavipalkaparikalpavigata]
Para Bodhisattva ini telah menundukkan semua Māra dan sekutunya [sarvamāraprativādimanthana], mampu berdiam dalam orientasi kesadaran dari Śrāvaka dan Pratekya Buddha tetapi tidak sepenuhnya masuk kedalamnya [sarvaśrāvakapratekyabuddha manasikāra dūrastita] , yang telah dilandasi oleh keagungan rasa ajaran kebenaran yang membawa suka cita mendalam dan kebahagiaan tertinggi [mahādharmarasapriītisukhasthira].
Mereka telah terbebaskan dari lima ketakutan [pañcamahābhayasamatikrānta] dan telah memasuki tahapan yang tidak akan mundur lagi [avaivartikabhūmyekayānika] dan mendekati tahapan yang meredakan semua diskriminatif dari semua makluk hidup.
[sarvasattvasarvopadravapraśamanabhūmyabhimukha]
Nama para bodhisattva tersebut adalah Gambhīrārtasaṃdhinimocana, Vidivatparipṛcchaka, Dharmodgata, Suviśuddharmati, Viśālamati dan Gunākara, Paramārthasamudgata, Āryāvalokiteśvara, Maitreya, Mañjuśrī dan juga semua bodhisattva utama lainnya yang hadir dalam persamuan ini.
[0688c19] Pada saat itu, bodhisattva Vidivatparipṛcchaka bertanya kepada bodhisattva Gambhīrārtasaṃdhinimocana di hadapan Bhagavān dan berkata,
Jinaputra, ketika dikatakan bahwa semua fenomena [sarvadharma] berkarakteristik bukan dua [advayalakṣaṇa] , apa yang dimaksud dengan semua fenomena ? apa yang dimaksud dengan berkarakteristik bukan dua?
[0688c22] Bodhisattva Gambhīrārtasaṃdhinimocana menjawab pertanyaan bodhisattva Vidivatparipṛcchaka dan berkata,
Kulaputra , semua fenomena dapat dibagi atas dua jenis fenomena yakni : terkomposit [saṃskṛta] dan tidak terkomposit [asaṃskṛta] . Yang dimaksud disini adalah fenomena terkomposit itu bukan ‘terkomposit ‘ dan juga bukan ‘ tidak terkomposit ‘. Demikian juga, fenomena ‘ tidak terkomposit ‘ itu bukan ‘tidak terkomposit’ dan juga bukan ‘ terkomposit ‘.
[0688c25] Bodhisattva Vidivatparipṛcchaka kembali bertanya kepada bodhisattva Gambhīrārtasaṃdhinimocana dan berkata,
Jinaputra, mengapa fenomena terkomposit itu dikatakan bukan ‘terkomposit ‘ dan juga bukan ‘ tidak terkomposit ‘. Demikian juga, fenomena ‘ tidak terkomposit ‘ itu dikatakan bukan ‘tidak terkomposit’ dan juga bukan ‘ terkomposit’ ?
[0688c27] Bodhisattva Gambhīrārtasaṃdhinimocana menjawab pertanyaan bodhisattva Vidivatparipṛcchaka dan berkata,
Kulaputra , ' terkomposit ‘ adalah instrumen [śastṛ] yang digunakan oleh Bhagavan , secara umum hanya merepresentasikan makna sementara [aupacārikapada] dimana makna sebenarnya masih belum teruraikan sepenuhnya [neyārtha] dan juga merupakan cara penyampaian secara konseptual [vyavahārābhilāpa] yang muncul dari kreasi mental [parikalpa] .Berhubung cara penyampaian ini merupakan cara penyampaian secara konseptual yang muncul dari berbagai macam kreasi mental [nānāparikalpavyavahārābhilāpa] maka realitasnya juga tidak mapan secara sempurna [atyanta- apariniṣpannatvat ] . Oleh sebab itu [dikatakan] sebagai bukan ‘ terkomposit ‘
Kulaputra , ' tidak terkomposit ‘ , merupakan akar kata [nāma] dimana eksistensinya hanya bersifat relatif [prajñaptitaḥ sat] maka realitasnya juga tidak mapan secara sempurna [atyanta- apariniṣpannatvat]. Dalam hal ini , baik terkomposit dan tidak terkomposit akan berlaku sama seperti dua hal diatas dan juga berlaku untuk semua cara penyampaian secara konseptual yang masih memerlukan perantaraan [vyavahārāmadyapatita] dalam mengungkapkannya [abhilāpa], tidak mampu mempresentasikan maksud yang sebenarnya [ābhiprāyika]. Selain itu , eksistensi yang bersifat relatif [prajñaptitaḥ sat] bukan merupakan eksistensi sebagai entitas yang sebenarnya [dravyataḥ sat]. Apa yang dimaksud dengan eksistensi sebagai entitas yang sebenarnya [dravyataḥ sat]?
Yang dimaksud disini adalah realitas yang tidak dapat diungkapkan [anabhilaphyadharmata] dimana realitas ini terbebaskan secara sempurna dari cara penyampaian dengan konseptual [vyavahārābhilāpa], terbebaskan dari semua eksistensi yang bersifat relatif [prajñaptitaḥ sat] , terpisah dari kekeliruan konseptual [prapañca] dan kreasi konseptual [kalpanā] . Realitas ini merupakan ruang lingkup kognitif yang telah dimurnikan secara sempurna dari semua halangan terhadap objek yang diketahui [jñeyāvaraṇa-viśuddhi-jñāna-gocara] yang direalisasikan oleh Ārya melalui pengetahuan mendalam [āryajñāna] dan pengamatan mendalam dari para Ārya [āryadarśana]. Para Ārya memahami bahwa realitas tidak dapat dipahami tanpa cara penyampaian dengan konseptual [vyavahāram anāśritya paramārtho na deśyate] maka mereka menegaskannya secara nominal dengan menggunakan nama dan terminologi sebagai ‘ terkomposit ‘
[0689a08] Kulaputra , ' tidak terkomposit ‘ adalah instrumen [śastṛ] yang digunakan oleh Bhagavan , secara umum hanya merepresentasikan makna sementara [aupacārikapada] dimana makna sebenarnya masih belum teruraikan sepenuhnya [neyārtha] dan juga merupakan cara penyampaian secara konseptual [vyavahārābhilāpa] yang muncul dari kreasi mental [parikalpa] . Berhubung cara penyampaian ini merupakan cara penyampaian secara konseptual yang muncul dari berbagai macam kreasi mental [nānāparikalpavyavahārābhilāpa] maka realitasnya juga tidak mapan secara sempurna [atyanta- apariniṣpannatvat] . Oleh sebab itu [dikatakan] sebagai bukan ‘ tidak terkomposit ‘
Kulaputra , ' terkomposit ‘ , merupakan akar kata [nāma] dimana eksistensinya hanya bersifat relatif [prajñaptitaḥ sat] maka realitasnya juga tidak mapan secara sempurna [atyanta- apariniṣpannatvat]. Dalam hal ini , baik terkomposit dan tidak terkomposit akan berlaku sama seperti dua hal diatas dan juga berlaku untuk semua cara penyampaian secara konseptual yang masih memerlukan perantaraan [vyavahārāmadyapatita] dalam mengungkapkannya [abhilāpa], tidak mampu mempresentasikan maksud yang sebenarnya [ābhiprāyika]. Selain itu, eksistensi yang bersifat relatif [prajñaptitaḥ sat] bukan merupakan eksistensi sebagai entitas yang sebenarnya [dravyataḥ sat]. Apa yang dimaksud dengan eksistensi sebagai entitas yang sebenarnya [dravyataḥ sat]?
Yang dimaksud disini adalah realitas yang tidak dapat diungkapkan[anabhilaphyadharmata] dimana realitas ini terbebaskan secara sempurna dari cara penyampaian dengan konseptual [vyavahārābhilāpa], terbebaskan dari semua eksistensi yang bersifat relatif [prajñaptitaḥ sat] , terpisah dari kekeliruan konseptual [prapañca] dan kreasi konseptual [kalpanā] . Realitas ini merupakan ruang lingkup kognitif yang telah dimurnikan secara sempurna dari semua halangan terhadap objek yang diketahui [jñeyāvaraṇa-viśuddhi-jñāna-gocara] yang direalisasikan oleh Ārya melalui pengetahuan mendalam [āryajñāna] dan pengamatan mendalam dari para Ārya [āryadarśana]. Para Ārya memahami bahwa realitas tidak dapat dipahami tanpa cara penyampaian dengan konseptual [vyavahāram anāśritya paramārtho na deśyate] maka mereka menegaskannya secara nominal dengan menggunakan nama dan terminologi sebagai ‘ tidak terkomposit ‘
[0689a17] Bodhisattva Vidivatparipṛcchaka kembali bertanya kepada bodhisattva Gambhīrārtasaṃdhinimocana dan berkata,
Jinaputra, Bagaimana para Ārya melalui pengetahuan mendalam [āryajñāna] dan pengamatan mendalam dari para Ārya [āryadarśana] dapat merealisasikan pengetahuan terhadap ruang lingkup kognitif yang telah dimurnikan secara sempurna dari semua halangan terhadap objek yang diketahui [jñeyāvaraṇa-viśuddhi-jñāna-gocara] ? Bagaimana para Ārya mengkaitkan cara penyampaian linguistik secara nominal dengan nama dan terminologi sebagai terkomposit dan tidak terkomposit?
[0689a22] Bodhisattva Gambhīrārtasaṃdhinimocana menjawab pertanyaan bodhisattva Vidivatparipṛcchaka dan berkata,
Kulaputra , untuk penjelasan ini , dapat diilustrasikan dengan sebuah contoh dimana seorang ilusionis [māyākāro] dan muridnya [māyākārāntevāsi] mengambil rumput [tṛṇa] , daun [pattra] ,pohon [vṛkṣa], batu kerikil [śarkara] ataupun batu [upala] di jalanan besar [māhapatha] dan kemudian memanifestasikan ilusi [māyākarman] dengan memunculkan berbagai objek delusif [akara] misalnya pasukan gajah [hastikāya], pasukan berkuda [aśvakāya] , pasukan dengan kereta perang [rathakāya] ataupun pasukan infantri [pattikāya] , permata [maṇi], mutiara [muktikā] , batu akik [vaiḍūrya], kulit kerang [śaṇkha], batu kristal [śilā] , dan semua bentuk [pravāḍa] batu karang [vidruma], semua barang yang berharga [dhana] ,bijian [dhānya] , tempat penyimpanan minuman [kośa] ataupun ruang penyimpanan [kosṭhāgāra].
Orang awam yang berintinsitik belum matang dalam spiritual [balāsvabhāva] ataupun terdelusi [mūdhasvabhāva] dan yang berintrinsitik selalu kontingentif dalam kebijaksanaan [duḥprajñāsvabhāva], yang tidak menyadari bahwa ini adalah rumput, daun,pohon , batu kerikil ataupun batu besar , melihat dan mendengar [dṛṣṭvā vā śrutvā] ini , mereka akan mengkognisi [saṃjna] bahwa : pasukan gajah yang muncul dalam pikiran [hastyatmana] mereka itu nyata [sat] , demikian juga pasukan berkuda , pasukan dengan kereta perang ataupun pasukan infantri, permata,mutiara, batu akik, kulit kerang, batu kristal , dan semua bentuk batu karang, semua barang yang berharga,bijian, tempat penyimpanan minuman ataupun ruang penyimpanan yang muncul dalam yang muncul dalam pikiran [hastyatmana] mereka itu nyata [sat]
Setelah berpikir demikan , mereka melekat dengan erat [āsajya] dan mereka memahami dengan erat [abhiniviśya] sesuai dengan cara mereka lihat dan dengar sebelumnya [yathādṛṣṭhaṃ ca yathāśruthaṃ] dan terus menerus menghubungkannya dengan cara penyampaian linguistik [vyavahārābhilāpa] dengan menyatakan bahwa: yang ini adalah realitas dan yang lainnya adalah delusi [idam eva satyam moham anyad iti] hingga kemudian objek ini akan diselidiki kembali dengan seksama [upaparīkṣya] .
[0689b04] Sedangkan bagi yang lain , yang berintinsitik matang dalam spiritual ataupun tidak terdelusi dan berintinsitik kebijaksanaan yang tajam , yang memahami bahwa objek delusif ini adalah rumput, daun,pohon, batu kerikil ataupun batu besar , ketika mereka melihat dan mendengar objek diatas . Mereka akan mengkognisi objek yang muncul dengan cara demikian sebenarnya bukan pasukan gajah dan objek yang muncul dengan cara demikian sebenarnya bukan pasukan berkuda , pasukan dengan kereta perang ataupun pasukan infantri, permata,mutiara, batu akik, kulit kerang, batu kristal , dan semua bentuk batu karang, semua barang yang berharga,bijian, tempat penyimpanan minuman ataupun ruang penyimpanan melainkan kemunculan ini berkaitan dengan diskriminasi [saṃjna] terhadap pasukan gajah dan diskriminasi terhadap atribut [saṃjnamana] dari pasukan gajah dan kemunculan yang berkaitan dengan diskriminasi terhadap atribut dari pasukan berkuda pasukan dengan kereta perang ataupun pasukan infantri, permata,mutiara, batu akik, kulit kerang, batu kristal , dan semua bentuk batu karang, semua barang yang berharga,bijian, tempat penyimpanan minuman ataupun ruang penyimpanan adalah merupakan satu kreasi delusif [māyākṛta].
Setelah berpikir bahwa semua objek ini adalah delusif dari penglihatan [cakśurvancana] , kemudian mereka tidak melekat dengan erat [āsajya] dan mereka memahami dengan erat [abhiniviśya] sesuai dengan cara mereka lihat dan dengar sebelumnya. Oleh sebab itu mereka juga tidak akan terus menerus menghubungkannya dengan konseptual linguistik [vyavahārābhilāpa] dengan menyatakan bahwa : yang ini adalah realitas dan yang lainnya adalah delusi [idam eva satyam moham anyad iti] atau dengan perkataan lain mereka menghubungkan konseptual linguistik sesuai dengan objeknya masing masing sehingga tidak perlu menyelidiki dengan seksama objek tersebut .
[0689b14] Hal ini juga akan sama dengan orang awam yang berintrinsitik belum matang dalam spiritual\, yang belum mencapai kebijaksanaan melampaui keduniawian dari para Ārya [āryalokuttaraprajñā], yang tidak mengkognisi secara nyata terhadap realitas dari semua fenonema yang tidak dapat diungkapkan. Ketika mereka melihat dan mendengar fenomena terkomposit dan tidak terkomposit . Mereka mengkognisi bahwa fenomena terkomposit dan tidak terkomposit yang muncul itu nyata .
Setelah berpikir demikian, mereka melekat dengan erat dan mereka memahami dengan erat sesuai dengan cara mereka lihat dan dengar sebelumnya dan terus menerus menghubungkannya dengan cara penyampaian dengan linguistik dengan menyatakan bahwa : yang ini adalah realitas dan yang lainnya adalah delusi hingga kemudian objek ini akan diselidiki kembali dengan seksama [upaparīkṣya] cara penyampaian konvensional ini
[0689b20] Sedangkan bagi yang lain , yang berintrinsitik matang dalam spiritual , yang telah mencapai kebijaksanaan melampaui keduniawian dari para Ārya [āryalokuttaraprajñā], yang mengkognisi secara nyata terhadap realitas dari semua fenonema yang tidak dapat diungkapkan , memahami bahwa : semua eksistensi yang bersifat relatif dan terpisah dari kekeliruan konseptual.
Ketika mereka melihat dan mendengar fenomena terkomposit dan tidak terkomposit . Mereka akan mengkognisi fenomena terkomposit dan tidak terkomposit yang muncul dengan cara ini hanyalah kreasi imajiner tanpa eksistensi yang nyata , realitasnya tidak mapan secara sempurna [atyanta- apariniṣpannatvat] melainkan berkaitan dengan munculnya diskriminasi terhadap fenomena terkomposit dan tidak terkomposit , dan diskriminasi terhadap atribut dari fenonema terkomposit dan tidak terkomposit yang sedang berproses ini merupakan faktor pengkondisi yang komposisional dan muncul dari kreasi konseptual seperti kreasi delusif [māyākṛta] dari ilusionis . Hal ini yang menjadi penghalang [delusi] terhadap kesadaran .
Setelah berpikir demikian , mereka tidak melekat dengan erat dan mereka tidak memahami dengan erat sesuai dengan cara mereka lihat dan dengar sebelumnya dan tidak terus menerus menghubungkannya dengan cara penyampaian linguistikdengan menyatakan bahwa : yang ini adalah realitas dan yang lainnya adalah delusi hingga kemudian objek ini tidak perlu lagi diselidiki kembali dengan seksama [upaparīkṣya] cara penyampaian linguistik ini.
[0689b28] Kulaputra, dengan cara demikian, melalui pengetahuan [āryajñāna] dan pengamatan para Ārya [āryadarśana] maka para Ārya merealisasikan pengetahuan terhadap ruang lingkup kognitif yang telah dimurnikan secara sempurna dari semua halangan terhadap objek yang diketahui [jñeyāvaraṇa-viśuddhi-jñāna-gocara]. Para Ārya memahami bahwa realitas tidak dapat dipahami tanpa cara penyampaian dengan linguistik dan mereka hanya mengemukakan secara nominal dengan nama dan terminologi sebagai terkomposit dan tidak terkomposit.
[0689c03] Kemudian bodhisattva Gambhīrārtasaṃdhinimocana melantunkan gātha ini untuk mempertegas makna uraian ini :
Jina menguraikan makna dari realitas tertinggi yang mendalam [gambhīra] , berkarakteristik tidak dapat diungkapkan [anabhilāphya] , bukan dua [advaya] , juga bukan ruang lingkup untuk yang belum matang dalam spiritual [abālagocara], Mereka yang berintrinsitik belum matang dalam spiritual dan masih terdelusi [mohamūḍha] akan mengenggam erat cara penyampaian dengan linguistik dan berdiam dalam dualitas [dyavasthita] . Mereka yang tidak memahami ataupun keliru memahami realitas ini diibaratkan seperti domba [eḍaka] ataupun sapi [go] Mereka akan semakin jauh dari jalan Jina dan berada dalam siklus eksistensi [saṃsara] dalam jangka waktu yang sangat lama .
[0689c21] Kemudian Bhagavān memberitahukan kepada bodhisattva Dharmodgata dan berkata
Sadhu, Sadhu, Dharmodgata, saya telah memahami sepenuhnya dengan sempurna mengenai realitas tertinggi ini dimana salah satu karakteristiknya adalah melampaui semua argumen logis [tarka] . Setelah merealisasikannya dengan sempurna, saya mengungkapkannya [uttanīkṛ] dan menguraikannya [vivṛt] , membabarkannya dengan sistematis [prajñāp] , dan mengajarkannya secara komprehensif [prakāś], mengapa demikian ?
Karena realitas tertinggi hanya dapat dipahami oleh para Ārya melalui pengamatan kedalam dirinya sendiri [pratyātmavedanīya], sementara argumen logis [tarka] dipahami melalui mengeluarkan dan menerima pendapat ataupun komunikasi dua arah [parasparavedanīya] oleh orang awam [pṛthagjana] Oleh sebab itu , Dharmodgata , berdasarkan prinsip uraian ini , anda harus memahami bahwa realitas tertinggi berkarakteristik melampaui argumen logis.
Dharmodgata , realitas tertinggi yang saya babarkan ini berproses [paryāya] dalam ruang lingkup ketidak hadiran nimitta [animittagocara] sedangkan argumen logis berproses dalam ruang lingkup nimitta [nimittagocara] . Oleh sebab itu , Dharmodgata , berdasarkan prinsip uraian ini , anda harus memahami bahwa realitas tertinggi berkarakteristik melampaui argumen logis.
Selanjutnya Dharmodgata, realitas tertinggi yang saya babarkan ini tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata [anabhilāphya] sementara argumen logis berproses dalam ruang lingkup kata [vāggocara] . Oleh sebab itu, Dharmodgata , berdasarkan prinsip uraian ini , anda harus memahami bahwa realitas tertinggi berkarakteristik melampaui argumen logis.
Selanjutnya Dharmodgata, realitas tertinggi yang saya babarkan ini memotong putus semua cara penyampaian dengan konseptual [vyavāharavyucchedaka], sedangkan argumen logis berproses dalam ruang lingkup cara penyampaian dengan konseptual [vyavāharagocara]. Oleh sebab itu , Dharmodgata , berdasarkan prinsip uraian ini , anda harus memahami bahwa realitas tertinggi berkarakteristik melampaui argumen logis.
Selanjutnya Dharmodgata, realitas tertinggi yang saya babarkan ini memotong putus semua argumentasi [vivādavyucchedaka] sedangkan argumen logis berada dalam ruang lingkup argumentasi [vivādagocara]. Oleh sebab itu, Dharmodgata , berdasarkan prinsip uraian ini, anda harus memahami bahwa realitas tertinggi berkarakteristik melampaui argumen logis.
[0690a08] Dharmodgata, hal ini dapat dilustrasikan dengan manusia [puruṣapudgala] yang telah lama terbiasa dengan rasa pedas dan pahit [kaṭukatiktarasa] tidak akan mengevaluasi [parīkṣ], menduga [anumā] ataupun menghargai rasa manis dari madu [madhurasa].
Demikian juga, seseorang dalam ketidaktahuan dan telah lama terbiasa melekat pada keinginan indriya [kāmarāga] akan memiliki ketertarikan berlebihan pada keinginan sehingga terangsang oleh keinginannya sendiri [kāmaparidahana paridagdha] , tidak akan mengevaluasi , menduga ataupun menghargai kebahagiaan dari dalam yang luar biasa yang diperoleh dari ketidak melekatan [ādhyātmikam pravivekasukham] terhadap semua nimitta dari objek visual [rūpa] , suara [śabda], bebauan [gandha] , rasa [rasa] dan sentuhan [spraṣṭavya] .
Demikian juga , seseorang dalam ketidaktahuan dan telah lama terbiasa melekat pada cara berkomunikasi yang penuh dengan suasana keakraban [saṃlāpa] dan selalu bersukacita [abhiram] dengan cara demikian, tidak akan mengevaluasi , menduga ataupun menghargai keheningan yang timbul dari dalam diri para Ārya [ādhyātmikam āryatūṣṇīmbhāvasukham].
Demikian juga, seseorang dalam ketidaktahuan dan telah lama terbiasa melekat pada kefasihan konseptual linguistik dalam pengamatan, perenungan , pembelajaran dan pemahaman [dṛṣṭśrutāmatavijñātavyavāhara] tidak akan mengevaluasi , menduga ataupun menghargai realitas penghentian dari kāya [yang terdiri dari : persepsi (vedana) , kognisi konseptual (saṃjña) dan faktor pengkondisi (saṃskāra)][satkāyanirodhaka] yang memotong putus terhadap semua konseptual linguistik [sarvavyavāharavyucchedaka]
Dharmagota , seseorang dalam ketidak tahuan dan telah lama terbiasa melekat pada persepsi akan diri [ātmīyaparigraha] tidak akan akan mengevaluasi , menduga ataupun menghargai ketidakhadiran dari persepsi akan diri yang bagaikan berdiam dalam Uttarakuru .
Dharmagota, anda harus memahami bahwa seseorang yang masih berargumentasi [vivāda] pada ranah logika [tārkika], tidak akan akan mengevaluasi , menduga ataupun menghargai realitas tertinggi yang melampaui ruang lingkup argumen logis
[0690a24] Kemudian Bhagavān melantunkan gātha ini untuk mempertegas uraian ini :
Realitas tertinggi berada dalam ruang lingkup ketidakhadiran dari nimitta [animittagocara] , tidak dapat diungkapkan [anabhilāphya], memotong putus semua cara penyampaian dengan konseptual [vyavāharavyucchedaka], memotong putus semua argumentasi [vivādavyucchedaka] dan melampaui semua argumen logis [tarka]
[0690a28] Kemudian bodhisattva Suviśuddhamati menyapa Bhagavān dan berkata
Bhagavān, realitas tertinggi [paramārtha] yang sangat halus [sūkṣma], mendalam [gambhīra] dan sangat sulit untuk dipahami [durvigāhya] dengan salah satu karakteristiknya adalah melampaui semua perbedaan dan tidak adanya perbedaan [bedhābhedasamatikrāntalakṣana] telah anda uraikan dengan fasih [subhāṣita] dan sangat menakjubkan [āścarya].
Bhagavān, saya pernah melihat persamuan Bodhisattva yang sedang memasuki tahapan pelatihan diri awal dari pengembangan aspirasi [adhimuktikcāryabhūmi] duduk dan berkumpul bersama untuk mempertimbangkan adanya perbedaan atau tidak adanya perbedaan antara faktor pengkondisi [saṃskāra] dengan realitas tertinggi [paramārtha]
Ada beberapa bodhisattva mengatakan bahwa faktor pengkondisi [saṃskāra] tidak berbeda dengan realitas tertinggi, tetapi ada juga yang mengajarkan bahwa faktor pengkondisian [saṃskāra] berbeda dengan realitas tertinggi , sebagian lain bersependapat tidak berbeda [abhinna] dan berbeda [bhinna] dengan kelompok tertentu , sebagian lagi penuh dengan keraguan [vicitkisā] dan berbeda pendapat [vimati] dalam menentukan kelompok bodhisattva mana yang telah berpandangan tepat dan yang telah berpandangan keliru.
Bhagavān, apapun yang akan menjadi kesimpulan mereka, baik realitas tertinggi itu berbeda ataupun sama dengan faktor pengkondisi [saṃskāra], saya berpendapat bahwa para kulaputra ini masih belum memahami realitas tertinggi yang berkarakteristik sangat halus dan melampaui semua perbedaan atau tidak adanya perbedaan terhadap faktor pengkondisi [saṃskāra] . Mereka semua masih belum matang dalam spiritual [bāla], terdelusi [mūḍha] , belum terampil [apaṭu] dan belum fasih [akuśala] .
[0690b14] Kemudian Bhagavān memberitahukan kepada bodhisattva Suviśuddhamati dan berkata ,
Sadhu , sadhu , Suviśuddhamati, seperti yang telah anda katakan tadi bahwa para kulaputra ini belum memahami realitas tertinggi yang berkarakteristik sangat halus dan melampaui semua perbedaan atau tidak adanya perbedaan terhadap faktor pengkondisi [saṃskāra], Mereka semua masih belum matang dalam spiritual [bāla], terdelusi [mūḍha], belum terampil [apaṭu] dan belum fasih [akuśala], mengapa demikian ?
Suviśuddhamati, karena seseorang yang mengamati [pratyavekṣ] faktor pengkondisi [saṃskāra] dengan cara demikian, tidak akan merealisasikan [adhigam] dan memahami [sākṣātkṛ] realitas tertinggi , mengapa demikian ?
Suviśuddhamati, jika faktor pengkondisi [saṃskāra] tidak berbeda dengan karakteristik realitas tertinggi , maka semua orang awam yang masih belum matang dalam spiritual [bālapṛthagjana] akan berpandangan tepat [dṛṣṭisatya] , semua orang awan akan dengan mudah berkontemplasi yang tidak tertandingi dengan berdiam dalam nirvāna [anuttarayogakṣemanirvāna] dan merealisasikan kesempurnaan penggugahan yang tidak tertandingi [anuttarasamyaksambodhi].
Suviśuddhamati, jika faktor pengkondisi [saṃskāra] berbeda dengan karakteristik realitas tertinggi maka bagi mereka yang telah berpandangan tepat ini tidak akan terbebaskan dari nimitta faktor pengkondisi [saṃskāranimitta]. Karena belum terbebaskan dari nimitta faktor pengkondisi [saṃskāranimitta] maka mereka juga akan terikat oleh belenggu dari nimitta [nimittabandhana]. Karena belum terbebaskan dari belenggu nimitta maka mereka juga tidak akan terbebaskan dari belenggu kecenderungan kekeliruan mental yang tidak beraturan [dauṣṭhulyabhandana].
Jika belum terbebaskan dari kedua halangan ini maka bagi mereka yang telah berpandangan tepat, juga tidak akan berkontemplasi yang tidak tertandingi dengan berdiam dalam nirvāna [anuttarayogakṣemanirvāna] dan merealisasikan kesempurnaan penggugahan yang tidak tertandingi [anuttarasamyaksambodhi].
[0690b29] Suviśuddhamati, semua orang awam yang belum matang dalam spiritual tidak akan berpandangan benar , mereka itu orang awam yang belum berkontemplasi yang tidak tertandingi dengan berdiam dalam nirvāna [anuttarayogakṣemanirvāna] dan merealisasikan kesempurnaan penggugahan yang tidak tertandingi [anuttarasamyaksambodhi].
Oleh sebab itu , dengan mengatakan bahwa realitas tertinggi tidak berbeda dengan faktor pengkondisi [saṃskāra] masih tidak sesuai . Dengan prinsip penjelasan seperti ini maka bagi yang mengatakan bahwa karakteristik realitas tertinggi tidak berbeda dengan faktor pengkondisi[saṃskāra] masih belum berpandangan tepat .
[0690c06] Selain itu, Suviśuddhamati, jika realitas tertinggi tidak berbeda dengan faktor pengkondisi maka karakteristik dari kondisi mental yang tidak berguna [saṃkleśalakṣaṇa] yang termasuk dalam faktor pengkondisi juga akan termasuk dalam realitas tertinggi sehingga realitas tertinggi juga merupakan kondisi mental yang tidak berguna.
Suviśuddhamati, jika realitas tertinggi berbeda dengan faktor pengkondisi maka realitas tertinggi yang berada didalam faktor pengkondisi tidak akan menjadi karakteristik umum [sāmānyalakṣaṇa] Tetapi , Suviśuddhamati, realitas tertinggi tidak termasuk dalam kondisi mental yang tidak berguna, dan realitas tertinggi yang berada di dalam faktor pengkondisi merupakan karakteristik umum .
Oleh sebab itu , dengan mengatakan bahwa realitas tertinggi berbeda dengan faktor pengkondisi masih tidak sesuai . Dengan prinsip penjelasan seperti ini maka bagi yang mengatakan bahwa realitas tertinggi berbeda dengan faktor pengkondisi masih belum berpandangan tepat.
[0690c15] Selain itu, Suviśuddhamati, jika realitas tertinggi tidak berbeda dengan faktor pengkondisi maka semua karakteristik realitas tertinggi juga tidak dapat dibedakan dalam semua faktor pengkondisi sehingga semua karakteristik faktor pengkondisi juga tidak dapat dibedakan maka para yogi juga tidak akan berpandangan tepat terhadap faktor pengkondisimelalui perenungan [mata], pembelajaran [śrutā], pemahaman [vijñāta] dan pencarian [paryes] mereka.
Suviśuddhamati, jika realitas tertinggi berbeda dengan faktor pengkondisi maka ketidakhadiran eksistensi diri [nairātmyamātra] dan ketidakmapanan dalam memunculkan kondisi untuk eksistensi dirinya sendiri [nihsvabhāvatamātra] dari faktor pengkondisi tidak akan menjadi karakteristik realitas tertinggi , disamping itu realitas tertinggi juga akan mapan sebagai satu kesinambungan [siddhyeta] dan muncul dalam kebersamaan [prabhāvita] dengan dua karakteristik yang berbeda yakni : Karakteristik dari kondisi mental yang tidak berguna dan karakteristik dari pemurnian [vyavadānalakṣaṇa]
.
[0691a05] Tetapi Suviśuddhamati , realitas tertinggi itu memang berbeda dengan faktor pengkondisi. Oleh sebab itu, para yogi dapat berpandangan tepat melalui perenungan , pembelajaran ,pemahaman dan pencarian mereka dan juga ketidakhadiran dari eksistensi diri [nairātmyamātra] danketidakmapanan dalam memunculkan kondisi untuk eksistensi dirinya sendiri [nihsvabhāvatamātra] merupakan karakteristik realitas tertinggi dari faktor pengkondisi, disamping itu realitas tertinggi juga tidak akan mapan sebagai satu kesinambungan dan muncul dalam kebersamaan dengan dua karakteristik yangberbeda yakni : karakteristik dari kondisi mental yang tidak berguna dan karakteristik dari pemurnian.
Oleh sebab itu , dengan mengatakan bahwa karakteristik realitas tertinggi berbeda ataupun tidak berbeda dengan faktor pengkondisi masih tidak sesuai .Dengan prinsip penjelasan seperti ini maka bagi yang mengatakan bahwa karakteristik realitas tertinggi berbeda ataupun tidak berbeda dengan faktor pengkondisi masih belum berpandangan tepat.
[0691a14] Suviśuddhamati , hal ini dapat diilustrasikan dengan contoh : keputihan [warna] dari kulit kerang tidak akan mudah dipahami sebagai karakteristik yang berbeda atau tidak berbeda dengan kulit kerang [śaṇkha śuklatva] sebagaimana juga dalam hal keemasan [warna] dari emas [survarna pītatva] . Demikian pula suara dari vīṇā [vīṇā śabda prīyartva] tidak akan mudah [na sukaram] dipahami sebagai karakteristik yang berbeda atau tidak berbeda dengan vīṇā. Wewangian dari pohon agaru hitam [kṛṣṇāgaru saugandhya] tidak akan mudah dipahami sebagai karakteristik yang berbeda atau tidak berbeda dengan pohon agaru hitam. Panas dari merica [marica uṣṇatva] tidak akan mudah dipahami sebagai karakteristik yang berbeda atau tidak berbeda dengan merica , demikan juga zat astrigen dari haritakī [haritakī kaṣāyatva]. Kelembutan dari kapas [tūlapicu śilakṣṇatva] tidak akan mudah dipahami sebagai karakteristik yang berbeda atau tidak berbeda dengan kapas. Manda dari ghee [ghṛta maṇdatva] tidak akan mudah dipahami sebagai karakteristik yang berbeda atau tidak berbeda dengan ghee.
Atau dengan ilustrasi lain misalnya : ketidak konstanan [anityatā] dalam faktor pengkondisi [saṃskāra] ataupun ketidak puasan [duhkhatā] dalam faktor pengkondisi [saṃskāra] ataupun ketidak hadiran eksistensi diri [nairātmya] dalam faktor pengkondisi [saṃskāra] sebagai karakteristik yang berbeda ataupun tidak berbeda
Suviśuddhamati , keinginan indriya [rāga] yang berkarakteristik sulit untuk dihentikan [aśāntilakṣaṇa] akan sulit dipahami sebagai karakteristik yang berbeda ataupun tidak berbeda dari karakteristik kondisi mental yang tidak berguna [saṃkleśalakṣaṇa], demikian juga penolakan [dveṣa] dan ketidaktahuan [moha] Oleh sebab itu, dengan mengatakan bahwa karakteristik realitas tertinggi berbeda dan tidak berbeda dengan faktor pengkondisi [saṃskāra] masih tidak sesuai .
[0691b01] Suviśuddhamati , melalui prinsip penjelasan ini maka saya memahami dengan sempurna mengenai realitas tertinggi ini dimana salah satu karakteristiknya adalah melampaui semua argumen logis [tarka]. Setelah memahami dengan sempurna, saya mengungkapkannya [uttanīkṛ] dan menguraikannya [vivṛt], membabarkannya dengan sistematis [prajñāp], dan mengajarkannya secara komprehensif [prakāś]
[0691b04] Kemudian Bhagavān melantunkan gātha ini
Karakteristik realitas tertinggi melampaui semua perbedaan dan tidak adanya perbedaan terhadap semua faktor pengkondisi [saṃskāra] , bagi yang masih menghubungkannya dengan perbedaan dan tidak adanya perbedaan akan berpandangan keliru. Hanya dengan melalui kontemplasi śamatha dan vipaśyanā, yang akan membebaskan kita dari belenggu nimitta [nimittabandhana] dan belenggu kecenderungan kekeliruan mental yang tidak beraturan [dauṣṭhulyabhandana]
[0691b10] Kemudian Bhagavān memberitahukan kepada Ayustmat Subhūti dan berkata
Subhūti menurut anda, berapa banyak makhluk hidup yang mencengkram erat [abhigṛhīta] dengan pendekatan melalui gagasan konseptual [abhimāna] terhadap uraian ajaran kebenaran tanpa mengetahui penjelasan maknanya [ajñāvyākaraṇa]? dan berapa banyak makhluk hidup yang terbebaskan dari gagasan konseptual ?
[0691b13] Ayustmat Subhūti menjawab pertanyaan Bhagavān dan berkata,
Bhagavān, menurut pengamatan saya akan ada sedikit sekali manusia yang akan terbebaskan dari gagasan konseptual tetapi yang melekat erat dengan pendekatan melalui gagasan konseptual terhadap uraian ajaran kebenaran tanpa mengetahui penjelasan maknanya akan tidak terukur [apramāṇa] , tidak terhitung [asaṃkhyeya] dan tidak terungkapkan [anabhilāphya]
[0691b17] Bhagavān, pada saat saya sedang berdiam dalam pengasingan diri di hutan rimba [aranyamahāvanaprasthā], bersama dengan para bhikṣu. Ketika matahari mulai terbit [pūrvāhna] , saya melihat para bhikṣu mengamati objek meditatif yang diajarkan untuk realisasi pembebasan [vivadhadharmālambakābhisamaya] dan kemudian menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan gagasan konseptual dengan objek meditatif yang telah mereka realisasikan.
Diantara mereka , ada yang menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan pengamatan melalui karakterisitik yg dimiliki oleh dirinya sendiri [svalakṣaṇa] dari [lima] agregat [skandha] [bentuk , sensasi , faktor pengkondisidan kesadaran] dan selanjutnya juga menguraikan karakteristik dari pemunculan agregat [utpāda] [melalui daya dari tindakan yang terkontaminasi dan kondisi mental yang tidak berguna], karakterisitik dari penguraian [vināśa] dan penghentian [nirodha] [dari tindakan yang terkontaminasi dan kondisi mental yang tidak berguna yang merupakan penyebab dari agregat yang terkontaminasi] dan pemahaman seksama [dimana entitas dari agregat itu seperti penyakit atau tidak mapan sebagai eksistensi diri pada hakekatnya] dan menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan metoda ini.
Sebagaimana yang mengamati berdasarkan agregat , maka yang lain mengamati berdasarkan [modus dari ketidakpuasan dari] [dua belas] landasan pengindera [āyatana], pemunculan dalam saling ketergantungan [pratītyasamutpāda] dan [empat] nutrimen [āhāra] dan menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan metoda ini.
Ada juga yang mengamati berdasarkan karakterisitiknya yang dimiliki oleh dirinya sendiri [svalakṣaṇa] dari [empat] realitas [satya] [para mulia], pemahaman seksama dari realitas [dari ketidakpuasan yang benar sebagai ketidakkonstanan dan tidak menyenangkan], pembebasan yang benar [dari sumber ketidak puasan yakni : tindakan yang terkontaminasi dan kondisi mental yang tidak berguna] [prahāṇa] , aktualisasi [penghentian ketidak puasan] [sākṣātkāra], dan kontemplasi [mengkontempelasi melalui jalan yang benar , dengan maksud untuk mencapai penghentian benar dari ketidak puasan ] [bhāvanā] dan menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan metoda ini.
Ada juga yang mengamati berdasarkan karakteristik yg dimiliki oleh dirinya sendiri [svalakṣaṇa] dari elemen [dhātu] , berbagai [delapan belas] [nānātva] elemen, beragam [enam] elemen [anekatva], penghentiannya [nirodha] dan pemahaman seksama mengenai penghentian [nirodha-sākṣātkāra].
Selain itu ada juga yang mengamati berdasarkan aspek menuju penggugahan [bodhipakṣyadharma] [yang merupakan penawar terhadap berbagai objek dalam keadaan terbebaskan], memunculkan [kebajikan dan penawar] yang belum dimunculkan [anutpannānām utpāda], berdiam dalam [kebajikan dan penawar] yang sudah dimunculkan [utpannānām sthrti], tidak kehilangan [penawar] yang sudah dimunculkan [asaṃpramosa], dimunculkan kembali [bhūyobhāva] [pada saat seseorang telah terbiasa dengan kebajikan dan kualitas ini] dan meningkatkan [penawar melalui daya dari keterbiasaan ini] serta mengekspansinya [hingga tak terbatas] [vrddhiviṛuḍhi] dan menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan metoda ini. Yang lain berdasarkan berdasarkan pengamatan melalui jalan para mulia beruas delapan [āryāṣṭāṇgamārga] dan menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan metoda ini.
[0691c13] Bhagavān, setelah melihat menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan gagasan konseptual kemudian saya berpikir jika para Ārya ini menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan gagasan konseptual dengan objek meditatif yang telah mereka realisasikan dalam berbagai metoda maka mereka masih belum memahami bahwa salah satu karakteristik dari realitas tertinggi adalah semua dalam satu rasa [sarvatra - ekarasalakṣaṇa] . Mereka masih masih melekat erat dengan pendekatan melalui gagasan konseptual [abhimāna] terhadap uraian ajaran kebenaran tanpa mengetahui penjelasan maknanya [ajñāvyākaraṇa]
Bhagavān, realitas tertinggi [paramārtha] yang sangat halus [sūkṣma] , mendalam [gambhīra] dan sangat sulit untuk dipahami [durvigāhya] dengan salah satu karakteristiknya adalah semua dalam satu rasa [sarvatra - ekarasalakṣaṇa] telah anda uraikan dengan fasih [subhāṣita] dan sangat menakjubkan [āścarya] .
Bhagavān, jika para bhikṣu ini sangat sulit memahami uraian mendalam ini bagaimana dengan pemahaman para Tirthīka yang berada diluar dari uraian mendalam ini ?
[0691c21] Bhagavān memberitahukan kepada Ayustmat Subhūti dan berkata,
Sadhu , sadhu , Subhūti, Saya telah memahami sepenuhnya dengan sempurna mengenai realitas tertinggi ini dimana salah satu karakteristiknya adalah semua dalam satu rasa. Setelah menyadarinya dengan sempurna, saya mengungkapkannya [uttanīkṛ] dan menguraikannya [vivṛt], membabarkannya dengan sistematis [prajñāp] , dan mengajarkannya secara komprehensif [prakāś], mengapa demikian ?
Subhūti , saya menguraikan bahwa realitas tertinggi [paramārtha] dapat direalisasikan melalui agregat [skandha] sebagai objek pengamatan untuk pemurnian [viśuddhālambana]. Saya juga menguraikan bahwa realitas tertinggi dapat direalisasikan melalui [dua belas] landasan pengindera [āyatana] sebagai objek pengamatan untuk pemurnian [viśuddhālambana], hal ini juga berlaku untuk objek pengamatan meditatif untuk pemurnian lainnya pemunculan dalam saling ketergantungan [pratītyasamutpāda], [empat] nutrimen [āhāra], aspek menuju penggugahan [bodhipakṣyadharma] jalan para mulia beruas delapan [āryāṣṭāṇgamārga]
Subhūti , objek pengamatan meditatif [viśuddhālambana] yang tercakup dalam semua agregat [skandha] itu semuanya dalam satu rasa [sarvatra - ekarasalakṣaṇa] dan berkarakteristik tidak berbeda [abhinna]. Hal ini juga berlaku sama, untuk semua objek pengamatan untuk pemurnian [viśuddhālambana] mulai dari landasan pengindera [āyatana] hingga jalan para mulia beruas delapan [āryāṣṭāṇgamārga] , semuanya merupakan objek pengamatan untuk permurnian semua dalam satu rasa dan berkarakteristik tidakberbeda. Oleh sebab itu , dengan prinsip penjelasan seperti maka realitas tertinggi itu semuanya dalam satu rasa.
[0692a03] Selanjutnya , Subhūti, pada saat bhikṣu yang berkontemplasi [bhikṣu – yogācāra] telah memahami realitas demikian apa adanya [tathāta] dari salah satu objek pengamatan dari kelompok agregat diatas misalnya : ketidak hadiran eksistensi diri dari fenomena sebagai realitas tertinggi [paramarthadharmanairatmya] , maka mereka tidak perlu lagi mengamati [paryes] dan menganilisa satu persatu objek dari kelompok agregat lainnya untuk memahami realitas proposional ini , juga tidak perlu lagi mengamati dan menganalisa satu persatu objek meditatif untuk pemurnian lainnya misalnya : [dua belas] landasan pengindera [āyatana] , pemunculan dalam saling ketergantungan [pratītyasamutpāda], [empat] nutrimen [āhāra], [empat] realitas [satya] para mulia ,aspek menuju penggugahan [bodhipakṣyadharma], jalan para mulia beruas delapan [āryāṣṭāṇgamārga] . Karena ketidakmapanan eksistensi diri juga merupakan salah satu kediaman yang dicapai melalui kontemplasi dari kebijaksanaan yang bebas dari konseptual sebagai realitas demikian apa adanya dalam semua fenomena [sarvadharmeṣutathatā nirvikalpa prajñābhāvanāsahagatovihāraḥ]. Kemudian mereka akan membangkitkan kesadaran yang penuh perhatian dan memahami realitas tertinggi yang semuanya dalam satu rasa.
Oleh sebab itu , Subhūti dengan prinsip penjelasan seperti ini anda dapat memahami bahwa realitas tertinggi itu berkarateristik semuanya dalam satu rasa
[0692a09] Selanjutnya, Subhūti, jika agregat, landasan pengindera , sebab akibat yang saling bergantungan, [empat] nutrimen [empat] realitas [para mulia], [empat] pemapanan kesadaran yang penuh perhatian, [empat] usaha agung, [empat] modus pencapaian, [lima] kemampuan, [lima] kekuatan, [tujuh] aspek penggugahan berkarakteristik saling berbeda satu dengan yang lainnya [anyonyabhinnalakṣaṇa], demikian juga delapan jalan mulia akan berkarakteristik saling berbeda satu dengan yang lainnya .
Dengan menggunakan prinsip penjelasan yang sama dengan diatas maka realitas proposisional dan ketidakmapanan eksistensi diri dari fenomena [yang mengakses] realitas tertinggi juga akan berkarakteristik saling berbeda satu dengan yang lainnya .
Jika realitas proposisional dan ketidakmapanan eksistensi diri dari fenomena yang mengakses realitas tertinggi juga akan berkarakteristik saling berbeda satu dengan yang lainnya maka realitas proposisional dan ketidakmapanan eksistensi diri dari fenomena yang mengakses realitas tertinggi akan dihubungkan dengan penyebab [sahetuka] dan juga akan dimunculkan dari sebab [hetuta utpanna] dan jika dimunculkan dari sebab maka realitas proposisional dan ketidakmapanan eksistensi diri dari fenomena yang mengakses realitas tertinggi akan termasuk sebagai terkomposit [saṃskṛta] dan jika terkomposit maka bukan realitas tertinggi sehingga kita masih perlu mencari realitas tertinggi lainnya
Oleh sebab itu , Subhūti, realitas proposisional dan ketidakmapanan eksistensi diri dari fenomena yang mengakses realitas tertinggi bukan dimunculkan dari penyebab dan juga bukan terkomposit dan termasuk dalam realitas tertinggi sehingga tidak perlu lagi mencari realitas tertinggi yang lain.
Baik Tathāgata muncul [udpādād vā tathāgatanām] ataupun tidak [anudpādād vā tathāgatanām] kestabilan dari fenomena ini [dharmasthitaye] tetap dalam kesinambungan, kesimambungan terhadap waktu [śāśāvatakālam] dan tetap dalam kekonstanan, kekonstanan terhadap waktu [nityakālam]. Kediaman intrinsik realitas dari fenomena [dharmāṇāṃ dharmāta] dan ruang lingkup realitas [dharmadhātu] ini tetap dalam kestabilannya [sthitaiva]
Oleh sebab itu , Subhūti, melalui prinsip ini juga menjelaskan bahwa yang memiliki karakteristik semuanya dalam satu rasa .
[0692a20] Subhūti, ini seperti dalam angkasa [ākāśa] yang tetap konstan tanpa konseptual [nirvikalpaka] , ketidak hadiran nimitta [animitta] dalam kaitannya dengan berbagai aspek [nānāvidha] dari bentuk [rūpa] yang berkarakteristik berbeda [bhinnalakṣaṇa] satu dengan lainnya . Hal ini juga berlaku sama terhadap fenomena yang memiliki karakteristik yang berbeda satu dengan lainnya, realitas tertinggi itu dipandang sebagai memiliki hakekat dimana semuanya dalam satu rasa.
[0692a24] Kemudian Bhagavān melantunkan gātha ini
Buddha menguraikan realitas tertinggi tanpa perbedaan [abhinna] dan berkarakteristk semua dalam satu rasa [sarvatra - ekarasalakṣaṇa] . Bagi yang mengkonsepkan perbedaan [pariklp] didalamnya akan terus menggenggam dengan erat [abhigṛhīta] gagasan konseptual [abhimāna] dan terdelusi [mūdha] .
[0692a28] Kemudian bodhisattva Viśālamati menyapa Bhagavān dan berkata
Bhagavān, ketika anda mengatakan bahwa para bodhisattva fasih dalam menguraikan makna mendalam [guhyakuśala] dari konsep citta, manas dan vijñana . Bhagavān, apa yang dimaksud dengan makna mendalam dari konsep citta , manas dan vijñana ? Mengapa anda mengatakan bahwa para Bodhisattva fasih dalam menguraikan makna mendalam dari konsep citta, manas dan vijñāna ?
[0692b03] Bhagavān, menjawab pertanyaan dari Bodhisattva Viśālamati dan berkata ,
Viśālamati, niat anda dalam mengajukan pertanyaan ini kepada Tathāgata sungguh baik . Anda mengajukan pertanyaan ini demi memberikan manfaat dan kebahagiaan untuk semua makhuk hidup. Anda selalu bersimpati terhadap semua tataran kehidupan ini dan mengajukan pertanyaan ini demi kesejahteraan, manfaat, dan kebahagiaan dari semua makhluk hidup termasuk para deva dan manusia.
Sādhu , Sādhu , Viśālamati, dengarkan dengan baik ,saya akan menguraikan kepada anda mengenai makna mendalam dari citta, manas dan vijñāna.
[0692b08] Viśālamati, makhluk hidup [sattva] yang berada dalam enam siklus kehidupan [gati] akan memanifestasikan [abhiniṛvt] jasmani dan muncul [utpadyante] dalam [empat ] jenis kelahiran [satvagotra] yakni : kelahiran melalui telur [aṇḍaja] , kelahiran melalui rahim [yoni] , kelahiran melalui kelembaban [jarāyuja] , ataupun kelahiran yang bersifat spontan [saṃsvedaja] .
Diantara salah satu bentuk kelahiran diatas, kesadaran yang mengengam kesan mental [benih] [sarvabījakacitta] terkondisi [vipac] , berproses [pravṛt] , berkembang [vṛddhiṃ] muncul [virūdhiṃ] dan berekspansi mengikuti prosesnya [vipulatām] berdasarkan dua kemelekatan [upādāna] yang terdiri dari : kemelekatan terhadap kesan organ material dari jasmani beserta dengan enam objekif pengindera [sādhiṣṭhānarūpīndriyopādāna] dankemelekatan terhadap kesan [vāsana] dari berbagai kekeliruan konseptual dalam konseptual linguistik [vyavaharaprapañca] bersama dengan nimitta [nimitta] , nama [nāma] dan konseptual [vikalpa].
Kedua jenis kemelekatan diatas semuanya ditemukan dalam tataran bermateri halus [rūpadhātu] tetapi tidak kedua jenis kemelekatan ini ditemukan secara bersamaan dalam tataran tidak bermateri [ārūpyadhātu]
[0692b14] Pengikatan awal ini dinamakan sebagai kesadaran yang mengikat [ādānavijñāna] karena dengan adanya ikatan ini maka [lima] agregat dapat berlangsung selama satu proses kehidupan berlangsung tanpa dapat dihancurkan dan selanjutnya juga dapat dinamakan sebagai kesadaran landasan [ālayavijñāna] karena muncul bersamaan pada saat [abhinirvṛtti] [masuk ke dalam satu eksistensi baru] menyusun kemelekatan transmigrasi momen menyambungkan satu eksistensi baru [pratisandhibhanda], maka eksistensi individual baru [ātmabhāva] sebagai satu keseluruhan [ekayogakṣemārthena] otomatis menghimpun [ācita] , mengakumulasi [upacita] kesan dari enam objek kognitif : bentuk visual [rūpa], suara [śabda], bau [gandha], rasa [rasa], sentuhan [spraṣṭavya] dan fenomena [dharma]. Oleh sebab itu dinamakan sebagai citta.
Viśālamati, enam kelompok kesadaran kognitif [sād vijñāna kāya] berproses didukung dan tergantung pada [saṃniśritya pratistāya] kesadaran landasan ini. Berdasarkan ini , kesadaran kognitif visual [cakṣur vijñāna] berproses didukung oleh [niśritya] bentuk visual [rūpa] dan organ mata [cakṣur] yang dilengkapi dengan kesadaran [savijñānakacakṣur]. Kesadaran kognitif diskriminasi mental [vikalpaka mano vijñāna] dengan referensi objek yang sama berproses dalam waktu yang sama [samakāla] bersama dengan kesadaran kognitif visual [cakṣur vijñāna].
Selanjutnya kesadaran kognitif pendengaran [śrotravijñāna] berproses didukung oleh [niśritya] suara [śabda], dan organ pendengaran [śrotra] yang dilengkapi dengan kesadaran [savijñānakaśrotra]. Kesadaran kognitif diskriminasi mental [vikalpaka mano vijñāna] dengan referensi objek yang sama berproses dalam waktu yang sama [samakāla] bersama dengan kesadaran kognitif pendengaran [śrotravijñāna].
Kesadaran kognitif penciuman [ghrāṇavijñāna] berproses didukung oleh [niśritya] bebauan [gandha], dan organ penciuman [ghrāṇa] yang dilengkapi dengan kesadaran [savijñānakaghrāṇa]. Kesadaran kognitif diskriminasi mental [vikalpaka mano vijñāna] dengan referensi objek yang sama berproses dalam waktu yang sama [samakāla] bersama dengan kesadaran kognitif penciumanan [ghrāṇa vijñāna].
Kesadaran kognitif pengecap [jihvavijñāna] berproses didukung oleh [niśritya] rasa [rasa] dan organ pengecap [jihva] yang dilengkapi dengan kesadaran [savijñānakajihva]. Kesadaran kognitif diskriminasi mental [vikalpaka mano vijñāna] dengan referensi objek yang sama berproses dalam waktu yang sama [samakāla] bersama dengan kesadaran kognitif pengecap [jihvavijñāna].
Kesadaran kognitif peraba [kāya] berproses didukung oleh [niśritya] sentuhan [spraṣṭavya] dan organ peraba [kāya] yang dilengkapi dengan kesadaran [savijñānaka kāya]. Kesadaran kognitif diskriminasi mental [vikalpaka mano vijñāna] dengan referensi objek yang sama berproses dalam waktu yang sama [samakāla] bersama dengan kesadaran kognitif peraba [kāya vijñāna].
Jika kondisi untuk kesadaran kognitif visual berproses bersamaan itu muncul , maka dengan didukung dan tergantung pada kesadaran yang mengikat [ādānavijñāna] hanya akan ada satu kesadaran kognitif visual yang akan berproses bersamaan. Jika kondisi untuk semua lima kelompok kesadaran kognitif lainnya berproses secara bersamaan itu muncul maka semua dari lima kelompok kesadaran kognitif lainnya akan berproses secara bersamaan.
[0692b28] Viśālamati, ini dapat dilustrasikan dengan aliran air yang deras dimana jika kondisi untuk kemunculan [utpatti-pratyayaḥ] dari satu gelombang itu hadir [pratyupasthito bhava] maka hanya akan ada satu gelombang yang muncul [pravartate]. jika kondisi untuk kemunculan dari dua atau lebih gelombang itu hadir maka akan ada dua atau lebih gelombang yang muncul sementara aliran air ini tidak akan terganggu ataupun berhenti dalam alirannnya.
Viśālamati, ini juga dapat dilustrasikan dengan cermin dimana jika kondisi untuk kemunculan dari satu gambar bayangan dalam cermin itu hadir maka hanya akan ada satu gambar bayangan yang muncul jika kondisi untuk kemunculan dari dua atau lebih gambar bayangan dalam cermin itu hadir maka akan ada dua atau lebih gambar bayangan yang muncul sementara cermin ini tidak akan terpengaruh oleh karakteristik dari gambar bayangan tersebut dan juga tidak akan berubah menjadi berkarakteristik seperti gambar bayangan tersebut karena keduanya tidak sepenuhnya berkaitan satu dengan lainnya.
Viśālamati , seperti aliran air dan cermin diatas , enam kelompok kesadaran kognitif [sādvijñāna kāya] berproses didukung dan tergantung pada kesadaran yang mengikat [ādānavijñāna]. Jika kondisi untuk kemunculan dari kesadaran kognitif visual itu hadir maka hanya akan ada kesadaran kognitif visual yang akan muncul. Jika kondisi untuk kemunculan dua hingga lima kesadaran kognitif lainnya hadir maka dua hingga lima kesadaran kognitif lainnya akan muncul dalam waktu yang sama .
Viśālamati , dengan pengertian demikian , maka dapat dikatakan bahwa para Bodhisattva yang didukung oleh pengetahuan [nītijñāna] berdiam dalam realitas, fasih dalam menguraikan makna mendalam [guhyakuśala] mengenai citta, manas dan vijñana. Tetapi ini masih belum termasuk alasan mengapa tathagata mendiskripsikan mereka fasih dalam menguraikan makna mendalam [guhyakuśala] mengenai citta, manas dan vijñana dan fasih dalam segala hal [sarveṇa sarvam].
Viśālamati, Tathāgata mendeskripsikan mereka fasih dalam segala hal [sarveṇa sarvam] karena para bodhisattva tidak mengamati [pratyekam] kemelekatan internal [adhyātman] yakni : jejak mental yang melekat pada konseptual [parikalpita-svabhavabhiniveka-vasana] yang merupakan akumulasi dari berbagai konsep atau persepsi [manas] dan juga organ material dari jasmani karena memahaminya hanya sebagai yang diasumsikan dengan terminologi nominal [nama dan simbol] maka mereka mengamati sesuai dengan apa adanya [yathābhūtam]
Mereka juga tidak mengamati kesadaran yang mengikat [ādānavijñāna], kesadaran landasan [ālayavijñāna] karena memahaminya hanya sebagai yang diasumsikan dengan terminologi nominal [nama dan simbol] maka mereka mengamati sesuai dengan apa adanya
[0692c08] Demikianlah para bodhisattva tidak mengamati [pratyekam] kemelekatan internal [adhyātman] yakni : kesan organ material dari jasmani beserta dengan enam objekif pengindera [sādhiṣṭhānarūpīndriyam] yakni : bentuk visual , organ mata yang dilengkapi dengan kesadaran dan kesadaran kognitif visual, suara , organ pendengaran yang dilengkapi dengan kesadaran dan kesadaran kognitif pendengaran, bebauan organ penciuman yang dilengkapi dengan kesadaran dan kesadaran kognitif penciuman , rasa , organ pengecap yang dilengkapi dengan kesadaran dan kesadaran kognitif pengecap, sentuhan , organ peraba yang dilengkapi dengan kesadaran dan kesadaran kognitif peraba, fenomena [dharma] dan kesadaran kognitif diskriminasi mental [vikalpaka mano vijñāna], karena memahaminya hanya sebagai yang diasumsikan dengan terminologi nominal [nama dan simbol] maka mereka mengamati sesuai dengan apa adanya
Viśālamati , karena alasan diatas maka Tathāgata mendeskripsikan mereka fasih dalam segala hal [sarveṇa sarvam] dan juga fasih dalam menguraikan makna mendalam [guhyakuśala] dari citta, manas dan vijñāna.
[0692c20] Kemudian Bhagavān melantunkan gātha ini :
Kesadaran yang mengikat itu dalam dan halus [ādānavijñāna gabhīrasūkṣmo] seperti aliran air deras yang mengalir bersama semua bijinya [ogho yathā vartati sarvabījo], saya tidak menguraikannnya kepada yang masih belum matang dalam spiritual [bālāna eso mayi na prakāśi] karena mereka akan membayangkannya sebagai satu eksistensi imajiner dari diri. [mā haiva ātmā parikalpayeyuḥ]
[0693a06] Kemudian bodhisattva Guṇākara mengajukan pertanyaan kepada Bhagavān dan berkata,
Bhagavān, ketika anda mengatakan bahwa para bodhisattva fasih dalam karakteristik dari semua fenomena, apa maksud Bhagavān mengatakan bahwa bodhisattva bijaksana sehubungan dengan karakteristik dari semua fenomena dan bagaimana para bodhisattva dikatakan fasih dalam karakteristik dari semua fenomena ?
[0693a11] Bhagavān memberitahukan kepada bodhisattva Guṇākara dan berkata,
Sādhu, sādhu, Guṇākara , niat anda dalam mengajukan pertanyaan ini kepada Tathāgata sungguh baik, anda selalu bersimpati terhadap semua makhluk hidup dalam ranah eksistensi ini dan mengajukan pertanyaan ini dengan tujuan untuk memberikan kesejahteraan, manfaat, dan kebahagiaan kepada semua makhluk hidup termasuk para deva dan manusia.
Guṇākara, dengarkan dengan baik, saya akan menguraikan kepada anda bagaimana para bodhisattva dikatakan fasih dalam karakteristik dari semua fenomena dan apa yang dimaksud dengan karakteristik dari semua fenomena.
[0693a15] Guṇākara , ada tiga karakteristik dari semua fenomena , apakah ketiga jenis karakteristik ini ? Ketiga karakteristik dari fenomena tersebut adalah pertama, karakteristik imajiner [parikalpitalakṣaṇa], kedua, karakteristik keterkaitan dengan lainnya [paratantralakṣaṇa] dan ketiga, karakteristik mapan dengan sempurna [pariniṣpannalakṣaṇa]
Guṇākara, apa yang dimaksud dengan karakteristik imajiner [parikalpitalakṣaṇa]? karakteristik imajiner [parikalpitalakṣaṇa] adalah karakteristik yang diusulkan sebagai fakta dengan menggunakan terminologi nominal sebagai entitas dan atribut dari fenomena dalam kaitannya dengan hubungan yang bersifat konvensional.
Guṇākara, apa yang dimaksud dengan karakteristik keterkaitan dengan lainnya [paratantralakṣaṇa]? karakteristik keterkaitan dengan lainnya [paratantralakṣaṇa] adalah karakteristik yang hanya menyatakan kesaling tergantungan dari semua fenomena misalnya karena adanya eksistensi ini ,maka yang lain akan muncul, karena ini dihasilkan maka yang lain juga akan dihasilkan misalnya dengan munculnya ketidaktahuan maka faktor pengkondisi akan dihasilkan .
Guṇākara, apa yang dimaksud dengan karakteristik mapan dengan sempurna [pariniṣpannalakṣaṇa]? karakteristik mapan dengan sempurna [pariniṣpannalakṣaṇa] adalah intrinstik demikian apa adanya dari fenomena , yang direalisasikan oleh bodhisattva melalui ketekunan dan kontemplasi mental yang sesuai. Bodhisattva memapankan realitas dan mengkontemplasi karakteristik mapan dengan sempurna ini secara bertahap hingga mencapai kesempurnaan penggugahan yang tidak tertandingi
[0693a25] Guṇākara, ketiga karakteristik ini dapat dianalogikan sebagai berikut : karakteristik imajiner [parikalpitalakṣaṇa] itu dapat dipandang sebagai sesuatu yang mirip dengan kekeliruan visual di mata seseorang yang telah memiliki pandangan berkabut [katarak] sedangkan karakteristik keterkaitan dengan lainnya [paratantralakṣaṇa] dapat dipandang sebagai sesuatu yang mirip dengan munculnya satu nimitta dari kekeliruan visual tersebut sehingga muncul menjadi refleksi objek mental yang seperti : jaringan rambut , lalat , biji wijen ataupun muncul menjadi refleksi objek mental yang seperti warna biru , kuning , merah ataupun putih.
Guṇākara, dengan menggunakan kembali analogi diatas , ketika mata seorang awam telah menjadi murni secara sempurna dan bebas dari kekeliruan visual yang berkabut ini maka karakteristik mapan dengan sempurna [pariniṣpannalakṣaṇa] dapat dipandang sebagai sesuatu yang mirip dengan objek yang terproses dimana merupakan intrinsitik dari objek yang terproses dari mata seseorang tersebut
[0693b02] Guṇākara, dengan analogi lainnya misalnya : pada saat satu kristal yang sangat bening terdeviasi oleh pantulan warna biru , maka akan terlihat seperti batu permata misalnya : safir ataupun indranila dan karena kekeliruan persepsi ini maka orang awam selalu akan terdelusi. Demikian juga pada saat Kristal itu terdeviasi oleh pantulan warna merah juga akan terlihat seperti batu permata seperti merah delima dan karena kekeliruan persepsi ini maka orang awan juga selalu akan terdelusi. Demikian juga pada saat kristal itu terdeviasi oleh pantulan warna hijau maka akan telihat seperti batu permata misalnya zamrud dan karena kekeliruan persepsi ini maka orang awan juga selalu akan terdelusi. Pada saat terdeviasi oleh pantulan warna emas maka akan terlihat seperti emas dan karena kekeliruan persepsi ini maka orang awan juga selalu akan terdelusi.
[0693b10] Guṇākara, dengan menggunakan kembali analogi diatas, karakteristik keterkaitan dengan lainnya [paratantralakṣaṇa] dapat dipandang sebagai fenomena yang terkondisi [dibawah pengaruh dari] kecenderungan konvensional yakni karakteristik imajiner [parikalpitalakṣaṇa] seperti batu kristal yang bening tadi yang terdeviasi oleh pantulan warna. Disamping itu , karakteristik keterkaitan dengan lainnya [paratantralakṣaṇa] yang terpersepsi sebagai karakteristik imajiner [parikalpitalakṣaṇa] dapat dipandang mirip dengan kekeliruan persepsi terhadap kristal yang sangat bening tadi yang terpersepsi sebagai safir , indranila, merah delima, zamrud ataupun emas dimana kristal yang sangat bening ini tidak mapan dengan sempurna sebagai [yang memiliki] karakteristik dari safir, indranila , merah delima, zamrud ataupun emas dan juga yang tidak [memiliki] karakteristik permata tersebut dalam kekonstanan , kekonstanan terhadap waktu dengan demikian, maka karakteristik keterkaitan dengan lainnya [paratantralakṣaṇa] juga tidak mapan dengan sempurna dalam kekonstanan , kekonstanan terhadap waktu, sebagai karakteristik imajiner [parikalpitalakṣaṇa] dan juga tidak memiliki karakteristik dari imajiner. Ketidakmapanan atau ketiadaaan karakteristik ini dipandang sebagai mapan dengan sempurna [pariniṣpanna]. Keterbebasan atas ketiadaan eksistensi dari manifestasi semua fenomena yang bersifat konsep terhadap karakteristik keterkaitan dengan lainnya [paratantralakṣaṇa] sebagai fenomena yang terkondisi [dibawah pengaruh dari] karakteristik imajiner [parikalpitalakṣaṇa] maka karakteristik mapan dengan sempurna [pariniṣpannalakṣaṇa] dapat diketahui.
Guṇākara, pada saat Bodhisattva memahami karakteristik keterkaitan dengan lainnya [paratantralakṣaṇa] sebagai fenomena yang terkondisi [dibawah pengaruh dari] karakteristik imajiner [parikalpitalakṣaṇa] sebagaimana apa adanya maka mereka akan mengetahui ketiadaan karakteristik [alakṣaṇa] dari fenomena sebagaimana apa adanya.
Pada saat bodhisattva memahami karakteristik keterkaitan dengan lainnya [paratantralakṣaṇa] sebagaimana apa adanya maka mereka akan mengetahui karakteristik kondisi mental yang tidak berguna [samklesalaksana] dari fenomena sebagaimana apa adanya .
Pada saat bodhisattva memahami memahami karakteristik mapan dengan sempurna [pariniṣpannalakṣaṇa] sebagaimana apa adanya maka mereka akan mengetahui karakteristik pemurnian [vyavadanalaksana] dari fenomena sebagaimana apa adanya
[0693c01] Guṇākara, pada saat Bodhisattva memahami ketiadaan karakteristik dalam hubungannya dengan karakteristik keterkaitan dengan lainnya [paratantralakṣaṇa] maka mereka akan meninggalkan fenonema dari karakteristik kondisi mental yang tidak berguna [samklesalaksana] dan pada saat mereka meninggalkan sepenuhnya fenomena dari karakteristik kondisi mental yang tidak berguna [samklesalaksana] maka mereka akan memahami fenomena dari karakteristik pemurnian [vyavadanalaksana]
[0693c03] Oleh sebab itu, Guṇākara, bodhisattva memahami karakteristik imajiner [parikalpitalakṣaṇa], karakteristik keterkaitan dengan lainnya [paratantralakṣaṇa], karakteristik mapan dengan sempurna [pariniṣpannalakṣaṇa] sebagaimana apa adanya. Pada saat mereka memahami ketiadaan karakteristik [alaksana], karakteristik kondisi mental yang tidak berguna[samklesalaksana] dan karakteristik pemurnian [vyavadanalaksana] sebagaimana apa adanya maka mereka memahami fenomena dari ketiadaan karakteristik dari sebagaimana apa adanya dan mereka akan meninggalkan sepenuhnya fenomena dari karakteristik kondisi mental yang tidak berguna [samklesalaksana] kemudian mereka memahami fenomena dari karakteristik pemurnian [ vyavadanalaksana].
Dengan cara demikian, maka para bodhisattva dikatakan fasih dalam karakteristik dari fenomena . Tathāgata mengatakan mereka fasih dalam karakteristik dari fenomena juga disebabkan oleh alasan ini.
[0693c10] Kemudian Bhagavān melantunkan gatha ini :
Pada saat memahami ketiadaan karakteristik dari fenomena maka fenomena dari karakteristik kondisi mental yang tidak berguna akan ditinggalkan . Pada saat telah meninggalkan fenomena dari karakteristik kondisi mental yang tidak berguna maka fenomena dari karakteristik pemurnian akan tercapai.Yang tidak memiliki kesadaran penuh perhatian akan selalu ditaklukkan oleh kekeliruan dan kemalasan juga tidak pernah menyadari kekeliruan dari fenomena terkomposit , selalu lemah dalam kestabilan dan fluktuasi dari semua fenonema , seharusnya mereka dikasihani .
Parivarta kedua
Karakteristik dari realitas tertinggi.
[paramārthasatyalakṣaṇaparivarto nāma dvitīyaḥ]
[0688c19] Pada saat itu, bodhisattva Vidivatparipṛcchaka bertanya kepada bodhisattva Gambhīrārtasaṃdhinimocana di hadapan Bhagavān dan berkata,
Jinaputra, ketika dikatakan bahwa semua fenomena [sarvadharma] berkarakteristik bukan dua [advayalakṣaṇa] , apa yang dimaksud dengan semua fenomena ? apa yang dimaksud dengan berkarakteristik bukan dua?
[0688c22] Bodhisattva Gambhīrārtasaṃdhinimocana menjawab pertanyaan bodhisattva Vidivatparipṛcchaka dan berkata,
Kulaputra , semua fenomena dapat dibagi atas dua jenis fenomena yakni : terkomposit [saṃskṛta] dan tidak terkomposit [asaṃskṛta] . Yang dimaksud disini adalah fenomena terkomposit itu bukan ‘terkomposit ‘ dan juga bukan ‘ tidak terkomposit ‘. Demikian juga, fenomena ‘ tidak terkomposit ‘ itu bukan ‘tidak terkomposit’ dan juga bukan ‘ terkomposit ‘.
[0688c25] Bodhisattva Vidivatparipṛcchaka kembali bertanya kepada bodhisattva Gambhīrārtasaṃdhinimocana dan berkata,
Jinaputra, mengapa fenomena terkomposit itu dikatakan bukan ‘terkomposit ‘ dan juga bukan ‘ tidak terkomposit ‘. Demikian juga, fenomena ‘ tidak terkomposit ‘ itu dikatakan bukan ‘tidak terkomposit’ dan juga bukan ‘ terkomposit’ ?
[0688c27] Bodhisattva Gambhīrārtasaṃdhinimocana menjawab pertanyaan bodhisattva Vidivatparipṛcchaka dan berkata,
Kulaputra , ' terkomposit ‘ adalah instrumen [śastṛ] yang digunakan oleh Bhagavan , secara umum hanya merepresentasikan makna sementara [aupacārikapada] dimana makna sebenarnya masih belum teruraikan sepenuhnya [neyārtha] dan juga merupakan cara penyampaian secara konseptual [vyavahārābhilāpa] yang muncul dari kreasi mental [parikalpa] .Berhubung cara penyampaian ini merupakan cara penyampaian secara konseptual yang muncul dari berbagai macam kreasi mental [nānāparikalpavyavahārābhilāpa] maka realitasnya juga tidak mapan secara sempurna [atyanta- apariniṣpannatvat ] . Oleh sebab itu [dikatakan] sebagai bukan ‘ terkomposit ‘
Kulaputra , ' tidak terkomposit ‘ , merupakan akar kata [nāma] dimana eksistensinya hanya bersifat relatif [prajñaptitaḥ sat] maka realitasnya juga tidak mapan secara sempurna [atyanta- apariniṣpannatvat]. Dalam hal ini , baik terkomposit dan tidak terkomposit akan berlaku sama seperti dua hal diatas dan juga berlaku untuk semua cara penyampaian secara konseptual yang masih memerlukan perantaraan [vyavahārāmadyapatita] dalam mengungkapkannya [abhilāpa], tidak mampu mempresentasikan maksud yang sebenarnya [ābhiprāyika]. Selain itu , eksistensi yang bersifat relatif [prajñaptitaḥ sat] bukan merupakan eksistensi sebagai entitas yang sebenarnya [dravyataḥ sat]. Apa yang dimaksud dengan eksistensi sebagai entitas yang sebenarnya [dravyataḥ sat]?
Yang dimaksud disini adalah realitas yang tidak dapat diungkapkan [anabhilaphyadharmata] dimana realitas ini terbebaskan secara sempurna dari cara penyampaian dengan konseptual [vyavahārābhilāpa], terbebaskan dari semua eksistensi yang bersifat relatif [prajñaptitaḥ sat] , terpisah dari kekeliruan konseptual [prapañca] dan kreasi konseptual [kalpanā] . Realitas ini merupakan ruang lingkup kognitif yang telah dimurnikan secara sempurna dari semua halangan terhadap objek yang diketahui [jñeyāvaraṇa-viśuddhi-jñāna-gocara] yang direalisasikan oleh Ārya melalui pengetahuan mendalam [āryajñāna] dan pengamatan mendalam dari para Ārya [āryadarśana]. Para Ārya memahami bahwa realitas tidak dapat dipahami tanpa cara penyampaian dengan konseptual [vyavahāram anāśritya paramārtho na deśyate] maka mereka menegaskannya secara nominal dengan menggunakan nama dan terminologi sebagai ‘ terkomposit ‘
[0689a08] Kulaputra , ' tidak terkomposit ‘ adalah instrumen [śastṛ] yang digunakan oleh Bhagavan , secara umum hanya merepresentasikan makna sementara [aupacārikapada] dimana makna sebenarnya masih belum teruraikan sepenuhnya [neyārtha] dan juga merupakan cara penyampaian secara konseptual [vyavahārābhilāpa] yang muncul dari kreasi mental [parikalpa] . Berhubung cara penyampaian ini merupakan cara penyampaian secara konseptual yang muncul dari berbagai macam kreasi mental [nānāparikalpavyavahārābhilāpa] maka realitasnya juga tidak mapan secara sempurna [atyanta- apariniṣpannatvat] . Oleh sebab itu [dikatakan] sebagai bukan ‘ tidak terkomposit ‘
Kulaputra , ' terkomposit ‘ , merupakan akar kata [nāma] dimana eksistensinya hanya bersifat relatif [prajñaptitaḥ sat] maka realitasnya juga tidak mapan secara sempurna [atyanta- apariniṣpannatvat]. Dalam hal ini , baik terkomposit dan tidak terkomposit akan berlaku sama seperti dua hal diatas dan juga berlaku untuk semua cara penyampaian secara konseptual yang masih memerlukan perantaraan [vyavahārāmadyapatita] dalam mengungkapkannya [abhilāpa], tidak mampu mempresentasikan maksud yang sebenarnya [ābhiprāyika]. Selain itu, eksistensi yang bersifat relatif [prajñaptitaḥ sat] bukan merupakan eksistensi sebagai entitas yang sebenarnya [dravyataḥ sat]. Apa yang dimaksud dengan eksistensi sebagai entitas yang sebenarnya [dravyataḥ sat]?
Yang dimaksud disini adalah realitas yang tidak dapat diungkapkan[anabhilaphyadharmata] dimana realitas ini terbebaskan secara sempurna dari cara penyampaian dengan konseptual [vyavahārābhilāpa], terbebaskan dari semua eksistensi yang bersifat relatif [prajñaptitaḥ sat] , terpisah dari kekeliruan konseptual [prapañca] dan kreasi konseptual [kalpanā] . Realitas ini merupakan ruang lingkup kognitif yang telah dimurnikan secara sempurna dari semua halangan terhadap objek yang diketahui [jñeyāvaraṇa-viśuddhi-jñāna-gocara] yang direalisasikan oleh Ārya melalui pengetahuan mendalam [āryajñāna] dan pengamatan mendalam dari para Ārya [āryadarśana]. Para Ārya memahami bahwa realitas tidak dapat dipahami tanpa cara penyampaian dengan konseptual [vyavahāram anāśritya paramārtho na deśyate] maka mereka menegaskannya secara nominal dengan menggunakan nama dan terminologi sebagai ‘ tidak terkomposit ‘
[0689a17] Bodhisattva Vidivatparipṛcchaka kembali bertanya kepada bodhisattva Gambhīrārtasaṃdhinimocana dan berkata,
Jinaputra, Bagaimana para Ārya melalui pengetahuan mendalam [āryajñāna] dan pengamatan mendalam dari para Ārya [āryadarśana] dapat merealisasikan pengetahuan terhadap ruang lingkup kognitif yang telah dimurnikan secara sempurna dari semua halangan terhadap objek yang diketahui [jñeyāvaraṇa-viśuddhi-jñāna-gocara] ? Bagaimana para Ārya mengkaitkan cara penyampaian linguistik secara nominal dengan nama dan terminologi sebagai terkomposit dan tidak terkomposit?
[0689a22] Bodhisattva Gambhīrārtasaṃdhinimocana menjawab pertanyaan bodhisattva Vidivatparipṛcchaka dan berkata,
Kulaputra , untuk penjelasan ini , dapat diilustrasikan dengan sebuah contoh dimana seorang ilusionis [māyākāro] dan muridnya [māyākārāntevāsi] mengambil rumput [tṛṇa] , daun [pattra] ,pohon [vṛkṣa], batu kerikil [śarkara] ataupun batu [upala] di jalanan besar [māhapatha] dan kemudian memanifestasikan ilusi [māyākarman] dengan memunculkan berbagai objek delusif [akara] misalnya pasukan gajah [hastikāya], pasukan berkuda [aśvakāya] , pasukan dengan kereta perang [rathakāya] ataupun pasukan infantri [pattikāya] , permata [maṇi], mutiara [muktikā] , batu akik [vaiḍūrya], kulit kerang [śaṇkha], batu kristal [śilā] , dan semua bentuk [pravāḍa] batu karang [vidruma], semua barang yang berharga [dhana] ,bijian [dhānya] , tempat penyimpanan minuman [kośa] ataupun ruang penyimpanan [kosṭhāgāra].
Orang awam yang berintinsitik belum matang dalam spiritual [balāsvabhāva] ataupun terdelusi [mūdhasvabhāva] dan yang berintrinsitik selalu kontingentif dalam kebijaksanaan [duḥprajñāsvabhāva], yang tidak menyadari bahwa ini adalah rumput, daun,pohon , batu kerikil ataupun batu besar , melihat dan mendengar [dṛṣṭvā vā śrutvā] ini , mereka akan mengkognisi [saṃjna] bahwa : pasukan gajah yang muncul dalam pikiran [hastyatmana] mereka itu nyata [sat] , demikian juga pasukan berkuda , pasukan dengan kereta perang ataupun pasukan infantri, permata,mutiara, batu akik, kulit kerang, batu kristal , dan semua bentuk batu karang, semua barang yang berharga,bijian, tempat penyimpanan minuman ataupun ruang penyimpanan yang muncul dalam yang muncul dalam pikiran [hastyatmana] mereka itu nyata [sat]
Setelah berpikir demikan , mereka melekat dengan erat [āsajya] dan mereka memahami dengan erat [abhiniviśya] sesuai dengan cara mereka lihat dan dengar sebelumnya [yathādṛṣṭhaṃ ca yathāśruthaṃ] dan terus menerus menghubungkannya dengan cara penyampaian linguistik [vyavahārābhilāpa] dengan menyatakan bahwa: yang ini adalah realitas dan yang lainnya adalah delusi [idam eva satyam moham anyad iti] hingga kemudian objek ini akan diselidiki kembali dengan seksama [upaparīkṣya] .
[0689b04] Sedangkan bagi yang lain , yang berintinsitik matang dalam spiritual ataupun tidak terdelusi dan berintinsitik kebijaksanaan yang tajam , yang memahami bahwa objek delusif ini adalah rumput, daun,pohon, batu kerikil ataupun batu besar , ketika mereka melihat dan mendengar objek diatas . Mereka akan mengkognisi objek yang muncul dengan cara demikian sebenarnya bukan pasukan gajah dan objek yang muncul dengan cara demikian sebenarnya bukan pasukan berkuda , pasukan dengan kereta perang ataupun pasukan infantri, permata,mutiara, batu akik, kulit kerang, batu kristal , dan semua bentuk batu karang, semua barang yang berharga,bijian, tempat penyimpanan minuman ataupun ruang penyimpanan melainkan kemunculan ini berkaitan dengan diskriminasi [saṃjna] terhadap pasukan gajah dan diskriminasi terhadap atribut [saṃjnamana] dari pasukan gajah dan kemunculan yang berkaitan dengan diskriminasi terhadap atribut dari pasukan berkuda pasukan dengan kereta perang ataupun pasukan infantri, permata,mutiara, batu akik, kulit kerang, batu kristal , dan semua bentuk batu karang, semua barang yang berharga,bijian, tempat penyimpanan minuman ataupun ruang penyimpanan adalah merupakan satu kreasi delusif [māyākṛta].
Setelah berpikir bahwa semua objek ini adalah delusif dari penglihatan [cakśurvancana] , kemudian mereka tidak melekat dengan erat [āsajya] dan mereka memahami dengan erat [abhiniviśya] sesuai dengan cara mereka lihat dan dengar sebelumnya. Oleh sebab itu mereka juga tidak akan terus menerus menghubungkannya dengan konseptual linguistik [vyavahārābhilāpa] dengan menyatakan bahwa : yang ini adalah realitas dan yang lainnya adalah delusi [idam eva satyam moham anyad iti] atau dengan perkataan lain mereka menghubungkan konseptual linguistik sesuai dengan objeknya masing masing sehingga tidak perlu menyelidiki dengan seksama objek tersebut .
[0689b14] Hal ini juga akan sama dengan orang awam yang berintrinsitik belum matang dalam spiritual\, yang belum mencapai kebijaksanaan melampaui keduniawian dari para Ārya [āryalokuttaraprajñā], yang tidak mengkognisi secara nyata terhadap realitas dari semua fenonema yang tidak dapat diungkapkan. Ketika mereka melihat dan mendengar fenomena terkomposit dan tidak terkomposit . Mereka mengkognisi bahwa fenomena terkomposit dan tidak terkomposit yang muncul itu nyata .
Setelah berpikir demikian, mereka melekat dengan erat dan mereka memahami dengan erat sesuai dengan cara mereka lihat dan dengar sebelumnya dan terus menerus menghubungkannya dengan cara penyampaian dengan linguistik dengan menyatakan bahwa : yang ini adalah realitas dan yang lainnya adalah delusi hingga kemudian objek ini akan diselidiki kembali dengan seksama [upaparīkṣya] cara penyampaian konvensional ini
[0689b20] Sedangkan bagi yang lain , yang berintrinsitik matang dalam spiritual , yang telah mencapai kebijaksanaan melampaui keduniawian dari para Ārya [āryalokuttaraprajñā], yang mengkognisi secara nyata terhadap realitas dari semua fenonema yang tidak dapat diungkapkan , memahami bahwa : semua eksistensi yang bersifat relatif dan terpisah dari kekeliruan konseptual.
Ketika mereka melihat dan mendengar fenomena terkomposit dan tidak terkomposit . Mereka akan mengkognisi fenomena terkomposit dan tidak terkomposit yang muncul dengan cara ini hanyalah kreasi imajiner tanpa eksistensi yang nyata , realitasnya tidak mapan secara sempurna [atyanta- apariniṣpannatvat] melainkan berkaitan dengan munculnya diskriminasi terhadap fenomena terkomposit dan tidak terkomposit , dan diskriminasi terhadap atribut dari fenonema terkomposit dan tidak terkomposit yang sedang berproses ini merupakan faktor pengkondisi yang komposisional dan muncul dari kreasi konseptual seperti kreasi delusif [māyākṛta] dari ilusionis . Hal ini yang menjadi penghalang [delusi] terhadap kesadaran .
Setelah berpikir demikian , mereka tidak melekat dengan erat dan mereka tidak memahami dengan erat sesuai dengan cara mereka lihat dan dengar sebelumnya dan tidak terus menerus menghubungkannya dengan cara penyampaian linguistikdengan menyatakan bahwa : yang ini adalah realitas dan yang lainnya adalah delusi hingga kemudian objek ini tidak perlu lagi diselidiki kembali dengan seksama [upaparīkṣya] cara penyampaian linguistik ini.
[0689b28] Kulaputra, dengan cara demikian, melalui pengetahuan [āryajñāna] dan pengamatan para Ārya [āryadarśana] maka para Ārya merealisasikan pengetahuan terhadap ruang lingkup kognitif yang telah dimurnikan secara sempurna dari semua halangan terhadap objek yang diketahui [jñeyāvaraṇa-viśuddhi-jñāna-gocara]. Para Ārya memahami bahwa realitas tidak dapat dipahami tanpa cara penyampaian dengan linguistik dan mereka hanya mengemukakan secara nominal dengan nama dan terminologi sebagai terkomposit dan tidak terkomposit.
[0689c03] Kemudian bodhisattva Gambhīrārtasaṃdhinimocana melantunkan gātha ini untuk mempertegas makna uraian ini :
Jina menguraikan makna dari realitas tertinggi yang mendalam [gambhīra] , berkarakteristik tidak dapat diungkapkan [anabhilāphya] , bukan dua [advaya] , juga bukan ruang lingkup untuk yang belum matang dalam spiritual [abālagocara], Mereka yang berintrinsitik belum matang dalam spiritual dan masih terdelusi [mohamūḍha] akan mengenggam erat cara penyampaian dengan linguistik dan berdiam dalam dualitas [dyavasthita] . Mereka yang tidak memahami ataupun keliru memahami realitas ini diibaratkan seperti domba [eḍaka] ataupun sapi [go] Mereka akan semakin jauh dari jalan Jina dan berada dalam siklus eksistensi [saṃsara] dalam jangka waktu yang sangat lama .
Sadhu, Sadhu, Dharmodgata, saya telah memahami sepenuhnya dengan sempurna mengenai realitas tertinggi ini dimana salah satu karakteristiknya adalah melampaui semua argumen logis [tarka] . Setelah merealisasikannya dengan sempurna, saya mengungkapkannya [uttanīkṛ] dan menguraikannya [vivṛt] , membabarkannya dengan sistematis [prajñāp] , dan mengajarkannya secara komprehensif [prakāś], mengapa demikian ?
Karena realitas tertinggi hanya dapat dipahami oleh para Ārya melalui pengamatan kedalam dirinya sendiri [pratyātmavedanīya], sementara argumen logis [tarka] dipahami melalui mengeluarkan dan menerima pendapat ataupun komunikasi dua arah [parasparavedanīya] oleh orang awam [pṛthagjana] Oleh sebab itu , Dharmodgata , berdasarkan prinsip uraian ini , anda harus memahami bahwa realitas tertinggi berkarakteristik melampaui argumen logis.
Dharmodgata , realitas tertinggi yang saya babarkan ini berproses [paryāya] dalam ruang lingkup ketidak hadiran nimitta [animittagocara] sedangkan argumen logis berproses dalam ruang lingkup nimitta [nimittagocara] . Oleh sebab itu , Dharmodgata , berdasarkan prinsip uraian ini , anda harus memahami bahwa realitas tertinggi berkarakteristik melampaui argumen logis.
Selanjutnya Dharmodgata, realitas tertinggi yang saya babarkan ini tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata [anabhilāphya] sementara argumen logis berproses dalam ruang lingkup kata [vāggocara] . Oleh sebab itu, Dharmodgata , berdasarkan prinsip uraian ini , anda harus memahami bahwa realitas tertinggi berkarakteristik melampaui argumen logis.
Selanjutnya Dharmodgata, realitas tertinggi yang saya babarkan ini memotong putus semua cara penyampaian dengan konseptual [vyavāharavyucchedaka], sedangkan argumen logis berproses dalam ruang lingkup cara penyampaian dengan konseptual [vyavāharagocara]. Oleh sebab itu , Dharmodgata , berdasarkan prinsip uraian ini , anda harus memahami bahwa realitas tertinggi berkarakteristik melampaui argumen logis.
Selanjutnya Dharmodgata, realitas tertinggi yang saya babarkan ini memotong putus semua argumentasi [vivādavyucchedaka] sedangkan argumen logis berada dalam ruang lingkup argumentasi [vivādagocara]. Oleh sebab itu, Dharmodgata , berdasarkan prinsip uraian ini, anda harus memahami bahwa realitas tertinggi berkarakteristik melampaui argumen logis.
[0690a08] Dharmodgata, hal ini dapat dilustrasikan dengan manusia [puruṣapudgala] yang telah lama terbiasa dengan rasa pedas dan pahit [kaṭukatiktarasa] tidak akan mengevaluasi [parīkṣ], menduga [anumā] ataupun menghargai rasa manis dari madu [madhurasa].
Demikian juga, seseorang dalam ketidaktahuan dan telah lama terbiasa melekat pada keinginan indriya [kāmarāga] akan memiliki ketertarikan berlebihan pada keinginan sehingga terangsang oleh keinginannya sendiri [kāmaparidahana paridagdha] , tidak akan mengevaluasi , menduga ataupun menghargai kebahagiaan dari dalam yang luar biasa yang diperoleh dari ketidak melekatan [ādhyātmikam pravivekasukham] terhadap semua nimitta dari objek visual [rūpa] , suara [śabda], bebauan [gandha] , rasa [rasa] dan sentuhan [spraṣṭavya] .
Demikian juga , seseorang dalam ketidaktahuan dan telah lama terbiasa melekat pada cara berkomunikasi yang penuh dengan suasana keakraban [saṃlāpa] dan selalu bersukacita [abhiram] dengan cara demikian, tidak akan mengevaluasi , menduga ataupun menghargai keheningan yang timbul dari dalam diri para Ārya [ādhyātmikam āryatūṣṇīmbhāvasukham].
Demikian juga, seseorang dalam ketidaktahuan dan telah lama terbiasa melekat pada kefasihan konseptual linguistik dalam pengamatan, perenungan , pembelajaran dan pemahaman [dṛṣṭśrutāmatavijñātavyavāhara] tidak akan mengevaluasi , menduga ataupun menghargai realitas penghentian dari kāya [yang terdiri dari : persepsi (vedana) , kognisi konseptual (saṃjña) dan faktor pengkondisi (saṃskāra)][satkāyanirodhaka] yang memotong putus terhadap semua konseptual linguistik [sarvavyavāharavyucchedaka]
Dharmagota , seseorang dalam ketidak tahuan dan telah lama terbiasa melekat pada persepsi akan diri [ātmīyaparigraha] tidak akan akan mengevaluasi , menduga ataupun menghargai ketidakhadiran dari persepsi akan diri yang bagaikan berdiam dalam Uttarakuru .
Dharmagota, anda harus memahami bahwa seseorang yang masih berargumentasi [vivāda] pada ranah logika [tārkika], tidak akan akan mengevaluasi , menduga ataupun menghargai realitas tertinggi yang melampaui ruang lingkup argumen logis
[0690a24] Kemudian Bhagavān melantunkan gātha ini untuk mempertegas uraian ini :
Realitas tertinggi berada dalam ruang lingkup ketidakhadiran dari nimitta [animittagocara] , tidak dapat diungkapkan [anabhilāphya], memotong putus semua cara penyampaian dengan konseptual [vyavāharavyucchedaka], memotong putus semua argumentasi [vivādavyucchedaka] dan melampaui semua argumen logis [tarka]
[0690a28] Kemudian bodhisattva Suviśuddhamati menyapa Bhagavān dan berkata
Bhagavān, realitas tertinggi [paramārtha] yang sangat halus [sūkṣma], mendalam [gambhīra] dan sangat sulit untuk dipahami [durvigāhya] dengan salah satu karakteristiknya adalah melampaui semua perbedaan dan tidak adanya perbedaan [bedhābhedasamatikrāntalakṣana] telah anda uraikan dengan fasih [subhāṣita] dan sangat menakjubkan [āścarya].
Bhagavān, saya pernah melihat persamuan Bodhisattva yang sedang memasuki tahapan pelatihan diri awal dari pengembangan aspirasi [adhimuktikcāryabhūmi] duduk dan berkumpul bersama untuk mempertimbangkan adanya perbedaan atau tidak adanya perbedaan antara faktor pengkondisi [saṃskāra] dengan realitas tertinggi [paramārtha]
Ada beberapa bodhisattva mengatakan bahwa faktor pengkondisi [saṃskāra] tidak berbeda dengan realitas tertinggi, tetapi ada juga yang mengajarkan bahwa faktor pengkondisian [saṃskāra] berbeda dengan realitas tertinggi , sebagian lain bersependapat tidak berbeda [abhinna] dan berbeda [bhinna] dengan kelompok tertentu , sebagian lagi penuh dengan keraguan [vicitkisā] dan berbeda pendapat [vimati] dalam menentukan kelompok bodhisattva mana yang telah berpandangan tepat dan yang telah berpandangan keliru.
Bhagavān, apapun yang akan menjadi kesimpulan mereka, baik realitas tertinggi itu berbeda ataupun sama dengan faktor pengkondisi [saṃskāra], saya berpendapat bahwa para kulaputra ini masih belum memahami realitas tertinggi yang berkarakteristik sangat halus dan melampaui semua perbedaan atau tidak adanya perbedaan terhadap faktor pengkondisi [saṃskāra] . Mereka semua masih belum matang dalam spiritual [bāla], terdelusi [mūḍha] , belum terampil [apaṭu] dan belum fasih [akuśala] .
[0690b14] Kemudian Bhagavān memberitahukan kepada bodhisattva Suviśuddhamati dan berkata ,
Sadhu , sadhu , Suviśuddhamati, seperti yang telah anda katakan tadi bahwa para kulaputra ini belum memahami realitas tertinggi yang berkarakteristik sangat halus dan melampaui semua perbedaan atau tidak adanya perbedaan terhadap faktor pengkondisi [saṃskāra], Mereka semua masih belum matang dalam spiritual [bāla], terdelusi [mūḍha], belum terampil [apaṭu] dan belum fasih [akuśala], mengapa demikian ?
Suviśuddhamati, karena seseorang yang mengamati [pratyavekṣ] faktor pengkondisi [saṃskāra] dengan cara demikian, tidak akan merealisasikan [adhigam] dan memahami [sākṣātkṛ] realitas tertinggi , mengapa demikian ?
Suviśuddhamati, jika faktor pengkondisi [saṃskāra] tidak berbeda dengan karakteristik realitas tertinggi , maka semua orang awam yang masih belum matang dalam spiritual [bālapṛthagjana] akan berpandangan tepat [dṛṣṭisatya] , semua orang awan akan dengan mudah berkontemplasi yang tidak tertandingi dengan berdiam dalam nirvāna [anuttarayogakṣemanirvāna] dan merealisasikan kesempurnaan penggugahan yang tidak tertandingi [anuttarasamyaksambodhi].
Suviśuddhamati, jika faktor pengkondisi [saṃskāra] berbeda dengan karakteristik realitas tertinggi maka bagi mereka yang telah berpandangan tepat ini tidak akan terbebaskan dari nimitta faktor pengkondisi [saṃskāranimitta]. Karena belum terbebaskan dari nimitta faktor pengkondisi [saṃskāranimitta] maka mereka juga akan terikat oleh belenggu dari nimitta [nimittabandhana]. Karena belum terbebaskan dari belenggu nimitta maka mereka juga tidak akan terbebaskan dari belenggu kecenderungan kekeliruan mental yang tidak beraturan [dauṣṭhulyabhandana].
Jika belum terbebaskan dari kedua halangan ini maka bagi mereka yang telah berpandangan tepat, juga tidak akan berkontemplasi yang tidak tertandingi dengan berdiam dalam nirvāna [anuttarayogakṣemanirvāna] dan merealisasikan kesempurnaan penggugahan yang tidak tertandingi [anuttarasamyaksambodhi].
[0690b29] Suviśuddhamati, semua orang awam yang belum matang dalam spiritual tidak akan berpandangan benar , mereka itu orang awam yang belum berkontemplasi yang tidak tertandingi dengan berdiam dalam nirvāna [anuttarayogakṣemanirvāna] dan merealisasikan kesempurnaan penggugahan yang tidak tertandingi [anuttarasamyaksambodhi].
Oleh sebab itu , dengan mengatakan bahwa realitas tertinggi tidak berbeda dengan faktor pengkondisi [saṃskāra] masih tidak sesuai . Dengan prinsip penjelasan seperti ini maka bagi yang mengatakan bahwa karakteristik realitas tertinggi tidak berbeda dengan faktor pengkondisi[saṃskāra] masih belum berpandangan tepat .
[0690c06] Selain itu, Suviśuddhamati, jika realitas tertinggi tidak berbeda dengan faktor pengkondisi maka karakteristik dari kondisi mental yang tidak berguna [saṃkleśalakṣaṇa] yang termasuk dalam faktor pengkondisi juga akan termasuk dalam realitas tertinggi sehingga realitas tertinggi juga merupakan kondisi mental yang tidak berguna.
Suviśuddhamati, jika realitas tertinggi berbeda dengan faktor pengkondisi maka realitas tertinggi yang berada didalam faktor pengkondisi tidak akan menjadi karakteristik umum [sāmānyalakṣaṇa] Tetapi , Suviśuddhamati, realitas tertinggi tidak termasuk dalam kondisi mental yang tidak berguna, dan realitas tertinggi yang berada di dalam faktor pengkondisi merupakan karakteristik umum .
Oleh sebab itu , dengan mengatakan bahwa realitas tertinggi berbeda dengan faktor pengkondisi masih tidak sesuai . Dengan prinsip penjelasan seperti ini maka bagi yang mengatakan bahwa realitas tertinggi berbeda dengan faktor pengkondisi masih belum berpandangan tepat.
[0690c15] Selain itu, Suviśuddhamati, jika realitas tertinggi tidak berbeda dengan faktor pengkondisi maka semua karakteristik realitas tertinggi juga tidak dapat dibedakan dalam semua faktor pengkondisi sehingga semua karakteristik faktor pengkondisi juga tidak dapat dibedakan maka para yogi juga tidak akan berpandangan tepat terhadap faktor pengkondisimelalui perenungan [mata], pembelajaran [śrutā], pemahaman [vijñāta] dan pencarian [paryes] mereka.
Suviśuddhamati, jika realitas tertinggi berbeda dengan faktor pengkondisi maka ketidakhadiran eksistensi diri [nairātmyamātra] dan ketidakmapanan dalam memunculkan kondisi untuk eksistensi dirinya sendiri [nihsvabhāvatamātra] dari faktor pengkondisi tidak akan menjadi karakteristik realitas tertinggi , disamping itu realitas tertinggi juga akan mapan sebagai satu kesinambungan [siddhyeta] dan muncul dalam kebersamaan [prabhāvita] dengan dua karakteristik yang berbeda yakni : Karakteristik dari kondisi mental yang tidak berguna dan karakteristik dari pemurnian [vyavadānalakṣaṇa]
.
[0691a05] Tetapi Suviśuddhamati , realitas tertinggi itu memang berbeda dengan faktor pengkondisi. Oleh sebab itu, para yogi dapat berpandangan tepat melalui perenungan , pembelajaran ,pemahaman dan pencarian mereka dan juga ketidakhadiran dari eksistensi diri [nairātmyamātra] danketidakmapanan dalam memunculkan kondisi untuk eksistensi dirinya sendiri [nihsvabhāvatamātra] merupakan karakteristik realitas tertinggi dari faktor pengkondisi, disamping itu realitas tertinggi juga tidak akan mapan sebagai satu kesinambungan dan muncul dalam kebersamaan dengan dua karakteristik yangberbeda yakni : karakteristik dari kondisi mental yang tidak berguna dan karakteristik dari pemurnian.
Oleh sebab itu , dengan mengatakan bahwa karakteristik realitas tertinggi berbeda ataupun tidak berbeda dengan faktor pengkondisi masih tidak sesuai .Dengan prinsip penjelasan seperti ini maka bagi yang mengatakan bahwa karakteristik realitas tertinggi berbeda ataupun tidak berbeda dengan faktor pengkondisi masih belum berpandangan tepat.
[0691a14] Suviśuddhamati , hal ini dapat diilustrasikan dengan contoh : keputihan [warna] dari kulit kerang tidak akan mudah dipahami sebagai karakteristik yang berbeda atau tidak berbeda dengan kulit kerang [śaṇkha śuklatva] sebagaimana juga dalam hal keemasan [warna] dari emas [survarna pītatva] . Demikian pula suara dari vīṇā [vīṇā śabda prīyartva] tidak akan mudah [na sukaram] dipahami sebagai karakteristik yang berbeda atau tidak berbeda dengan vīṇā. Wewangian dari pohon agaru hitam [kṛṣṇāgaru saugandhya] tidak akan mudah dipahami sebagai karakteristik yang berbeda atau tidak berbeda dengan pohon agaru hitam. Panas dari merica [marica uṣṇatva] tidak akan mudah dipahami sebagai karakteristik yang berbeda atau tidak berbeda dengan merica , demikan juga zat astrigen dari haritakī [haritakī kaṣāyatva]. Kelembutan dari kapas [tūlapicu śilakṣṇatva] tidak akan mudah dipahami sebagai karakteristik yang berbeda atau tidak berbeda dengan kapas. Manda dari ghee [ghṛta maṇdatva] tidak akan mudah dipahami sebagai karakteristik yang berbeda atau tidak berbeda dengan ghee.
Atau dengan ilustrasi lain misalnya : ketidak konstanan [anityatā] dalam faktor pengkondisi [saṃskāra] ataupun ketidak puasan [duhkhatā] dalam faktor pengkondisi [saṃskāra] ataupun ketidak hadiran eksistensi diri [nairātmya] dalam faktor pengkondisi [saṃskāra] sebagai karakteristik yang berbeda ataupun tidak berbeda
Suviśuddhamati , keinginan indriya [rāga] yang berkarakteristik sulit untuk dihentikan [aśāntilakṣaṇa] akan sulit dipahami sebagai karakteristik yang berbeda ataupun tidak berbeda dari karakteristik kondisi mental yang tidak berguna [saṃkleśalakṣaṇa], demikian juga penolakan [dveṣa] dan ketidaktahuan [moha] Oleh sebab itu, dengan mengatakan bahwa karakteristik realitas tertinggi berbeda dan tidak berbeda dengan faktor pengkondisi [saṃskāra] masih tidak sesuai .
[0691b01] Suviśuddhamati , melalui prinsip penjelasan ini maka saya memahami dengan sempurna mengenai realitas tertinggi ini dimana salah satu karakteristiknya adalah melampaui semua argumen logis [tarka]. Setelah memahami dengan sempurna, saya mengungkapkannya [uttanīkṛ] dan menguraikannya [vivṛt], membabarkannya dengan sistematis [prajñāp], dan mengajarkannya secara komprehensif [prakāś]
[0691b04] Kemudian Bhagavān melantunkan gātha ini
Karakteristik realitas tertinggi melampaui semua perbedaan dan tidak adanya perbedaan terhadap semua faktor pengkondisi [saṃskāra] , bagi yang masih menghubungkannya dengan perbedaan dan tidak adanya perbedaan akan berpandangan keliru. Hanya dengan melalui kontemplasi śamatha dan vipaśyanā, yang akan membebaskan kita dari belenggu nimitta [nimittabandhana] dan belenggu kecenderungan kekeliruan mental yang tidak beraturan [dauṣṭhulyabhandana]
[0691b10] Kemudian Bhagavān memberitahukan kepada Ayustmat Subhūti dan berkata
Subhūti menurut anda, berapa banyak makhluk hidup yang mencengkram erat [abhigṛhīta] dengan pendekatan melalui gagasan konseptual [abhimāna] terhadap uraian ajaran kebenaran tanpa mengetahui penjelasan maknanya [ajñāvyākaraṇa]? dan berapa banyak makhluk hidup yang terbebaskan dari gagasan konseptual ?
[0691b13] Ayustmat Subhūti menjawab pertanyaan Bhagavān dan berkata,
Bhagavān, menurut pengamatan saya akan ada sedikit sekali manusia yang akan terbebaskan dari gagasan konseptual tetapi yang melekat erat dengan pendekatan melalui gagasan konseptual terhadap uraian ajaran kebenaran tanpa mengetahui penjelasan maknanya akan tidak terukur [apramāṇa] , tidak terhitung [asaṃkhyeya] dan tidak terungkapkan [anabhilāphya]
[0691b17] Bhagavān, pada saat saya sedang berdiam dalam pengasingan diri di hutan rimba [aranyamahāvanaprasthā], bersama dengan para bhikṣu. Ketika matahari mulai terbit [pūrvāhna] , saya melihat para bhikṣu mengamati objek meditatif yang diajarkan untuk realisasi pembebasan [vivadhadharmālambakābhisamaya] dan kemudian menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan gagasan konseptual dengan objek meditatif yang telah mereka realisasikan.
Diantara mereka , ada yang menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan pengamatan melalui karakterisitik yg dimiliki oleh dirinya sendiri [svalakṣaṇa] dari [lima] agregat [skandha] [bentuk , sensasi , faktor pengkondisidan kesadaran] dan selanjutnya juga menguraikan karakteristik dari pemunculan agregat [utpāda] [melalui daya dari tindakan yang terkontaminasi dan kondisi mental yang tidak berguna], karakterisitik dari penguraian [vināśa] dan penghentian [nirodha] [dari tindakan yang terkontaminasi dan kondisi mental yang tidak berguna yang merupakan penyebab dari agregat yang terkontaminasi] dan pemahaman seksama [dimana entitas dari agregat itu seperti penyakit atau tidak mapan sebagai eksistensi diri pada hakekatnya] dan menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan metoda ini.
Sebagaimana yang mengamati berdasarkan agregat , maka yang lain mengamati berdasarkan [modus dari ketidakpuasan dari] [dua belas] landasan pengindera [āyatana], pemunculan dalam saling ketergantungan [pratītyasamutpāda] dan [empat] nutrimen [āhāra] dan menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan metoda ini.
Ada juga yang mengamati berdasarkan karakterisitiknya yang dimiliki oleh dirinya sendiri [svalakṣaṇa] dari [empat] realitas [satya] [para mulia], pemahaman seksama dari realitas [dari ketidakpuasan yang benar sebagai ketidakkonstanan dan tidak menyenangkan], pembebasan yang benar [dari sumber ketidak puasan yakni : tindakan yang terkontaminasi dan kondisi mental yang tidak berguna] [prahāṇa] , aktualisasi [penghentian ketidak puasan] [sākṣātkāra], dan kontemplasi [mengkontempelasi melalui jalan yang benar , dengan maksud untuk mencapai penghentian benar dari ketidak puasan ] [bhāvanā] dan menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan metoda ini.
Ada juga yang mengamati berdasarkan karakteristik yg dimiliki oleh dirinya sendiri [svalakṣaṇa] dari elemen [dhātu] , berbagai [delapan belas] [nānātva] elemen, beragam [enam] elemen [anekatva], penghentiannya [nirodha] dan pemahaman seksama mengenai penghentian [nirodha-sākṣātkāra].
Selain itu ada juga yang mengamati berdasarkan aspek menuju penggugahan [bodhipakṣyadharma] [yang merupakan penawar terhadap berbagai objek dalam keadaan terbebaskan], memunculkan [kebajikan dan penawar] yang belum dimunculkan [anutpannānām utpāda], berdiam dalam [kebajikan dan penawar] yang sudah dimunculkan [utpannānām sthrti], tidak kehilangan [penawar] yang sudah dimunculkan [asaṃpramosa], dimunculkan kembali [bhūyobhāva] [pada saat seseorang telah terbiasa dengan kebajikan dan kualitas ini] dan meningkatkan [penawar melalui daya dari keterbiasaan ini] serta mengekspansinya [hingga tak terbatas] [vrddhiviṛuḍhi] dan menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan metoda ini. Yang lain berdasarkan berdasarkan pengamatan melalui jalan para mulia beruas delapan [āryāṣṭāṇgamārga] dan menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan metoda ini.
[0691c13] Bhagavān, setelah melihat menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan gagasan konseptual kemudian saya berpikir jika para Ārya ini menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan gagasan konseptual dengan objek meditatif yang telah mereka realisasikan dalam berbagai metoda maka mereka masih belum memahami bahwa salah satu karakteristik dari realitas tertinggi adalah semua dalam satu rasa [sarvatra - ekarasalakṣaṇa] . Mereka masih masih melekat erat dengan pendekatan melalui gagasan konseptual [abhimāna] terhadap uraian ajaran kebenaran tanpa mengetahui penjelasan maknanya [ajñāvyākaraṇa]
Bhagavān, realitas tertinggi [paramārtha] yang sangat halus [sūkṣma] , mendalam [gambhīra] dan sangat sulit untuk dipahami [durvigāhya] dengan salah satu karakteristiknya adalah semua dalam satu rasa [sarvatra - ekarasalakṣaṇa] telah anda uraikan dengan fasih [subhāṣita] dan sangat menakjubkan [āścarya] .
Bhagavān, jika para bhikṣu ini sangat sulit memahami uraian mendalam ini bagaimana dengan pemahaman para Tirthīka yang berada diluar dari uraian mendalam ini ?
[0691c21] Bhagavān memberitahukan kepada Ayustmat Subhūti dan berkata,
Sadhu , sadhu , Subhūti, Saya telah memahami sepenuhnya dengan sempurna mengenai realitas tertinggi ini dimana salah satu karakteristiknya adalah semua dalam satu rasa. Setelah menyadarinya dengan sempurna, saya mengungkapkannya [uttanīkṛ] dan menguraikannya [vivṛt], membabarkannya dengan sistematis [prajñāp] , dan mengajarkannya secara komprehensif [prakāś], mengapa demikian ?
Subhūti , saya menguraikan bahwa realitas tertinggi [paramārtha] dapat direalisasikan melalui agregat [skandha] sebagai objek pengamatan untuk pemurnian [viśuddhālambana]. Saya juga menguraikan bahwa realitas tertinggi dapat direalisasikan melalui [dua belas] landasan pengindera [āyatana] sebagai objek pengamatan untuk pemurnian [viśuddhālambana], hal ini juga berlaku untuk objek pengamatan meditatif untuk pemurnian lainnya pemunculan dalam saling ketergantungan [pratītyasamutpāda], [empat] nutrimen [āhāra], aspek menuju penggugahan [bodhipakṣyadharma] jalan para mulia beruas delapan [āryāṣṭāṇgamārga]
Subhūti , objek pengamatan meditatif [viśuddhālambana] yang tercakup dalam semua agregat [skandha] itu semuanya dalam satu rasa [sarvatra - ekarasalakṣaṇa] dan berkarakteristik tidak berbeda [abhinna]. Hal ini juga berlaku sama, untuk semua objek pengamatan untuk pemurnian [viśuddhālambana] mulai dari landasan pengindera [āyatana] hingga jalan para mulia beruas delapan [āryāṣṭāṇgamārga] , semuanya merupakan objek pengamatan untuk permurnian semua dalam satu rasa dan berkarakteristik tidakberbeda. Oleh sebab itu , dengan prinsip penjelasan seperti maka realitas tertinggi itu semuanya dalam satu rasa.
[0692a03] Selanjutnya , Subhūti, pada saat bhikṣu yang berkontemplasi [bhikṣu – yogācāra] telah memahami realitas demikian apa adanya [tathāta] dari salah satu objek pengamatan dari kelompok agregat diatas misalnya : ketidak hadiran eksistensi diri dari fenomena sebagai realitas tertinggi [paramarthadharmanairatmya] , maka mereka tidak perlu lagi mengamati [paryes] dan menganilisa satu persatu objek dari kelompok agregat lainnya untuk memahami realitas proposional ini , juga tidak perlu lagi mengamati dan menganalisa satu persatu objek meditatif untuk pemurnian lainnya misalnya : [dua belas] landasan pengindera [āyatana] , pemunculan dalam saling ketergantungan [pratītyasamutpāda], [empat] nutrimen [āhāra], [empat] realitas [satya] para mulia ,aspek menuju penggugahan [bodhipakṣyadharma], jalan para mulia beruas delapan [āryāṣṭāṇgamārga] . Karena ketidakmapanan eksistensi diri juga merupakan salah satu kediaman yang dicapai melalui kontemplasi dari kebijaksanaan yang bebas dari konseptual sebagai realitas demikian apa adanya dalam semua fenomena [sarvadharmeṣutathatā nirvikalpa prajñābhāvanāsahagatovihāraḥ]. Kemudian mereka akan membangkitkan kesadaran yang penuh perhatian dan memahami realitas tertinggi yang semuanya dalam satu rasa.
Oleh sebab itu , Subhūti dengan prinsip penjelasan seperti ini anda dapat memahami bahwa realitas tertinggi itu berkarateristik semuanya dalam satu rasa
[0692a09] Selanjutnya, Subhūti, jika agregat, landasan pengindera , sebab akibat yang saling bergantungan, [empat] nutrimen [empat] realitas [para mulia], [empat] pemapanan kesadaran yang penuh perhatian, [empat] usaha agung, [empat] modus pencapaian, [lima] kemampuan, [lima] kekuatan, [tujuh] aspek penggugahan berkarakteristik saling berbeda satu dengan yang lainnya [anyonyabhinnalakṣaṇa], demikian juga delapan jalan mulia akan berkarakteristik saling berbeda satu dengan yang lainnya .
Dengan menggunakan prinsip penjelasan yang sama dengan diatas maka realitas proposisional dan ketidakmapanan eksistensi diri dari fenomena [yang mengakses] realitas tertinggi juga akan berkarakteristik saling berbeda satu dengan yang lainnya .
Jika realitas proposisional dan ketidakmapanan eksistensi diri dari fenomena yang mengakses realitas tertinggi juga akan berkarakteristik saling berbeda satu dengan yang lainnya maka realitas proposisional dan ketidakmapanan eksistensi diri dari fenomena yang mengakses realitas tertinggi akan dihubungkan dengan penyebab [sahetuka] dan juga akan dimunculkan dari sebab [hetuta utpanna] dan jika dimunculkan dari sebab maka realitas proposisional dan ketidakmapanan eksistensi diri dari fenomena yang mengakses realitas tertinggi akan termasuk sebagai terkomposit [saṃskṛta] dan jika terkomposit maka bukan realitas tertinggi sehingga kita masih perlu mencari realitas tertinggi lainnya
Oleh sebab itu , Subhūti, realitas proposisional dan ketidakmapanan eksistensi diri dari fenomena yang mengakses realitas tertinggi bukan dimunculkan dari penyebab dan juga bukan terkomposit dan termasuk dalam realitas tertinggi sehingga tidak perlu lagi mencari realitas tertinggi yang lain.
Baik Tathāgata muncul [udpādād vā tathāgatanām] ataupun tidak [anudpādād vā tathāgatanām] kestabilan dari fenomena ini [dharmasthitaye] tetap dalam kesinambungan, kesimambungan terhadap waktu [śāśāvatakālam] dan tetap dalam kekonstanan, kekonstanan terhadap waktu [nityakālam]. Kediaman intrinsik realitas dari fenomena [dharmāṇāṃ dharmāta] dan ruang lingkup realitas [dharmadhātu] ini tetap dalam kestabilannya [sthitaiva]
Oleh sebab itu , Subhūti, melalui prinsip ini juga menjelaskan bahwa yang memiliki karakteristik semuanya dalam satu rasa .
[0692a20] Subhūti, ini seperti dalam angkasa [ākāśa] yang tetap konstan tanpa konseptual [nirvikalpaka] , ketidak hadiran nimitta [animitta] dalam kaitannya dengan berbagai aspek [nānāvidha] dari bentuk [rūpa] yang berkarakteristik berbeda [bhinnalakṣaṇa] satu dengan lainnya . Hal ini juga berlaku sama terhadap fenomena yang memiliki karakteristik yang berbeda satu dengan lainnya, realitas tertinggi itu dipandang sebagai memiliki hakekat dimana semuanya dalam satu rasa.
[0692a24] Kemudian Bhagavān melantunkan gātha ini
Buddha menguraikan realitas tertinggi tanpa perbedaan [abhinna] dan berkarakteristk semua dalam satu rasa [sarvatra - ekarasalakṣaṇa] . Bagi yang mengkonsepkan perbedaan [pariklp] didalamnya akan terus menggenggam dengan erat [abhigṛhīta] gagasan konseptual [abhimāna] dan terdelusi [mūdha] .
Parivarta Ketiga
Karakteristik citta , manas dan vijñāna
[cittamanovijñānalakṣaṇaparivarto nāma tṛitīyaḥ]
[0692a28] Kemudian bodhisattva Viśālamati menyapa Bhagavān dan berkata
Bhagavān, ketika anda mengatakan bahwa para bodhisattva fasih dalam menguraikan makna mendalam [guhyakuśala] dari konsep citta, manas dan vijñana . Bhagavān, apa yang dimaksud dengan makna mendalam dari konsep citta , manas dan vijñana ? Mengapa anda mengatakan bahwa para Bodhisattva fasih dalam menguraikan makna mendalam dari konsep citta, manas dan vijñāna ?
[0692b03] Bhagavān, menjawab pertanyaan dari Bodhisattva Viśālamati dan berkata ,
Viśālamati, niat anda dalam mengajukan pertanyaan ini kepada Tathāgata sungguh baik . Anda mengajukan pertanyaan ini demi memberikan manfaat dan kebahagiaan untuk semua makhuk hidup. Anda selalu bersimpati terhadap semua tataran kehidupan ini dan mengajukan pertanyaan ini demi kesejahteraan, manfaat, dan kebahagiaan dari semua makhluk hidup termasuk para deva dan manusia.
Sādhu , Sādhu , Viśālamati, dengarkan dengan baik ,saya akan menguraikan kepada anda mengenai makna mendalam dari citta, manas dan vijñāna.
[0692b08] Viśālamati, makhluk hidup [sattva] yang berada dalam enam siklus kehidupan [gati] akan memanifestasikan [abhiniṛvt] jasmani dan muncul [utpadyante] dalam [empat ] jenis kelahiran [satvagotra] yakni : kelahiran melalui telur [aṇḍaja] , kelahiran melalui rahim [yoni] , kelahiran melalui kelembaban [jarāyuja] , ataupun kelahiran yang bersifat spontan [saṃsvedaja] .
Diantara salah satu bentuk kelahiran diatas, kesadaran yang mengengam kesan mental [benih] [sarvabījakacitta] terkondisi [vipac] , berproses [pravṛt] , berkembang [vṛddhiṃ] muncul [virūdhiṃ] dan berekspansi mengikuti prosesnya [vipulatām] berdasarkan dua kemelekatan [upādāna] yang terdiri dari : kemelekatan terhadap kesan organ material dari jasmani beserta dengan enam objekif pengindera [sādhiṣṭhānarūpīndriyopādāna] dankemelekatan terhadap kesan [vāsana] dari berbagai kekeliruan konseptual dalam konseptual linguistik [vyavaharaprapañca] bersama dengan nimitta [nimitta] , nama [nāma] dan konseptual [vikalpa].
Kedua jenis kemelekatan diatas semuanya ditemukan dalam tataran bermateri halus [rūpadhātu] tetapi tidak kedua jenis kemelekatan ini ditemukan secara bersamaan dalam tataran tidak bermateri [ārūpyadhātu]
[0692b14] Pengikatan awal ini dinamakan sebagai kesadaran yang mengikat [ādānavijñāna] karena dengan adanya ikatan ini maka [lima] agregat dapat berlangsung selama satu proses kehidupan berlangsung tanpa dapat dihancurkan dan selanjutnya juga dapat dinamakan sebagai kesadaran landasan [ālayavijñāna] karena muncul bersamaan pada saat [abhinirvṛtti] [masuk ke dalam satu eksistensi baru] menyusun kemelekatan transmigrasi momen menyambungkan satu eksistensi baru [pratisandhibhanda], maka eksistensi individual baru [ātmabhāva] sebagai satu keseluruhan [ekayogakṣemārthena] otomatis menghimpun [ācita] , mengakumulasi [upacita] kesan dari enam objek kognitif : bentuk visual [rūpa], suara [śabda], bau [gandha], rasa [rasa], sentuhan [spraṣṭavya] dan fenomena [dharma]. Oleh sebab itu dinamakan sebagai citta.
Viśālamati, enam kelompok kesadaran kognitif [sād vijñāna kāya] berproses didukung dan tergantung pada [saṃniśritya pratistāya] kesadaran landasan ini. Berdasarkan ini , kesadaran kognitif visual [cakṣur vijñāna] berproses didukung oleh [niśritya] bentuk visual [rūpa] dan organ mata [cakṣur] yang dilengkapi dengan kesadaran [savijñānakacakṣur]. Kesadaran kognitif diskriminasi mental [vikalpaka mano vijñāna] dengan referensi objek yang sama berproses dalam waktu yang sama [samakāla] bersama dengan kesadaran kognitif visual [cakṣur vijñāna].
Selanjutnya kesadaran kognitif pendengaran [śrotravijñāna] berproses didukung oleh [niśritya] suara [śabda], dan organ pendengaran [śrotra] yang dilengkapi dengan kesadaran [savijñānakaśrotra]. Kesadaran kognitif diskriminasi mental [vikalpaka mano vijñāna] dengan referensi objek yang sama berproses dalam waktu yang sama [samakāla] bersama dengan kesadaran kognitif pendengaran [śrotravijñāna].
Kesadaran kognitif penciuman [ghrāṇavijñāna] berproses didukung oleh [niśritya] bebauan [gandha], dan organ penciuman [ghrāṇa] yang dilengkapi dengan kesadaran [savijñānakaghrāṇa]. Kesadaran kognitif diskriminasi mental [vikalpaka mano vijñāna] dengan referensi objek yang sama berproses dalam waktu yang sama [samakāla] bersama dengan kesadaran kognitif penciumanan [ghrāṇa vijñāna].
Kesadaran kognitif pengecap [jihvavijñāna] berproses didukung oleh [niśritya] rasa [rasa] dan organ pengecap [jihva] yang dilengkapi dengan kesadaran [savijñānakajihva]. Kesadaran kognitif diskriminasi mental [vikalpaka mano vijñāna] dengan referensi objek yang sama berproses dalam waktu yang sama [samakāla] bersama dengan kesadaran kognitif pengecap [jihvavijñāna].
Kesadaran kognitif peraba [kāya] berproses didukung oleh [niśritya] sentuhan [spraṣṭavya] dan organ peraba [kāya] yang dilengkapi dengan kesadaran [savijñānaka kāya]. Kesadaran kognitif diskriminasi mental [vikalpaka mano vijñāna] dengan referensi objek yang sama berproses dalam waktu yang sama [samakāla] bersama dengan kesadaran kognitif peraba [kāya vijñāna].
Jika kondisi untuk kesadaran kognitif visual berproses bersamaan itu muncul , maka dengan didukung dan tergantung pada kesadaran yang mengikat [ādānavijñāna] hanya akan ada satu kesadaran kognitif visual yang akan berproses bersamaan. Jika kondisi untuk semua lima kelompok kesadaran kognitif lainnya berproses secara bersamaan itu muncul maka semua dari lima kelompok kesadaran kognitif lainnya akan berproses secara bersamaan.
[0692b28] Viśālamati, ini dapat dilustrasikan dengan aliran air yang deras dimana jika kondisi untuk kemunculan [utpatti-pratyayaḥ] dari satu gelombang itu hadir [pratyupasthito bhava] maka hanya akan ada satu gelombang yang muncul [pravartate]. jika kondisi untuk kemunculan dari dua atau lebih gelombang itu hadir maka akan ada dua atau lebih gelombang yang muncul sementara aliran air ini tidak akan terganggu ataupun berhenti dalam alirannnya.
Viśālamati, ini juga dapat dilustrasikan dengan cermin dimana jika kondisi untuk kemunculan dari satu gambar bayangan dalam cermin itu hadir maka hanya akan ada satu gambar bayangan yang muncul jika kondisi untuk kemunculan dari dua atau lebih gambar bayangan dalam cermin itu hadir maka akan ada dua atau lebih gambar bayangan yang muncul sementara cermin ini tidak akan terpengaruh oleh karakteristik dari gambar bayangan tersebut dan juga tidak akan berubah menjadi berkarakteristik seperti gambar bayangan tersebut karena keduanya tidak sepenuhnya berkaitan satu dengan lainnya.
Viśālamati , seperti aliran air dan cermin diatas , enam kelompok kesadaran kognitif [sādvijñāna kāya] berproses didukung dan tergantung pada kesadaran yang mengikat [ādānavijñāna]. Jika kondisi untuk kemunculan dari kesadaran kognitif visual itu hadir maka hanya akan ada kesadaran kognitif visual yang akan muncul. Jika kondisi untuk kemunculan dua hingga lima kesadaran kognitif lainnya hadir maka dua hingga lima kesadaran kognitif lainnya akan muncul dalam waktu yang sama .
Viśālamati , dengan pengertian demikian , maka dapat dikatakan bahwa para Bodhisattva yang didukung oleh pengetahuan [nītijñāna] berdiam dalam realitas, fasih dalam menguraikan makna mendalam [guhyakuśala] mengenai citta, manas dan vijñana. Tetapi ini masih belum termasuk alasan mengapa tathagata mendiskripsikan mereka fasih dalam menguraikan makna mendalam [guhyakuśala] mengenai citta, manas dan vijñana dan fasih dalam segala hal [sarveṇa sarvam].
Viśālamati, Tathāgata mendeskripsikan mereka fasih dalam segala hal [sarveṇa sarvam] karena para bodhisattva tidak mengamati [pratyekam] kemelekatan internal [adhyātman] yakni : jejak mental yang melekat pada konseptual [parikalpita-svabhavabhiniveka-vasana] yang merupakan akumulasi dari berbagai konsep atau persepsi [manas] dan juga organ material dari jasmani karena memahaminya hanya sebagai yang diasumsikan dengan terminologi nominal [nama dan simbol] maka mereka mengamati sesuai dengan apa adanya [yathābhūtam]
Mereka juga tidak mengamati kesadaran yang mengikat [ādānavijñāna], kesadaran landasan [ālayavijñāna] karena memahaminya hanya sebagai yang diasumsikan dengan terminologi nominal [nama dan simbol] maka mereka mengamati sesuai dengan apa adanya
[0692c08] Demikianlah para bodhisattva tidak mengamati [pratyekam] kemelekatan internal [adhyātman] yakni : kesan organ material dari jasmani beserta dengan enam objekif pengindera [sādhiṣṭhānarūpīndriyam] yakni : bentuk visual , organ mata yang dilengkapi dengan kesadaran dan kesadaran kognitif visual, suara , organ pendengaran yang dilengkapi dengan kesadaran dan kesadaran kognitif pendengaran, bebauan organ penciuman yang dilengkapi dengan kesadaran dan kesadaran kognitif penciuman , rasa , organ pengecap yang dilengkapi dengan kesadaran dan kesadaran kognitif pengecap, sentuhan , organ peraba yang dilengkapi dengan kesadaran dan kesadaran kognitif peraba, fenomena [dharma] dan kesadaran kognitif diskriminasi mental [vikalpaka mano vijñāna], karena memahaminya hanya sebagai yang diasumsikan dengan terminologi nominal [nama dan simbol] maka mereka mengamati sesuai dengan apa adanya
Viśālamati , karena alasan diatas maka Tathāgata mendeskripsikan mereka fasih dalam segala hal [sarveṇa sarvam] dan juga fasih dalam menguraikan makna mendalam [guhyakuśala] dari citta, manas dan vijñāna.
[0692c20] Kemudian Bhagavān melantunkan gātha ini :
Kesadaran yang mengikat itu dalam dan halus [ādānavijñāna gabhīrasūkṣmo] seperti aliran air deras yang mengalir bersama semua bijinya [ogho yathā vartati sarvabījo], saya tidak menguraikannnya kepada yang masih belum matang dalam spiritual [bālāna eso mayi na prakāśi] karena mereka akan membayangkannya sebagai satu eksistensi imajiner dari diri. [mā haiva ātmā parikalpayeyuḥ]
Parivarta Keempat
Karakteristik dari semua fenomena
[sarvadharmalakṣaṇaparivarto nāma caturthaḥ]
[0693a06] Kemudian bodhisattva Guṇākara mengajukan pertanyaan kepada Bhagavān dan berkata,
Bhagavān, ketika anda mengatakan bahwa para bodhisattva fasih dalam karakteristik dari semua fenomena, apa maksud Bhagavān mengatakan bahwa bodhisattva bijaksana sehubungan dengan karakteristik dari semua fenomena dan bagaimana para bodhisattva dikatakan fasih dalam karakteristik dari semua fenomena ?
[0693a11] Bhagavān memberitahukan kepada bodhisattva Guṇākara dan berkata,
Sādhu, sādhu, Guṇākara , niat anda dalam mengajukan pertanyaan ini kepada Tathāgata sungguh baik, anda selalu bersimpati terhadap semua makhluk hidup dalam ranah eksistensi ini dan mengajukan pertanyaan ini dengan tujuan untuk memberikan kesejahteraan, manfaat, dan kebahagiaan kepada semua makhluk hidup termasuk para deva dan manusia.
Guṇākara, dengarkan dengan baik, saya akan menguraikan kepada anda bagaimana para bodhisattva dikatakan fasih dalam karakteristik dari semua fenomena dan apa yang dimaksud dengan karakteristik dari semua fenomena.
[0693a15] Guṇākara , ada tiga karakteristik dari semua fenomena , apakah ketiga jenis karakteristik ini ? Ketiga karakteristik dari fenomena tersebut adalah pertama, karakteristik imajiner [parikalpitalakṣaṇa], kedua, karakteristik keterkaitan dengan lainnya [paratantralakṣaṇa] dan ketiga, karakteristik mapan dengan sempurna [pariniṣpannalakṣaṇa]
Guṇākara, apa yang dimaksud dengan karakteristik imajiner [parikalpitalakṣaṇa]? karakteristik imajiner [parikalpitalakṣaṇa] adalah karakteristik yang diusulkan sebagai fakta dengan menggunakan terminologi nominal sebagai entitas dan atribut dari fenomena dalam kaitannya dengan hubungan yang bersifat konvensional.
Guṇākara, apa yang dimaksud dengan karakteristik keterkaitan dengan lainnya [paratantralakṣaṇa]? karakteristik keterkaitan dengan lainnya [paratantralakṣaṇa] adalah karakteristik yang hanya menyatakan kesaling tergantungan dari semua fenomena misalnya karena adanya eksistensi ini ,maka yang lain akan muncul, karena ini dihasilkan maka yang lain juga akan dihasilkan misalnya dengan munculnya ketidaktahuan maka faktor pengkondisi akan dihasilkan .
Guṇākara, apa yang dimaksud dengan karakteristik mapan dengan sempurna [pariniṣpannalakṣaṇa]? karakteristik mapan dengan sempurna [pariniṣpannalakṣaṇa] adalah intrinstik demikian apa adanya dari fenomena , yang direalisasikan oleh bodhisattva melalui ketekunan dan kontemplasi mental yang sesuai. Bodhisattva memapankan realitas dan mengkontemplasi karakteristik mapan dengan sempurna ini secara bertahap hingga mencapai kesempurnaan penggugahan yang tidak tertandingi
[0693a25] Guṇākara, ketiga karakteristik ini dapat dianalogikan sebagai berikut : karakteristik imajiner [parikalpitalakṣaṇa] itu dapat dipandang sebagai sesuatu yang mirip dengan kekeliruan visual di mata seseorang yang telah memiliki pandangan berkabut [katarak] sedangkan karakteristik keterkaitan dengan lainnya [paratantralakṣaṇa] dapat dipandang sebagai sesuatu yang mirip dengan munculnya satu nimitta dari kekeliruan visual tersebut sehingga muncul menjadi refleksi objek mental yang seperti : jaringan rambut , lalat , biji wijen ataupun muncul menjadi refleksi objek mental yang seperti warna biru , kuning , merah ataupun putih.
Guṇākara, dengan menggunakan kembali analogi diatas , ketika mata seorang awam telah menjadi murni secara sempurna dan bebas dari kekeliruan visual yang berkabut ini maka karakteristik mapan dengan sempurna [pariniṣpannalakṣaṇa] dapat dipandang sebagai sesuatu yang mirip dengan objek yang terproses dimana merupakan intrinsitik dari objek yang terproses dari mata seseorang tersebut
[0693b02] Guṇākara, dengan analogi lainnya misalnya : pada saat satu kristal yang sangat bening terdeviasi oleh pantulan warna biru , maka akan terlihat seperti batu permata misalnya : safir ataupun indranila dan karena kekeliruan persepsi ini maka orang awam selalu akan terdelusi. Demikian juga pada saat Kristal itu terdeviasi oleh pantulan warna merah juga akan terlihat seperti batu permata seperti merah delima dan karena kekeliruan persepsi ini maka orang awan juga selalu akan terdelusi. Demikian juga pada saat kristal itu terdeviasi oleh pantulan warna hijau maka akan telihat seperti batu permata misalnya zamrud dan karena kekeliruan persepsi ini maka orang awan juga selalu akan terdelusi. Pada saat terdeviasi oleh pantulan warna emas maka akan terlihat seperti emas dan karena kekeliruan persepsi ini maka orang awan juga selalu akan terdelusi.
[0693b10] Guṇākara, dengan menggunakan kembali analogi diatas, karakteristik keterkaitan dengan lainnya [paratantralakṣaṇa] dapat dipandang sebagai fenomena yang terkondisi [dibawah pengaruh dari] kecenderungan konvensional yakni karakteristik imajiner [parikalpitalakṣaṇa] seperti batu kristal yang bening tadi yang terdeviasi oleh pantulan warna. Disamping itu , karakteristik keterkaitan dengan lainnya [paratantralakṣaṇa] yang terpersepsi sebagai karakteristik imajiner [parikalpitalakṣaṇa] dapat dipandang mirip dengan kekeliruan persepsi terhadap kristal yang sangat bening tadi yang terpersepsi sebagai safir , indranila, merah delima, zamrud ataupun emas dimana kristal yang sangat bening ini tidak mapan dengan sempurna sebagai [yang memiliki] karakteristik dari safir, indranila , merah delima, zamrud ataupun emas dan juga yang tidak [memiliki] karakteristik permata tersebut dalam kekonstanan , kekonstanan terhadap waktu dengan demikian, maka karakteristik keterkaitan dengan lainnya [paratantralakṣaṇa] juga tidak mapan dengan sempurna dalam kekonstanan , kekonstanan terhadap waktu, sebagai karakteristik imajiner [parikalpitalakṣaṇa] dan juga tidak memiliki karakteristik dari imajiner. Ketidakmapanan atau ketiadaaan karakteristik ini dipandang sebagai mapan dengan sempurna [pariniṣpanna]. Keterbebasan atas ketiadaan eksistensi dari manifestasi semua fenomena yang bersifat konsep terhadap karakteristik keterkaitan dengan lainnya [paratantralakṣaṇa] sebagai fenomena yang terkondisi [dibawah pengaruh dari] karakteristik imajiner [parikalpitalakṣaṇa] maka karakteristik mapan dengan sempurna [pariniṣpannalakṣaṇa] dapat diketahui.
Guṇākara, pada saat Bodhisattva memahami karakteristik keterkaitan dengan lainnya [paratantralakṣaṇa] sebagai fenomena yang terkondisi [dibawah pengaruh dari] karakteristik imajiner [parikalpitalakṣaṇa] sebagaimana apa adanya maka mereka akan mengetahui ketiadaan karakteristik [alakṣaṇa] dari fenomena sebagaimana apa adanya.
Pada saat bodhisattva memahami karakteristik keterkaitan dengan lainnya [paratantralakṣaṇa] sebagaimana apa adanya maka mereka akan mengetahui karakteristik kondisi mental yang tidak berguna [samklesalaksana] dari fenomena sebagaimana apa adanya .
Pada saat bodhisattva memahami memahami karakteristik mapan dengan sempurna [pariniṣpannalakṣaṇa] sebagaimana apa adanya maka mereka akan mengetahui karakteristik pemurnian [vyavadanalaksana] dari fenomena sebagaimana apa adanya
[0693c01] Guṇākara, pada saat Bodhisattva memahami ketiadaan karakteristik dalam hubungannya dengan karakteristik keterkaitan dengan lainnya [paratantralakṣaṇa] maka mereka akan meninggalkan fenonema dari karakteristik kondisi mental yang tidak berguna [samklesalaksana] dan pada saat mereka meninggalkan sepenuhnya fenomena dari karakteristik kondisi mental yang tidak berguna [samklesalaksana] maka mereka akan memahami fenomena dari karakteristik pemurnian [vyavadanalaksana]
[0693c03] Oleh sebab itu, Guṇākara, bodhisattva memahami karakteristik imajiner [parikalpitalakṣaṇa], karakteristik keterkaitan dengan lainnya [paratantralakṣaṇa], karakteristik mapan dengan sempurna [pariniṣpannalakṣaṇa] sebagaimana apa adanya. Pada saat mereka memahami ketiadaan karakteristik [alaksana], karakteristik kondisi mental yang tidak berguna[samklesalaksana] dan karakteristik pemurnian [vyavadanalaksana] sebagaimana apa adanya maka mereka memahami fenomena dari ketiadaan karakteristik dari sebagaimana apa adanya dan mereka akan meninggalkan sepenuhnya fenomena dari karakteristik kondisi mental yang tidak berguna [samklesalaksana] kemudian mereka memahami fenomena dari karakteristik pemurnian [ vyavadanalaksana].
Dengan cara demikian, maka para bodhisattva dikatakan fasih dalam karakteristik dari fenomena . Tathāgata mengatakan mereka fasih dalam karakteristik dari fenomena juga disebabkan oleh alasan ini.
[0693c10] Kemudian Bhagavān melantunkan gatha ini :
Pada saat memahami ketiadaan karakteristik dari fenomena maka fenomena dari karakteristik kondisi mental yang tidak berguna akan ditinggalkan . Pada saat telah meninggalkan fenomena dari karakteristik kondisi mental yang tidak berguna maka fenomena dari karakteristik pemurnian akan tercapai.Yang tidak memiliki kesadaran penuh perhatian akan selalu ditaklukkan oleh kekeliruan dan kemalasan juga tidak pernah menyadari kekeliruan dari fenomena terkomposit , selalu lemah dalam kestabilan dan fluktuasi dari semua fenonema , seharusnya mereka dikasihani .