Kemudian bodhisattva Mañjuśrī bertanya kepada Bhagavan:
Bhagavan, ketika anda menguraikan tentang dharmakāya dari Tathāgata,
apa karakteristik (lakṣaṇa) dari dharmakāya?
Mañjuśrī , karakteristik dharmakāya dari Tathāgata
adalah kemapanan sempurna dari transformasi
landasan [kesadaran](āśrayaparāvrttisamudāgama) dan realisasi
sempurna dari semua kontempelasi dalam [sepuluh] tahapan ( bhūmi) dan [enam] kesempurnaan (pāramitā ).Selain itu [dharmakāya] juga berkarakteristik
tidak terbayangkan (acintya lakṣaṇa) karena dua alasan yang terdiri dari [pertama] bebas kekeliruan konseptual (nihprapañca) , bebas dari aktivitas manifestasi jejak mental halus [faktor pengkondisian] (anabhisaṃskāra) dan [kedua ] karena semua makhluk hidup(sattva
) sangat melekat (abhiniveśa) pada kekeliruan konseptual (nihprapañca) dan aktivitas dari
manifestasi jejak mental halus [ faktor
pengkondisian] (anabhisaṃskāra)
Bhagavan,
apakah transformasi landasan [kesadaran ] dari Śrāvaka dan Pratyekabuddha juga disebut sebagai dharmakāya? "
" Mañjuśrī , tidak dapat dikatakan demikian [seperti ini]. "
"Bhagavan, dengan demikian , apa yang
lebih sesuai untuk mendeskripsikan transformasi landasan dari Śrāvaka dan
Pratyekabuddha? "
Mañjuśrī , transformasi
landasan [ kesadaran] dari Śrāvaka dan
Pratyekabuddha disebut sebagai vimuktikāya . Vimuktikāya dari Śrāvaka dan
Pratyekabuddha itu sama dan setara (sama- tulya) dengan semua Tathāgata
, tetapi vimuktikāya berbeda dengan dharmakāya dari semua Tathāgata
dimana semua [ kualitas kebajikan dari vimuktikāya ] berbeda dengan kualitas
kebajikan yang tidak terukur (apremeyaguṇa) dari dharrnakāya yang tidak dapat dicengkram dan mudah untuk diilustrasikan (na sukaram udāhartum)
Bhagavan, bagaimana seharusnya seseorang memahami
karakteristik kemunculan (upapattibhavalakṣaṇa) dari Tathāgata?
"
Mañjuśrī , karakteristik kemunculan
(upapattibhavalakṣaṇa) dari Tathāgata
dapat dipahami melalui aktivitas dari karakteristik nirmāṇakāya (nirmāṇakāyalakṣaṇa) muncul dalam berbagai aspek
yang dapat dianalogikan dengan aktivitas dari tataran
keduniawian (lokadhātu) dimana
karakteristik dari nirmāṇakāya adalah karakteristik kediamanan
(adhiṣṭhānalakṣaṇa) dari berbagai perhiasan yang
memanifestasikan manifestasikan kualitas
kebajikan (guṇavyūhālaṃkāra) Tathāgata. Disamping itu , nirmāṇakāya itu dimunculkan
sedangkan Dharrnakaya itu tidak
dimunculkan . "
Bhagavan,bagaimana seharusnya seseorang
menguraikan dengan metoda kefasihan (deśanopāyakuśala) untuk
manifestasi nirmāṇakāya [yang dimanifestasikan oleh Tathāgata]
?
Mañjuśrī ,
manifestasi nirmāṇakāya dapat diuraikan dengan metoda kefasihan dalam
tahap progesif yang dimanisfestasikan sebagai berikut : dengan memasuki rahim (garbhāvakrānti) dalam keluarga yang terpandang ataupun keluarga
kerajaan yang memiliki tanah makmur dan
terpandang di tiga ribu buddhaksetra yang luas (trisāhasramāhasāhasrabuddhakṣetra) , kemudian mengalami kelahiran (jati) , menikmati kesenangan duniawi (kāmasaṃbhoga) , meninggalkan rumah dan melakukan praktek
pertapaan (duṣkaracaryā) setelah
meninggalkan praktek pertapaan (ādarśana) dan
mencapai pencerahan (abhisaṃbodhikrama).
Bhagavan, ada berapa jenis uraian
melalui pemberdayaan dari [manifestasi nirmāṇakāya ] Tathāgata yang
mampu memberikan hasil (vipāka) untuk
para siswa yang memiliki
elemen (dhātu) yang belum matang [dalam spiritual]
dan mampu memberikan pembebasan (vimokṣa) melalui
objek pengamatan (alambana) bagi para
siswa yang telah matang [dalam spiritual] ?
Mañjuśrī ,
uraian dari Tathāgata dapat dikategorikan
dalam tiga kelompok yakni sūtra,vinaya, dan mātṛkā .
Bhagavan, apa yang dimaksud dengan sūtra,vinaya,
dan mātṛkā
?
Mañjuśrī, yang
dimaksud dengan sūtra
adalah uraian dari saya yang telah dikoleksi dan
dikategorikan berdasarkan doktrin
dimana juga diklasifikasikan dalam empat,
sembilan, atau dua puluh sembilan kategori (vastu)
Apa yang termasuk dalam empat kategori (vastu)
dari sūtra ? Empat kategori dari sūtra terdiri dari : kategori
yang berkaitan dengan mendengarkan (śravaṇavastu) , kategori yang berkaitan
dengan pengambilan perlindungan (śaraṇagamanavastu), kategori yang berkaitan dengan pelatihan
diri (śikṣāvastu)
dan kategori yang berkaitan dengan penggugahan (bodhivastu).
Apa yang termasuk
dalam sembilan esensi (vastu) dari sūtra
? Sembilan esensi dari sūtra
terdiri dari :
1.
kategori yang
berkaitan dengan instruksi untuk makhluk hidup (sattvaprajñaptivastu)
2.
kategori
yang berkaitan dengan kenikmatan
(tadbhogavastu)
3.
kategori yang
berkaitan dengan kemunculan [ asal mula] (tadutpādavastu)
4.
kategori yang
berkaitan dengan kestablilan dan penghentian [ siklus eksistensi] ( tesām utpannānāṃ sthitivastu )
5.
kategori
yang berkaitan dengan kondisi
mental yang tidak berguna dan pemurnian (tadsaṃkleśavyavadānavastu )
6.
kategori yang
berkaitan dengan perbedaan [varietas] (tadviśeṣavastu)
7.
kategori yang
berkaitan dengan tindakan
dari menguraikan [ doktrin] (śastṛvastu)
8.
kategori
yang berkaitan dengan [ doktrin] yang diuraikan (śāsanavastu)
9.
kategori yang
berkaitan dengan persamuan
[ dari para
makhluk dari mendengarkan doktrin] (cakravastu)
Apa yang termasuk dalam dua puluh sembilan esensi (vastu) dari sūtra
? Dua puluh sembilan esensi dari sūtra dengan
[kategori
pertama]
berdasarkan kondisi mental
yang tidak berguna (saṃkleśa) terdiri dari :
1. kategori
yang berkaitan dengan akumulasi
dari jejak mental halus [ faktor
pengkondisian] (saṃskārasaṃgraha)
2. kategori
yang berkaitan dengan progresif yang
berakar dari kondisi mental yang tidak berguna ( tadkramānuvṛtti)
3.
kategori yang
berkaitan dengan penyebab
dari transformasi (pravṛttihetu) kondisi mental yang tidak berguna
dalam mempersepsi (samjñāpya) eksistensi
individual (pudgala)
4.
kategori yang
berkaitan dengan openyebab
dari transformasi (pravṛttihetu) kondisi mental yang tidak berguna
dalam mempersepsi (samjñāpya) fenomena (dharma)
[kategori kedua ] berdasarkan kemurnian
(vyavadāna) terdiri dari :
5. kategori yang
berkaitan dengan kepemilikan dari objek (ālambanaupanayikavastu)
6.
kategori yang berkaitan dengan pengamatan [ penyelidikan dalam pemurnian ]
(paryeṣaṇā)
7. kategori yang berkaitan dengan dengan kestabilan dari kesadaran (cittasthiti)
8. kategori yang
berkaitan dengan kediamanan yang penuh dengan sukacita dalam mempersepsi
fenomena (dṛṣṭadharmasukhavihara)
9.
kategori yang berkaitan dengan objek pengamatan untuk melampaui semua
ketidakpuasan (sarvaduḥkhasamatikrāntopāya)
10.
kategori yang berkaitan dengan kesempurnaan
pengetahuan mendalam (tadparijñāna) yang
terdiri dari tiga subkategori yakni [pertama] kesempurnaan
pengetahuan mendalam
mengenai landasan yang
bukan pengetahuan pasti (mityāpratipattyāśraya) ,[ kedua ]
kesempurnaan pengetahuan mendalam mengenai
landasan dari kekeliruan viparyāsāśraya) dan [ketiga ] kesempurnaan pengetahuan
mendalam mengenai landasan penghentian dari konseptual (abhimānabhāvāśraya)
11. kategori yang berkaitan dengan landasan
kontemplasi (bhāvanāśraya)
12. kategori yang
berkaitan dengan aktualisasi [ penghentian] ( sakṣātkāra)
13. Kategori yang
berkaitan dengan kontemplasi (bhāvanā)
14. Kategori yang
berkaitan dengan kestabilan [dalam
kontemplasi ]
15. Kategori yang
berkaitan dengan aspek [dalam kontemplasi] (ākāra)
16. Kategori yang
berkaitan dengan objek (ālambana)
17. Kategori yang
berkaitan dengan keterampilan dalam pengamatan
mendalam mengenai yang telah
diatasi dan yang belum diatasi
18. kategori yang
berkaitan dengan penyebaran kesadaran [dalam kontemplasi] (vikṣepa)
19. kategori yang
berkaitan dengan terbebaskan dari
pengalihan [kesadaran dalam meditasi] (anuśaṃsā)
20.
kategori yang berkaitan dengan landasan yang bebas dari pengalihan [
kesadaran dalam meditasi]
21.
kategori yang
berkaitan dengan ketekunan dan usaha dalam kontemplasi
22.
Kategori yang berkaitan dengan manfaat dari kontemplasi
23.
Kategori yang berkaitan dengan ketabahan [ dalam
kontemplasi],
24.
Kategori yang
berkaitan dengan metoda pelatihan Arya
25. Kategori yang
berkaitan dengan bantuan dalam metoda pelatihan Arya
26. Kategori yang
berkaitan dengan penetrasi realitas ( tattvaprabhoda)
27.
Kategori yang berkaitan dengan kesempurnaan pencapaian dari melampaui ketidakpuasan ( nirvāṇasamudāgama)
28.
Kategori yang
berkaitan dengan pandangan benar dalam keduniawian ( laukikasamyagdṛṣṭi) yang berhubungan dengan uraian doktrin dari kode etik moralitas ( subhāṣitadharmavinaya ) yang lebih unggul dari pandangan yang berada diluar lingkup dari ajaran ini.
29. kategori yang berkaitan dengan kemunduran (parihāṇi) yang disebabkan oleh tidak melatih diri dalam mengkontemplasi [doktrin dari kode etik moralitas] dan pandangan yang keliru
Mañjuśrī, yang
dimaksud dengan vinaya adalah uraian saya
yang terdiri dari prātimokṣha
untuk Sravaka dan Bodhisattva dan semua yang terkait dengan prātimokṣha.
"Bhagavan,ada berapa instruksi ( deśanā) dalam prātimokṣha untuk Bodhisattva ?
Mañjuśrī, , prātimokṣha untuk Bodhisattva terdiri dari tujuh instruksi yakni :
1. instruksi mengenai
tata cara pengambilan kode
etik moralitas dari Bodhisatttva (samāditavidhi
deśanā)
2.
Instruksi
mengenai ketidaksesuaian dalam kode etik
moralitas bersifat mayor (pārājayikasthānīyavastudeśanā)
3. instruksi
mengenai ketidak sesuaian kode etik
moralitas yang bersifat dasar (āpattisthānīyavastudeśanā)
4. instruksi mengenai ketidaksesuaian dalam kode etik moralitas yang berkaitan dengan esensi moralitas (āpattisvabhāvadeśanā)
5. instruksi
mengenai kesesuaian dalam moralitas benar yang berkaitan dengan esensi
moralitas (anāpattisvabhāvadeśanā)
6. instruksi
mengenai tata cara
menghindari ketidaksesuaian dalam
kode etik moralitas (āpattiniḥsaraṇa deśanā)
7. instruksi mengenai tata cara meninggalkan kode etik moralitas (saṃvahāraṇidesana)
Mañjuśrī, mātṛkā adalah
semua yang telah saya uraikan
sebagai definisi , analisis dan analogi terhadap fenomena dalam sebelas karakteristik (lakṣaṇa) yang terdiri dari
1.
karakteristik dari realitas konvensional (saṃvṛtilakṣaṇa)
2.
karakteristik dari realitas
tertinggi (paramārthalakṣaṇa)
3.
karakteristik dari objek pengamatan [yang selaras
dengan faktor menuju penggugahan (bodhipakṣyadharmā)] (ālambanalakṣaṇa)
4.
karakteristik dari aspek
(ākāralakṣaṇa)
5.
karakteristik dari intrinsitik (svabhāvalakṣaṇa)
6.
karakteristik dari akibat
[hasil] (tatphalalakṣaṇa)
7.
karakteristik dari interpretasi dalam mempersepsi (tadanubhavavyākhyānalakṣaṇa)
8.
karakteristik dari fenomena yang berkesimbungan secara berurutan
dalam interval (tadantarayikādharmalakṣaṇa)
9.
Karakteristik dari fenomena yang selaras (tadanulomikadharmalakṣaṇa).
10.
Karakteristik
dari kekeliruan [kesalahan ] ( tadādīnavalakṣaṇa)
11.
Karakteristik dari pencapaian yang bermanfaat (tadanusaṃśālakṣaṇa)
Mañjuśrī, [pertama] karakteristik dari realitas konvensional (saṃvṛtilakṣaṇa) dapat dipahami
melalui tiga uraian sebagai berikut : [pertama] uraian
yang berkaitan dengan eksistensi individual (pudgala deśanā) , [kedua] uraian
yang berkaitan dengan intrinsitik dari
imajiner (parikalpitasvabhāvadeśanā) dan [ketiga] uraian yang berkaitan dengan aktivitas (kriyā), siklus (kiraṇa) dan proses (karma kriyā) dari fenomena
Mañjuśrī, [kedua] karakteristik dari
realitas tertinggi (paramārthalakṣaṇa) dapat dipahami melalui
uraian dari tujuh aspek realitas
demikian apa adanya ( saptavidhā tathatā)
Mañjuśrī, [ketiga] karakteristik
dari objek
pengamatan (ālambanalakṣaṇa) dapat dipahami
melalui uraian yang berkaitan
dengan semua objek (nānāvastu) dari objek yang diketahui (jñeyavastu)
Mañjuśrī, [keempat] karakteristik dari
aspek (ākāralakṣaṇa) dapat dipahami
melalui uraian dari delapan jenis (aṣṭa vidhā ) penyelidikan (parīkṣa). Apa yang dimaksud dengan delapan jenis penyelidikan ?
[delapan jenis penyelidikan berkaitan dengan]: kebenaran ( satya) , dalil (sthāna) , defisiensi (doṣa) ,
kualitas baik (guṇa), metoda (naya) , transformasi (pravṛtti),
logika (yukti) , kondensasi
dan elaborasi (samgrahapṛthaktva)
[ pertama ] Kebenaran ( satya) mengacu pada realitas demikian apa adanya ( tathatā) dari semua fenomena
[kedua] Dalil (sthāna) mengacu pada definisi dari invididual diri ( pudgalavyavasthāpana) , definisi
dari intrinsitik imajiner (parikalpitasvabhāvavyavasthāpana) atau definisi dari kategori , definisi yang membedakan (ekāṃśena) atau definisi dari
penjelasan analisis pertanyaan retoris (vibhajya pariprcchā vyakāranavyavasthāpana) atau definisi dari kestabilan (sthāpaniyavyavasthāpana)atau definisi dari penjelasan analisis
mendalam yang tidak diungkapkan dan perbedaannya ( guhya- vibhajana vyakāranavyavasthāpana)
[ ketiga] Defisiensi (doṣa) mengacu pada
ketidakpuasan terhadap
fenomena dari kondisi mental yang
tidak berguna (saṃkleśikadharmādinava) yang saya telah uraikan dalam beragam perspektif
(anekaparyāyeṇa) .
[ keempat ] kualitas baik (guṇa) mengacu pada manfaat dari fenomena murni yang telah saya uraikan dalam beragam perspektif
(anekaparyāyeṇa)
[ kelima] metoda (naya) mengacu pada enam
aspek yang terdiri dari metoda
berdasarkan makna dari realitas demikian apa adanya ( tattvārthanaya), metoda berdasarkan pencapaian (adhigamanaya), metoda berdasarkan uraian [ instruksi ] (deśanānaya), metoda berdasarkan
peninggalan dua [ pandangan] ekstrim (antadvayavigatanaya), metoda berdasarkan yang tidak terbayangkan (acintyanaya), metoda berdasarkan komprehensif ( saṃdhinaya)
[
keenam ] transformasi
(pravṛtti) mengacu
pada tiga rentang waktu (tryadhvān) yang terdiri
dari waktu yang telah berlalu , sekarang dan yang akan datang , tiga karakteristik
dari fenomena berkondisi (saṃskṛtalakṣaṇa) yang terdiri dari kemunculan , kestabilan dan penghentian dan
empat kondisi (catvarāḥ pratyayāḥ) yang terdiri dari : penyebab dari kondisi , kondisi
yang muncul setelah itu [ yang menggantikan kondisi sebelumnya ] , kondisi yang mengkondisikan , kondisi yang lebih
dominan
[ketujuh] logika
(yukti) mengacu pada empat
aspek yang terdiri dari : logika [ berdasarkan
prinsip dari] ketergantungan (apekṣā yukti), logika [ berdasarkan prinsip dari kemampuan fenomena untuk ] menyebabkan akibat (kārya kāraṇa yukti) , logika
berdasarkan kemapanan yang dapat di gengam [dari ketiga logika lainnya] (upapattisādhana yukti ) dan logika [ berdasarkan batasan ] dari
realitas [ itu sendiri ] (dharmatā yukti )
[pertama] logika
[
berdasarkan prinsip dari] ketergantungan (apekṣā yukti) bersubjek pada
semua penyebab (hetu) dan kondisi
(pratyayāḥ) dari jejak mental yang halus [faktor pengkondisian] (saṃskāra) yang muncul (utpāda) dari cara penyampaian dengan linguistik (anuvyavahāra)
[Kedua ] logika
[
berdasarkan prinsip dari kemampuan fenomena untuk ] menyebabkan
akibat (kārya
kāraṇa yukti) bersubjek pada
semua penyebab (hetu) dan kondisi
(pratyayāḥ) yang dihasilkan dalam pengamatan fenomena
yang akan membimbing untuk menuju
pencapaian atau membimbing dalam
aktivitas menuju pencapaian
[ ketiga] logika berdasarkan yang dimapankan oleh bukti (upapattisādhana yukti ) bersubjek pada semua penyebab dan kondisi yang menyebabkan
makna yang dikemukakan , dijelaskan dan
didefinisikan menjadi dapat dibuktikan (sādhana)dan dapat
divalidasi (pramāṇa)
[divisi dari logika berdasarkan yang dimapankan oleh argumen (upapattisādhana yukti )] selanjutnya dibagi atas dua jenis lagi yakni murni (pariśuddha) dan tidak
murni (apariśuddha) dimana karakteristik dari logika murni terdiri dari lima aspek dan karakteristik
dari logika yang tidak murni terdiri dari tujuh aspek.
Lima karakteristik murni dari [divisi dari
logika berdasarkan yang dimapankan oleh
argumen (upapattisādhana
yukti)] terdiri dari
1. Karakteristik dari persepsi langsung [terhadap
objek itu sendiri] ( tatpratyakṣopalabdhilakṣaṇa)
2.
Karakteristik
dari persepsi langsung [terhadap sesuatu]
yang tergantung pada [objek
yang tidak dapat diamati ataupun disensasi yang dijadikan sebagai dugaan] (tadāśrityapratyakṣopalabdhilakṣaṇa)
3. Karakteristik dari alokasi berbagai analogi yang sama (svajātīyadṛṣṭāntopasaṃhāralakṣaṇa)
4. Karakteristik
dari mapan dengan sempurna (pariniṣpannalakṣaṇa)
5.
Karakteristik dari instruksi
[uraian] yang sangat murni (suviśuddhāgamopadeśalakṣaṇa)
Karakteristik
dari persepsi langsung [terhadap objek itu sendiri] (tatpratyakṣopalabdhilakṣaṇa)
terdiri dari persepsi langsung yang bersifat keduniawian sebagai [persepsi
langsung] dari ketidakkonstanan (anityatā)
terhadap semua jejak metal halus [faktor pengkondisian] (sarvasaṃskāra), ketidakpuasan (duḥkhatā) terhadap semua jejak mental halus [faktor
pengkondisian] (sarvasaṃskāra) dan ketidakhadiran eksistensi [diri]
(anātmatva) dari semua fenomena (sarvadharma)
Karakteristik
dari persepsi langsung [terhadap sesuatu]
yang tergantung pada [objek
yang tidak dapat diamati ataupun disensasi dijadikan sebagai satu dugaan ] (tadāśrityapratyakṣopalabdhilakṣaṇa) terdiri dari
persepsi langsung yang melalui sesuatu yang tidak [dapat dipersepsi] itu diduga sebagai [persepsi langsung terhadap]
ketidakkonstanan kasar yang tergantung pada siklus kesinambungan dari semua jejak mental halus dari tindakan
lampau , persepsi terhadap beragam makhluk hidup [ yang muncul dalam kehidupan ini] memiliki
hutang dalam berbagai perbuatan [dari kehidupan yang lalu] dan persepsi
terhadap kebahagiaan dan ketidak puasan dari makhluk hidup [yang eksis dalam kehidupan ini ] memiliki
hutang yang baik dan buruk [dalam kehidupan yang lalu] dan tergantung
pada pengaruh dari perbuatan baik dan
buruk [dalam
kehidupan yang lalu] yang tidak terhancurkan [kekal]
Karakteristik
dari alokasi berbagai analogi yang sama (svajātīyadṛṣṭāntopasaṃhāralakṣaṇa) terdiri dari alokasi persepsi sebagai [alokasi persepsi] terhadap kematian dan kelahiran yang
berkaitan dengan jejak mental halus [faktor pengkondisian ]
internal dan eksternal sebagai
fakta yang diketahui oleh semua dunia , ketidakpuasan dari kelahiran dan
sejenisnya , ketidakmapanan dan juga kekayaan dan
kemiskinan yang berkaitan jejak mental
halus [faktor pengkondisian ] eksternal sebagai fakta yang diketahui oleh semua dunia
.
Karakteristik
dari mapan dengan sempurna (pariniṣpannalakṣaṇa) terdiri dari karakteristik dari persepsi
langsung [terhadap objek itu sendiri] (tatpratyakṣopalabdhilakṣaṇa)
, Karakteristik
dari persepsi langsung [terhadap sesuatu]
yang tergantung pada [objek
yang tidak dapat diamati ataupun disensasi
dijadikan sebagai satu dugaan ] (tadāśrityapratyakṣopalabdhilakṣaṇa) dan Karakteristik dari alokasi berbagai analogi yang sama (svajātīyadṛṣṭāntopasaṃhāralakṣaṇa) dimana ketiga logika ini dapat
diyakinkan (ekāntika) melalui
objek yang ingin dibuktikan (sādhya)
Karakteristik dari instruksi
[uraian] yang sangat murni (suviśuddhāgamopadeśalakṣaṇa) terdiri dari kata yang diuraikan oleh yang
mengetahui semuanya sarvajña) sebagai
[kata] melampaui ketidakpuasan adalah kedamaian [ketenangan] (śāntaṃ nirvāṇaṃ)
Dengan demikian ,maka logika berdasarkan
yang dimapankan oleh bukti (upapattisādhana yukti) yang akan dibuktikan (pramāṇa) menjadi murni ( parisuddha) dan
karena murni maka dapat menjadi sandaran .
Bhagavan, melalui berapa aspek karakteristik dari yang mengetahui semua (sarvajña) dapat
dipahami ?
Mañjuśrī, karakteristik dari yang mengetahui semua (sarvajña) dapat dipahami melalui lima aspek sebagai
berikut
1.
yang mengetahui semua (sarvajña) muncul
dengan
suara (śabda) yang mengumandangkan semua pengetahuan (sarvajñatva) yang didengar oleh semua dunia
2.
yang mengetahui semua(sarvajña) dikenal (vikhyāta) dari tiga puluh dua tanda manusia agung
(dvātriṃśanmahāpuruṣalakṣaṇa)
3.
yang
mengetahui semua (sarvajña) dikenal
(vikhyāta) dari
sepuluh
kekuatan (bala) dalam menghilangkan
semua keraguan (vicikitsā) dari makhluk
hidup .
4.
yang mengetahui semua (sarvajña) dikenal
(vikhyāta) melalui empat
ketidaktakutan (vaiśāradya) dalam menguraikan doktrin
yang tidak dapat dibantah oleh siapapun
5.
yang mengetahui semua (sarvajña) dikenal (vikhyāta) melalui
penguraian doktrin dan kode etik dari moralitas (dharmavinaya) dalam membimbing
pengikutnya melalui empat jalan (mārga) dan delapan jalan mulia (āryāṣṭāngamārga)
Mañjuśrī, [ divisi dari logika berdasarkan yang dimapankan oleh bukti (upapattisādhana yukti ) yang murni (pariśuddha) melalui lima karakteristik yang mengetahui semua (sarvajña laksana dibuktikan (pramāṇa) dari validasi
[dibuktikan] berdasarkan persepsi ( pratyakṣapramāṇa) validasi [dibuktikan] berdasarkan kesimpulan (anumānapramāṇa) , validasi [dibuktikan] berdasarkan otorisasi
dari dogma (āptāgamapramāṇa).
Mañjuśrī, tujuh karakteristik yang tidak murni dari [divisi dari logika berdasarkan yang dimapankan oleh bukti(upapattisādhana yukti) terdiri dari
1.
karakteristik dari persepsi
yang bersifat sama selain dari [objek yang
hendak dibuktikan ] (tadanyasārūpyopa labdhilakṣaṇa)
2.
karakteristik dari persepsi yang bersifat tidak sama selain dari [objek yang
hendak dibuktikan] (tadanyavairūpyopa labdhilakṣaṇa )
3.
karakteristik dari persepsi
yang bersifat sama terhadap semua [objek] (sarvasārūpyopalabdhilakṣaṇa)
4.
karakteristik dari persepsi
yang bersifat tidak sama terhadap
semua [objek] (sarvavairūpyopalabdhilakṣaṇa)
5.
Karakteristik
dari alokasi berbagai analagi yang tidak
sama (anyajātīyadṛṣṭāntopasaṃhāralakṣaṇa)
6.
Karakteristik dari
ketidakmapanan dengan sempurna (apariniṣpannalakṣaṇa)
7.
Karakteristik dari instruksi
[uraian] yang tidak murni (asuviśuddhāgamopadeśalakṣaṇa)
Mañjuśrī, diantara semua logika
berdasarkan yang dimapankan oleh bukti (upapattisādhana yukti) yang tidak murni (apariśuddha) , karakteristik dari persepsi yang bersifat sama terhadap semua
[objek] (sarvasārūpyopalabdhilakṣaṇa) [ yang dianalogikan melalui persepsi yang bersifat sama] adalah semua objek yang dipersepsi oleh manovijnana.
Karakteristik
dari persepsi yang bersifat yang tidak
sama dalam semua [objek] (sarvavairūpyopalabdhilakṣaṇa) [terdiri dari]
kepastian bahwa [semua objek] adalah berkarakteristik saling tidak sama
sebagai logika (yukti) yakni [memiliki] satu
karakteristik yang tidak sama
terhadap karakteristik yang tidak sama yang berkaitan dengan tanda (liṇga), instinsitik (svabhāva),
tindakan (karman), kualitas (dharma), dan sebab akibat (hetuphala).
Mañjuśrī,
diantara semua logika
berdasarkan yang dimapankan oleh bukti (upapattisādhana yukti) yang tidak murni (apariśuddha)
karakteristik dari persepsi yang bersifat sama terhadap semua
[objek] (sarvasārūpyopalabdhilakṣaṇa) eksis dalam
karakteristik dari
persepsi yang bersifat sama
selain dari [objek yang hendak
dibuktikan ] (tadanyasārūpyopa labdhilakṣaṇa) dibantu dengan analogi. Oleh sebab itu , karakteristik dari persepsi yang bersifat sama
selain dari [objek yang hendak
dibuktikan ] (tadanyasārūpyopa labdhilakṣaṇa) adalah tidak mapan (anaikāntika) jika dikaitkan dengan objek yang hendak dibuktikan. Berdasarkan ini maka Karakteristik
dari instruksi [uraian] yang tidak murni (asuviśuddhāgamopadeśalakṣaṇa) dinamakan sebagai Karakteristik dari ketidakmapanan dengan sempurna (apariniṣpannalakṣaṇa)
Demikian juga , karakteristik dari
persepsi yang bersifat sama terhadap
semua [objek] (sarvasārūpyopalabdhilakṣaṇa) eksis dalam
karakteristik karakteristik
dari persepsi yang bersifat tidak sama
terhadap semua [objek] (sarvavairūpyopalabdhilakṣaṇa) dibantu dengan analogi. Oleh sebab itu , karakteristik
dari persepsi yang bersifat sama
terhadap semua [objek] (sarvasārūpyopalabdhilakṣaṇa) adalah tidak
mapan (anaikāntika) jika dikaitkan dengan objek yang hendak dibuktikan. Berdasarkan ini maka Karakteristik
dari instruksi [uraian] yang tidak murni (asuviśuddhāgamopadeśalakṣaṇa) dinamakan sebagai karakteristik dari ketidakmapanan dengan sempurna (apariniṣpannalakṣaṇa)
Mañjuśrī,
karena tidakmapan dengan sempurna (apariniṣpanna) maka
penyelidikan melalui [ ketujuh ]
logika
berdasarkan yang dimapankan oleh bukti(upapattisādhana yukti) ini tidak
murni dan karena tidak murni maka
penyelidikan melalui [ketujuh]
logika
berdasarkan yang dimapankan oleh bukti(upapattisādhana yukti) tidak diuraikan
dengan mendalam.
Mañjuśrī, diantara semua logika berdasarkan yang dimapankan oleh bukti(upapattisādhana yukti) yang tidak murni ini , Karakteristik
dari instruksi [uraian] yang tidak murni (asuviśuddhāgamopadeśalakṣaṇa) harus dipahami
sebagai ketidakmurnian dari instrinsitiknya sendiri (svabhāva).
[keempat] logika
[
berdasarkan batasan ] dari realitas [ itu sendiri ] (dharmatā yukti ) bersubjek pada kekonstanan
dan kestabilan dari fenomena dalam [ batasan ] dari realitas [ itu sendiri ] baik Tathāgata muncul ataupun Tathāgata tidak muncul
[ kedelapan] Kondensasi dan
elaborasi (samgrahapṛthaktva) mengacu pada rangkuman ( samāsatas) dari
satu susunan kata terhadap doktrin yang
diuraikan (ekapadadeśitadharma) , kemudian dengan cermat membedakan doktrin ini secara bertahap dan mengungkapkan perbedaan ini dalam berbagai susunan kata dengan pasti . Kondensasi dan elaborasi (samgrahapṛthaktva) berkaitan
dengan doktrin yang bermakna definitif.
[ke lima] karakteristik dari intrinsitik (svabhāvalakṣaṇa) dapat dipahami
melalui uraian dari faktor menuju penggugahan (bodhipakṣyadharma) ,[ empat] landasan kesadaran murni (smṛtyupasthāna), yang mengetahui
[sebagai
subjek] dari objek bersama
dengan aspek [ dari objek tersebut] (sākārā ālambana grāhaka)
[ke enam] karakteristik
dari akibat [hasil]
(tatphalalakṣaṇa) dapat
dipahami melalui peninggalan semua
kondisi mental yang tidak berguna (kleśaprāhaṇa) yang berkaitan dengan keduniawian (laukika) dan melampaui keduniawan (lokuttara) yang memanifestasikan kemapanan dari hasil yang berkaitan dengan keduniawian dan
melampaui keduniawian dengan kualitas yang sangat baik (guṇābhinirhāna) .
[ke tujuh] karakteristik
dari interpretasi dalam mempersepsi (tadanubhavavyākhyānalakṣaṇa) dapat dipahami melalui
penguasaan dengan fasih (pratisaṃvid) terhadap pengetahuan pembebasan (vimuktijñāna) kemudian meyebarkannya (vistareṇa) kepada orang lain untuk
memanifestasikan penggugahan (saṃprakāśana) .
[ke delapan] karakteristik
dari fenomena yang berkesimbungan secara
berurutan dalam interval (tadantarayikādharmalakṣaṇa) dapat
dipahami melalui fenomena dari ketidakpuasan (kliṣṭadharma) yang menjadi landasan penghalang untuk kontemplasi (bhāvanā) yang selaras dengan faktor
menuju penggugahan (bodhipakṣyadharma)
[kesembilan] karakteristik
dari fenomena yang selaras (tadanulomikadharmalakṣaṇa) dapat
dipahami melalui
fenomena [internal dengan
munculnya] semangat
agung (bahulīkāradharma)
[kesepuluh] Karakteristik dari kekeliruan
[kesalahan] ( tadādīnavalakṣaṇa) dipahami melalui defisiensi (doṣa) yang berkesinambungan dan berurutan dalam interval (antarayika)
Mañjuśrī, ,[ kesebelas ] Karakteristik dari pencapaian yang bermanfaat (tadanusaṃśālakṣaṇa) dapat dipahami melalui kualitas
yang baik (guṇa) dalam kondisi yang bersifat selaras [harmonis]
(anulomika)
dengan pencapaian yang bermanfaat
Kemudian Bodhisattva Mañjuśrī, menyapa Bhagavan dan berkata
Bhagavan,
mohon uraikan makna dari esensi (dhāraṇyartha)
secara komprehensif (abhisaṃdhi) dimana
Bodhisattva mampu mengakses (anuparviś) doktrin
mendalam (gambhīradharma) yang telah diuraikan oleh Tathagata seutuhnya (kārtsnya) dan juga mohon
uraikan semua makna essential
dari sūtra,vinaya, dan
mātṛkā
dari Bodhisattva dengan argumen logis yang lebih spesifik (asādhāraṇa) bila dibandingkan dengan uraian diluar dari doktrin
Mañjuśrī, dengarkan dengan
baik dan
saya akan menguraikan kepada anda mengenai
semua makna essential (dhāraṇyartha) dimana Bodhisattva mampu mengakses (anuparviś) doktrin mendalam (gambhīradharma) yang
telah saya diuraikan .
Mañjuśrī, ,semua fenomena dari kondisi mental yang tidak berguna ( sāṃkleśikadharma) dan fenomena murni (vaiyavadānika
dharma) tidak bergeming [
bergerak] (āniñjya) dan tanpa
eksistensi individual (niḥpudgala)
. Oleh sebab itu saya menguraikan
bahwa semua fenonema tanpa aktivitas (kriyārahita) dalm semua
aspek (sarvathā) atau dengan
perkataan lain , ini bukan kasus dimana fenomena
dari kondisi mental yang tidak berguna sebelumnya
adalah kondisi mental yang tidak berguna
yang harus dimurnikan secara bertahap
ataupun fenomena murni telah
dimurnikan secara bertahap dan merupakan
kondisi mental yang tidak berguna
sebelumnya.
Mañjuśrī,
orang awam yang belum matang [dalam spiritual] (bālapṛthagjana) bersandar pada
pandangan yang
terpengaruh oleh kemelekatan yang berlebihan terhadap fenomena dan eksistensi individual (dharmapudgalābhiniveśānuśayadṛṣṭir niśritya) yang
didominasi oleh kelompok
kecenderungan kekeliruan mental yang tidak beraturan (dauṣṭhulyakāya) dan mempersepsi
aku dan milikku (ātmātmīyagrāha). Oleh sebab itu mereka berpandangan keliru dengan mengatakan
bahwa Aku mendengar ,
Aku mendengar,'Aku mengalami,'Aku
menyentuh,' ' Aku mengetahui , 'Aku makan,' 'Aku bertindak,'' Aku merasa tidak
terpuaskan, dan'Aku telah dimurnikan '.
Mereka yang memahami realitas sebagaimana apa adanya (yathābhūtaṃ prajānanti) , akan meninggalkan sepenuhnya (prajahati) kelompok
kecenderungan kekeliruan mental yang tidak beraturan (dauṣṭhulyakāya) dan [ meninggalkan ] jejak mental
halus [faktor pengkondisian] yang tetap (mityābhisaṃskāra) sehingga mencapai
kemurnian dengan sempurna (suviśuddha)
[yang
bebas dari ] kondisi
mental yang tidak berguna (kleśa) bebas dari
kekeliruan konseptual (aprapañca) bebas
dari aktivitas (asaṃkṛta) dan bebas dari semua landasan aktivitas (anabhissaṃkṛtyakāya) . Mañjuśrī, Demikianlah uraian mengenai makna dari esensi.
Kemudian Bhagavan melantunkan gatha untuk
mempertegas uraian ini.
fenomena dari kondisi mental yang tidak berguna dan fenomena murni , keduanya tidak bergeming [bergerak] (āniñjya) dan tanpa eksistensi individual (niḥpudgala) . Saya menguraikannya sebagai tanpa aktivitas , murni ataupun kondisi mental yang tidak berguna baik yang telah berlalu ataupun yang akan datang . Dengan bersandar pada pandangan yang terpengaruh oleh kemelekatan yang berlebihan terhadap fenomena dan eksistensi individual (dharmapudgalābhiniveśānuśayadṛṣṭir niśritya) yang didominasi oleh kelompok kecenderungan kekeliruan mental yang tidak beraturan (dauṣṭhulyakāya) dan mempersepsi aku dan milikku (ātmātmīyagrāha). mereka berpandangan keliru dengan mengatakan bahwa "Aku melihat", "Aku makan", "Aku bertindak ", "Aku merasa tidak terpuaskan dan Aku termurnikan".
Dengan memahami realitas diatas , akan meninggalkan
sepenuhnya kelompok
kecenderungan kekeliruan mental yang tidak beraturan (dauṣṭhulyakāya) dan [meninggalkan ] jejak mental
halus [faktor pengkondisian] yang tetap (mityābhisaṃskāra) sehingga
mencapai kemurnian dengan sempurna (suviśuddha)
[yang
bebas dari ] kondisi mental yang
tidak berguna (kleśa) bebas dari kekeliruan konseptual (aprapañca) bebas dari aktivitas
(asaṃkṛta) dan bebas
dari semua landasan aktivitas (anabhisaṃkṛtyakāya) .
Kemudian Mañjuśrī menyapa Bhagavan dan berkata: "Bhagavan, bagaimana kita memahami karakteristik kemunculan kesadaran (cittotpādalakṣaṇa) dari Tathāgata ?
Mañjuśrī , Tathāgata tidak dipersepsikan sebagai yang dimanifestasikan (prabhāvita) dari citta , manas ataupun vijñāna , sebaliknya anda harus memahami bahwa karakteristik kemunculan kesadaran (cittotpādalakṣaṇa) dari Tathāgata itu bebas dari semua manifestasi aktivitas dari jejak mental halus [faktor pengkondisian] (anabhisaṃskāraṃ) yang dianalogikan sebagai transformasi [ dari esensi] (nirmāṇa)
Bhagavan, jika dharmakāya dari semua Tathāgata itu bebas dari semua manifestasi aktivitas dari jejak mental halus [faktor
pengkondisian] (anabhisaṃskāraṃ) , bagaimana dapat memunculkan jejak mental halus [faktor
pengkondisian] (abhisaṃskāra) dari Tathāgata sementara
dharmakāya dari semua Tathāgata itu bebas dari
semua manifestasi aktivitas dari jejak
mental halus [faktor pengkondisian] (anabhisaṃskāraṃ) ?
Mañjuśrī , ini berkaitan
dengan manifestasi aktivitas dari jejak
mental halus [faktor pengkondisian] (anabhisaṃskāraṃ) dalam kontemplasi metoda (upaya)
dan kebijaksanaan (prajñā) . dharmakāya
itu bebas dari
kekeliruan konseptual (aprapañca), dan bebas dari
manifestasi aktivitas dari
jejak mental halus [faktor
pengkondisian] (anabhisaṃskāraṃ) dan juga merupakan hasil pencapaian dengan
jangka waktu yang tidak terukur dari Bodhisattva dalam mengkontemplasi
semua metoda dan kebijaksaan. Dalam
keterkaitannya dengan keagungan usaha di masa sebelumnya maka kesadaran dimunculkan
tanpa usaha pada masa ini.
Ini dapat diilustrasikan dengan kondisi tertidur
tanpa kesadaran (acittaka apasvāpana)
dimana tidak ada manifestasi
aktivitas dari jejak mental
halus [faktor pengkondisian] (anabhisaṃskāraṃ) untuk keadaan tersadarkan tetapi karena daya
dari manifestasi aktivitas dari jejak
mental halus [faktor
pengkondisian] yang terdahulu (pūrvābhisaṃskāravaśāt) maka seseorang
akan tersadarkan [dari kondisi tertidur] (prabodha)
ataupun pencapaian meditatif dalam
penghentian (nirodhasāmapatti) dimana juga tidak ada manifestasi aktivitas dari jejak mental halus [faktor pengkondisian] (anabhisaṃskāraṃ) untuk kemunculan dari pencapaian meditatif (sāmapatti ) tetapi karena tetapi karena daya dari
manifestasi aktivitas dari jejak mental
halus [faktor pengkondisian] yang terdahulu (pūrvābhisaṃskāravaśāt) maka akan memasuki pencapaian meditatif (sāmapatti ) .
Sebagaimana kesadaran yang timbul dalam kondisi tertidur tanpa kesadaran
ataupun kondisi pencapaian meditatiif dalam
penghentian. Demikian juga jejak mental halus [faktor pengkondisian] dari Tathagata itu muncul dari kontemplasi metoda (upaya) dan kebijaksanaan (prajñā) yang terdahulu.
Bhagavan, apakah nirmānakāya dari Tathāgata termasuk sebagai kesadaran (sacittaka) atau bukan
kesadaran (acittaka)
?
Mañjuśrī, nirmānakāya dari Tathāgata dapat dideskripsikan sebagai kesadaran ataupun
sebagai bukan kesadaran karena nirmānakāya dari Tathāgata tidak terjalin
dengan sendirinya (svatantra) melainkan tergantung
pada kondisi lainnya
Bhagavan , apakah ada perbedaan antara ruang lingkup
(gocara)
dan tataran aktivitas (viṣaya) dari Tathāgata?
Mañjuśrī, ruang lingkup (gocara) dari Tathāgata mengacu pada kemurnian (pariśuddha) dari bidang aktivitas yang telah tergugahkan (buddhakṣetra )dengan hiasan yang tidak berstandar dalam tindakan [tidak terukur ] (apramāṇālaṃkāra) dimana merupakan akumulasi dari kualitas unggul yang tidak terbayangkan (acintyaguṇa) dan juga merupakan landasan dari semua Tathāgata (sarvatathāgatasādhāraṇa) sedangkan tataran aktivitas (viṣaya) dari Tathāgata mengacu pada: makhluk hidup tataran makhluk hidup (sattvadhātu) tataran eksistensi keduniawian (lokadhātu) tataran realitas (dharmadhātu) , tataran kode etik moralitas (vinayadhātu) dan tataran metoda dalam kode etik moralitas (vinayopāyadhātu) .
Bhagavan,apa karakteristik dari penggugahan
sempurna (abhisaṃbodhi) , pemutaran roda dharma(dharmacakrapravartana)
dan
pencapaian kesempurnaan melampaui ketidak puasan (mahāparinirvāṇa) dari Tathāgata ?
Mañjuśrī, , ketiga ini [karakteristik dari penggugahan sempurna (abhisaṃbodhi) , pemutaran roda dharma(dharmacakrapravartana) dan pencapaian kesempurnaan melampaui ketidak puasan (mahāparinirvāṇa) dari Tathāgata ] berkarakteristik bukan dualisme (advayalakṣaṇa) atau dengan perkataan lain : bukan mencapai penggugahan sempurna ataupun tidak mencapai penggugahan sempurna. , bukan memutar roda dharma ataupun tidak memutar roda dharma . bukan mencapai kesempurnaan melampaui ketidak puasan ataupun tidak mencapai kesempurnaan melampaui ketidak puasan karena disebabkan oleh kemurnian (suviśuddha) dari dharmakāya dan nirmāṇakāya selalu bermanifestasi [terungkap ] (adarśita)
Bhagavan, semua makhuk hidup
memunculkan kualitas kebajikan (puṇyaṃ
prasavanti) melalui pengamatan mendalam (darśana)
, mendengar (śravaṇa)
dan
memuliakan (paryupāsana) nirmānakāya .
Apa keterkaitan antara nirmāṇakāya dan Tathāgata?
Mañjuśrī, , keterkaitan antara nirmānakāya dengan Tathāgata
terletak pada landasan yang diperoleh (adhyālambana) melalui
pengamatan mendalam , disamping itu nirmāṇakāya juga merupakan
kediaman sempurna (adhiṣṭhita) dari semua Tathagata
Bhagavan, jika [Tathāgata] bebas terhadap manifestasi aktivitas dari jejak mental halus [faktor pengkondisian] (anabhisaṃskāraṃ). Mengapa kekuatan agung
(māhaprabhāva) dalam tataran pengetahuan
agung (mahājñānaloka) dan
kekuatan pemberkatan agung untuk makhuk hidup (sattvamahāprabhāvāhiṣṭhānāt) hanya berasal dari dharmakāya walaupun refleksi
dari objek mental yang telah diinterpretasi dan dirubah
oleh proses koginitif terus bermanifestasi dengan tidak berstandar dalam tindakan [tidak terukur] (aprameyanirmāṇapratibimba) dan bukan
berasal dari dari vimuktikāya para Śrāvaka dan Pratyekabuddha?"
Mañjuśrī, ini dapat dianalogikan dengan kristal bulan [ air] ( candrakānta) dan kristal matahari [api ] (sūryakānta) dalam [susunan] mandala bulan dan matahari (candrasūryamaṇḍala) dimana kristal bulan [ air] ( candrakānta) berfungsi untuk mendinginkan cairan ataupun sinar matahari dan kristal matahari [api ] (sūryakānta) berfungsi untuk mengakumulasi sinar matahari [ seperti kaca pembesar] untuk menyalakan api suci . Kedua kristal ini berfungsi dengan tanpa ada usaha apapun sementara kristal lain [ yang tersusun dalam mandala yang sama ] tidak berfungsi demikian. Dengan analogi ini maka kekuatan agung (māhaprabhāva) dalam tataran pengetahuan agung (mahājñānaloka) dan kekuatan pemberkatan agung untuk makhuk hidup (sattvamahāprabhāvāhiṣṭhānāt) dari dharmakāya hanya dapat dimunculkan oleh seseorang yang menguasai dengan fasih (pratisamvid) kekuatan (bala) dan dipengaruhi oleh kekuatan dari tindakan [masa lalu] dari makhluk hidup tersebut (sattvakarmavaśāt).
Disamping itu juga dapat dianalogikan dengan seorang ahli permata yang mengkilapkan permata hingga terbentuk pola
struktur tertentu tetapi pola struktur ini tidak akan terbentuk apabila
dilakukan oleh orang lain tidak menggunakan cara yang sama dengannya
Dengan menggunakan
analogi diatas , maka kekuatan
agung (māhaprabhāva) dalam
tataran pengetahuan agung (mahājñānaloka) dan kekuatan pemberkatan agung untuk makhuk hidup (sattvamahāprabhāvāhiṣṭhānāt) dari dharmakāya yang telah
dimapankan melalui kontemplasi dari metoda dan kebijksanaan (upāyaprajñābhāvana) dengan pengamatan mendalam
terhadap ranah realitas yang tidak teruk
ur (aprameyadharmadhātvālambaka) namun kedua hal ini tidak muncul dalam vimuktikaya
Bhagavan apa yang sedang
Bhagavan pikirkan ketika menguraikan bahwa dalam keterkaitannya dengan kekuatan
pemberkatan (adhiṣṭhānaprabhāva) dari semua Tathāgata dan Bodhisattva maka mereka terlahir dengan jasmani yang
sempurna (kāyasaṃpad) di dalam
keluarga ksatriya dan brahmana seperti pohon sala yang agung [ diberkahi dengan
kekayaan , kemasyhuran dan daya tarik ] dalam ranah
keinginan (kāmadhātu),
terlahir dengan dengan jasmani yang sempurna
(kāyasaṃpad) sebagai dewa
dalam ranah keinginan (kāmadhātu)
, dewa
dalam ranah bermateri halus (rūpāvacaradeva) ataupun dewa
dalam ranah tidak bermateri halus (arūypāvacaradeva)
?
Mañjuśrī, dengan kekuatan pemberkatan (adhiṣṭhānaprabhāva) dari semua Tathāgata dan Bodhisattva baik
dalam mempraktekkan (saṃdhā) ataupun
mengemukakan (abhiprāya) jalan (mārga) mampu
membimbing seseorang untuk mencapai (pratipatti)
jasmani yang sempurna
(kāyasaṃpad) dan seperti
pohon sala yang agung [ diberkahi dengan kekayaan , kemasyhuran dan daya
tarik ] . Sehubungan dengan ini maka kami menguraikan beragam jalan kepada mereka berdasarkan kebutuhan (yathāyogam) mereka masing masing maka apabila ada
seseorang yang melatih jalan ini dengan
benar akan mencapai (pratipatti)
jasmani yang sempurna
(kāyasaṃpad) dan seperti
pohon sala yang agung [ diberkahi dengan kekayaan , kemasyhuran dan daya
tarik ] dan jika ada seseorang meninggalkan dan mencerca jalan ini ataupun
berpersepsi dengan penuh antipati
(āgāthacitta) berpersepsi
dengan penuh maksud yang tidak baik (kaṭukacitta) terhadap jalan ini maka hanya akan mencapai kelompok dari kesucian palsu [yang timbul]
(kāyakuhanā) pada saat akhir
dari kehidupannya.
Bhagavan, dalam tataran eksistensi yang tidak murni ini (apariśuddhalokadhātu) , apa yang mudah untuk ditemukan (sulabha) dan apa yang sulit untuk ditemukan (durlabha) dan dalam tataran eksistensi yang murni (pariśuddhalokadhātu), apa yang mudah untuk ditemukan (sulabha) dan apa yang sulit untuk ditemukan (durlabha) ?
Mañjuśrī, dalam tataran eksistensi yang tidak murni ini (apariśuddhalokadhātu) ada delapan
kategori (vastu) yang mudah untuk ditemukan (sulabha) dan dua kategori yang sulit untuk ditemukan(durlabha).
delapan kategori (vastu)
yang mudah untuk ditemukan (sulabha)
terdiri dari tīrthika, makhluk hidup
yang tidak puas (duḥkhitasattva)
, perbedaan silsilah ( gotra)
,
tindakan kejahatan (duścaritacārin) , ketidak
sesuaian kode etik moralitas (vipannaśīla) , kemalangan , ( durgati)
, pengetahuan mendalam yang rendah (hīnayāna),
dan para Bodhisattva yang mengkontemplasi dengan usaha
dan aspirasi yang rendah. (hīnāśayaprayoga
bodhisattva)
dua kategori yang sulit untuk ditemukan (durlabha) terdiri dari pelaksanaan
dari para Bodhisattva yang bertekad dan berusaha tinggi (āśayaprayogavoropeta bodhisattva) dan
kemunculan Tathagata ( tathāgataprādurbhāva) di dunia.
Mañjuśrī, , untuk tataran eksistensi yang murni (pariśuddhalokadhātu) adalah kategori yang berlawanan dengan yang ada
pada tataran eksistensi yang tidak murni ini (apariśuddhalokadhātu) dimana delapan
kategori diatas adalah kategori yang sulit ditemukan dan dua kategori diatas adalah yang mudah
untuk ditemukan dalam tataran eksistensi yang murni ((pariśuddhalokadhātu)
Bhagavan,
apa nama (nāman) dari pemutaran [roda] dharma
pengungkapan makna mendalam (saṃdhinirmocana dharmapāryaya) ini ?
Mañjuśrī, , pemutaran [roda] dharma pengungkapan
makna mendalam (saṃdhinirmocana
dharmapāryaya) ini dinamakan
sebagai pengulasan pencapaian sempurna dari
Tathāgata yang bermakna definitif (tathāgatakṛtyānuṣṭhananītārthanirdeśa) , anda
dapat menamakannya sebagai : uraian pencapaian sempurna dari Tathāgata .
Pada saat pencapaian sempurna dari Tathāgata yang
bermakna definitif ini selesai
diuraikan , tujuh puluh lima ribu Bodhisattva
menguasai dengan fasih dan mencapai dharmakāya (paripūrṇadharmakāyapratisaṃvid)
, kemudian Mañjuśrīḥ kumārabhūtaḥ
, dan semua yang berada dalam
persamuan ini termasuk para dewa ,
manusia , āsura, garuda dan gandharva
memuji doktrin dari Bhavagan.