Pages

SN 15 Anamatagga Saṃyutta [ Kelompok Khotbah tentang Tanpa Awal]

Saṃyutta Nikāya


Anamatagga Saṃyutta


Kelompok Khotbah tentang Tanpa Awal


Di terjemahkan dari pāḷi ke inggris oleh Bhikkhu Ñāṇamoli dan Bhikkhu Bodhi

Di terjemahkan dari inggris ke indonesia oleh Dhammacita

Nara Sumber pāḷi

[ SN 15.1 - SN 15.20 ]

SN 14 SN 15 SN 16


Tiṇakaṭṭha Vagga


SN 15.1 Tiṇakaṭṭha Sutta  [Rumput dan Kayu]


Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika

Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut: “Para bhikkhu!”

“Yang Mulia!” para bhikkhu itu menjawab. 

Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Para bhikkhu, saṃsāra ini adalah tanpa awal yang dapat ditemukan. Titik pertama tidak terlihat oleh makhluk-makhluk yang berkelana dan mengembara yang terhalangi oleh ketidaktahuan dan terbelenggu oleh ketagihan. Misalkan, para bhikkhu, seseorang memotong semua rumput, kayu, dahan, dan dedaunan di Jambudīpa ini dan mengumpulkannya semua dalam satu tumpukan. Setelah melakukan itu, ia akan memindahkannya satu demi satu, dengan mengatakan [untuk tiap-tiap potongan]: “Ini adalah ibuku, ini adalah ibu dari ibuku.” Urutan dari ibu dan nenek dari orang itu tidak akan berakhir, namun rumput, kayu, dahan, dan dedaunan di Jambudīpa ini sudah habis dipindahkan. Karena alasan apakah? Karena, para bhikkhu, saṃsāra ini adalah tanpa awal yang dapat ditemukan. Titik pertama tidak terlihat oleh makhluk-makhluk yang berkelana dan mengembara yang terhalangi oleh ketidaktahuan dan terbelenggu oleh ketagihan. Sejak lama, para bhikkhu, kalian telah mengalami penderitaan, kesedihan, dan bencana, dan meramaikan tanah pemakaman. Cukuplah untuk mengalami kejijikan terhadap segala bentukan, cukuplah untuk menjadi bosan terhadapnya, cukuplah untuk terbebaskan darinya.” 


SN 15.2   Paṭhavī Sutta [Bumi]

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, saṃsāra ini adalah tanpa awal yang dapat ditemukan. Titik pertama tidak terlihat oleh makhluk-makhluk yang berkelana dan mengembara yang terhalangi oleh ketidaktahuan dan terbelenggu oleh ketagihan. Misalkan para bhikkhu, seseorang membentuk bola-bola tanah berukuran biji jujube dari seluruh tanah di bumi ini dan memindahkannya satu demi satu, dengan mengatakan [untuk tiap-tiap butirnya]: “Ini adalah ayahku, ini adalah ayah dari ayahku.” Urutan dari ayah dan kakek dari orang itu tidak akan berakhir, namun seluruh tanah di bumi ini sudah habis dipindahkan. Karena alasan apakah? Karena, para bhikkhu, saṃsāra ini adalah tanpa awal yang dapat ditemukan. Titik pertama tidak terlihat oleh makhluk-makhluk yang berkelana dan mengembara yang terhalangi oleh ketidaktahuan dan terbelenggu oleh ketagihan. Sejak lama, para bhikkhu, kalian telah mengalami penderitaan, kesedihan, dan bencana, dan meramaikan tanah pemakaman. Cukuplah untuk mengalami kejijikan terhadap segala bentukan, cukuplah untuk menjadi bosan terhadapnya, cukuplah untuk terbebaskan darinya.”



SN 15.3 Assu Sutta [Air Mata]

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, saṃsāra ini adalah tanpa awal yang dapat ditemukan. Titik pertama tidak terlihat oleh makhluk-makhluk yang berkelana dan mengembara yang terhalangi oleh ketidaktahuan dan terbelenggu oleh ketagihan. Bagaimana menurut kalian, para bhikkhu, manakah yang lebih banyak: air mata yang telah kalian teteskan ketika kalian berkelana dan mengembara dalam perjalanan panjang ini, menangis dan meratap karena berkumpul dengan yang tidak menyenangkan dan berpisah dari yang menyenangkan—ini atau air di empat samudra raya?”

“Seperti yang kami pahami dari Dhamma yang diajarkan oleh Sang Bhagavā, Yang Mulia, air mata yang telah kami teteskan ketika kami berkelana dan mengembara dalam perjalanan panjang ini, menangis dan meratap karena berkumpul dengan yang tidak menyenangkan dan berpisah dari yang menyenangkan—ini saja adalah lebih banyak daripada air di empat samudra raya.”

“Bagus, bagus, para bhikkhu! Bagus sekali kalian memahami Dhamma yang Kuajarkan seperti itu. Air mata yang telah kalian teteskan ketika kalian berkelana dan mengembara dalam perjalanan panjang ini, menangis dan meratap karena berkumpul dengan yang tidak menyenangkan dan berpisah dari yang menyenangkan—ini saja adalah lebih banyak daripada air di empat samudra raya. Sejak lama, para bhikkhu, kalian telah mengalami kematian ibu; ketika kalian mengalami ini, menangis dan meratap karena berkumpul dengan yang tidak menyenangkan dan berpisah dari yang menyenangkan, tetesan air mata yang telah kalian teteskan adalah lebih banyak daripada air di empat samudra raya.

“Sejak lama, para bhikkhu, kalian telah mengalami kematian ayah … kematian saudara laki-laki … kematian saudara perempuan … kematian putra … kematian putri … kehilangan sanak saudara … kehilangan kekayaan … kehilangan karena penyakit; ketika kalian mengalami ini, menangis dan meratap karena berkumpul dengan yang tidak menyenangkan dan berpisah dari yang menyenangkan, tetesan air mata yang telah kalian teteskan adalah lebih banyak daripada air di empat samudra raya. Karena alasan apakah? Karena, para bhikkhu, saṃsāra ini adalah tanpa awal yang dapat ditemukan ... Cukuplah untuk mengalami kejijikan terhadap segala bentukan, cukuplah untuk menjadi bosan terhadapnya, cukuplah untuk terbebaskan darinya.”



SN 15.4  Mātuthañña Sutta [Susu Ibu]

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, saṃsāra ini adalah tanpa awal yang dapat ditemukan. Titik pertama tidak terlihat oleh makhluk-makhluk yang berkelana dan mengembara yang terhalangi oleh ketidaktahuan dan terbelenggu oleh ketagihan. Bagaimana menurut kalian, para bhikkhu, manakah yang lebih banyak: air susu ibu yang telah kalian minum ketika kalian berkelana dan mengembara dalam perjalanan panjang ini—ini atau air di empat samudra raya?”

“Seperti yang kami pahami dari Dhamma yang diajarkan oleh Sang Bhagava, Yang Mulia, air susu ibu yang telah kami minum ketika kami berkelana dan mengembara dalam perjalanan panjang ini  - ini saja adalah lebih banyak daripada air di empat samudra raya.”

“Bagus, bagus, para bhikkhu! Bagus sekali kalian memahami Dhamma yang Kuajarkan seperti itu. Air susu ibu yang telah kalian minum ketika kalian berkelana dan mengembara dalam perjalanan panjang ini—ini saja adalah lebih banyak daripada air di empat samudra raya. Karena alasan apakah? Karena, para bhikkhu, saṃsāra ini adalah tanpa awal yang dapat ditemukan ... cukuplah untuk terbebaskan darinya.



SN 15.5  Pabbata Sutta [Gunung]

Di Sāvatthī. Seorang bhikkhu mendekati Sang Bhagavā, memberi hormat kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau: “Yang Mulia, berapa lamakah satu kappa?”

“Satu kappa adalah sangat lama, bhikkhu. Tidaklah mudah menghitungnya dan menyebutkannya dalam berapa tahun, atau berapa ratus tahun, atau berapa ribu tahun, atau berapa ratus ribu tahun.”
“Kalau begitu mungkinkah dengan memberikan perumpamaan, Yang Mulia?”

“Mungkin saja, bhikkhu,” Sang Bhagavā berkata. “Misalkan, bhikkhu, terdapat sebuah gunung batu dengan panjang satu yojana, lebar satu yojana, dan tinggi satu yojana, tanpa lubang atau celah, sebuah batu padat yang besar. Di akhir setiap seratus tahun, seseorang akan menggosoknya dengan sehelai kain Kāsi. Dengan usaha ini gunung batu itu lama-kelamaan akan terkikis habis tetapi kappa itu masih belum berakhir. Demikian lamanya satu kappa itu, bhikkhu. Dan dari kappa-kappa yang selama itu, kita telah mengembara melalui begitu banyak kappa, ratusan kappa, ribuan kappa, ratusan ribu kappa. Karena alasan apakah? Karena, bhikkhu, saṃsāra ini adalah tanpa awal yang dapat ditemukan … cukuplah untuk terbebaskan darinya.” 



SN 15.6   Sāsapa Sutta [Biji Moster]

Di Sāvatthī. Seorang bhikkhu mendekati Sang Bhagavā, memberi hormat kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau: “Yang Mulia, berapa lamakah satu kappa?”

“Satu kappa adalah sangat lama, bhikkhu. Tidaklah mudah menghitungnya dan menyebutkannya dalam berapa tahun, atau berapa ratus tahun, atau berapa ribu tahun, atau berapa ratus ribu tahun.”
“Kalau begitu mungkinkah dengan memberikan perumpamaan, Yang Mulia?”

“Mungkin saja, bhikkhu,” Sang Bhagavā berkata. “Misalkan, bhikkhu, terdapat sebuah kota dengan tembok besi, satu yojana panjangnya, satu yojana lebarnya, dan satu yojana  tingginya, diisi penuh dengan biji moster hingga sepadat rambut yang terikat. Di akhir setiap seratus tahun seseorang mengambil sebutir biji moster dari sana. Dengan usaha ini, tumpukan biji moster itu lama-kelamaan akan habis tetapi kappa itu masih belum berakhir. Demikian lamanya satu kappa itu, bhikkhu. Dan dari kappa-kappa yang selama itu, kita telah mengembara melalui begitu banyak kappa, ratusan kappa, ribuan kappa, ratusan ribu kappa. Karena alasan apakah? Karena, bhikkhu, saṃsāra ini adalah tanpa awal yang dapat ditemukan … cukuplah untuk terbebaskan darinya.”



SN 15.7  Sāvaka Sutta [Para Siswa]


Di Sāvatthī. Sejumlah bhikkhu mendekati Sang Bhagavā, memberi hormat kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau: “Yang Mulia, berapa banyakkah kappa yang telah lewat dan berlalu?”

“Para bhikkhu, banyak kappa telah lewat dan berlalu. Tidaklah mudah menghitungnya dan menyebutkannya dalam berapa kappa, atau berapa ratus kappa, atau berapa ribu kappa, atau berapa ratus ribu kappa.”

“Kalau begitu mungkinkah dengan memberikan perumpamaan, Yang Mulia?”

“Mungkin saja, para bhikkhu,” Sang Bhagavā berkata. “Misalkan, para bhikkhu, terdapat empat siswa di sini yang masing-masing memiliki umur kehidupan selama seratus tahun, hidup selama seratus tahun, dan setiap hari mereka masing-masing mengingat seratus ribu kappa. Masih ada banyak kappa yang belum teringat oleh mereka ketika empat siswa tersebut yang masing-masing memiliki umur kehidupan seratus tahun, hidup selama seratus tahun, meninggal dunia di akhir seratus tahun itu. Tidaklah mudah menghitungnya dan menyebutkannya dalam berapa kappa, atau berapa ratus kappa, atau berapa ribu kappa, atau berapa ratus ribu kappa. Karena alasan apakah? Karena, para bhikkhu, saṃsāra ini adalah tanpa awal yang dapat ditemukan … cukuplah untuk terbebaskan darinya.” 




SN 15.8 Gaṅgā Sutta [Sungai Gangga ]

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Rājagaha di Hutan Bambu, Taman Suaka Tupai. Kemudian seorang brahmana mendatangi Sang Bhagavā dan saling bertukar sapa dengan Beliau. Ketika mereka mengakhiri ramah-tamah itu, ia duduk di satu sisi dan berkata kepada Beliau: “Guru Gotama, berapa banyakkah kappa yang telah lewat dan berlalu?”

“Brahmana, banyak kappa yang telah lewat dan berlalu. Tidaklah mudah menghitungnya dan menyebutkannya dalam berapa kappa, atau berapa ratus kappa, atau berapa ribu kappa, atau berapa ratus ribu kappa.” 

“Kalau begitu mungkinkah dengan memberikan perumpamaan, Guru Gotama?”

“Mungkin saja, brahmana,” Sang Bhagavā berkata. “Misalkan, brahmana, butiran pasir dari mulai Sungai Gangga ini bersumber hingga titik di mana sungai ini memasuki samudra raya: tidaklah mudah menghitungnya dan menyebutkannya dalam berapa butir, atau berapa ratus butir, atau berapa ribu butir, atau berapa ratus ribu butir. Brahmana, kappa-kappa yang telah lewat dan berlalu adalah jauh lebih banyak dari butiran pasir itu. Tidaklah mudah menghitungnya dan menyebutkannya dalam berapa kappa, atau berapa ratus kappa, atau berapa ribu kappa, atau berapa ratus ribu kappa. Karena alasan apakah? Karena, para brahmana, saṃsāra ini adalah tanpa awal yang dapat ditemukan … cukuplah untuk terbebaskan darinya.”

Ketika hal ini dikatakan, brahmana itu berkata kepada Sang Bhagavā: “Mengagumkan, Guru Gotama! Mengagumkan, Guru Gotama! … Sejak hari ini, sudilah Guru Gotama mengingatku sebagai seorang umat awam yang telah menerima perlindungan seumur hidup.” 




SN 15.9 Daṇḍa Sutta [Tongkat Kayu]

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, saṃsāra ini adalah tanpa awal yang dapat ditemukan. Titik pertama tidak terlihat oleh makhluk-makhluk yang berkelana dan mengembara yang terhalangi oleh ketidaktahuan dan terbelenggu oleh ketagihan. Bagaikan sebatang tongkat kayu yang dilemparkan ke udara, akan jatuh kadang-kadang pada bagian bawahnya, kadang-kadang pada bagian sisinya, dan kadang-kadang pada bagian atasnya, demikian pula makhluk-makhluk yang berkelana dan mengembara yang terhalangi oleh ketidaktahuan dan terbelenggu oleh ketagihan, kadang-kadang pergi dari dunia ini ke dunia lain, kadang-kadang datang dari dunia lain ke dunia ini. Karena alasan apakah? Karena, para bhikkhu, saṃsāra ini adalah tanpa awal yang dapat ditemukan … cukuplah untuk terbebaskan darinya.” 



SN 15.10  Puggala Sutta  [Tumpukan Tulang]

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang berdiam di Rājagaha di Gunung Puncak Hering. Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut: “Para bhikkhu!”

“Yang Mulia!” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Para bhikkhu, saṃsāra ini adalah tanpa awal yang dapat ditemukan. Titik pertama tidak terlihat oleh makhluk-makhluk yang berkelana dan mengembara yang terhalangi oleh ketidaktahuan dan terbelenggu oleh ketagihan. Seseorang, berkelana dan mengembara dengan terhalangi oleh ketidaktahuan dan terbelenggu oleh ketagihan, akan meninggalkan tumpukan tulang-belulang, timbunan tulang-belulang, gundukan tulang-belulang sebesar Gunung Vepulla ini, jika ada seseorang yang mengumpulkannya dan apa yang dikumpulkan itu tidak akan musnah. Karena alasan apakah? Karena, para bhikkhu, saṃsāra ini adalah tanpa awal yang dapat ditemukan … cukuplah untuk terbebaskan darinya.”

Ini adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Setelah mengatakan ini, Yang Sempurna, Sang Guru, lebih jauh lagi mengatakan:

“Timbunan tulang-belulang yang ditinggalkan oleh seseorang
Dengan berlalunya satu kappa
Akan membentuk tumpukan sebesar gunung:
Demikianlah dikatakan oleh Sang Bijaksana Agung.
Ini dikatakan sebagai sebanyak
Dan setinggi Gunung Vepulla
Yang berdiri di utara Puncak Hering
Di barisan pegunungan di Magadha.
“Tetapi ketika seseorang melihat dengan kebijaksanaan benar
Kebenaran para mulia—
Penderitaan dan asal-mulanya,
Penaklukan penderitaan,
Dan Jalan Mulia Berunsur Delapan
Yang menuju pada penenangan penderitaan—
Maka orang itu, setelah mengembara
Selama paling banyak tujuh kali lagi, 
Mengakhiri penderitaan
Dengan menghancurkan segala belenggu.” 



Duggata Vagga


SN 15.11  Duggata Sutta [ Ketidak-beruntungan ]


Pada suatu ketika, sewaktu sedang menetap di Sāvatthī, Sang Bhagavā berkata sebagai berikut: “Para bhikkhu, saṃsāra ini adalah tanpa awal yang dapat ditemukan. Titik pertama tidak terlihat oleh makhluk-makhluk yang berkelana dan mengembara yang terhalangi oleh ketidaktahuan dan terbelenggu oleh ketagihan. Kapan saja kalian melihat seseorang dalam ketidak-beruntungan, dalam kesengsaraan, kalian dapat menyimpulkan: ‘Kami juga telah mengalami hal yang sama dalam perjalanan panjang ini.’ Karena alasan apakah? Karena, para bhikkhu, saṃsāra ini adalah tanpa awal yang dapat ditemukan … cukuplah untuk terbebaskan darinya.”



SN 15.12 Sukhita Sutta [ Kebahagiaan ]


Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, saṃsāra ini adalah tanpa awal yang dapat ditemukan … Kapan saja kalian melihat seseorang dalam kebahagiaan dan keberuntungan, kalian dapat menyimpulkan: ‘Kami juga telah mengalami hal yang sama dalam perjalanan panjang ini.’ Karena alasan apakah? Karena, para bhikkhu, saṃsāra ini adalah tanpa awal yang dapat ditemukan … cukuplah untuk terbebaskan darinya.”



SN 15.13  Tiṃsamatta Sutta [Tiga puluh Bhikkhu]


Di Rājagaha di Hutan Bambu. Tiga puluh bhikkhu dari Pāvā mendatangi Sang Bhagavā—semuanya adalah penghuni hutan, pemakan makanan persembahan, pemakai jubah potongan-kain, pemakai jubah tiga potong, namun semuanya masih terbelenggu. Setelah mendekat, mereka memberi hormat kepada Sang Bhagavā dan duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā berpikir: “Tiga puluh bhikkhu dari Pāvā ini, semuanya adalah penghuni hutan, pemakan makanan persembahan, pemakai jubah potongan-kain, pemakai jubah tiga potong, namun semuanya masih terbelenggu. Aku akan mengajarkan Dhamma sedemikian agar mereka selagi duduk di tempat ini, pikiran mereka akan terbebaskan dari noda-noda melalui ketidak-melekatan.”

Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu itu: “Para bhikkhu!”

“Yang Mulia!” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Para bhikkhu, saṃsāra ini adalah tanpa awal yang dapat ditemukan. Titik pertama tidak terlihat oleh makhluk-makhluk yang berkelana dan mengembara yang terhalangi oleh ketidaktahuan dan terbelenggu oleh ketagihan. Bagaimana menurutmu, para bhikkhu, mana yang lebih banyak: darah yang telah kalian teteskan saat kalian dipenggal ketika berkelana dan mengembara melalui perjalanan panjang ini—ini atau air di empat samudra raya?”

“Seperti yang kami pahami dari Dhamma yang diajarkan oleh Sang Bhagavā, Yang Mulia, darah yang telah kami teteskan saat kepala kami dipenggal ketika berkelana dan mengembara dalam perjalanan panjang ini—ini saja adalah lebih banyak daripada air di empat samudra raya.”

“Bagus, bagus, para bhikkhu! Bagus sekali kalian memahami Dhamma yang Kuajarkan seperti itu. Darah yang telah kalian teteskan ketika kalian berkelana dan mengembara dalam perjalanan panjang ini—ini saja adalah lebih banyak daripada air di empat samudra raya. Dalam waktu yang lama, para bhikkhu, kalian telah menjadi sapi, dan ketika sebagai sapi kalian dipenggal, darah yang kalian teteskan adalah lebih banyak daripada air di empat samudra raya. Dalam waktu yang lama kalian telah menjadi kerbau, domba, kambing, rusa, ayam, dan babi … Dalam waktu yang lama kalian telah ditangkap sebagai pencuri, penyamun, dan pencabul, dan ketika kalian dipenggal, darah yang kalian teteskan adalah lebih banyak daripada air di empat samudra raya. Karena alasan apakah? Karena, para bhikkhu, saṃsāra ini adalah tanpa awal yang dapat ditemukan … cukuplah untuk terbebaskan darinya.”

Ini adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Gembira, para bhikkhu itu bersukacita dalam kata-kata Sang Bhagavā. Dan ketika penjelasan ini dibabarkan, pikiran ketiga puluh bhikkhu dari Pāvā itu terbebaskan dari noda-noda melalui ketidak-melekatan.




SN 15.14 Mātu Sutta [ Ibu ]


Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, saṃsāra ini adalah tanpa awal yang dapat ditemukan … Tidaklah mudah, para bhikkhu, menemukan makhluk yang dalam perjalanan panjang ini belum pernah sebelumnya menjadi ibumu … ayahmu … saudara laki-lakimu … saudara perempuanmu … … putramu … putrimu. Karena alasan apakah? Karena, para bhikkhu, saṃsāra ini adalah tanpa awal yang dapat ditemukan … cukuplah untuk terbebaskan darinya.”



SN 15.14–19  Mātu – Dhītu Sutta [ Ibu dan seterusnya ]

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, saṃsāra ini adalah tanpa awal yang dapat ditemukan … Tidaklah mudah, para bhikkhu, menemukan makhluk yang dalam perjalanan panjang ini belum pernah sebelumnya menjadi ibumu … ayahmu … saudara laki-lakimu … saudara perempuanmu … … putramu … putrimu. Karena alasan apakah? Karena, para bhikkhu, saṃsāra ini adalah tanpa awal yang dapat ditemukan … cukuplah untuk terbebaskan darinya.”



SN 15.15  Pitu Sutta Ibu dan seterusnya ]

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, saṃsāra ini adalah tanpa awal yang dapat ditemukan … Tidaklah mudah, para bhikkhu, menemukan makhluk yang dalam perjalanan panjang ini belum pernah sebelumnya menjadi ibumu … ayahmu … saudara laki-lakimu … saudara perempuanmu … … putramu … putrimu. Karena alasan apakah? Karena, para bhikkhu, saṃsāra ini adalah tanpa awal yang dapat ditemukan … cukuplah untuk terbebaskan darinya.”



SN 15.16  Bhātu Sutta [ Ibu dan seterusnya ]

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, saṃsāra ini adalah tanpa awal yang dapat ditemukan … Tidaklah mudah, para bhikkhu, menemukan makhluk yang dalam perjalanan panjang ini belum pernah sebelumnya menjadi ibumu … ayahmu … saudara laki-lakimu … saudara perempuanmu … … putramu … putrimu. Karena alasan apakah? Karena, para bhikkhu, saṃsāra ini adalah tanpa awal yang dapat ditemukan … cukuplah untuk terbebaskan darinya.”



SN 15.17  Bhagini Sutta [ Ibu dan seterusnya ]


Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, saṃsāra ini adalah tanpa awal yang dapat ditemukan … Tidaklah mudah, para bhikkhu, menemukan makhluk yang dalam perjalanan panjang ini belum pernah sebelumnya menjadi ibumu … ayahmu … saudara laki-lakimu … saudara perempuanmu … … putramu … putrimu. Karena alasan apakah? Karena, para bhikkhu, saṃsāra ini adalah tanpa awal yang dapat ditemukan … cukuplah untuk terbebaskan darinya.”



SN 15.18  Putta Sutta [ Ibu dan seterusnya ]


Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, saṃsāra ini adalah tanpa awal yang dapat ditemukan … Tidaklah mudah, para bhikkhu, menemukan makhluk yang dalam perjalanan panjang ini belum pernah sebelumnya menjadi ibumu … ayahmu … saudara laki-lakimu … saudara perempuanmu … … putramu … putrimu. Karena alasan apakah? Karena, para bhikkhu, saṃsāra ini adalah tanpa awal yang dapat ditemukan … cukuplah untuk terbebaskan darinya.”




SN 15.19 Dhītu Sutta [ Ibu dan seterusnya ]


Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, saṃsāra ini adalah tanpa awal yang dapat ditemukan … Tidaklah mudah, para bhikkhu, menemukan makhluk yang dalam perjalanan panjang ini belum pernah sebelumnya menjadi ibumu … ayahmu … saudara laki-lakimu … saudara perempuanmu … … putramu … putrimu. Karena alasan apakah? Karena, para bhikkhu, saṃsāra ini adalah tanpa awal yang dapat ditemukan … cukuplah untuk terbebaskan darinya.”




 SN 15.20  Vepullapabbata Sutta [Gunung Vepulla]


Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Rājagaha di Gunung Puncak Hering. Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut: “Para bhikkhu!”

“Yang Mulia!” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Para bhikkhu, saṃsāra ini adalah tanpa awal yang dapat ditemukan. Titik pertama tidak terlihat oleh makhluk-makhluk yang berkelana dan mengembara yang terhalangi oleh ketidaktahuan dan terbelenggu oleh ketagihan. Di masa lampau, para bhikkhu, Gunung Vepulla ini disebut Pācīnavaṃsa, dan pada saat itu orang-orang ini disebut Tivara. Umur kehidupan Tivara adalah 40.000 tahun. Mereka sanggup mendaki Gunung Pācīnavaṃsa dalam empat hari dan turun dalam empat hari. Pada saat itu Sang Buddha Kakusandha, seorang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna, telah muncul di dunia ini. Kedua Siswa UtamaNya bernama Vidhura dan Sañjiva, pasangan yang unggul. Lihatlah, para bhikkhu! Nama gunung itu telah lenyap, orang-orang itu telah mati, dan Sang Bhagavā itu telah mencapai Nibbāna akhir. Begitu tidak kekalnya segala bentukan, para bhikkhu, begitu tidak stabil, begitu tidak dapat diandalkan. Cukuplah, para bhikkhu, untuk mengalami kejijikan terhadap segala bentukan, cukuplah untuk menjadi bosan terhadapnya, cukuplah untuk terbebaskan darinya.

“[Di waktu lainnya] di masa lampau, para bhikkhu, Gunung Vepulla ini disebut Vaṅkaka, dan pada saat itu orang-orang ini disebut Rohitassa. Umur kehidupan para Rohitassa adalah 30.000 tahun. Mereka sanggup mendaki Gunung Vaṅkaka dalam tiga hari dan turun dalam tiga hari. Pada saat itu Sang Buddha Koṇāgamana, seorang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna, telah muncul di dunia ini. kedua Siswa UtamaNya bernama Bhiyyosa dan Uttara, pasangan yang unggul. Lihatlah, para bhikkhu! Nama gunung itu telah lenyap, orang-orang itu telah mati, dan Sang Bhagavā itu telah mencapai Nibbāna akhir. Begitu tidak kekalnya segala bentukan … cukuplah untuk terbebaskan darinya.

“[Di waktu lainnya lagi] di masa lampau, para bhikkhu, Gunung Vepulla ini disebut Supassa, dan pada saat itu orang-orang ini disebut Suppiya. Umur kehidupan para Suppiya adalah 20.000 tahun. Mereka sanggup mendaki Gunung Supassa dalam dua hari dan turun dalam dua hari. Pada saat itu Sang Buddha Kassapa, seorang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna, telah muncul di dunia ini. Kedua Siswa UtamaNya bernama Tissa dan Bhāradvāja, pasangan yang unggul. Lihatlah, para bhikkhu! Nama gunung itu telah lenyap, orang-orang itu telah mati, dan Sang Bhagavā itu telah mencapai Nibbāna akhir. Begitu tidak kekalnya segala bentukan … cukuplah untuk terbebaskan darinya.

“Di masa sekarang, para bhikkhu, Gunung Vepulla ini disebut Vepulla, dan pada saat ini orang-orang ini disebut Magadha. Umur kehidupan para Magadha ini singkat, terbatas, cepat berlalu; seorang yang berumur panjang, hidup hingga seratus tahun atau sedikit lebih lama. Para Magadha mendaki Gunung Vepulla dalam satu jam dan turun dalam satu jam. Pada saat ini, Aku muncul di dunia ini, seorang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna. Dua Siswa UtamaKu bernama Sāriputta dan Moggallāna, pasangan yang unggul. Akan tiba masanya, para bhikkhu, ketika nama gunung ini lenyap, ketika orang-orang ini mati, dan Aku akan mencapai Nibbāna akhir. Begitu tidak kekalnya segala bentukan, para bhikkhu, begitu tidak stabil, begitu tidak dapat diandalkan. Cukuplah, para bhikkhu, untuk mengalami kejijikan terhadap segala bentukan, cukuplah untuk menjadi bosan terhadapnya, cukuplah untuk terbebaskan darinya.”

Ini adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Setelah mengatakan hal ini, Yang Sempurna, Sang Guru, lebih lanjut mengatakan sebagai berikut:

“Ini disebut Pācīnavaṃsa oleh para Tivara,
Dan Vaṅkaka oleh para Rohitassa,
Supassa oleh orang-orang Suppiya,
Vepula oleh orang-orang Magadha.
“Aduh, segala bentukan adalah tidak kekal
Tunduk pada kemunculan dan kelenyapan.
Setelah muncul, semua itu lenyap:
Penenangannya adalah kebahagiaan.” 


Karma JIgme

Instagram