PARIVARTA
KE EMPAT
sarvadharmalakṣaṇa
[Sub:Guṇākara]
Bhagavan, ketika Anda mengatakan bahwa para Bodhisattva fasih dalam
karakteristik dari fenomena (dharmalakṣaṇakuśalā) , apa
maksud Bhagavan mengatakan bahwa Bodhisattva
bijaksana sehubungan dengan karakter dari
fenomena dan bagaimana para Bodhisattva
dikatakan fasih dalam karakteristik dari fenomena ?
[0693a11] Bhagavan menjawab pertanyaan Bodhisattva Guṇākara:
Guṇākara , Niat anda dalam
mengajukan pertanyaan ini kepada
Tathagata sungguh baik anda mengajukan
pertanyaan ini demi memberikan berkah dan kebahagiaan untuk semua makhuk
hidup. Anda selalu bersimpati terhadap
semua tataran kehidupan ini dan
mengajukan pertanyaan ini demi kesejahteraan, manfaat, dan kebahagiaan
dari semua makhluk hidup termasuk para
dewa dan manusia. . (evam evatvaṃ guṇākara bahujanahitāya bahujanasukhāya lokānukaṃpayā arthāya hitāya sukhāya sadevamanuṣyaprajānām ) Sādhu . Sādhu.
Guṇākara, dengarkan dengan
baik baik , Saya akan menguraikan kepada
anda bagaimana para Bodhisattva
dikatakan fasih dalam karakteristik dari fenomena dan apa yang dimaksud dengan
karakteristik dari fenomena.
[0693a15]Guṇākara , ada tiga karakteristik dari fenomena
(trini dharmalakṣaṇani) , Apakah ketiga jenis [ karakteristik ] ini
? Ketiga karakteristik dari fenomena
tersebut adalah karakteristik imajiner (parikalpitalakṣaṇa) , karakteristik keterkaitan dengan lainnya (paratantralakṣaṇa) , dan karakteristik
mapan dengan sempurna (pariniṣpannalakṣaṇa)
Guṇākara ,apa yang
dimaksud dengan karakteristik imajiner (parikalpitalakṣaṇa)? karakteristik imajiner (parikalpitalakṣaṇa) adalah karakteristik
yang diusulkan sebagai fakta dengan
menggunakan terminologi nominal sebagai
entitas dan atribut dari fenomena dalam kaitannya dengan hubungan yang bersifat konvensional .
Guṇākara, apa yang dimaksud dengan karakteristik keterkaitan dengan
lainnya (paratantralakṣaṇa)? karakteristik keterkaitan dengan lainnya (paratantralakṣaṇa) adalah
karakteristik yang hanya
menyatakan kesaling tergantungan dari semua fenomena misalnya karena adanya eksistensi ini ,maka yang lain akan muncul , karena ini
dihasilkan maka yang lain juga akan dihasilkan . misalnya sehubungan dengan kondisi delusi maka faktor
berkondisi [ komposit ] akan dihasilkan .
Guṇākara, apa yang dimaksud dengan karakteristik mapan dengan
sempurna ( pariniṣpannalakṣaṇa)? karakteristik mapan dengan sempurna ( pariniṣpannalakṣaṇa) adalah sifat demikian adanya dari fenomena , yang
direalisasikan oleh bodhisattva melalui ketekunan
dan kontempelasi mental yang sesuai.
Bodhisattva memapankan realitas dan mengkontemplasi
realitas [karakteristik mapan dengan sempurna] secara bertahap hingga
mencapai kesempurnaan penggugahan yang
tidak tertandingi .
[0693a25]Guṇākara,
ketiga karakteristik ini dapat
dianalogikan sebagai berikut :
misalnya, karakteristik imajiner (parikalpitalakṣaṇa ) itu dapat dipandang sebagai sesuatu yang
mirip dengan kekeliruan visual di mata seseorang yang telah memiliki pandangan
berkabut [katarak] sedangkan karakteristik
keterkaitan dengan lainnya (paratantralakṣaṇa) dapat
dipandang sebagai sesuatu yang mirip dengan
munculnya satu nimitta (nimitta)
dari kekeliruan visual tersebut sehingga
muncul menjadi refleksi objek mental yang seperti : jaringan rambut , lalat , biji
wijen ataupun muncul menjadi refleksi
objek mental yang seperti warna biru ,
kuning , merah ataupun putih.
Guṇākara, dengan menggunakan kembali analogi diatas , ketika
mata seorang awam telah menjadi murni
secara sempurna dan bebas dari kekeliruan visual yang berkabut ini maka karakteristik
mapan dengan sempurna ( pariniṣpannalakṣaṇa) dapat dipandang sebagai sesuatu yang mirip
dengan objek yang terproses dimana merupakan intrinsitik
dari objek yang terproses dari mata seseorang tersebut
[0693b02]Guṇākara, dengan analogi lainnya
misalnya : pada saat satu kristal yang
sangat bening terdeviasi oleh pantulan warna biru , maka akan terlihat seperti
batu permata misalnya : safir ataupun
indranila dan karena kekeliruan persepsi
ini maka orang awam selalu akan terdelusi. Demikian juga pada saat Kristal itu
terdeviasi oleh pantulan warna merah juga akan terlihat seperti batu permata
seperti merah delima dan karena kekeliruan persepsi ini maka orang
awan juga selalu akan terdelusi. Demikian juga pada saat kristal itu terdeviasi
oleh pantulan warna hijau maka akan telihat seperti batu permata misalnya
zamrud dan karena kekeliruan persepsi ini maka orang awan juga selalu akan
terdelusi. Pada saat terdeviasi oleh pantulan warna emas maka akan terlihat
seperti emas dan karena kekeliruan persepsi ini maka orang awan juga selalu
akan terdelusi.
[0693b10] Guṇākara, dengan menggunakan kembali analogi diatas , karakteristik keterkaitan dengan lainnya (paratantralakṣaṇa) dapat dipandang sebagai hal yang menjadi [dibawah
pengaruh dari] kecenderungan konvensional yakni karakteristik imajiner (parikalpitalakṣaṇa) ,
seperti batu kristal yang bening tadi yang terdeviasi oleh pantulan warna. Disamping itu , karakteristik keterkaitan dengan lainnya (paratantralakṣaṇa) yang
terpersepsi sebagai karakteristik imajiner (parikalpitalakṣaṇa)
dapat dipandang mirip dengan kekeliruan
persepsi terhadap kristal yang sangat bening tadi yang terpersepsi sebagai safir , indranila,
merah delima, zamrud ataupun emas dimana
kristal yang sangat bening ini tidak mapan dengan sempurna sebagai [memiliki]
karakteristik dari safir, indranila , merah delima, zamrud ataupun emas dan
juga tidak [memiliki]
karakteristik permata tersebut dalam kekonstanan , kekonstanan terhadap
waktu , dalam kepermanenan , kepermanenan terhadap waktu dengan demikian maka karakteristik keterkaitan dengan lainnya (paratantralakṣaṇa) juga tidak
mapan dengan sempurna dalam kekonstanan , kekonstanan terhadap waktu , dalam
kepermanenan , kepermanenan terhadap waktu sebagai karakteristik
imajiner (parikalpitalakṣaṇa) dan
juga tidak memiliki karakteristik dari imajiner. Ketidakmapanan atau ketiadaaan
karakteristik ini dipandang sebagai mapan dengan sempurna( pariniṣpanna). Keterbebasan
atas ketiadaan eksistensi dari
manifestasi semua hal yang bersifat
konsep terhadap karakteristik
keterkaitan dengan lainnya (paratantralakṣaṇa) sebagai hal yang
menjadi [dibawah pengaruh dari]
karakteristik imajiner(parikalpitalakṣaṇa) maka
karakteristik mapan dengan sempurna ( pariniṣpannalakṣaṇa) dapat
diketahui.
[0693c01] Guṇākara, pada saat Bodhisattva memahami karakteristik keterkaitan dengan lainnya (paratantralakṣaṇa) sebagai hal yang
menjadi [dibawah
pengaruh dari] karakteristik
imajiner(parikalpitalakṣaṇa) sebagaimana
apa adanya maka mereka akan mengetahui
ketiadaan karakteristik ( alakṣaṇa) dari fenomena sebagaimana apa adanya.
Pada saat Bodhisattva memahami karakteristik keterkaitan dengan
lainnya (paratantralakṣaṇa) sebagaimana apa adanya maka mereka akan mengetahui karakteristik
kondisi mental yang tidak berguna ( savyamklesalaksana) dari fenomena sebagaimana apa adanya .
Pada saat Bodhisattva memahami memahami karakteristik mapan dengan sempurna (pariniṣpannalakṣaṇa) sebagaimana
apa adanya maka mereka akan mengetahui
karakteristik kemurnian ( vyavadanalaksana) dari
fenomena sebagaimana apa adanya
[0693c03] Guṇākara,
pada saat Bodhisattva memahami ketiadaan karakteristik dalam hubungannya dengan
karakteristik keterkaitan
dengan lainnya (paratantralakṣaṇa) maka mereka akan meninggalkan fenonema darikarakteristik kondisi mental yang tidak
berguna (samklesalaksana) dan pada saat
mereka meninggalkan sepenuhnya fenomena dari karakteristik kondisi mental yang
tidak berguna (samklesalaksana) maka mereka akan memahami fenomena
dari karakteristik murni (vyavadanalaksana)
Oleh sebab itu,Guṇākara,Bodhisattva
memahami karakteristik
imajiner(parikalpitalakṣaṇa) karakteristik (paratantralakṣaṇa),karakteristik
keterkaitan dengan lainnya (paratantralakṣaṇa) karakteristik mapan dengan sempurna (pariniṣpannalakṣaṇa) sebagaimana
apa adanya. Pada saat mereka memahami
ketiadaan karakteristik (alaksana), karakteristik
kondisi mental yang tidak berguna (samklesalaksana) dan karakteristik murni (vyavadanalaksana) sebagaimana apa adanya maka mereka memahamifenomena
dari ketiadaan karakteristik dari sebagaimana apa adanya dan mereka akan
meninggalkan sepenuhnya fenomena dari karakteristik kondisi mental yang tidak
berguna (samklesalaksana) kemudian mereka
memahami fenomena dari karakteristik murni ( vyavadanalaksana).
Dengan cara seperti ini, maka para
Bodhisattva dikatakan fasih dalam
karakteristik dari fenomena dan
tathagata mengatakan mereka fasih dalam fasih dalam karakteristik dari fenomenajuga disebabkan oleh alasan ini.
[0693c10] Kemudian Bhagavan melantunkan gatha ini :
Pada saat memahami ketiadaan karakteristik dari fenomena
maka fenomena dari karakteristik kondisi
mental yang tidak berguna akan ditinggalkan . Pada saat telah meninggalkan
fenomena dari karakteristik kondisi mental yang tidak berguna maka fenomena
dari karakteristik murni akan tercapai.