Kemudian Bodhisattva Maitreya bertanya kepada Bhagavan:
"Bhagavan, apa yang menjadi landasan untuk bodhisattva dalam mengkontemplasi śamatha dan vipaśyanā ?
Bhagavan menjawab pertanyaan dari Bodhisattva
Maitreya Maitreya,
landasan
untuk bodhisattva dalam mempraktekkan śamatha dan vipaśyanā adalah teori filosofi yang berkaitan dengan uraian
dari realitas (
dharmaprajñaptivyavasthāna ) dan tidak pernah meninggalkan aspirasi mereka
untuk mencapai penggugahan sempurna dan tidak tertandingi (anuttarasamyaksaṃbodhipraṇidhānaparityajana)
Bhagavan menginstruksikan (avavāda) empat kategori
objek pengamatan (ālambana
vastu )
dalam śamatha dan vipaśyanā
yang terdiri dari : refleksi dari objek mental yang telah diinterpretasi dan dirubah
oleh proses koginitif melalui
konseptual (savikalpapratibimba).refleksi dari objek mental yang telah diinterpretasi dan dirubah
oleh proses koginitif tetapi bebas dari konseptual (nirvikalpapratibimba).batasan dari entitas [antara konseptual dan
intrinsitik dari fenomena] (vastuparyantatā) ,kesempurnaan
dari pencapaian [kesempurnaan dalam tindakan adidaya] (kāryapariniṣpatti).
Bodhisatva Maitreya bertanya kembali kepada Bhagavan,
Bhagavan , ada berapa kategori objek pengamatan (ālambana
vastu )
dalam kontemplasi śamatha?
Maitreya , hanya satu,
yakni : refleksi dari objek
mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif tetapi bebas dari konseptual (nirvikalpapratibimba).
Bhagavan , ada berapa kategori dari
objek pengamatan (ālambana
vastu) dalam kontemplasi vipaśyanā?
Maitreya , hanya satu, yakni : refleksi
dari objek mental yang telah diinterpretasi dan dirubah
oleh proses koginitif melalui
konseptual (savikalpapratibimba).
Bhagavan , ada berapa kategori objek
pengamatan (ālambana
vastu) dalam gabungan kontempasi dari : śamatha dan vipaśyanā ?
Maitreya ada dua yakni , batasan dari entitas [antara konseptual dan
intrinsitik dari fenomena ] (vastuparyantatā) dan
kesempurnaan dari pencapaian (kāryapariniṣpatti).
Bhagavan , bagaimana seharusnya para Bodhisattva ini mengejar śamatha (śamatha
paryeṣṭin ) dan fasih dalam vipaśyanā (vipaśyanākuśala ) ?
Buddha menjawab :
Maitreya , dua belas divisi uraian untuk pemahanan realitas yang bersifat sementara (dvādaśa aṇga dharma pravacana ) terdiri dari
: uraian (sūtra ) , prosa yang digabungkan dengan ayat (geya ) ayat ataupun
puisi (gāthā) , sebab dan akibat (nidāna) kumpulan
cerita dari kualitas kebajikan para
murid Buddha dan lainnya di kehidupan sebelumnya (itivṛttaka) kumpulan cerita kehidupan lalu dari Buddha (jātaka), kumpulan
cerita dari kekuatan Buddha yang yang tidak terbayangkan (adbhutadharma ), parable dengan
ilustrasi yang digunakan untuk memahami makna mendalam dari ajaran Buddha (avadāna) risalah dogmatis yang berupa diskusi dan tanya jawab
dalam kaitannya dengan ajaran Buddha (upadeśa) kumpulan dari topik
yang tidak disiapkan terlebih dahulu atau ditunjuk tanpa diminta untuk
diuraikan ( udāna) , interprestasi atau makna yang lebih dalam
dari doktrin (vaipulya) dan prediksi
dari Buddha terhadap pencapaian muridnya
di masa yang akan datang (vyākaraṇa) telah saya uraikan kepada para Bodhisattva.
Para
Bodhisattva mendengarkan uraian ini dengan
benar (suśruta), , memahami dan mengingatnya dengan baik (susamāpta), mengakumulasikannya
dengan baik (vacasā
paricita), menganalisa melalui intektual dengan seksama (manasā anvīkṣita) dan memahami
dengan sempurna melalui pandangan yang mendalam
( dṛṣṭyā
suprativida) .
Kemudian
mereka mengisolasikan dirinya sendiri (ekākino rahogatāḥ) dengan berdiam dalam keheningan di pengasingan
(pratisaṃlayana)
dan mengorientasikan kesadaran (manasikṛ) pada objek yang
dijadikan referensi secara
berkesinambungan (samsthāpana), melalui doktrin yang telah mereka renungkan
dengan baik (sucitinta dharma) sebelumnya
dengan mengorientasikan kesadaran secara internal
dalam berkesinambungan (adhyātmikaprabandha) dan inilah yang disebut sebagai mengorientasikan kesadaran dengan tajam.(manasikāra).
Dengan
mengorientasikan kesadaran secara berulang (avasthāpana)
dan dalam jangka waktu yang lama maka kelenturan fisik (kayā praśrabdhi) dan kelenturan mental (citta praśrabdhi) [kebebasan dari
kondisi alam bawah sadar secara fisik maupun mental ] akan tercapai. Ini
disebut sebagai śamatha dan
dengan cara ini para Bodhisattva mengejar
śamatha
(śamatha
paryeṣṭin) dengan
benar.
Pada
saat Bodhisattva telah mencapai kelenturan fisik (kayā praśrabdhi) dan kelenturan mental (citta praśrabdhi) [kebebasan dari
kondisi alam bawah sadar secara fisik maupun mental] dan berdiam dalam kondisi
ini dengan melepaskan semua aspek dari mental (citta ākāra) dan mulai menyelidiki dengan masuk ke dalam (pratyvekṣ) fenomena yang telah mereka renungkan dengan baik sebelumnya ( sucitinta
dharma) dengan keyakinan (adhimuc) , mulai menyelidiki (vicaya), menyelidiki lebih mendalam (pravicaya)
dan menyelidikinya dengan logika (parivirtaka) mempertimbangkannya
dengan mendalam (pāricara) dan pencapaian kesimpulan
dari penyelidikan (parimīmāmsāṃ apatiḥ) mengamati mendalam (darśana), memahami (avabodha ) berdasarkan pencapaian dari realitas yang akan diketahui (kṣānti) yang muncul
sebagai refleksi dari objek mental yang telah diinterpretasi dan dirubah
oleh proses koginitif dalam ruang
lingkup samadhi (samādhigocarapratibimbajñeyārtha).
Ini disebut sebagai vipaśyanā dan dengan cara ini para
Bodhisattva fasih dalam vipaśyanā (vipaśyanākuśala ) dengan benar.
Bhagavan, pada saat sebelum kelenturan fisik (kayā praśrabdhi) dan kelenturan mental (citta praśrabdhi) [kebebasan dari
kondisi alam bawah sadar secara fisik maupun mental ] tercapai ,
bodhisattva mengorientasikan kesadaran dengan tajam terhadap internal (adhyātmika manasikāra ) dengan menggunakan kesadaran sebagai landasan objektif kesadaran (citta ālambaka citta) [kesadaran mengamati kesadaran]
, kontempelasi jenis ini dikategorikan sebagai apa ?
"Maitreya, ini bukan śamatha , melainkan
pengorientasian kesadaran yang tajam
dengan paduan [gabungan] dengan menuju pembebasan yang tidak akan mundur yang
mengarah pada śamatha (śamatha anolomika adhimukti samprayukta manasikāra)
"Bhagavan, pada saat sebelum kelenturan fisik (kayā praśrabdhi) dan kelenturan mental (citta praśrabdhi) [kebebasan dari
kondisi alam bawah sadar secara fisik maupun mental ] tercapai ,
bodhisattva mengorientasikan kesadaran
dengan tajam terhadap internal (adhyātmika manasikāra) berdasarkan dharma yang telah mereka renungkan dengan
baik sebelumnya ( sucitinta dharma)
yang muncul
sebagai refleksi dari objek mental yang telah diinterpretasi dan dirubah
oleh proses koginitif dalam ruang lingkup
samadhi (adyātma samādhigocarapratibimba). kontempelasi jenis ini
dikategorikan sebagai apa ?
Maitreya, ini bukan vipaśyanā. melainkan
pengorientasian kesadaran yang tajam
dengan paduan [gabungan] dengan menuju pembebasan yang tidak akan mundur yang
mengarah pada vipaśyanā (vipaśyanā anolomika adhimukti samprayukta manasikāra ).
Bhagavan, apakah ada perbedaan diantara
jalan śamatha (śamatha mārga ) dengan jalan vipaśyanā (vipaśyanā mārga) ?
"
Maitreya, kedua jalan ini tidak berbeda, tetapi juga
tidak sama , Mengapa ? Kedua jalan ini tidak berbeda karena [bukan saja śamatha
, tetapi] vipaśyanā juga mengamati kesadaran (citta) . Kedua jalan ini
berbeda karena [śamatha] tidak
mengamati refleksi
dari objek mental yang telah diinterpretasi dan dirubah
oleh proses koginitif melalui imaginasi
konseptual (savikalpapratibimba).
Bhagavan,
apakah ada perbedaan diantara refleksi
dari objek mental yang telah
diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif dalam ruang lingkup samādhi (samādhigocarapratibimba
) dengan kesadaran (vijñāna) ?
Maitreya, kedua ini tidak ada perbedaan , Mengapa ?
Karena refleksi dari objek
mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif dalam ruang lingkup samādhi (samādhigocarapratibimba ) hanya merupakan kesadaran [kognitif] (vijñaptimātra) dan bukan diluar dari kesadaran . sebagaimana yang
pernah diinstruksikan bahwa : kesadaran
itu hanya kesadaran yang muncul sebagai objek (ālambanavijñaptimātraprabhāvitmaṃ vijñānaṃ) .
Bhagavan,
jika kedua ini tidak berbeda , bagaimana kesadaran dapat mempersepsikan (utprekṣate) kesadaran itu sendiri ?
Maitreya,
benar , di dunia ini tidak ada
sesuatupun yang bisa mempersepsikan diri sendiri , namun kesadaran yang muncul
itu (evaṃ utpanna citta) akan memanifestasikan analogi seperti cara
ini (evaṃ avabhasate).
Maitreya, hal ini dapat dianalogikan sebagai berikut : satu materi (rūpa) diletakkan
didepan cermin bulat yang jelas . Kita akan selalu mengasumsi bahwa yang kita
persepsikan bukan hanya materi itu saja tetapi juga bayangan dari materi
tersebut [
refleksi dari materi (rūpa) tersebut ] . Dalam kasus ini , bayangan yang muncul
dari cermin ini [diatas
permukaan cermin ] muncul sebagai objek yang berbeda dan independen secara menyeluruh ( bhinna arthavat).
Hal ini juga berlaku sama
untuk kesadaran yang muncul dengan sendirinya sebagai objek yang berbeda dan independen
dari refleksi dari objek mental yang telah diinterpretasi dan dirubah
oleh proses koginitif dalam ruang lingkup
samādhi [dalam vipaśyanā] (vipaśyanā samādhigocarapratibimba)
Bhagavan
, apakah
materi [rupa] mentah dari objek
dari indriya maupun kesadaran kognitif
yangbelum terintepretasi , terbebani maupun terkategori melalui proses kognitif
dari kesadaran yang terhubung dengan
materi [rupa] (rupadyavacittabimba) itu berbeda
atau tidak dengan kestabilan
intrinsitik (svabhavavastita) dari kesadaran (citta) ?
"Maitreya, materi [rupa] mentah dari objek dari indriya maupun kesadaran kognitif yang belum terintepretasi, terbebani maupun terkategori melalui proses kognitif dari kesadaran yang terhubung dengan materi
[rupa] (rupadyavacittabimba) tidak berbeda dengan kestabilan intrinsitik
(svabhavavastita) dari kesadaran tetapi
bagi makhluk hidup belum matang [dalam spriritual] (bala) dan
keliru dalam pemahaman (viparitamati) , tidak akan mengenali materi
[rupa] mentah dari objek dari
indriya maupun kesadaran kognitif
yang belum terintepretasi , terbebani maupun terkategori melalui proses kognitif dari kesadaran yang terhubung dengan materi
[rupa] (rupadyavacittabimba) sebagai
hanya kesadaran kognitif (vijnapti matra) karena mereka belum memahami
(ajnatva) hal ini sebagaimana apa adanya
(yathabhutam)
Bhagavan, pada tahap yang bagaimana dapat
dikatakan seorang Bodhisattva dengan sungguh sungguh mengkontempelasi vipaśyanā secara eksklusif ? "
Maitreya, pada tahap
dimana nimitta dari kesadaran (citta nimitta) di kontempelasi
dengan orientasi kesadaran yang tajam secara terus menerus dan tanpa
gangguan (sarita
manasikāra)
"Bhagavan, pada tahap yang bagaimana
dapat dikatakan seorang Bodhisattva dengan sungguh sungguh mengkontempelasi śamatha secara eksklusif ? "
Maitreya, pada tahap dimana kesadaran yang
berkesimambungan (ānantara citta ) di kontempelasi dengan orientasi kesadaran yang tajam secara
terus menerus dan tanpa gangguan (sarita manasikāra)
"Bhagavan, pada tahap yang
bagaimana dapat dikatakan sebagai
gabungan dari śamatha dan vipaśyanā ?
Maitreya, pada tahap dimana kontempelasi dengan orientasi kesadaran yang tajam hanya berfokus pada satu titik [ bidang kecil] (cittaikagratā)
"Bhagavan, apa yang dimaksud dengan nimitta
dari kesadaran ( citta nimitta)? "
"Maitreya, nimitta dari kesadaran adalah
refleksi dari
objek mental yang telah diinterpretasi dan
dirubah oleh proses koginitif melalui
imaginasi konseptual (savikalpapratibimba)
yang merupakan objek pengamatan dari
vipaśyanā (vipaśyanā ālambana)
"Apa yang dimaksud dengan kesadaran yang
berkesimambungan (ānantara citta )? "
Maitreya, kesadaran yang
berkesimambungan (ānantara citta ) adalah kesadaran yang mengamati yang merupakan
landasan objektif dari śamatha. (śamatha
ālambana)
Bhagavan, bagaimana śamatha dan vipaśyanā mencapai puncak dalam orientasi kesadaran yang berfokus
hanya pada satu titik (cittaikagratā)? "
Maitreya , dengan memahami refleksi
dari objek mental yang telah diinterpretasi dan dirubah
oleh proses koginitif dalam ruang lingkup
samādhi (samādhigocarapratibimba)
hanya merupakan
manifestasi dari kesadaran (vijñaptimātrata) maka śamatha dan vipaśyanā mencapai puncaknya dengan orientasi kesadaran
yang berfokus hanya pada satu titik (cittaikagratā) , dengan
memahami ini maka [
Bodhisattva] dapat
mengorientasikan kesadaran yang mengarah
pada realitas demikian apa adanya ( tathatā).
"Bhagavan, ada berapa jenis vipaśyanā? "
"Maitreya, ada tiga jenis yakni : vipaśyanā nimitta (nimittamayī) , vipaśyanā penyelidikan ( paryeṣaṇāmayī) dan vipaśyanā pengamatan (
pratyavekṣaṇāmayī)
Bhagavan , apa yang dimaksud dengan vipaśyanā jenis nimitta
(nimittamayī) ?
Maitreya , vipaśyanā jenis nimitta (nimittamayī) adalah
vipasyana yang hanya mengkontemplasi nimitta dari refleksi dari objek mental diskriminatif
yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif melalui konseptual dalam ruang lingkup samadhi (samādhigocaravipalka pratibimba)
Bhagavan, apa yang dimaksud dengan vipaśyanā jenis penyelidikan ( paryeṣaṇāmayī)
Maitreya , vipaśyanā jenis penyelidikan ( paryeṣaṇāmayī) adalah vipaśyanā yang mengorientasikan kesadaran hanya refleksi
dari objek mental yang telah diinterpretasi dan dirubah
oleh proses koginitif melalui imaginasi
konseptual dari fenomena yang masih belum dipahami dengan baik (asupratividdhadharma) sehingga dapat
dipahami dengan baik melalui kebijaksanaan (prajñā)
Bhagavan, apa yang
dimaksud dengan vipaśyanā jenis pengamatan
mendalam (
pratyavekṣaṇāmayī) ?
Maitreya, vipaśyanā jenis
pengamatan mendalam ( pratyavekṣaṇāmayī) adalah vipaśyanā yang mengorientasikan kesadaran (manāsikara vipaśyanā) hanya pada refleksi dari objek mental yang telah diinterpretasi dan dirubah
oleh proses koginitif melalui imaginasi
konseptual dari fenomena yang telah dipahami dengan baik (supratividdhadharma) melalui
kebijaksanaan (prajñā) sehingga mencapai pembebasan (vimokṣa) yang bermakna
memberikan sensasi kebahagiaan (sukhasparśnārtham)
Bhagavan, ada berapa jenis śamatha? "
Maitreya,
dalam śamatha
dapat dikategorikan menjadi tiga jenis (trividha) , kategori [pertama]
adalah śamatha jenis kesadaran
yang tanpa jeda [interval] (ānantaryacitttānusāreṇa), kategori
[kedua] adalah
śamatha
jenis kefasihan benar (samāpatti)
yang terdiri dari delapan jenis (aṣṭavidha)
yakni : dhyāna pertama (prathamam dhyānam) , dhyāna kedua ( dvitīiyam dhyānam) , dhyāna ketiga ( tṛīitiyam dhyānam), dan dhyāna keempat
(caturtham
dhyānam), landasan ruang yang tidak terbatas (ākāsānantyāyatana), landasan
kesadaran yang tidak terbatas (vijñānānantyāyatana), landasan ketiadaaan (akiṃcanyāyatana) dan landasan tanpa diskriminasi [kasar] tetapi tidak
tanpa diskriminasi [halus] (naivasaṃ jñānasaṃ jñāyatana) sedangkan kategori[ketiga] adalah śamatha
jenis tidak
berstandar dalam tindakan [tidak
terukur] (apramāṇa atau bhrama vihara ) terdiri dari ada
empat jenis : (caturvidya) : kebajikan
yang tidak berstandar dalam tindakan [
tidak terukur ] (maitrī
apramāṇam) , welas
kasih yang tidak berstandar dalam
tindakan [tidak
terukur] (karuṇā apramāṇam), sukacita yang
tidak berstandar dalam tindakan [ tidak terukur] (
muditā apramāṇam), dan ekuanimitas yang tidak berstandar dalam tindakan [tidak
terukur] (upekṣā apramāṇam)
Bhagavan,
anda
pernah menguraikan śamatha
dan vipaśyanā yang
berkaitan dengan doktirn realitas (dharmāśrita)
dan juga yang tidak berkaitan dengan doktrin realitas (dharmānāśrita), apa yang dimaksud dengan yang
berkaitan dengan doktrin realitas (dharmāśrita) dan yang tidak berkaitan dengan doktrin realitas (dharmānāśrita) ?
Maitreya,
śamatha
dan vipaśyanā yang
berkaitan dengan doktrin realitas (dharmāśrita
) adalah śamatha
dan vipaśyanā yang dicapai
melalui nimitta dari fenomena sesuai
dengan makna yang telah
dipersepsi dan direnungkan (gṛhītacintitadharmanimittānusāreṇa) sedangkan śamatha dan vipaśyanā yang tidak berkaitan dengan doktrin realitas (dharmānāśrita)
adalah śamatha dan vipaśyanā yang
dicapai tergantung pada makna dari fenomena yang telah dipersepsi dan
direnungkan (gṛhītacintitadharmānapeksam)
berdasarkan petunjuk
dan arahan dari orang lain.
Kontemplasi mayat yang sudah membusuk dan berubah warna ataupun ketidakkonstanan dari semua jejak mental yang halus [ faktor pengkondisian] (sarvasaṃskārā anityā iti ) , ataupun ketidakpuasan dari semua jejak mental yang halus [ faktor pengkondisian] (sarvasaṃskārā duḥkhāḥ) , ataupun ketidakhadiran eksistensi diri [instrinsitik] dari semua fenomena (sarvadharmā anātmanā iti) , ataupun kedamaian yang melampaui semua ketidakpuasan (santāṃ nirvāṇam) tetap disebut sebagai yang tidak berkaitan dengan doktrin realitas(dharmānāśrita)
Kontemplasi mayat yang sudah membusuk dan berubah warna ataupun ketidakkonstanan dari semua jejak mental yang halus [ faktor pengkondisian] (sarvasaṃskārā anityā iti ) , ataupun ketidakpuasan dari semua jejak mental yang halus [ faktor pengkondisian] (sarvasaṃskārā duḥkhāḥ) , ataupun ketidakhadiran eksistensi diri [instrinsitik] dari semua fenomena (sarvadharmā anātmanā iti) , ataupun kedamaian yang melampaui semua ketidakpuasan (santāṃ nirvāṇam) tetap disebut sebagai yang tidak berkaitan dengan doktrin realitas(dharmānāśrita)
Maitreya,saya
menginstruksikan kepada mereka yang bersandar
pada doktrin realitas (dharmānusārin) untuk mengkontemplasi [śamatha dan vipaśyanā] yang berkaitan dengan doktrin realitas (dharmāśrita)
karena memiliki indriya tajam ( tikṣṇendriya) dan juga menginstruksikan kepada mereka yang bersandar pada keyakinan (śraddhānusārin) untuk mengkontemplasi
[śamatha dan vipaśyanā] yang tidak berkaitan dengan doktrin realitas (dharmānāśrita) karena memiliki indriya yang tumpul (mṛḍvindriya).
Bhagavan, anda pernah menguraikan śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi objek pengamatan dengan doktrin
terintegrasi (miśradharmālambaka) dan yang mengkontemplasi objek pengamatnan dengan doktrin
tidak terintegrasi (amiśradharmālambaka), apa yang dimaksud dengan śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi objek pengamatan dengan doktrin
terintegrasi (miśradharmālambaka) dan śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi
objek pengamatan dengan doktrin tidak
terintegrasi (amiśradharmālambaka) ?
Maitreya,
śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi objek pengamatan dengan doktrin tidak
terintegrasi (amiśradharmālambaka) adalah jenis śamatha dan vipaśyanā
yang mengkontemplasi dua belas divisi
uraian untuk pemahaman realitas
yang bersifat sementara (dvādaśa aṇga dharma
pravacana ) terdiri dari
: uraian (sūtra ) , prosa yang digabungkan dengan ayat (geya ) ayat ataupun
puisi (gāthā) , sebab dan akibat (nidāna)
kumpulan cerita dari kualitas
kebajikan para murid Buddha dan lainnya di kehidupan sebelumnya (itivṛttaka) kumpulan cerita kehidupan lalu dari Buddha (jātaka), kumpulan
cerita dari kekuatan Buddha yang yang tidak terbayangkan (adbhutadharma), parable dengan
ilustrasi yang digunakan untuk memahami makna mendalam dari ajaran Buddha (avadāna) risalah dogmatis yang berupa diskusi dan tanya jawab
dalam kaitannya dengan ajaran Buddha (upadeśa) kumpulan dari topik
yang tidak disiapkan terlebih dahulu atau ditunjuk tanpa diminta untuk
diuraikan ( udāna) , interprestasi atau makna yang lebih dalam
dari doktrin (vaipulya) dan prediksi
dari Buddha terhadap pencapaian muridnya
di masa yang akan datang (vyākaraṇa) dengan mempersepsi dan merenungkan doktrin (gṛhītacintitadharma) hanya pada topik tertentu saja atau dengan
perkataan lain mempersepsi
dan merenungkan sebagai ketidakterkaitan satu dengan lainnya [secara
individual terpisah satu dengan lainnya ] (pṛtak) dalam meditasi (bhāvanā ) ,
bukan sebagai satu kesatuan (ekantaḥ piṇḍīkṛtya) ataupun objek
pengamatan sebagai individual (asaṃbhinnālambana)
sedangkan
śamatha dan vipaśyanā
yang mengkontemplasi landasan objektif dengan doktrin terintegrasi (miśradharmālambaka) adalah jenis śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi kedua belas
divisi uraian diatas [doktrin] sebagai satu kesatuan (ekantaḥ piṇḍīkṛtya), satu himpunan (ekantaḥ saṃkṣipya) , satu
kondensasi (ekantaḥ piṇḍayitvā) , satu kumpulan dalam pencapaian (ekarāsikṛtya) dan i objek pengamatan sebagai satu realitas
universal (saṃbhinnālambana)
yang mengarah langsung ke
realitas (tatathānimma) , mengakses langsung
realitas demikian apa adanya (tathatāpravaṇa) cenderung menembus realitas demikian apa adanya (tathatāprāgbhāra) yang mengarah
langsung ke penggugahan (bodhinimma), mengakses langsung penggugahan (bodhipravaṇa) cenderung
menembus penggugahan (bodhiprāgbhāra) , yang
mengarah langsung ke melampaui semua ketidakpuasan (nirvāṇanimma) , mengakses
langsung melampaui semua ketidakpuasan (nirvāṇapravaṇa) cenderung menembus melampaui semua ketidakpuasan (nirvāṇaprāgbhāra) , yang
mengarah langsung ke transformasi landasan (āśrayapāravṛttinimma), mengakses langsung transformasi
landasan (āśrayapāravṛttipravaṇa), cenderung
menembus transformasi landasan (āśrayapāravṛttiprāgbhāra) dengan
mengorientasikan kesadaran (manasikāra) berdasarkan prinsip ini maka doktrin luhur
(kuśaladharma) yang tidak terukur
(aprameya) dan tidak
terhitung (asaṃkhyeya) ini dapat
diungkapkan (abhilāpa)
Bhagavan,
anda pernah menguraikan śamatha dan vipaśyanā yang
mengkontemplasi objek pengamatan dari doktrin terintegrasi yang terbatas (parīttamiśradharmālambaka), yang mengkontemplasi objek pengamatan dari
doktrin terintegrasi antara yang terbatas dan tidak terbatas (mahāmiśradharmālambaka) dan yang mengkontemplasi objek pengamatan dari
doktrin terintegrasi yang tidak terbatas (apramāṇamiśradharmālambaka). Apa yang
dimaksud dengan śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi objek pengamatan dari
doktrin terintegrasi yang
terbatas (parīttamiśradharmālambaka), yang mengkontemplasi objek pengamatan dari
doktrin terintegrasi antara yang terbatas dan tidak terbatas (mahāmiśradharmālambaka) dan yang mengkontemplasi objek pengamatan dari
doktrin terintegrasi yang tidak terbatas (apramāṇamiśradharmālambaka)
?
Maitreya, śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi objek pengamatan dari doktrin terintegrasi yang terbatas (parīttamiśradharmālambaka)
adalah śamatha
dan vipaśyanā yang
mengkontemplasi [dua belas
divisi uraian untuk pemahaman
realitas yang bersifat sementara (dvādaśa aṇga dharma pravacana ) terdiri dari
: uraian
(sūtra ) ,
prosa yang digabungkan dengan ayat
(geya
) ayat ataupun puisi (gāthā) ,
sebab dan akibat (nidāna) kumpulan
cerita dari kualitas kebajikan para
murid Buddha dan lainnya di kehidupan sebelumnya (itivṛttaka) kumpulan cerita
kehidupan lalu dari Buddha (jātaka), kumpulan cerita dari kekuatan Buddha yang yang tidak
terbayangkan (adbhutadharma), parable dengan
ilustrasi yang digunakan untuk memahami makna mendalam dari ajaran Buddha (avadāna) risalah dogmatis yang berupa diskusi dan tanya jawab
dalam kaitannya dengan ajaran Buddha (upadeśa) kumpulan dari topik
yang tidak disiapkan terlebih dahulu atau ditunjuk tanpa diminta untuk
diuraikan (udāna) , interprestasi atau makna yang lebih dalam
dari doktrin (vaipulya) dan prediksi
dari Buddha terhadap pencapaian muridnya
di masa yang akan datang (vyākaraṇa) dan dipersepsi (gṛhīta) dan direnungkan (cintita) sebagai
invididual [satu
persatu] (pratyekam) .
śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi objek pengamatan dari doktrin terintegrasi diantara yang terbatas dan tidak terbatas (mahāmiśradharmālambaka) adalah śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi
[dua belas divisi
uraian untuk pemahaman realitas
yang bersifat sementara (dvādaśa aṇga dharma
pravacan) terdiri dari : uraian (sūtra) , prosa yang digabungkan dengan ayat (geya) ayat ataupun
puisi (gāthā) , sebab dan akibat (nidāna)
kumpulan cerita dari kualitas
kebajikan para murid Buddha dan lainnya di kehidupan sebelumnya (itivṛttaka) kumpulan cerita kehidupan lalu dari Buddha (jātaka), kumpulan
cerita dari kekuatan Buddha yang yang tidak terbayangkan (adbhutadharma), parable dengan
ilustrasi yang digunakan untuk memahami makna mendalam dari ajaran Buddha (avadāna) risalah dogmatis yang berupa diskusi dan tanya jawab
dalam kaitannya dengan ajaran Buddha (upadeśa) kumpulan dari topik
yang tidak disiapkan terlebih dahulu atau ditunjuk tanpa diminta untuk
diuraikan (udāna) , interprestasi atau makna yang lebih dalam
dari doktrin (vaipulya) dan prediksi
dari Buddha terhadap pencapaian muridnya
di masa yang akan datang (vyākaraṇa) sebanyak mungkin tetapi dipersepsi (gṛhīta) dan direnungkan (cintita) sebagai satu kesatuan
kolektif (ekanta pindikrtya)
śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi objek
pengamatan dengan doktrin yang tidak
terbatas (apramāṇamiśradharmālambaka)
adalah śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi uraian doktrin yang tidak terbatas (apramāṇadharmadeśanā) dari Tathāgata ataupun fonem ,
susunan kata dari doktrin yang tidak terbatas (apramāṇadharmapadavyañjana) sehingga mencapai
pemahaman yang jelas dan kebijaksaaan yang
berkesinambungan dan tidak berbatas (apramāṇa uttarotaraprajñā pratibhāna)
Bhagavan, bagaimana Bodhisattva menjadi fasih (adigamyante) dalam objek pengamatan dari doktrin terintegrasi (miśradharmālambaka)? "
Maitreya,
Bodhisattva menjadi fasih (adigamyante) dalam objek pengamatan dari doktrin terintegrasi (miśradharmālambaka) karena ada lima
aspek ( pañcabhiḥ kāranaiḥ) yang telah dikuasai
[dipahami
] (veditavyam) sebagai berikut
[yang pertama adalah] orientasi
kesadaran dengan tajam (manasikārakāle) dari momen ke momen ( ksaṇe ksaṇe) untuk menetralisir [
menghentikan ] semua landasan dari kecenderungan mental yang tidak beraturan (sarvadauṣthulyāśrayavinaśana)
[yang kedua adalah] mengatasi semua yang berkaitan dengan
beragam jejak
mental yang halus [faktor pengkondisian](nānāsaṃskārān viṛsjya) untuk mencapai kebahagiaan dalam sukacita terhadap doktrin realitas (dharmānandaprītilābha)
[yang
ketiga adalah] memahami ranah realitas (dharmāloka) yang tidak terukur dalam sepuluh
penjuru (daśadigrapramāṇa) dan
aspek [ dari ranah realitas] yang tidak terbatas (apparicchinna) .
[yang keempat adalah] mencapai
pengetahuan sempurna (parijñāna ) dalam menyempurnakan pelatihan
diri [spiritual] (anuṣṭhānasaṃprayukta) yang berhubungan dengan pembebasan (vimokṣabhāgīya) dan pengetahuan sempurna (parijñāna) terhadap nimitta yang bebas
dari konseptual (nirvikalpanimitta)
dengan benar (samudācāra) .
[yang kelima adalah] mencapai (pariniṣpatti) dharmakāya dengan
sempurna (paripūraṇa) yang merupakan penyebab (hetu) dari kebajikan
tertinggi (uttareṣu
uttama)
dan keberuntungan terunggul (bhadreṣu
bhadratama) yang terliput dengan sempurna dan benar (samyakparigrahaṇa)
Bhagavan, dalam tahapan bodhisattva (bodhisattvabhūmi) , di tahapan (bhūmi ) mana śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi objek
pengamatan sebagai satu kesatuan universal (saṃbhinnālambana) akan mulai
disadari dan ditahapan mana akan tercapai ?
"Maitreya, śamatha
dan vipaśyanā yang
mengkontemplasi objek pengamatan sebagai
satu realitas universal (saṃbhinnālambana) mulai
dipahami dalam tahapan (bhūmi) pertama yakni : tahapan penuh dengan sukacita (pramuditābhūmi) dan tercapai dalam tahapan ketiga yakni : tahapan
ekspansi cahaya (prabhākarībhūmi). Namun demikian , Bodhisattva seharusnya juga tidak lalai dalam śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi objek
pengamatan sebagai satu realitas universal (saṃbhinnālambana).
Bhagavan , apa yang dimaksud samādhi
(samādhi) melalui proses
mental kasar dalam mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap
semua objek pengamatan dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih
sadar dan kebijaksanaan (prajñā) dan proses mental terperinci dalam mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap satu objek
pengamatan saja dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) (savitarkavicāra) ?
apa yang dimaksud samādhi (samādhi) tanpa melalui
proses mental kasar dalam mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap semua objek pengamatan dengan keinginan
bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) dan hanya melalui proses mental terperinci dalam mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap satu objek
pengamatan saja dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) (avitarkavicāramātra) ?
apa yang dimaksud samādhi (samādhi) tanpa melalui proses mental kasar dalam
mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap
semua objek pengamatan dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih
sadar dan kebijaksanaan (prajñā) dan tanpa melalui proses mental terperinci dalam mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap satu objek
pengamatan saja dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) (avitarkavicāra) dalam śamatha dan vipaśyanā ?
Maitreya, samādhi (samādhi) melalui proses mental kasar dalam mengorientasikan
kesadaran [ eling] terhadap
semua objek pengamatan dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih
sadar dan kebijaksanaan (prajñā) dan proses mental terperinci dalam mengorientasikan kesadaran [eling] terhadap satu objek
pengamatan saja dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) (savitarkavicāra) adalah samādhi (samādhi) yang mempersepsi [mengamati] (gṛhīta) nimitta yang jelas
ataupun bersifat kasar (vyakta
sthūla
nimitta) dari fenomena (dharma) melalui
proses mental kasar dalam mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap semua objek pengamatan nimitta yang jelas
ataupun bersifat kasar ( vyakta sthūla nimitta) dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih
sadar dan kebijaksanaan (prajñā)
(vitarkita) ataupun melalui
proses mental terperinci dalam mengorientasikan kesadaran [eling] terhadap satu objek
pengamatan dari fenomena saja dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih
sadar dan kebijaksanaan (prajñā) (vicarika dharma)
samādhi (samādhi) tanpa melalui proses mental kasar dalam
mengorientasikan kesadaran [eling] terhadap
semua objek pengamatan dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih
sadar dan kebijaksanaan (prajñā) dan hanya melalui proses mental terperinci dalam mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap satu objek
pengamatan saja dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) (avitarkavicāramātra) adalah samādhi (samādhi) yang tanpa
melalui proses mental kasar dalam mengorientasikan kesadaran [eling] terhadap semua objek pengamatan nimitta yang jelas
ataupun bersifat kasar (vyakta sthūla nimitta) dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih
sadar dan kebijaksanaan (prajñā) tetapi melalui proses mental terperinci dalam mengorientasikan kesadaran [eling] terhadap satu objek pengamatan nimitta yang bercahaya (prabhā nimitta) dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) dan mengamati hanya dengan menggunakan kesadaran [eling ]
murni saja (smṛtimatrā) yang halus (sūksma).
samādhi (samādhi) tanpa melalui proses mental kasar dalam
mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap
semua objek pengamatan dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih
sadar dan kebijaksanaan (prajñā) dan tanpa melalui proses mental terperinci dalam mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap satu objek
pengamatan saja dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) (avitarkavicāra) adalah samādhi (samādhi) yang hanya mengorientasikan kesadaran [eling ] dengan spontan (nirabhogena) terhadap
semua fenomena maupun semua nimitta.
Selain itu, Maitreya, śamatha dan vipaśyanā melalui penyelidikan
(paryeṣaṇāmaya) adalah samādhi (samādhi) melalui proses mental kasar dalam mengorientasikan
kesadaran [eling] terhadap
semua objek pengamatan dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih
sadar dan kebijaksanaan (prajñā) dan proses mental terperinci dalam mengorientasikan kesadaran [ eling]
terhadap satu objek pengamatan saja
dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) (savitarkavicāra)
.
.
śamatha dan vipaśyanā melalui pengamatan
mendalam dan diskriminasi (pratyavekṣaṇāmaya) adalah samādhi (samādhi) tanpa melalui proses mental kasar dalam
mengorientasikan kesadaran [eling] terhadap
semua objek pengamatan dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih
sadar dan kebijaksanaan (prajñā) dan hanya melalui proses mental terperinci dalam mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap satu objek
pengamatan saja dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) (avitarkavicāramātra) .
śamatha dan vipaśyanā yang
mengamati objek pengamatan terintegrasi
dengan doktrin (miśradharmālambaka) adalah samādhi (samādhi) tanpa
melalui proses mental kasar dalam mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap semua objek pengamatan dengan keinginan
bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) dan tanpa melalui proses mental terperinci dalam mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap satu objek
pengamatan saja dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar dan kebijaksanaan (prajñā) (avitarkavicāra)
Bhagavan, bagaimana mengatasi kesadaran [eling]
tergejolak oleh kegiuran terhadap kesenangan (citta auddhatya)
? bagaimana mengatasi kesadaran lembam [ kusam] (citta laya) dan mencapai samādhi
dengan spontan (nirabhoga)?
Maitreya , pada saat kesadaran [eling]
tergejolak oleh kegiuran terhadap kesenangan (citta auddhatya) ataupun
kesadaran [eling] akan terstimulasi
dengan cepat (udvega)
oleh gejolak yang muncul dari kegiuran terhadap kesenangan maka kesadaran diorientasikan
pada fenomena yang dapat membawa ketenangan (udvegam āpadatya dharma) atau pada
kesadaran secara berkesinambungan (anantaryacitta)
Maitreya , pada tahap dimana kesadaran lembam [ kusam]
(citta laya) ataupun pada saat kesadaran
[eling] akan terstimulasi dengan cepat oleh kelembaman [ kekusamam] maka kesadaran [eling] diorientasikan dengan tajam pada fenomena yang dapat membawa kesenangan
ataupun pada
nimitta dari kesadaran (cittanimitta).
Maitreya, dalam
mengkontemplasi hanya pada jalan śamatha
(śamatha
mārga) , atau hanya pada jalan vipaśyanā (vipaśyanā mārga) ataupun dalam mengkontemplasi
gabungan dari dua jalan (yuganaddha
mārga) dimana telah
mencapai tahapan samādhi
yang lebih tinggi dengan tanpa [usaha] secara
berkesinambungan (svarasena pravartate) dan tanpa
terinterupsi oleh dua kondisi mental yang tidak berguna (upakleśa)[kegiuran] terhadap kesenangan dan kelembaman] dalam jangka
waktu yang cukup lama maka dikatakan telah
mampu mencapai samādhi
dengan spontan (nirabhoga)
Bhagavan, pada saat Bodhisattva telah mencapai kontemplasi sarnatha dan
vipasyana harus melanjutkan latihan (śikṣa ) untuk menjadi seseorang yang memiliki
kefasihan dalam penguasaan analitikal yang berhubungan dengan intepretasi
sintaksis dari doktrin realitas (dharmapratisaṃvedin) ataupun menjadi seseorang yang memiliki
kefasihan dalam penguasaan
analitikal yang berhubungan dengan interpretasi
makna dari doktrin realitas [ menguasai semua uraian
doktrin yang diuraikan oleh Buddha dan mampu menjelaskannya dengan memungkinkan
semua makna muncul dalam satu makna] (
arthapratimsaṃvedin) , Apa yang dimaksud dengan seseorang yang memiliki
kefasihan dalam
penguasaan analitikal yang berhubungan dengan intepretasi sintaksis dari doktrin realitas (dharmapratisaṃvedin) dan seseorang yang
memiliki kefasihan dalam penguasaan analitikal yang berhubungan
dengan interpretasi makna dari doktrin
realitas (
arthapratimsaṃvedin) ?
Maitreya, seseorang yang memiliki
kefasihan dalam penguasaan
analitikal yang berhubungan dengan intepretasi
sintaksis dari doktrin realitas (dharmapratisaṃvedin) adalah
seseorang yang fasih dalam penguasaan
analitikal yang berhubungan dengan intepretasi
sintaksis melalui lima aspek (pañcavidhā) yang terdiri dari : akar kata (nāman ) , susunan
kata (pada) , fonem (vyañjana) , ketidak terkaitan satu dengan yang lain sebagai individual [akar kata, susunan kata dan fonem] (pṛthak) dan keterkaitan satu dengan lainnya sebagai
satu kesatuan [akar kara , susunan kata dan fonem] (saṃgrahata).
Apa yang dimaksud dengan akar kata (nāman)? Akar
kata (nāman) adalah susunan [dari sistem simbol yang tertera pada media untuk mengungkapkan unsur-unsur yang
ekspresif dalam suatu bahasa ](akṣara ) yang merepresentasikan ide [konsep]
(saṃjñaprajñapti) dalam mengungkapkan intirinsitik (svabhāva) ataupun perbedaan (viśesa) [ kepada yang direspresentasikan ] baik itu sebagai : kondisi mental yang tidak berguna (sāṃkleśika) ataupun fenomena murni (vaiyavadānikadharma)
Apa yang dimaksud dengan susunan kata (pada) ? susunan kata (pada) tergantung pada kumpulan akar kata (namankāya) yang saling berasosiasi dalam memberikan makna berdasarkan konseptual (anuvyavaharārtham) baik itu sebagai kondisi
mental yang tidak berguna (sāṃkleśika) ataupun fenomena murni (vaiyavadānikadharma)
Apa
yang dimaksud dengan fonem (vyañjana) ? fonem (vyañjana) [istilah linguistik
yang berupa bunyi dan
merupakan satuan terkecil dalam sebuah bahasa yang masih bisa menunjukkan perbedaan
makna yang ] (vyañjana) itu sama
dengan aksara [
sistem simbol yang tertera pada media untuk mengungkapkan unsur-unsur yang ekspresif dalam suatu
bahasa ](akṣara ) yang berdasarkan dua kumpulan diatas [ akar kata dan susunan kata ]
Apa yang dimaksud dengan ketidak terkaitan satu dengan yang lain [ akar kata , susunan kata dan fonem] (pṛthak)
? ketidak terkaitan satu dengan yang lain [ akar kata ,
susunan kata dan fonem] (pṛthak)
adalah pemahaman yang berkaitan dengan
orientasi kesadaran dalam
mengkontemplasi objek pengamatan sebagai individual (asaṃbhinnālambana) [ akar kata , susunan kata dan fonem]
Apa yang dimaksud dengan keterkaitan satu
dengan lainnya sebagai satu kesatuan [ nama , susunan kata dan ekspresi] (saṃgrahata) ? keterkaitan satu dengan lainnya sebagai
satu kesatuan [nama , susunan kata dan fonem] (saṃgrahata) adalah pemahaman yang berkaitan dengan
orientasi kesadaran dalam
mengkontemplasi objek pengamatan sebagai satu kesatuan universal (saṃbhinnālambana)
[
dari nama , susunan kata dan fonem]
Semua kelompok diatas merupakan penguasaan
analitikal yang berhubungan dengan intepretasi
sintaksis dari doktrin realitas (dharmapratisaṃvid ) dan dengan cara demikian Bodhisattva menjadi seseorang yang fasih dalam penguasaan analitikal yang berhubungan
dengan intepretasi sintaksis dari
doktrin realitas (dharmapratisaṃvedin)
Selanjutnya , seseorang yang fasih dalam penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna dari doktrin realitas [
menguasai semua doktrin yang diuraikan
oleh Buddha dan mampu menjelaskannya dengan memungkinkan semua makna muncul
dalam satu makna] (arthapratimsaṃvedin) adalah
seseorang fasih dalam penguasaan
analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna (artha) dapat dikategorikan dalam empat alternatif yang terdiri dari : sepuluh aspek (daśadhāvidha), lima aspek (pañcavidha) , empat aspek (caturvidha) dan
tiga aspek dari makna yang dinterpretasikan
Maitreya, [alternatif yang
pertama]
adalah penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna (arthapratimsaṃvid) dalam sepuluh aspek (daśadhāvidha)
yang terdiri dari : penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi
makna (artha) : ntrinstitik dari batasan
(yāvattā) , instrinsitik dari realitas demikian apa
adanya (yathāvattā) , makna dari yang
mengetahui [sebagai
subjek] (grāhakārtha) , makna dari yang diketahui [sebagai objek] (grāhyārtha) makna dari ranah (stanārtha) , makna dari objek yang memberikan kenikmatan (boghārtha) , makna dari kekeliruan (vipayārsārtha) ,
makna dari ketidak keliruan (avipayārsārtha)
, makna dari
kondisi mental yang tidak berguna (saṃkleśārtha
) dan
makna dari pemurnian (vyavadānārtha)
Maitreya,penguasaan
analitikal yang berhubungan dengan
interpretasi makna (artha) intrinstik dari batasan (yāvattā) berkaitan dengan batasan yang membedakan semua kondisi mental
yang tidak berguna (sāṃkleśika) dengan fenomena
murni (vaiyavadānikadharma) berdasarkan eksistensi relatif dimana
mencakup semua kategori ( sarvākāraprabhedaparyanta) dari kelompok
dari [lima] agregat (skandha), kelompok dari [enam] landasan internal (ādhyātmikāyatana) dan kelompok
dari [enam]
landasan eksternal (bāhyāyatana)
Maitreya, penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna (artha) instrinsitik dari realitas demikian apa adanya (yathāvattā) berkaitan realitas demikian apa adanya ( tathatā) dari kondisi mental yang tidak berguna (sāṃkleśika) fenomena murni (vaiyavadānikadharma) dimana realitas demikian apa adanya ( tathatā) dianalisis dalam tujuh aspek (saptavidha) yakni :[1] realitas demikian apa adanya dari transformasi ( pravṛtti tathata ) yang berkaitan dengan ketiadaan awal dan ketiadaan akhir dari kelompok jejak mental yang halus (saṃskārāṇām anavarāgratā) [2] realitas demikian apa adanya dari karakteristik (lakṣaṇa tathatā) yang berkaitan dengan ketidak hadiran eksistensi diri [instrinsitik] sebagai satu individual dan ketidak hadiran eksistensi diri [instrinsitik] dari fenomena dalam semua fenomena ( dharmāṇām pudgalanairātmyaṃ dharmanairātmyaṃ ca)[3]realitas demikian apa adanya dari kesadaran kognitif (vijñapti tathatā) yang berkaitan dengan jejak mental yang halus yang merupakan kesadaran kognitif (saṃskārāṇām vijñapti ca ) [itu sendiri.][4]realitas demikian apa adanya dari kemapanan pendirian (saṃniveśata tathatā) yang berkaitan dengan kebenaran [mulia] dari ketidakpuasan ( duḥkhasatya) dimana telah saya uraikan sebelumnya[5] realitas demikian apa adanya dari tindakan yang keliru (mithyāpratipatti tathatā) yang berkaitan dengan kebenaran [ mulia] dari sumber ketidakpuasan ( samudayasatya) dimana telah saya uraikan sebelumnya[6]realitas demikian apa adanya dari pemurnian (viśuddhitathatā) yang berkaitan dengan kebenaran [mulia] dari penghentian ketidakpuasan (nirodhasatya) dimana telah saya uraikan sebelumnya[7]Realitas dari tindakan yang benar (samyak pratipatti tathatā) adalah kebenaran [ mulia] dari jalan [ menuju penghentian ketidak puasan ] (mārgasatya) dimana telah saya uraikan sebelumnya
Maitreya, dalam keterkaitannya dengan realitas demikian apa adanya dari transformasi (pravṛtti tathata) , realitas demikian apa adanya dari kemapanan pendirian (saṃniveśata tathatā) dan realitas demikian apa adanya dari tindakan yang keliru ( mithyāpratipatti tathatā) maka semua makhluk (sattva) adalah setara (tulya) dan sama (sama ) . Dalam keterkaitannya dengan realitas demikian apa adanya dari karakteristik (lakṣaṇa tathatā) dan realitas demikian apa adanya dari kesadaran kognitif (vijñapti tathatā) maka semua fenomena adalah setara dan sama . Dalam keterkaitannya dengan realitas demikian apa adanya dari pemurnian (viśuddhitathatā) maka penggugahan Śravaka (śrāvakabodhi) , penggugahan Pratyekabuddha ( pratekyabuddhabodhi ) dan penggugahan sempurna yang tidak tertandingi (anuttarāsaṃyaksaṃbodhi) adalah sama dan setara. Dalam keterkaitannya dengan karena realitas demikian apa adanya dari tindakan yang benar (samyak pratipatti tathatā) maka pengetahuan yang diperoleh dari pendengaran , pembelajaran, penyelidikan (śravaṇa) dan śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi landasan objektif dengan doktrin terintegrasi (miśradharmālambaka) adalah setara dan sama
Maitreya, penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna (artha) instrinsitik dari realitas demikian apa adanya (yathāvattā) berkaitan realitas demikian apa adanya ( tathatā) dari kondisi mental yang tidak berguna (sāṃkleśika) fenomena murni (vaiyavadānikadharma) dimana realitas demikian apa adanya ( tathatā) dianalisis dalam tujuh aspek (saptavidha) yakni :[1] realitas demikian apa adanya dari transformasi ( pravṛtti tathata ) yang berkaitan dengan ketiadaan awal dan ketiadaan akhir dari kelompok jejak mental yang halus (saṃskārāṇām anavarāgratā) [2] realitas demikian apa adanya dari karakteristik (lakṣaṇa tathatā) yang berkaitan dengan ketidak hadiran eksistensi diri [instrinsitik] sebagai satu individual dan ketidak hadiran eksistensi diri [instrinsitik] dari fenomena dalam semua fenomena ( dharmāṇām pudgalanairātmyaṃ dharmanairātmyaṃ ca)[3]realitas demikian apa adanya dari kesadaran kognitif (vijñapti tathatā) yang berkaitan dengan jejak mental yang halus yang merupakan kesadaran kognitif (saṃskārāṇām vijñapti ca ) [itu sendiri.][4]realitas demikian apa adanya dari kemapanan pendirian (saṃniveśata tathatā) yang berkaitan dengan kebenaran [mulia] dari ketidakpuasan ( duḥkhasatya) dimana telah saya uraikan sebelumnya[5] realitas demikian apa adanya dari tindakan yang keliru (mithyāpratipatti tathatā) yang berkaitan dengan kebenaran [ mulia] dari sumber ketidakpuasan ( samudayasatya) dimana telah saya uraikan sebelumnya[6]realitas demikian apa adanya dari pemurnian (viśuddhitathatā) yang berkaitan dengan kebenaran [mulia] dari penghentian ketidakpuasan (nirodhasatya) dimana telah saya uraikan sebelumnya[7]Realitas dari tindakan yang benar (samyak pratipatti tathatā) adalah kebenaran [ mulia] dari jalan [ menuju penghentian ketidak puasan ] (mārgasatya) dimana telah saya uraikan sebelumnya
Maitreya, dalam keterkaitannya dengan realitas demikian apa adanya dari transformasi (pravṛtti tathata) , realitas demikian apa adanya dari kemapanan pendirian (saṃniveśata tathatā) dan realitas demikian apa adanya dari tindakan yang keliru ( mithyāpratipatti tathatā) maka semua makhluk (sattva) adalah setara (tulya) dan sama (sama ) . Dalam keterkaitannya dengan realitas demikian apa adanya dari karakteristik (lakṣaṇa tathatā) dan realitas demikian apa adanya dari kesadaran kognitif (vijñapti tathatā) maka semua fenomena adalah setara dan sama . Dalam keterkaitannya dengan realitas demikian apa adanya dari pemurnian (viśuddhitathatā) maka penggugahan Śravaka (śrāvakabodhi) , penggugahan Pratyekabuddha ( pratekyabuddhabodhi ) dan penggugahan sempurna yang tidak tertandingi (anuttarāsaṃyaksaṃbodhi) adalah sama dan setara. Dalam keterkaitannya dengan karena realitas demikian apa adanya dari tindakan yang benar (samyak pratipatti tathatā) maka pengetahuan yang diperoleh dari pendengaran , pembelajaran, penyelidikan (śravaṇa) dan śamatha dan vipaśyanā yang mengkontemplasi landasan objektif dengan doktrin terintegrasi (miśradharmālambaka) adalah setara dan sama
Maitreya, penguasaan analitikal yang berhubungan
dengan interpretasi makna dari yang
mengetahui [sebagai
subjek] (grāhakārtha) berkaitan dengan lima landasan indriya dari jasmani [ indriya dari : penglihatan
(cakṣur), pendengaran
(śrotra)
, penciuman (ghrāṇa) , pengecap (jihva)
, peraba[
jasmani] (kāya) ] (pañca rūpyāyatana) dan citta , manas , vijñāna
yang mempersepsi beragam fenomena dari mental (caitasikadharma )
Maitreya,
penguasaan analitikal yang
berhubungan dengan interpretasi makna dari yang
diketahui [sebagai objek] (grāhyārtha
)
adalah enam landasan eksternal [bentuk visual (rūpa), suara (śabda), bau (gandha),
rasa (rasa) , sentuhan (spraṣṭavya) dan
fenomena (dharma)
](ṣaḍ bāhyāyatana) atau dengan perkataan
lain yang
diketahui [sebagai objek] (grāhya ) juga merupakan
objek dari yang mengetahui [sebagai subjek] (grāhakārtha
)
.
.
Maitreya,
penguasaan analitikal yang berhubungan dengan
interpretasi makna dari ranah (stanārtha)
berkaitan
dengan ranah
eksistensi dari materi [ kasar dan halus] (lokadhātu) dalam ranah eksistensi dari
makhluk hidup ( sattvadhātu) yang jumlahnya dapat dianalogikan sebagai berikut : kelompok ( grāma), seratus (śata) , seribu (sahasra) ataupun seratus ribu (lakṣa) kelompok ,massa
daratan yang berbatasan dengan samudra (samudramaryādābhūmi) seratus (śata) , seribu (sahasra) ataupun seratus ribu (lakṣa) massa daratan yang berbatasan dengan samudra ataupun
jambudvīpa (jambudvīpa) seratus (śata) , seribu (sahasra) ataupun seratus ribu (lakṣa) jambudvīpa ataupun empat
benua (caturdvipaka) seratus (śata) , seribu (sahasra) ataupun seratus ribu (lakṣa) empat benua
ataupun mutasi
dari ranah eksistensi ber materi [ kasar dan
halus] (
sāhasracūḍiko
lokadhātu ) ,
seratus (śata) , seribu (sahasra) ataupun seratus ribu (lakṣa) mutasi dari ranah eksistensi ber materi [ kasar dan halus] ataupun dua kali
mutasi dari ranah eksistensi ber materi [ kasar dan halus] menengah
(dvisāhasro madyamo lokadhātu) seratus (śata) , seribu (sahasra) ataupun seratus ribu (lakṣa) dua kali
mutasi dari ranah eksistensi ber materi [ kasar dan halus] menengah ataupun
tiga kali mutasi dari ranah eksistensi ber materi [ kasar dan
halus] yang tak terhingga ( trisāhasramahāsāhasro
lokadhātu) seratus (śata) , seribu (sahasra) ataupun seratus ribu (lakṣa) tiga kali mutasi dari dari ranah eksistensi ber
materi [ kasar dan halus] ataupun
hingga termutasi menuju tak terhingga seperti partikel terkecil (paramāṇu) yang tak terhingga dalam mutasi dari ranah
eksistensi ber materi [ kasar dan halus] yang tak terhingga ( trisāhasramahāsāhasro
lokadhātu) yang meliputi sepuluh penjuru (daśadik) dalam jumlah yang tidak terhingga (asaṃkhya
) dan tidak terbatas (aprameya)
Maitreya,
penguasaan analitikal yang
berhubungan dengan interpretasi makna dari objek yang memberikan kenikmatan (boghārtha) berkaitan dengan kepemilikan asset [yang
berhubungan dengan kebutuhan hidup] (parigraha)
dari makhluk hidup (sattva)
dalam
keterkaitannya dengan pencapaian penguasaan dari disiplin [
terhadap kebutuhan hidup] (pariṣkāravaśitā) [ salah satu dari
penguasaan(vaśitā) dari bodhisattva]
Maitreya, penguasaan analitikal yang berhubungan
dengan interpretasi makna dari kekeliruan (vipayārsārtha) berkaitan dengan kekeliruan
dalam konsep [ide] (samjñāvipayārsa), kekeliruan dalam kesadaran (cittavipayārsa), kekeliruan dalam
pandangan (dṛṣṭivipayārsa) yang berkaitan dengan objek sebenarnya yang
mengetahui (grāhakādyartheṣu) misalnya dalam mempersepsi ketidak konstanan (anitya)
menjadi kekonstanan (nitya) , mempersepsi ketidakpuasan (duḥkha) menjadi kebahagiaan (sukha) , mempersepsi ketidakbajikan (aśuci) menjadi kebajikan
(śuci) ataupun mempersepsi ketidakhadiran
eksistensi [intrinsitik ] (anātman) menjadi eksistensi i[ntrinsitik] (ātman)
Maitreya,
penguasaan analitikal yang berhubungan
dengan interpretasi makna dari
ketidak keliruan (avipayārsārtha)
bekaitan dengan semua yang berlawanan (tadviparītam) dengan
kekeliruan (vipayārsa) dan juga merupakan penangkal (pratipakṣa) dari kekeliruan(vipayārsa)
Maitreya, penguasaan analitikal yang berhubungan
dengan interpretasi makna dari
kondisi mental yang tidak berguna (saṃkleśārtha)
yang berkaitan dengan tiga jenis (trividha) kondisi
mental yang tidak berguna (saṃkleśā ) yakni: kondisi mental yang tidak berguna yang merupakan kondisi mental yang tidak berguna dari tiga ranah eksistensi (traidhātukakleśasaṃkleśa), kondisi mental
yang tidak berguna dari tindakan (karmasaṃkleśa), dan kondisi mental
yang tidak berguna dari pemunculan (utpādasaṃkleśa)
Maitreya, penguasaan analitikal yang berhubungan
dengan interpretasi makna dari
pemurnian (vyavadānārtha) berkaitan dengan faktor
menuju penggugahan (bodhipakṣyadharma) yang menetralisir [ mengatasi ] tiga kelompok kondisi mental yang tidak berguna (saṃkleśā saṃgṛhīta)
Maitreya, penjelasan
diatas merupakan penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi
makna(arthapratimsaṃvid) dalam sepuluh aspek (daśadhāvidha) .
Maitreya, [alternatif yang kedua] adalah penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna (arthapratimsaṃvid) dalam lima aspek (pañcavidha) yang terdiri dari
substansi yang
dipahami [dipersepsi
] dengan sempurna ( parijñeyavastu),
yang dipahami [ dipersepsi ] secara umum
dengan sempurna ( parijñeyārtha) , pengetahuan sempurna (parijñāna) ,
pencapaian pengetahuan
sempurna (parijñānaphalalābha) dan
pemahaman dari kebijaksanaan (tatprajñāpana)
Maitreya,
penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna dari
substansi yang dipahami
[dipersepsi
] dengan
sempurna ( parijñeyavastu) berkaitan dengan semua yang dipahami [dipersepsi] (sarvajñeya) dan yang
diselidiki (draṣṭavyam) sebagai agregat (skandha), landasan internal (ādhyātmikāyatana) dan landasan eksternal (bāhyāyatana).
Maitreya, penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna dari yang dipahami [dipersepsi] secara umum dengan sempurna ( parijñeyārtha) berkaitan
dengan semua aspek yang berbeda dari semua yang dipahami [ dipersepsi] baik sebagai realitas
konvensional (saṃvṛti) ataupun realitas tertinggi (paramārtha) , baik sebagai kualitas yang tidak berguna (doṣa) ataupun kualitas
yang berguna (guṇa) , baik sebagai kondisi, (pratyaya)
ataupun waktu (kāla), baik sebagai kemunculan
(utpāda), kestabilan (sthiti) ataupun penguraian
[disintegrasi] (vināśa) ,baik sebagai penyakit (vyāndhi) , ketidakpuasan (duḥkha) , sumber [ ketidak puasan] (samudaya) dan sebagainya , baik sebagai realitas demikian apa adanya (tathatā) , realitas absolute (bhūtakoti) , ranah realitas (dharmadhātu) , baik sebagai satu kesatuan (saṃgraha) sebagai bagian terpisah [individual] (vigraha) , baik
sebagai penjelasan yang bersifat
mengkategorikan ( ekāṃśena vyākaraṇa) , penjelasan yang
bersifat analitikal (vibhajya
vyākaraṇa) penjelasan yang
bersifat berlawanan [dengan
mengajukan pertanyaan kembali] (paripṛcchāvyākaraṇa), penjelasan yang bersifat menolak
pertanyaan [tidak memberikan penjelasan] (sthāpanīyavyākaraṇa) , yang
tidak diungkapkan (guhya) yang diungkapkan (kīrtana) maupun yang
sejenisnya (evaṃjatīya)
Maitreya, penguasaan
analitikal yang berhubungan dengan
interpretasi makna pengetahuan sempurna (parijñāna) berkaitan
semua yang selaras dengan faktor
menuju penggugahan (bodhipakṣyadharma) yang meliputi landasan kesadaran [eling] murni (smṛtyupasthāna), usaha yang benar [ agung] (samyakprahāṇa) dan sebagainya, disamping itu juga berkaitan dengan kedua
realitas [realitas tertinggi dan realitas konvensional].
Maitreya,
penguasaan analitikal yang berhubungan
dengan interpretasi makna dari
pencapaian pengetahuan sempurna (parijñānaphalalābha) berkaitan dengan kedisplinan
yang menetralisir keinginan (rāga) kebencian ( dveṣa), dan delusi (moha), pencapaian [hasil] yang
berhubungan dengan spiritual (śramaṇyaphala) dimana
semua keinginan kebencian dan delusi akan ternetralisr dalam aktualisasi penghentian [realisasi] (sākṣātkāra) dengan memunculkan kualitas kebajikan keduniawian dan melampaui keduniawian (
laukika lokottara) yang
berdiam dalam landasan yang sama ataupun landasan yang tidak sama ( sādhāraṇa asādhāraṇa) dari Śrāvaka maupun Tathāgata.
Maitreya, penguasaan
analitikal yang berhubungan dengan
interpretasi makna dari kebijaksanaan
dalam menguraikan [doktrin] (tatprajñāpana) berkaitan dengan penguraian doktrin yang menghasilkan
aktualisasi penghentian [realisasi] (sākṣātkṛtadharma) , penguraian pengetahuan
mendalam dari pembebasan (vimuktijñāna) dan penyebaran
(vistareṇa) instruksi (deśanā) yang memanistasikan penggugahan (saṃprakāśana) kepada pihak lain.
Maitreya, penjelasan
diatas merupakan penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi
makna (arthapratimsaṃvid) yang dikelompokkan (saṃgṛhīta) dalam lima aspek (pañcavidha)
Maitreya, [alternatif yang ketiga] adalah penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna (arthapratimsaṃvid) dalam empat aspek (caturvidhā) yang terdiri
dari makna dari kemelekatan [ikatan] dari kesadaran
( cittādanārtha) , makna dari jejak mental dari kesadaran tidak berbeda dengan pengalaman ( anubhavārtha) , makna dari kognisi ( vijñāptyārtha) dan makna dari
kondisi mental yang tidak berguna dan
murni (saṃkleśāvyavadānārtha)
Maitreya, penjelasan
diatas merupakan penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi
makna(arthapratimsaṃvid) yang
dikelompokkan (saṃgṛhīta) dalam empat aspek (caturvidhā)
Maitreya, [alternatif yang empat] adalah penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna (arthapratimsaṃvid) dalam tiga aspek (trividhā) yang terdiri dari makna dari
fonem ( vyañjanārtha) ,
makna dari makna ( arthārtha) , dan makna dari pemahaman verbal (dhātvartha)
Maitreya, penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna (arthapratimsaṃvid) dari fonem
berkaitan dengan kumpulan dari nama ( nāmakāyādi)
Maitreya, analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna (arthapratimsaṃvid) dari
makna (arthārtha) berkaitan dengan sepuluh
aspek [ perbedaan
dalam karakteristik (lakṣaṇa) yang terdiri
dari karakteristik dari realitas (tattvalakṣaṇa) , karakteristik
dari pengetahuan sempurna (parijñānalakṣaṇa) ; karakteristik dari usaha (prahāṇalakṣaṇa) ; karakteristik
dari aktualisasi penghentian [realisasi] (sākṣātkāralakṣaṇa) , karakteristik dari kontemplasi [meditasi] (bhāvanālakṣaṇa) ,karakteristik yang
membedakan manifestasi dari karakteristik realitas (tattvalakṣaṇader ākāraprabhedalakṣaṇa) , karakteristik keterkaitan
yang berkesinambungan [ tanpa jeda] dari yang dilekati dan landasan [kesaling tergantungan dari objek dan subjek] (āśrāyaśritaprabandhalakṣaṇa) karakteristik
dari fenomena yang berulang dengan interval
yang menghalangi pengetahuan mendalam yang sempurna (parijñānader antarāyikadharmalakṣaṇa) , karakteristik dari [kualitas] yang
menguntungkan dan merugikan dari yang bukan pengetahuan mendalam yang
sempurna dan juga dari pengetahuan mendalam yang sempurna (aparijñāna parijñānader
adinavānusaṃsālakṣaṇa)
Maitreya, penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna (arthapratimsaṃvid) dari makna dari pemahaman
verbal (dhātvartha) yang
berkaitan dengan ranah eksistensi (lokadhātu), ranah makhluk hidup (sattvadhātu) , ranah dari realitas
(dharmadhātu) ranah dari kedisiplinan
yang berkaitan dengan moralitas (vinayadhātu) dan ranah dari metode kedisiplinan yang berkaitan dengan
moralitas (vinayopāyadhātu)
Maitreya, penjelasan
diatas merupakan penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi
makna(arthapratimsaṃvid) yang
dikelompokkan (saṃgṛhīta) dalam tiga aspek (trividhā)
Bhagavan, apa perbedaan antara penguasaan analitikal yang berhubungan
dengan interpretasi makna(arthapratimsaṃvid) melalui
kebijaksanan yang direalisasikan dari
mendengarkan (śrutamayī prajñā) , melalui
kebijaksanaan yang direalisasikan dari merenungkan (cintāmayī prajñā) dan melalui kebijaksanan yang direalisasikan dari kontemplasi [ meditasi] (bhāvanāmayi prajñā) ?
Maitreya, melalui kebijaksanan yang direalisasikan dari mendengarkan (śrutamayī prajñā) berhubungan dengan fonem (vyañjanāśrita) dan berdasarkan penjelasan makna secara harfiah (yathāruta) dimana tujuan [ maksud] (abhisaṃdhi) [dari fonem] masih tidak mampu untuk
dipahami dan juga tidak beraspirasi
dengan ekstrim (anabhimukha) melainkan berjalan sesuai dengan pembebasan dimana makna yang berhubungan dengan pembebasan (vimokṣānulomika) juga masih tidak
mampu untuk disadari.
Maitreya, melalui kebijaksanaan yang direalisasikan dari merenungkan (cintāmayī prajñā)
juga berhubungan dengan fonem (vyañjanāśrita) tetapi tidak berdasarkan makna secara harfiah (yathāruta ) dimana tujuan [ maksud] (abhisaṃdhi) [dari fonem] telah
dapat dipahami dan juga
tidak beraspirasi dengan ekstrim (anabhimukha) melainkan berjalan
sesuai dengan pembebasan dimana makna
yang berhubungan dengan pembebasan (vimokṣānulomika) telah mampu untuk disadari.
Maitreya, melalui
kebijaksanan yang direalisasikan dari kontemplasi [ meditasi] (bhāvanāmayi prajñā) berhubungan dengan fonem (vyañjanāśrita) dan juga tidak berhubungan dengan fonem
, berdasarkan penjelasan makna
secara harfiah (yathāruta) dan juga tidak berdasarkan penjelasan makna secara harfiah dimana tujuan [maksud] (abhisaṃdhi) [dari fonem] telah
dipaham melalui aktualisasi dari refleksi dari objek mental yang telah diinterpretasi dan dirubah
oleh proses koginitif dalam ruang lingkup samādhi yang berhubungan dengan objek sebenarnya yang akan diketahui [diselidiki](jñeyavastusabhāgasamādhigocarapratimbimba) dan juga tidak beraspirasi dengan ekstrim (anabhimukha) melainkan berjalan sesuai dengan pembebasan dimana makna
yang berhubungan dengan pembebasan (vimokṣānulomika) juga telah mampu untuk disadari.
Maitreya , demikianlah perbedaan diantara penguasaan
analitikal yang berhubungan dengan
interpretasi makna(arthapratimsaṃvid) melalui
kebijaksanan yang direalisasikan dari
mendengarkan (śrutamayī prajñā) , melalui
kebijaksanaan yang direalisasikan dari merenungkan (cintāmayī prajñā) dan melalui kebijaksanan yang direalisasikan dari kontemplasi [ meditasi] (bhāvanāmayi prajñā).
Bhagavan, pengetahuan mendalam (jñāna) dan pengamatan
mendalam (darśana) dalam kontemplasi penguasaan analitikal yang berhubungan dengan
intepretasi sintaksis dari doktrin
realitas (dharmapratisaṃvid) dan penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi makna (arthapratimsaṃvid
) dalam
mengkontemplasi samatha dan vipasyana
Maitreya, saya telah menguraikan perbedaan antar samatha dan vipasyana dengan beragam metoda (anekaparyāyeṇa). Namun demikian ,
saya akan menguraikan rangkuman (samāsatas) garis besar perbedaannya saja
dimana kebijaksanaan (prajñā) yang
tercapai dalam kontemplasi samatha dan vipasyana yang
berfokus pada objek meditatif dari semua doktrin (miśradharmālambaka) disebut sebagai pengetahuan mendalam (jñāna) sedangkan kebijaksanaan (prajñā) yang tercapai dalam kontemplasi samatha dan vipasyana yang berfokus
pada objek pengamatan dari doktrin yang
spesifik (amiśradharmālambaka)
disebut
sebagai pengamatan mendalam (darśana)
Bhagavan
bagaimana cara mengeliminasi (vinodayanti ) nimitta dan orientasi kesadaran dengan tajam (manasikāra) jenis apa yang
dapat diaplikasikan untuk mengeliminasi (vinodayanti) nimitta dalam kontemplasi
samatha dan vipasyana ?
Maitreya,
melalui orientasi kesadaran yang tajam
dengan realitas demikian apa adanya (tathatāmanasikārareṇa) akan mengeliminasi
(vinodayanti) nimitta dari doktrin (dharmanimitta ) dan nimitta
dari makna (arthanimitta )
Pada saat mereka tidak mengamati (anupalabdhitas) akar kata (nāman), tidak mengamati (anupalabdhitas) instrinsitik dari akar kata (nāmasvabhāva) dan juga tidak mengamati
(anupalabdhitas) nimitta dari landasan
(tadāśrayanimitta) maka mereka
mengeliminasi nimitta.
Pada saat tidak mempersepsikan (asamanupaśyanāt) susunan kata (pada) ,
fonem (vyañjana) dan makna (artha) ,
pada saat tidak mempersepsikan elemen (dhātu) dan landasan dari
elemen (dhātvāśraya) dan juga tidak
mempersepsikan nimitta dari
landasan (tadāśrayanimitta) maka mereka mengeliminasi nimitta.
Bhagavan, makna
dari realitas demikian apa adanya (tathatārtha) berbeda dengan makna (artha) dari nimitta. Apakah
nimitta dari realitas demikian apa adanya juga disingkirkan (vinudita) ?
Maitreya
, dalam penguasaan analitikal terhadap makna dari realitas demikian apa
adanya (tathatārthapratisaṃvid) tidak
mengamati (anupalabdha) apapun yang bukan termasuk nimitta , jadi apa yang harus disingkirkan (vinudita) ?
Maiterya sebagaimana telah saya uraikan bahwa
penguasaan analitikal terhadap makna dari realitas demikian apa adanya (tathatārthapratisaṃvid) mengatasi nimitta dari makna dan doktrin (dharmārthanimitta) tetapi
bukan berarti bahwa realitas demikian apanya dapat diatasi oleh sesuatu yang
lain .
Bhagavan, anda pernah menguraikan dengan analogi : seseorang tidak dapat mengamati wajah
sendiri (
svabhāvanimittaṃ khyātum aśakyam) dengan wadah yang
dipenuhi dengan air keruh (āvilaughabhājana),cermin yang kotor
(apariśuddhādarśa) ataupun kolam
yang beriak (kṣubhitatadāga) , demikian juga seseorang
tidak akan dapat memahami mendalam realitas sebagaimana apa adanya jika tidak pernah
berkontemplasi sedangkan bagi mereka yang
berkontemplasi akan memahami mendalam realitas sebagaimana apa adanya. Dalam konteks ini,
terdapat berapa pemahaman mendalam berdasarkan analisis
kesadaran (citta
pratisaṃkhyā) dan
diaplikasikan terhadap jenis kontemplasi realitas
demikian apa adanya (tathatā) yang bagaimana ?
Bhagavan menjawab: "Maitreya, [dalam konteks] yang saya uraikan itu terdiri dari : tiga jenis pemahaman mendalam berdasarkan analisis dari
kesadaran ( citta pratisaṃkhyā) yakni : pemahaman mendalam berdasarkan analisis dari
kesadaran yang direalisasikan melalui pendengaran (śrutamayi
citta pratisaṃkhyā) , pemahaman mendalam berdasarkan analisis dari kesadaran yang direalisasikan melalui kontemplasi (cintāmayi citta pratisaṃkhyā) dan pemahaman
mendalam berdasarkan analisis dari kesadaran yang direalisasikan melalui kontemplasi (bhāvanāmayi citta
pratisaṃkhyā) yang
diaplikasikan dalam mengkontemplasi realitas demikian apa adanya dari kesadaran kognitif (vijñaptitathatā)
"Bhagavan, bodhisattva yang sedang melatih diri sebagai yang fasih dalam
menguraikan doktrin(dharmpratisaṃvedin) dan yang fasih
dalam menguraikan realitas (arthapratisaṃvedin) akan menghadapi
berapa jenis nimitta yang paling sulit untuk diatasi dan apa yang harus
dikuasai dengan dengan fasih (pratisaṃvid) dalam mengatasi
nimitta yang paling sulit diatasi ini ?
Maitreya , bodhisattva yang sedang melatih diri sebagai seseorang yang menguasai analitikal .yang
fasih dalam menguraikan doktrin (dharmpratisaṃvedin) dan yang fasih
dalam menguraikan realitas (arthapratisaṃvedin) akan menghadapi mengatasi
sepuluh nimitta yang paling sulit untuk diatasi
dengan bantuan dari tujuh belas jenis kekosongan (śūnyatā) yakni :dengan
menguasai analitikal makna dan
doktrin dengan fasih (dharmārthapratisaṃvid) maka berbagai nimitta (nānānimitta) dari susunan kata dan fonem (padavyañjana) telah teratasi oleh kekosongan semua fenomena (sarvadharmaśūnyatā)
Pada saat seseorang menguasai dengan fasih makna realitas demikian apa adanya dalam kediaman (saṃniveśatathatārthapratisaṃvid) maka nimitta dari transformasi yang seperti aliran [berurutan] dari kemunculan, penguraian , kestabilan dan melampaui ekstrim (utpādavināśasthityanyathātvasaṃtānupravṛttinimitta) telah teratasi oleh kekosongan karakteristik (lakṣaṇaśūnyatā) dan kekosongan yang tidak berawal dan tidak berakhir (anavarāgraśūnyatā)
Pada saat seseorang telah menguasai dengan fasih makna dari yang mengetahui [ subjek] (grāhakārthapratisaṃvid) maka nimitta dari pandangan terhadap eksistensi dari individual ( satkāyadṛṣṭinimitta ) dan nimitta dari konsep keakuan (asmimānanimitta) telah teratasi oleh kekosongan dari internal (adhyātmaśūnyatā) dan kekosongan tanpa persepsi (anupalambhaśūnyatā).
Pada saat seseorang telah menguasai dengan fasih makna dari yang diketahui [objek] (grāhyārthapratisaṃvid) maka nimitta dari pandangan terhadap kenikmatan [kesenangan] (bhogadṛṣṭinimitta) telah teratasi dengan kekosongan eksternal (bahirdhāśūnyatā) dan kekosongan intrinsitik yang bersifat halus (prakṛtiśūnyatā)
Pada saat seseorang telah menguasai dengan fasih makna yang berlawanan dengan kenikmatan (paribhogārthapratisaṃvid) dengan memahami kenikmatan dipengaruhi oleh gender [sebagai pria (pumān) ataupun wanita (strī) ] dan dipengaruhi oleh objek yang memberikan sensasi kenikmatan maka semua nimitta dari kebahagiaan internal (adhyātmasukhanimitta) yang muncul bersama dengan (paryupāsana) nimitta dari ketertarikan eksternal (bāhyapriyanimitta) telah teratasi oleh kekosongan internal dan eksternal (bahirdhādhyātmaśūnyatā)
Pada saat seseorang telah menguasai dengan fasih makna dari kediaman (saṃniveśārthapratisaṃvid) maka nimitta dari tak berbatas (apramāṇanimitta) telah teratasi oleh kekosongan agung (mahāśūnyatā)
Pada saat seseorang telah menguasai dengan fasih makna bukan materi halus arūpyārthapratisaṃvid) maka nimitta dari pembebasan dan kedamaian internal (adhyātmaśantavimokṣanimitta) diatasi dengan kekosongan berkondisi (saṃkṛtaśūnyatā)
Pada saat seseorang telah menguasai dengan fasih makna realitas demikian apa adanya dari karakteristik (lakṣaṇatathatārthapratisaṃvid) maka nimitta dari ketidakhadiran eksistensi [diri] dari individual (pudgalanairātmyanimitta), nimitta dari ketidakhadiran eksistensi [diri] dari fenomena (dharmanairātmyanimitta), nimita dari realitas tertinggi hanyalah kesadaran kognitif, (vijñaptimātraparamārthanimitta) telah diatasi dengan kekosongan absolut [melampaui semua ekstrim ] (atyantaśūnyatā) kekosongan tiada kemunculan (abhāvaśūnyatā) kekosongan tiada kemunculan dan kemunculan melalui [daya] sendiri(abhāvasvabhāvaśūnyatā) kekosongan realitas tertinggi (paramārthaśūnyatā)
Pada saat seseorang telah menguasai dengan fasih makna realitas demikian apa adanya dari pemurnian (viśuddhatathatārthapratisaṃvid) maka nimitta dari fenomena tidak berkondisi (asaṃkrta) dan nimitta dari ketidakhancuran (anavakāranimitta) telah diatasi oleh kekosongan fenomena tidak berkondisi (asaṃkṛtaśūnyatā) dan kekosongan ketidakhancuran (anavakāraśūnyatā)
Pada saat seseorang telah menguasai dengan fasih dalam mengorientasikan kesadaran (manasikāra) terhadap realitas yang merupakan pengangkal dari kesinambungan nimitta ini ( tanmimittapratipakṣa) maka nimitta dari kekekosongan (śūnyatānimitta) telah diatasi oleh kekosongan dari kekosongan (śūnyatāśūnyatā).
Bhagavan, setelah mengatasi sepuluh jenis nimitta ini , apakah masih ada nimitta lain yang harus diatasi lagi dan bagaimana mengatasi nimitta dari ikatan [belenggu] (bandhananimitta)?
Pada saat seseorang menguasai dengan fasih makna realitas demikian apa adanya dalam kediaman (saṃniveśatathatārthapratisaṃvid) maka nimitta dari transformasi yang seperti aliran [berurutan] dari kemunculan, penguraian , kestabilan dan melampaui ekstrim (utpādavināśasthityanyathātvasaṃtānupravṛttinimitta) telah teratasi oleh kekosongan karakteristik (lakṣaṇaśūnyatā) dan kekosongan yang tidak berawal dan tidak berakhir (anavarāgraśūnyatā)
Pada saat seseorang telah menguasai dengan fasih makna dari yang mengetahui [ subjek] (grāhakārthapratisaṃvid) maka nimitta dari pandangan terhadap eksistensi dari individual ( satkāyadṛṣṭinimitta ) dan nimitta dari konsep keakuan (asmimānanimitta) telah teratasi oleh kekosongan dari internal (adhyātmaśūnyatā) dan kekosongan tanpa persepsi (anupalambhaśūnyatā).
Pada saat seseorang telah menguasai dengan fasih makna dari yang diketahui [objek] (grāhyārthapratisaṃvid) maka nimitta dari pandangan terhadap kenikmatan [kesenangan] (bhogadṛṣṭinimitta) telah teratasi dengan kekosongan eksternal (bahirdhāśūnyatā) dan kekosongan intrinsitik yang bersifat halus (prakṛtiśūnyatā)
Pada saat seseorang telah menguasai dengan fasih makna yang berlawanan dengan kenikmatan (paribhogārthapratisaṃvid) dengan memahami kenikmatan dipengaruhi oleh gender [sebagai pria (pumān) ataupun wanita (strī) ] dan dipengaruhi oleh objek yang memberikan sensasi kenikmatan maka semua nimitta dari kebahagiaan internal (adhyātmasukhanimitta) yang muncul bersama dengan (paryupāsana) nimitta dari ketertarikan eksternal (bāhyapriyanimitta) telah teratasi oleh kekosongan internal dan eksternal (bahirdhādhyātmaśūnyatā)
Pada saat seseorang telah menguasai dengan fasih makna dari kediaman (saṃniveśārthapratisaṃvid) maka nimitta dari tak berbatas (apramāṇanimitta) telah teratasi oleh kekosongan agung (mahāśūnyatā)
Pada saat seseorang telah menguasai dengan fasih makna bukan materi halus arūpyārthapratisaṃvid) maka nimitta dari pembebasan dan kedamaian internal (adhyātmaśantavimokṣanimitta) diatasi dengan kekosongan berkondisi (saṃkṛtaśūnyatā)
Pada saat seseorang telah menguasai dengan fasih makna realitas demikian apa adanya dari karakteristik (lakṣaṇatathatārthapratisaṃvid) maka nimitta dari ketidakhadiran eksistensi [diri] dari individual (pudgalanairātmyanimitta), nimitta dari ketidakhadiran eksistensi [diri] dari fenomena (dharmanairātmyanimitta), nimita dari realitas tertinggi hanyalah kesadaran kognitif, (vijñaptimātraparamārthanimitta) telah diatasi dengan kekosongan absolut [melampaui semua ekstrim ] (atyantaśūnyatā) kekosongan tiada kemunculan (abhāvaśūnyatā) kekosongan tiada kemunculan dan kemunculan melalui [daya] sendiri(abhāvasvabhāvaśūnyatā) kekosongan realitas tertinggi (paramārthaśūnyatā)
Pada saat seseorang telah menguasai dengan fasih makna realitas demikian apa adanya dari pemurnian (viśuddhatathatārthapratisaṃvid) maka nimitta dari fenomena tidak berkondisi (asaṃkrta) dan nimitta dari ketidakhancuran (anavakāranimitta) telah diatasi oleh kekosongan fenomena tidak berkondisi (asaṃkṛtaśūnyatā) dan kekosongan ketidakhancuran (anavakāraśūnyatā)
Pada saat seseorang telah menguasai dengan fasih dalam mengorientasikan kesadaran (manasikāra) terhadap realitas yang merupakan pengangkal dari kesinambungan nimitta ini ( tanmimittapratipakṣa) maka nimitta dari kekekosongan (śūnyatānimitta) telah diatasi oleh kekosongan dari kekosongan (śūnyatāśūnyatā).
Bhagavan, setelah mengatasi sepuluh jenis nimitta ini , apakah masih ada nimitta lain yang harus diatasi lagi dan bagaimana mengatasi nimitta dari ikatan [belenggu] (bandhananimitta)?
Maitreya,
setelah sepuluh jenis nimitta diatasi dengan sempurna ( parimuc) masih harus mengatasi
nimitta dari refleksi
dari objek mental yang telah diinterpretasi dan dirubah
oleh proses koginitif ruang lingkup samādhi (samādhigocarapratibimbanimitta)
, dengan demikain mereka juga terbebaskan dari nimitta dari ikatan [belenggu] (bandhananimitta) yang juga merupakan nimitta dari
kondisi mental yang tidak berguna (saṃkleśanimitta).
Maitreya
, anda harus memahami bahwa kekosongan(śūnyatā) pada hakekatnya (vastutas) merupakan
penangkal (pratipakṣa) untuk nimitta , dimana setiap (ekaika) kekosongan juga merupakan penangkal untuk setiap
nimitta tertentu tetapi tidak berarti bahwa setiap kekosongan mampu menjadi
penangkal untuk semua nimitta .
"Maitreya,
hal ini dapat dianalogikan dengan contoh
: delusi (avidyā) dimana merupakan salah satu penyebab dari munculnya kondisi mental yang
tidak berguna (saṃkleśa) dalam fenomena dalam siklus eksistensi (jati)
hingga usia tua dan kematian (jarāmaṇara ),
tetapi dalam konsep dasar (pratyaya) dinyatakan bahwa delusi (avidyā) merupakan penyebab yang dominan dari jejak mental halus dari tindakan lampau (saṃṣkara) karena semua penyebab yang dominan dari
jejak mental halus dari tindakan lampau (saṃṣkara) disebabkan oleh delusi
(avidyā) . Prinsip ini sama dengan kekosongan.
Bhagavan, bagaimana
seharusnya Bodhisattva yang mengkontemplasi jalan agung (māhayāna) tidak
teralihkan (asaṃpramuṣita) oleh konsep [ ide] (abhimāna) karakteristik dari kelompok [semua] kekosongan (śūnyatāsaṃgrahalakṣaṇam) ?
Kemudian
Bhagavan menjawab : Sungguh baik (sādhukāram adāt) , Maitreya, anda telah mampu mengajukan pertanyaan
ini kepada Tathāgata mengenai makna mendalam ini
sehingga dapat membimbing para Bodhisatttva untuk tidak teralihkan oleh
konsep dari karakteristik dari kelompok [semua] kekosongan . sādhu sādhu
Mengapa
demikian , Maitreya ?. Jika Bodhisattva teralihkan oleh konsep dari kekosongan
maka mereka juga akan teralihkan dari
semua jalan agung.Oleh sebab itu,
Maitreya, dengarkan dengan baik dan
saya akan menguraikan dengan ringkas kepada anda
mengenai bagaimana seharusnya Bodhisattva yang mengkontemplasi jalan
agung (māhayāna) tidak
teralihkan (asaṃpramuṣita) oleh konsep [ ide] (abhimāna) karakteristik dari kelompok [semua] kekosongan (śūnyatāsaṃgrahalakṣaṇam) .
Maitreya,
Bodhisattva yang mengkontemplasi jalan agung (māhayāna) tidak
teralihkan (asaṃpramuṣita) oleh konsep [
ide] (abhimāna) karakteristik dari kelompok [semua] kekosongan (śūnyatāsaṃgrahalakṣaṇam) jika mengamati karakteristik dari keterkaitan dengan lainnya ( paratantralakṣaṇa) dan karakterisitik dari mapan dengan sempurna (pariniṣpanna
lakṣaṇa) sebagai semua penyebab (sarvakārataḥ) terhadap karakteristik dari ketidakhadiran [terpisah] dan tidak dapat dimilliki [bebas] (atyantaviyogalakṣaṇaṃ teṣu tadanupalabdhiś) dari karakteristik
imajiner (parikalpitalakṣaṇa) baik sebagai kondisi mental yang tidak berguna
(saṃkleśa) ataupun fenomena
murni (vyavadānadharma),
disamping itu [ketiga karakteristik
ini ] diuraikan dalam risalah
dogmatis sebagai
karakteristik dari kekosongan
dalam jalan agung (mahāyāne śūnyatālakṣaṇopadeśa)
Bhagavan, ada berapa jenis (katividha) samādhi
yang termasuk dalam kontemplasi śamatha dan vipaśyanā ?
Maitreya, saya
telah menguraikan kontemplasi śamatha
dan vipaśyanā yang
terdiri dari beragam jenis (anekavidha) samādhi untuk [ silsilah ] Sravaka,
Bodhisattva, dan Tathagata
Bhagavan, apa yang menjadi impuls [penyebab] (hetu) [dalam pencapaian] kontemplasi śamatha
dan vipaśyanā ?
Maitreya,
[pencapaian dari śamatha
dan vipaśyanā] dihasilkan dari (utpanna) dari kemurnian moralitas (viśuddhaśīla) dan kemurnian pengamatan mendqlam dari
mendengarkan dan merenungkan (viśuddhaṃ śrutamaya
cintāmaya darśanam)
Bhagavan, apa
yang merupakan hasil [keuntungan] (phala) dalam
mengkontemplasi śamatha dan vipaśyanā?
Maitreya, hasil [keuntungan] (phala) dalam
mengkontemplasi śamatha
dan vipaśyanā adalah kemurnian moralitas (viśuddhaśīla) , kemurnian kesadaran (viśuddha citta), kemurnian kebijaksanaan (viśuddha
prajñā) . Selain itu ,
Maitreya , kualitas kebajikan ( kuśala dharma) dari keduniawian (laukika)
dan luar keduniawian (lokottara) dari Śravaka, Bodhisattva maupun
Tathagata juga merupakan hasil [keuntungan] (phala) dalam mengkontemplasi
śamatha
dan vipaśyanā
Bhagavan,apa dayaguna
(karman)
dari śamatha
dan vipaśyanā ?
Maitreya, śamatha
dan vipaśyanā berfungsi untuk membebaskan (vimokṣayati) dua ikatan [ belenggu] ( bandhana) yakni : ikatan [belenggu] dari
nimitta (nimittabhandana) dan ikatan [ belenggu ] dari kecenderungan
kekeliruan mental
yang tidak beraturan (dauṣṭhulyabandhana ) .
Bhagavan, anda menguraikan bahwa dalam mengkontemplasi samatha dan vipasyana ada lima jenis (pañcavidya
) penghalang
(vibandha)
yang harus diatasi , dalam hal ini yang mana merupakan penghalang untuk śamatha, vipaśyanā , dan penghalang
untuk śamatha
dan vipaśyanā ?
Maitreya, memiliki pandangan [kemelekatan terhadap]
jasmani dan kepemilikan (kāyabhogadṛṣṭi) merupakan hambatan untuk śamatha , tidak
tertarik [tidak
berminat ] dengan uraian dari Arya (anikāman āryadeśnapratilābhaḥ ) merupakan
penghalang bagi vipaśyanā .
[Yang
pertama adalah] berdiam dalam kekacauan (saṃkīrṇavihāra) dari nimitta yang menyenangkan yang
menyebabkan seseorang tidak dapat mengkontemplasi dengan benar dan [ yang kedua
adalah ] menjadi puas
dengan kedangkalan [ dalam pencapaian] ( kiṃcinmātreṇa saṃtuṣṭi) yang menyebabkan (prayujyate)
seseorang tidak dapat menyelesaikan [mencapai](paryavasyate) kontemplasi
. Kedua ini merupakan penghalang untuk śamatha
dan vipaśyanā
Bhagavan,
anda menguraikan bahwa dalam
mengkontemplasi samatha dan
vipasyana ada lima jenis (pañcavidya) penghambat
(niravara)
yang harus diatasi , dalam hal ini , apa yang merupakan
penghalang untuk śamatha, vipaśyanā , dan penghalang untuk
śamatha
dan vipaśyanā ?
Maitreya, , gejolak yang muncul dari kegiuran terhadap kesenangan (auddhatya) dan gejolak yang muncul dari perasaan telah melakukan sesuatu hal yang tidak baik maupun berusaha melupakan sesuatu yang baik (kaukṛtya) adalah
penghambat (niravara)
untuk śamatha.
Kelambanan
(styāna) ,
ketidakhadiran dari kesadaran [eling] murni (middha)
dan keraguan (vicitkitsā) adalah hambatan untuk vipaśyanā
Keinginan dari
indriya (kāmacchanda) dan keinginan untuk menolak persepsi maupun sensasi yang berkaitan dengan munculnya
sensasi negatif (vyāpāda) adalah hambatan untuk kedua-duanya.
Bhagavan, bagaimana mendefinisikan bahwa jalan (mārga) dari śamatha telah dimurnikan
dengan sempurna (pariśuddha) ?
Maitreya
, jalan (mārga) dari śamatha telah dimurnikan dengan sempurna (pariśuddha) jika Kelambanan (styāna) ,
ketidakhadiran dari kesadaran [eling] murni (middha) telah dinetralisir dengan sempurna (samudghāta)
Bhagavan, bagaimana mendefinisikan bahwa jalan (mārga) dari vipaśyanā telah dimurnikan
dengan sempurna (pariśuddha) ?
Maitreya
, jalan (mārga) dari vipaśyanā telah dimurnikan
dengan sempurna (pariśuddha) jika gejolak yang muncul dari kegiuran terhadap kesenangan (auddhatya) dan gejolak yang muncul dari perasaan telah melakukan sesuatu hal yang tidak baik maupun berusaha melupakan sesuatu yang baik (kaukṛtya) telah dinetralisir dengan sempurna (samudghāta)
"Bhagavan, ada berapa jenis
penyebaran kesadaran (cittaviṣekpa) dalam mengkontemplasi śamatha dan vipaśyanā ?
Bhagavan menjawab: " Maitreya, ada lima jenis penyebaran kesadaran yang
terdiri dari
penyebaran kesadaran yang disebabkan oleh keinginan untuk mengorientasikan kesadaran [eling ] dengan tajam (manaskāraviṣekpa).
penyebaran kesadaran yang disebabkan oleh orientasi kesadaran yang bersifat eksternal (bāhyacittaviṣekpa)
penyebaran kesadaran yang disebabkan oleh orientasi kesadaran yang bersifat internal (adhyātmacittaviṣekpa)
penyebaran kesadaran yang disebabkan oleh nimitta ( nimittaviṣekpa)
penyebaran kesadaran yang disebabkan oleh kecenderungan kekeliruan mental yang tidak beraturan (dauṣṭhulyaviṣekpa )
penyebaran kesadaran yang disebabkan oleh keinginan untuk mengorientasikan kesadaran [eling ] dengan tajam (manaskāraviṣekpa).
penyebaran kesadaran yang disebabkan oleh orientasi kesadaran yang bersifat eksternal (bāhyacittaviṣekpa)
penyebaran kesadaran yang disebabkan oleh orientasi kesadaran yang bersifat internal (adhyātmacittaviṣekpa)
penyebaran kesadaran yang disebabkan oleh nimitta ( nimittaviṣekpa)
penyebaran kesadaran yang disebabkan oleh kecenderungan kekeliruan mental yang tidak beraturan (dauṣṭhulyaviṣekpa )
Maitreya,
penyebaran kesadaran yang disebabkan
oleh keinginan untuk mengkontemplasi (manaskāraviṣekpa)
terkondisi karena ketidakkonsistensian dalam meninggalkan kontemplasi pengetahuan agung (mahājñānasaṃprayuktamanasikāraṃtiraskṛtya) dan kemudian mengadopsi kontemplasi
dari Śrāvaka dan Pratekya Buddha (śrāvakapratyekabuddhasaṃprayuktamanasikāraṃprapatanti).
penyebaran
kesadaran yang disebabkan oleh orientasi
kesadaran yang bersifat eksternal (bāhyacittaviṣekpa)
terkondisi
karena kesadaran dibiarkan menyebar diantara
kecenderungan keinginan dari internal (bāhyakāmaguna)
hingga kondisi mental yang tidak berguna (upakleśa) dalam
mendiskriminikasikan [mengkonsepkan] (vikalpa) semua
nimitta dari yang timbul dari
ketertarikan terhadap objek eksternal dari kelima indriya
penyebaran
kesadaran yang disebabkan oleh orientasi kesadaran yang bersifat
internal (adhyātmacittaviṣekpa) terkondisi karena kelemahan [dari ketidakdisplinan] misalnya : kelesuan , mengantuk (styānamiddhayor nimajjante) , menikmati
[terlena] dengan sensasi yang
diakibatkan dari absorbsi meditatif (samāpattirasam āsvadante) atau disebabkan oleh salah satu kondisi mental yang tidak berguna yang berhubungan dengan absorbsi
meditatif (samāpatter anyatamoplakleśena upakliśyante)
penyebaran kesadaran yang disebabkan oleh nimitta (nimittaviṣekpa) terkondisi karena
ketergantungan pada nimitta eksternal (bāhyanimittāni niśritya) dalam mengkontemplasi nimitta sebagai fokus dalam samadhi yang bersifat internal. (adhyātmasamādhigocaranimittāni manasikurvante)
penyebaran kesadaran yang disebabkan oleh kecenderungan
kekeliruan mental
yang tidak beraturan (dauṣṭhulyaviṣekpa) terkondisi
karena dalam kontemplasi internal (adhyātmamanasikāraṃ niśritya) berfokus pada sensasi (vedanā) yang muncul karena kondisi lainnya , kolektif dari
kecenderungan kekeliruan mental yang tidak
beraturan (dauṣṭhulya) [dari sensasi tersebut] , mempersepsikan adanya satu
individual dari diri dan ingin dimuliakan (mānya)
Bhagavan,
dalam samatha dan vipasyana apa
yang menjadi penangkal (pratipakṣa ) dan hal apa yang bertentangan yang harus
dinetralisir (vipakṣa) dalam masing masing tahapan bodhisattva (bodhisattvabhūmi) mulai
dari tahapan (bhūmi) pertama hingga ke tahapan Tathagata (tāthāgatabhūmi) ?
Maitreya , penangkal (pratipakṣa ) dari hal yang
bertentangan yang harus dinetralisir (vipakṣa) dalam masing masing tahapan bodhisattva (bodhisattvabhūmi) mulai
dari tahapan (bhūmi) pertama hingga ke tahapan Tāthāgata (tāthāgatabhūmi) adalah sebagai berikut :
Penangkal (pratipakṣa) yang menghadapi hubungan sebab akibat dari kondisi mental yang tidak berguna , tindakan dan kelahiran kembali dalam tataran kehidupan yang tidak menyenangkan (āpāyikakleśakarmajanmasaṃkleśa) dalam tahapan (bhūmi) pertama.
Penangkal (pratipakṣa yang menghadapi kecenderungan kekeliruan yang halus dalam moralitas (sūkṣmapattikhalitasamudācāra) dalam tahapan (bhūmi) kedua
Penangkal (pratipakṣa) yang menghadapi keinginan dari indriya (kāmarāga) dalam tahapan (bhūmi) ketiga
Penangkal (pratipakṣa) yang menghadapi ketertarikan yang berlebihan terhadap absorbsi meditatif (samāpattisneha) dan dan ketertarikan yang berlebihan terhadap doktrin realitas (dharmasneha) dalam tahapan (bhūmi) keempat
Penangkal (pratipakṣa) yang menghadapi penolakan ekstrim terhadap siklus tataran eksistensi (ekāntavaimukhyābhimukyasaṃsāra) dan aspirasi ekstrim terhadap penghentian [ melampaui ketidak puasan] ( ābhimukya nirvāṇa ) dalam tahapan (bhūmi) kelima
Penangkal (pratipakṣa) yang menghadapi beragam aktivitas dari nimitta yang diimajinasikan secara konseptual dan diaktualisasikan (bahunimittasamudācāra) dalam tahapan (bhūmi) keenam
Penangkal (pratipakṣa) yang menghadapi aktivitas dari nimitta halus yang diimajinasikan secara konseptual dan diaktualisasikan (sūkṣmanimittasamudācāra) dalam tahapan (bhūmi) ketujuh
Penangkal (pratipakṣa) yang menghadapi usaha (sāmarambha) kearah pembebasan [ketidakhadiran] dari aktivitas nimitta yang diimajinasikan secara konseptual dan diaktualisasikan(ānimittasamudācāra) dan ketidak penguasaan [ tidak mahir] (avaśitā) dalam ruang lingkup aktivitas dari nimitta dalam tahapan (bhūmi) kedelapan
Penangkal (pratipakṣa) yang menghadapi ketidak penguasaan [ tidak mahir] (avaśitā) dalam menguraikan beragam doktrin realitas (sarvākāradharmadeśanā) dalam tahapan (bhūmi) kesembilan
Penangkal (pratipakṣa ) yang menghadapi ketidaksempurnaan [tidak mencapai] kefasihan adidaya dalam menguraikan realitas yang berkaitan dengan kesempurnaan ranah realitas [noumenal ] (dharmakāyaparipūrana pratisaṃvids) dalam tahapan (bhūmi) kesepuluh
Penangkal (pratipakṣa) yang menghadapi delusi yang terhalus diantara yang terhalus dari kondisi mental yang tidak berguna dan dari realitas yang diketahui (sūkṣma parasūkṣmakleśajñeyāvarana) dalam tahapan Tāthāgata (tāthāgatabhūmi)
Penangkal (pratipakṣa) yang menghadapi hubungan sebab akibat dari kondisi mental yang tidak berguna , tindakan dan kelahiran kembali dalam tataran kehidupan yang tidak menyenangkan (āpāyikakleśakarmajanmasaṃkleśa) dalam tahapan (bhūmi) pertama.
Penangkal (pratipakṣa yang menghadapi kecenderungan kekeliruan yang halus dalam moralitas (sūkṣmapattikhalitasamudācāra) dalam tahapan (bhūmi) kedua
Penangkal (pratipakṣa) yang menghadapi keinginan dari indriya (kāmarāga) dalam tahapan (bhūmi) ketiga
Penangkal (pratipakṣa) yang menghadapi ketertarikan yang berlebihan terhadap absorbsi meditatif (samāpattisneha) dan dan ketertarikan yang berlebihan terhadap doktrin realitas (dharmasneha) dalam tahapan (bhūmi) keempat
Penangkal (pratipakṣa) yang menghadapi penolakan ekstrim terhadap siklus tataran eksistensi (ekāntavaimukhyābhimukyasaṃsāra) dan aspirasi ekstrim terhadap penghentian [ melampaui ketidak puasan] ( ābhimukya nirvāṇa ) dalam tahapan (bhūmi) kelima
Penangkal (pratipakṣa) yang menghadapi beragam aktivitas dari nimitta yang diimajinasikan secara konseptual dan diaktualisasikan (bahunimittasamudācāra) dalam tahapan (bhūmi) keenam
Penangkal (pratipakṣa) yang menghadapi aktivitas dari nimitta halus yang diimajinasikan secara konseptual dan diaktualisasikan (sūkṣmanimittasamudācāra) dalam tahapan (bhūmi) ketujuh
Penangkal (pratipakṣa) yang menghadapi usaha (sāmarambha) kearah pembebasan [ketidakhadiran] dari aktivitas nimitta yang diimajinasikan secara konseptual dan diaktualisasikan(ānimittasamudācāra) dan ketidak penguasaan [ tidak mahir] (avaśitā) dalam ruang lingkup aktivitas dari nimitta dalam tahapan (bhūmi) kedelapan
Penangkal (pratipakṣa) yang menghadapi ketidak penguasaan [ tidak mahir] (avaśitā) dalam menguraikan beragam doktrin realitas (sarvākāradharmadeśanā) dalam tahapan (bhūmi) kesembilan
Penangkal (pratipakṣa ) yang menghadapi ketidaksempurnaan [tidak mencapai] kefasihan adidaya dalam menguraikan realitas yang berkaitan dengan kesempurnaan ranah realitas [noumenal ] (dharmakāyaparipūrana pratisaṃvids) dalam tahapan (bhūmi) kesepuluh
Penangkal (pratipakṣa) yang menghadapi delusi yang terhalus diantara yang terhalus dari kondisi mental yang tidak berguna dan dari realitas yang diketahui (sūkṣma parasūkṣmakleśajñeyāvarana) dalam tahapan Tāthāgata (tāthāgatabhūmi)
Maitreya , karena mereka mampu menetralisir [semua yang] bertentangan yang harus
dinetralisir (vipakṣa) dalam semua tahapan diatas , maka
mereka merealisasikan pengamatan
mendalam dan pengetahuan (jñānadarśana) yang tidak terhalang (asakta ) dan
tanpa gangguan (apratihata) yang berkaitan dengan segala sesuatu
dan berlandaskan kesempurnaan dari landasan
objektif (anuṣṭhānālambana) yakni : ranah realitas [noumenal] yang mapan dan sempurna
[murni] (suviśuddhadharmakāya)
Bhagavan, bagaimana para bodhisattva telah mencapai ketenangan (anuśaṃsā) dalam śamatha dan vipaśyanā mencapai kesempurnaan penggugahan yang tak tertandingi (anuttarāsamyakssaṃbodhi
)?
Bhagavan menjawab: Maitreya,
para bodhisattva telah mencapai
ketenangan (anuśaṃsā) dalam śamatha dan vipaśyanā merealisasikan
penggugahan yang
sempurna dan tidak tertandingi (anuttarāsamyaksaṃbodhi)
melalui jalan pengamatan mendalam (darśanamārga) dan jalan kontemplasi (bhāvanāmārga) secara bertahap
sebagai berikut :
Dalam jalan
pengamatan mendalam (darśanamārga) , Bodhisattva mencapai ketenangan (anuśaṃsā) dalam śamatha dan vipaśyanā merealisasikan tujuh realisasi demikian apa
adanya (tathatā) , dimulai dengan
mengorientasikan kesadaran [eling ] yang tajam hingga
terabsorbsi pada subjek ataupun objek (samāhitacitta) pada doktrin [yang
berkaitan dengan realisasi demikian apa adanya (tathatā)] sesuai dengan apa telah didengar dan dikontemplasi (śrutacintitadharma). Kemudian
mereka mempersepsi (gṛhīta) dan mengkontemplasi dengan sungguh sungguh (sucintita)
dan mengorientasikan kembali kesadaran [eling ] yang sangat terfokus
hingga teraborbsi pada subjek ataupun objek (susamāhita)
pada pada doktrin [ yang
berkaitan dengan realisasi demikian apa adanya (tathata)]
maka
mereka memasuki ekuanimitas (upekṣā) dalam mengorientasikan kesadaran [eling ] dengan tajam (manasikṛ) sehingga terbebaskan dari semua yang
diimajinasikan secara konseptual dengan
tepat (samudācāra) termasuk nimitta halus (sūkṣmanimitta) dan juga terbebaskan dari
nimitta kasar (
sthūla
nimitta)
Maitreya , nImitta
halus (sūkṣmanimitta) terdiri dari : nimitta
dari kemelekatan kesadaran (cittādānanimitta), nimitta dari eksistensi individual berdasarkan pengalaman langsung (anubhāvanimitta), nimitta dari aktivitas
kesadaran [kognitif] (vijñaptinimitta),
nimitta dari kondisi mental yang tidak berguna (saṃkleśanimitta) , nimitta dari
pemurnian (vyavadānanimitta) ,
nimitta dari internal (adhyātmikanimitta) nimitta dari eksternal (bāhyanimitta), nimitta
dari gabungan eksternal dan internal (adhyātmikabāhyanimitta) , nimitta dari
landasan keinginan untuk memberikan manfaat bagi semua makhluk hidup (sarvasattvārthanimitta) , nimitta dari pengetahuan (jñānanimitta) , nimitta dari
realitas demikian apa adanya (tāthāgatanimita) ,nimita dari [kebenaran mulia ]
atas ketidakpuasan (duḥkhanimitta ) , nimitta dari [
kebenaran mulia ] sumber [ketidakpuasan] (samudayanimitta )
, nimitta dari [kebenaran mulia ]
berhentinya [ ketidakpuasan] (nirodhanimitta) , nimitta dari [kebenaran mulia] jalan (mārganinimitta) , nimitta
dari berkondisi (saṃsṛtanimitta) , nimitta
dari tidak berkondisi (asaṃsṛtanimitta) , nimitta dari
kekonstanan (nityanimitta) , nimitta
dari ketidakkonstanan (anityanimitta) , nimitta dari
akumulasi dan transfer kebajikan (pariṇāmanimitta) ,nimitta dari intrinsitik (svabhāvanimitta) , nimitta dari
ketidakhadiran eksistensi [diri] sebagai satu individual (pudgalanairātmyanimitta) , nimitta
dari ketidakhadiran eskistensi [ diri ] dari fenomena (dharmanairātmyanimitta).
Dengan berdiam dalam ekuaniminitas (upekṣā) dalam jangka waktu yang
lama maka mereka mampu terbebaskan dari ikatan [belenggu]
(vibandhana)
penghalang (nivaraṇa) penyebaran kesadaran (vikṣepa) dan sehingga merealisasikan tujuh realisasi internal
individual ( pratyātmavedya) yang berhubungan dengan tujuh aspek dari realitas demikian apa adanya
(tathatā) . Pengetahuan dari
pengamatan mendalam (pratyavekṣaṇājñāna) ini disebut sebagai jalan
pengamatan mendalam (darśanamārga) dan pencapaian ini
[
tujuh aspek dari realitas demikian adanya]
juga dinamakan sebagai telah memasuki
kepastian dalam jalan bodhisattva (samyaktvaniyama) dan memasuki silsilah Tathāgata (tathāgatagotra ) ataupun memasuki memasuki tahapan (bhūmi) pertama
.
.
Karena mereka juga telah mencapai ketenangan (anuśaṃsā) dalam śamatha dan vipaśyanā dalam tahapan (bhūmi) pertama maka mereka juga merealisasikan
dua objek pengamatan (alambana) yakni refleksi
dari objek mental yang telah diinterpretasi dan dirubah
oleh proses koginitif melalui
konseptual (savikalpapratibimba ) dan refleksi objek mental yang telah
diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif tetapi bebas dari konseptual (nirvikalpapratibimba) . Berdasarkan
pencapaian [ kedua objek pengamatan]
ini yang juga merupakan pencapaian dari objek pengamatan batasan dari eksistensi [diskriminasi dan
realitas dari instrinstik ] (vastuparyantatālambana) maka mereka dikatakan telah
mencapai jalan pengamatan (darśanamārga) .
Dengan memasuki jalan kontemplasi (bhāvanāmārga) [Bodhisattva] mengorientasikan
kesadaran [eling]
dan mengkontemplasikan ketiga objek pengamatan ini dalam semua tahapan (bhūmi) berikutnya yang
dapat dianalogikan seperti mengeluarkan
pasak besar dengan menggunakan pasak yang lebih kecil dimana satu pasak akan menarik keluar pasak
yang lain, dengan analogi yang sama ,
dengan mengatasi nimitta internal (adhyātmanimitta) maka nimitta dari faktor dan kondisi mentql yang tidak berguna (saṃkleśapakṣyanimitta) juga akan teratasi ,dengan mengatasi [mengeliminasi] ( vinodayanti) nimitta maka
kecenderungan kekeliruan dari mental yang tidak beraturan ( dauṣṭhulya) juga akan teratasi .
Dengan
mengatasi ikatan [ belenggu] dari nimitta dan kecenderungan kekeliruan dari mental yang tidak beraturan, maka [ Bodhisattva] akan melangkah maju
secara progressif menuju dari
satu tahapan ke tahapan yang lebih tinggi , juga akan secara bertahap
memurnikan kesadaran seperti cara memurnikan emas hingga mereka merealisasikan
objek pengamatan kesempurnaan
dari pencapaian [kesempurnaan
dalam tindakan adidaya] (kāryapariniṣpattialambana) dan mencapai
penggugahan sempurna yang tidak tertanding
(anuttarāsamyaksaṃbodhi)
Maitreya, dengan cara demikian para bodhisattva telah
mencapai ketenangan (anuśaṃsā) dalam śamatha dan vipaśyanā
merealisasikan penggugahan yang
sempurna dan tidak tertandingi (anuttarāsamyaksaṃbodhi)
Bhagavan , bagaimana Bodhisattva merealisasikan
kekuatan agung ( mahāprabāva ) ?
Maitreya, Bodhisattva yang mengkontemplasi
samatha dan vipasyana merealisasikan kekuatan
agung (mahāprabāva) melalui pemahaman
enam kondisi sebagai berikut : (abhinirhara
sthanasatkakusala)
Melalui pemahaman bagaimana kesadaran (citta) itu muncul (cittasyotpattikuśala) Melalui pemahaman bagaimana kesadaran (citta) itu distabilkan (sthitikuśala )
Melalui pemahaman bagaimana kesadaran (citta) itu dialihkan (vyutthānakuśala)
Melalui pemahaman bagaimana kesadaran (citta ) itu dikembangkan (vṛddhikuśala)
Melalui pemahaman bagaimana kesadaran (citta) itu disusutkan (bānikuśala)
Melalui pemahaman bagaimana kesadaran ( citta ) itu difasihkan [trampil ] (upāyakuśala)
.
Melalui pemahaman bagaimana kesadaran (citta) itu muncul (cittasyotpattikuśala) Melalui pemahaman bagaimana kesadaran (citta) itu distabilkan (sthitikuśala )
Melalui pemahaman bagaimana kesadaran (citta) itu dialihkan (vyutthānakuśala)
Melalui pemahaman bagaimana kesadaran (citta ) itu dikembangkan (vṛddhikuśala)
Melalui pemahaman bagaimana kesadaran (citta) itu disusutkan (bānikuśala)
Melalui pemahaman bagaimana kesadaran ( citta ) itu difasihkan [trampil ] (upāyakuśala)
.
Bhagavan , bagaimana memahami kesadaran itu muncul (cittasyotpattikuśala) )?
Kesadaran yang muncul
(cittasyotpattikuśala) dipahami demikian apa adanya (yathabhutam)
Maitreya ,
dipahami melalui enam belas jenis kesadaran yang muncul (cittasyotpattikuśala) yang terdiri dari :
1.
kesadaran
[kognitif] yang muncul
sebagai landasan maupun ikatan (aśraya bhānjana vijñāpti) yang berkaitan dengan kesadaran landasan (ādānavijñāna).
2.
kesadaran [kognitif] yang muncul
secara bersamaan dan mempersepsi berbagai
objek pengamatan (nānāvidhālambanavijñāpti) yang merupakan kesadaran
kognitif konseptual [diskriminasi] (vipalaka
manovijñāna) yang muncul
secara bersamaan dalam mempersepsikan
objek seperti materi [ bentuk] (rūpādiviṣaya); yang muncul secara bersamaan dalam mempersepsikan objek dari luar dan dalam (bāhyādhyātmika viṣaya) dalam satu kejaban mata (kṣana), seperenam
puluh dari kejaban mata (lava) , ataupun dalam satuan terkecil dari waktu (mūhurta), yang muncul secara bersamaan dalam memasuki berbagai samādhi dan pengamatan mendalam
dalam beragam ranah Buddha (buddhakṣetra) ataupun Tathāgata.
3.
kesadaran [kognitif] yang
muncul bersamaan dan mempersepsi berbagai
objek pengamatan dari nimita yang kecil (parittanimittālambanavijñāpti) yang berkaitan
dengan ranah keinginan (kāmadhātu)
4.
kesadaran [kognitif] yang
muncul bersamaan dan mempersepsi
berbagai objek pengamatan dari nimita yang luas (māhanimittālambanavijñāpti) yang berkaitan dengan ranah materi [ kasar dan halus ] (rūpādhātu)
5.
kesadaran [kognitif] yang
muncul bersamaan dan mempersepsi
berbagai objek pengamatan dari nimitta yang tidak terukur (apramāṇanimittālambanavijñāpti) yang berkaitan dengan landasan ruang
yang tidak terbatas (ākāsānantyāyatana), landasan
kesadaran yang tidak terbatas (vijñānānantyāyatana)
6. kesadaran [kognitif] yang muncul
bersamaan dan mempersepsi berbagai objek pengamatan dari nimitta halus (sūkṣmanimittālambanavijñāpti)
yang berkaitan dengan landasan
ketiadaaan (akiṃcanyāyatana).
7.
kesadaran
[kognitif] yang muncul
bersamaan dan mempersepsi berbagai objek pengamatan dari nimitta dalam batasan [ diskriminasi
dan realitas] (paryantanimittālambanavijñāpti) yang berkaitan landasan tanpa diskriminasi [kasar] tetapi tidak
tanpa diskriminasi [halus] (naivasaṃ jñānasaṃ jñāyatana)
8.
kesadaran
[kognitif] yang muncul
bersamaan dan mempersepsi ketidakhadiran nimitta (animittavijñāpti)
yang berkaitan dengan melampaui keduniawian (lokottara )dan objek pengamatan dalam penghentian (nirodhālambaka)
9.
kesadaran
[kognitif] yang muncul
bersamaan dan mempersepsi
ketidakpuasan (duḥkha) yang juga merupakan kondisi dari neraka ( nāraka)
10.
kesadaran
[kognitif] yang muncul
bersamaan dan mempersepsi
beragam gabungan dari sensasi (miśravedanā) yang berkaitan
dengan aktivitas dari keinginan (kāmāvacara)
11.
kesadaran
[kognitif] yang muncul
bersamaan dan mempersepsi sukacita (prtīti) yang berkaitan
dengan dhyāna pertama (prathamam dhyānam) , dhyāna kedua ( dvitīiyam dhyānam)
12.
kesadaran
[kognitif] yang muncul
bersamaan dan mempersepsi
kebahagiaan ( sukha) yang berkaitan dengan dhyāna ketiga ( tṛīitiyam dhyānam)
13.
kesadaran
[kognitif] yang muncul
bersamaan dan mempersepsi ketidak puasan
maupun bukan ketidak puasan ,
baik kebahagiaan maupun bukan kebahagiaan yang berkaitan dengan dhyāna
keempat (caturtham
dhyānam )
hingga landasan tanpa diskriminasi [kasar] tetapi tidak tanpa diskriminasi [halus] (naivasaṃ jñānasaṃ jñāyatana)
14.
kesadaran
[kognitif] yang muncul
bersamaan dan mempersepsi
kondisi mental yang tidak berguna
(saṃkleśa) yang berkaitan
dengan kondisi mental yang tidak
berguna primer (kleśa ) dan kondisi mental
yang tidak berguna sekunder (upakleśa)
15.
kesadaran
[kognitif] yang muncul
bersamaan dan mempersepsi kebajikan (kuśala) yang
berkaitan dengan keyakinan ( sraddhā)
16.
kesadaran
[kognitif] yang muncul
bersamaan dan mempersepsi ketidak terlibatan [ netral] dalam aktivitas (avyākṛta)
Bhagavan , bagaimana memahami kesadaran (citta) itu distabilkan (sthitikuśala )?
D engan memahami
realitas demikian apa adanya dari kesadaran (vijñaptitathatā) melalui
pemahaman sebagaimana apa adanya
(yathabhutam prajanati)
Bhagavan ,
bagaimana memahami kesadaran (citta)
itu dialihkan ( vyutthānakuśala)?
Dengan
memahami pembebasan terhadap kedua ikatan
[
kemelekatan] (bandhana ) yang
terdiri dari : ikatan [kemelekatan] terhadap
nimitta (nimittabandhana
) dan ikatan [ kemelekatan] terhadap kecenderungan
kekeliruan mental
yang tidak beraturan (dauṣṭhulyabandhana) maka melalui pemahaman ini kesadaran (citta) dapat dialihkan dari kedua ikatan ini .
Bhagavan , bagaimana
memahami kesadaran (citta ) itu dikembangkan [diekspansi] (vṛddhikuśala) ?
Dengan memahami bahwa kesadaran ( citta ) mampu
mengatasi kedua ikatan [ yakni :
kemelekatan terhadap nimitta dan kemelekatan terhadap kecenderungan mental yang
tidak baik ] , dimana pada saat kedua ikatan
[kemelekatan] ini meningkat dan
berakumulasi maka melalui pemahaman
kesadaran ( citta) itu dikembangkan [ diekspansi ] sebagai
penangkal untuk menetralisir kedua ikatan
Bhagavan , bagaimana memahami kesadaran (citta)
itu disusutkan (bānikuśala) ?
Dengan memahami bahwa kesadaran ( citta)
mampu menghancurkan kedua ikatan [kemelekatan ] ini
maka melalui pemahaman ini kedua ikatan [kemelekatan] ini disusutkan ataupun dihancurkan.
Bhagavan , bagaimana memahami kesadaran (citta) itu difasihkan [ ditrampilkan ] (upāyakuśala) ?
Dengan memahami kontemplasi
[delapan] pembebasan (vimokṣa) , [delapan landasan
] penguasaan tertinggi (abhibhvāyatana) dan [sepuluh landasan]
totalitas (kṛtsnāyatana) baik pada saat
mengkontemplasi [ semua diatas
] ataupun pencapaian [ kontemplasi
semua diatas].
Maitreya, dengan cara ini , para bodhisattva yang
mengkontemplasi samatha dan vipasyana merealisasikan
kekuatan agung ( mahāprabāva )
Bodhisattva
Maitreya bertanya kepada Bhagavan :
Bhagavan, anda telah
menguraikan bahwa dalam ranah melampaui
ketidakpuasan tanpa sisa agregat (nirupadhiśeṣanirvānadhātu) , semua sensasi (vedanā) akan dihancurkan tanpa sisa . Dalam hal ini , jenis sensasi apa yang dihancurkan tanpa sisa
?
Maitreya, sensasi yang dihancurkan tanpa sisa ini
terdiri dari sensasi yang muncul
dari landasan kecenderungan kekeliruan mental yang
tidak beraturan
(āśrayadauṣṭhulyavedanā) dan perasaaan
yang muncul pada saat mempersepsikan objek dibawah pengaruh dari sensasi yang muncul dari kecenderungan mental (tatphalaviṣayavedanā)
sensasi yang muncul
dari landasan kecenderungan kekeliruan mental yang tidak beraturan (āśrayadauṣṭhulyavedanā) terdiri dari
empat jenis yakni : kecenderungan
kekeliruan mental
yang tidak beraturan dari landasan
bermateri (rupyāśrayadauṣṭhulya) kecenderungan kekeliruan mental yang tidak beraturan dari landasan tidak bermateri (arupyāśrayadauṣṭhulya), kecenderungan kekeliruan mental yang tidak beraturan dibawah pengaruhi dari kondisi sebelumnya (phalasiddhadauṣṭhulya) dan kecenderungan
kekeliruan mental
yang tidak beraturan tetapi tidak dibawah pengaruh dari kondisi
sebelumnya (phalasiddhadauṣṭhulya) dan belum ada
impuls [kondisi yang
menyebabkannya ] (anagathetu)
sensasi yang muncul pada saat mempersepsikan objek
dibawah pengaruh dari sensasi yang
muncul dari kecenderungan mental
(tatphalavisayavedana) terdiri dari empat jenis yakni : yang berhubungan dengan
subjek [makna
yang terpersepsi ] dalam lingustik (ādhāra) , yang
berhubungan dengan pemurnian moralitas (
pariskara) , yang berhubungan dengan persepsi dan pengalaman [ sensasi] sebelumnya ( bhoga) dan yang berhubungan
dengan sebab dan akibat (apeksa)
Dalam
ranah [penghentian] melampaui
ketidakpuasan dengan sisa
agregat (sopadhisesanirvanadhatu)
, semua sensasi yang tidak dibawah pengaruh kondisi
sebelumnya (phalasiddhadausthulya) dan sensasi yang dibawah pengaruh dari
kondisi sebelumnya telah dihancurkan [ berhenti ] dimana dalam hal
ini hanya ada pengalaman dari sensasi
yang muncul dari kebijaksanaan ( vidyasamsprasaja vedana ) yang menetralisir (vipaksa) kedua ini [ sensasi yang tidak
dibawah pengaruh kondisi lainnya dan sensasi yang dibawah pengaruh kondisi
sebelumnya ] , sedangkan dalam ranah [penghentian] melampaui ketidakpuasan tanpa sisa agregat
(nirupadhisesanirvanadhatu) pada saat penghentian total (parinirvana) semuanya ( sarvena sarvam)] akan termurnikan dengan mapan (kevalam ) .Oleh sebab itu dikatakan bahwa
semua sensasi itu dihancurkan dalam ranah melampaui ketidakpuasan tanpa sisa agregat
(nirupadhisesanirvanadhatu)
Setelah itu, Bhagavan juga berkata kepada Bodhisattva Maitreya,
" Sadhu sadhu , Maitreya, Anda
mampu mempertanyakan kepada Tathagata
mengenai jalan kontemplasi (yogamarga) hingga
pencapaiannya ( paripurna) dengan lengkap dan sempurna dan saya juga telah
menguraikan jalan kontemplasi
(yogamarga) ini dengan lengkap dan
sempurna (suvisuddha) dimana mulai dari (arabhya) semua yang mencapai penggugahan sempurna (
samyaksambuddha) yang lampau ( atita)
hingga yang akan datang ( anagata) juga
akan menguraikan hal yang sama .
Dengan uraian ini, para putra
( kulaputra) dan putri
(kuladuhitr) dari silsilah terbaik dapat mengkontemplasikannya hingga mencapai penggugahan sempurna tiada tertandingi
Kemudian Bhagavan melantunkan
gātha ini :
Bagi yang bersandar
dalam uraian ini dan
mengkontemplasikannya sesuai dengan
uraian ini maka mereka akan mencapai penggugahan
Bagi yang membantah , mencari celah uraian
ini dan mempelajari semua doktrin yang berkenaan dengan pembebasan . Maitreya ,
mereka akan semakin jauh dari kontemplasi ini
seperti antara langit dan bumi. Para bijaksana yang selalu memberikan
manfaat bagi semua makhluk hidup tidak
akan mencapai imbalan pada saat mereka berusaha untuk membantu mereka. Mereka
yang mengharapkan imbalan tidak akan
mencapai kebahagiaan yang tertinggi dan terbebaskan dari materialistik. Bagi mereka yang masih berkeinginan mendengarkan
uraian doktrin realitas ,
meskipun telah diiuraikan untuk menolak semua keinginan , mereka tetap
akan kembali mencengkramnya dengan erat. Mereka bagaikan orang yang terdelusi yang telah mendapatkan uraian realitas yang
tidak ternilai harganya , tetapi mereka meletakkannya dan berkeliaran dalam
kemelaratan. Oleh sebab itu , berusahalah untuk
meninggalkan argumen logis ,meninggalkan kemelekatan terhadap ide
[gagasan] dan juga kecenderungan kekeliruan dari konseptual. Untuk pembebasan
semua makhluk hidup termasuk para deva , berusahalah dengan sungguh dalam
kontemplasi sesuai dengan doktrin ini.
Kemudian Bodhisattva Maitreya bertanya kepada
Bhagavan: "Bhagavan, apa nama
dari (naman ) pemutaran [ roda ] pengungkapan makna mendalam (samdhinirmocanadharmaparyaya)
ini ?
Bhagavan menjawab: Maitreya , doktrin ini dinamakan sebagai pengulasan jalan kontemplasi yang bermakna
definitif ( yoganirtathanirdesa) , anda
dapat menamakannya sebagai : uraian jalan kontemplasi yang bermakna definitif
Pada saat jalan kontemplasi bermakna definitif ini selesai
diuraikan , enam ratus ribu
makhluk hidup beraspirasi mencapai penggugahan sempurna yang tidak
tertandingi ( anuttarasamyaksambodhi).
Tiga ratus Sravaka memurnikan (visudha ) mata realitas ( dharmacaksur) yang bebas dari
keinginan (virajas) dan tidak ternodakan (nirmala). Seratus lima puluh ribu Sravaka mencapai pembebasan
kesadaran ( asravebyas cittani vimukti ) dengan kesadaran yang tidak melekat
pada apapun (cittam utpadayanti .Tujuh puluh lima ribu Bodhisattva
berkontemplasi dalamkontemplasi agung
(mahayogamanasikara).