PARIVARTA KEDUA
Paramārthasatya
[0688c19] Pada saat itu, Bodhisattva Vidivatparipṛcchaka bertanya kepada Bodhisattva Gambhīrārtasaṃdhinimocana mengenai realitas tertinggi [paramārtha] yang berkarakteristik tidak dapat diungkapkan [anabilāphya] dan berkarakteristik bukan dualitas [advayalakṣaṇa] .
Putra Penakluk [jinaputra], ketika dikatakan 'semua fenomena [sarvadharma] berkarakteristik bukan dualitas [advayalakṣaṇa], semua fenomena itu berkarakteristik bukan dualitas, apa yang dimaksud dengan berkarakteristik bukan dualitas?"
[0688c22] Putra dari silsilah terbaik [kulaputra], semua fenomena dapat dibagi atas dua enis fenomena yakni : berkondisi [saṃskṛta ] dan tidak berkondisi [asaṃskṛta] . yang dimaksud disini adalah fenomena berkondisi itu bukan ‘berkondisi ‘ dan juga bukan ‘ tidak berkondisi demikian juga fenomena ‘ tidak berkondisi ‘ itu bukan ‘tidak berkondisi’ dan juga bukan ‘ berkondisi ‘ .
[0688c25] Putra Penakluk mengapa fenomena berkondisi itu dikatakan bukan ‘berkondisi dan juga bukan ‘ tidak berkondisi ‘ . Fenomena ‘ tidak berkondisi ‘ itu dikatakan bukan tidak berkondisi’ dan juga bukan ‘ berkondisi “ ?
[0688c27] Putra dari silsilah terbaik, ' berkondisi ‘ adalah instrumen [śastṛ] yang digunakan oleh Bhagavan , secara umum hanya merepresentasikan uraian dengan jalan untuk mendapatkan makna sementara [aupacārikapada] [dimana makna sebenarnya masih belum teruraikan sepenuhnya [neyārtha] ] dan juga merupakan cara penyampaian secara konseptual [vyavahārābhilāpa] yang muncul dari kreasi mental [parikalpa]. Berhubung cara penyampaian ini merupakan cara penyampaian secara konseptual yang muncul dari berbagai macam kreasi mental [nānāparikalpavyavahārābhilāpa] maka realitasnya juga tidak mapan secara sempurna [atyanta- apariniṣpannatvat]. Oleh sebab itu [dikatakan] sebagai bukan “ berkondisi “
"Putra dari silsilah terbaik ' tidak berkondisi ‘ , merupakan akar kata [nāma] dimana eksistensinya hanya bersifat relatif [sebagai konsep] [prajñaptitaḥ sat]] maka realitasnya juga tidak mapan secara sempurna [atyanta- apariniṣpannatvat ]. Dalam hal ini , baik “berkondisi’ dan “ tidak berkondisi “ akan berlaku sama seperti dua hal diatas dan juga berlaku untuk semua cara penyampaian secara konseptual yang masih memerlukan perantaraan [vyavahārāmadyapatita] dalam mengungkapkannya [abhilāpa][ tidak mampu mempresentasikan maksud yang sebenarnya (ābhiprāyika)]. Selain itu , eksistensi yang bersifat relatif [sebagai konsep] [prajñaptitaḥ sat] bukan merupakan eksistensi sebagai entitas yang sebenarnya [dravyataḥ sat] Apa yang dimaksud dengan eksistensi sebagai entitas yang sebenarnya [dravyataḥ sat]?
Yang dimaksud disini adalah realitas yang tidak dapat diungkapkan
Yang dimaksud disini adalah realitas yang tidak dapat diungkapkan
[anabhilaphyadharmata] dimana realitas ini terbebaskan secara sempurna dari cara penyampaian dengan konseptual [vyavahārābhilāpa], terbebaskan dari semua eksistensi yang bersifat relatiif [sebagai konsep] [prajñaptitaḥ sat] , terpisah dari kekeliruan konseptual [prapañca] dan kreasi konseptual [kalpanā]. Realitas ini merupakan ruang lingkup kognitif yang telah dimurnikan secara sempurna dari semua halangan terhadap objek yang diketahui [jñeyāvaraṇa-viśuddhi-jñāna-gocara] yang direalisasikan oleh Ārya melalui pengetahuan mendalam [āryajñāna] dan pengamatan mendalam yang mulia [āryadarśana], Para Ārya memahami bahwa realitas tidak dapat dipahami tanpa cara penyampaian dengan konseptual [vyavahāram anāśritya paramārtho na deśyate] maka mereka mengemukakan secara nominal [dengan nama dan terminologi] sebagai “berkondisi
[0689a08] Putra dari silsilah terbaik , ' tidak berkondisi ‘instrumen [śastṛ] yang digunakan oleh Bhagavan , secara umum hanya merepresentasikan uraian dengan jalan untuk mendapatkan makna sementara [aupacārikapada] [dimana makna sebenarnya masih belum teruraikan sepenuhnya [neyārtha]] dan juga merupakan cara penyampaian secara konseptual [vyavahārābhilāpa] yang muncul dari kreasi mental [parikalpa]. Berhubung cara penyampaian ini merupakan cara penyampaian secara konseptual yang muncul dari berbagai macam kreasi mental [nānāparikalpavyavahārābhilāpa] maka realitasnya juga tidak mapan secara sempurna [atyanta- apariniṣpannatvat] Oleh sebab itu [dikatakan] sebagai bukan “ tidak berkondisi “.
Putra dari silsilah terbaik ' berkondisi ‘ , merupakan akar kata [nāma] dimana eksistensinya hanya bersifat relatif [sebagai konsep] [prajñaptitaḥ sat]] maka realitasnya juga tidak mapan secara sempurna [atyanta- apariniṣpannatvat ]. Dalam hal ini , baik “berkondisi’ dan “ tidak berkondisi “ akan berlaku sama seperti dua hal diatas dan juga berlaku untuk semua cara penyampaian secara konseptual yang masih memerlukan perantaraan [vyavahārāmadyapatita] dalam mengungkapkannya [abhilāpa] [ tidak mampu mempresentasikan maksud yang sebenarnya [ābhiprāyika]]. Selain itu , eksistensi yang bersifat relatif [sebagai konsep] [prajñaptitaḥ sat] bukan merupakan eksistensi sebagai entitas yang sebenarnya [dravyataḥ sat]. Apa yang dimaksud dengan eksistensi sebagai entitas yang sebenarnya [dravyataḥ sat]?
Yang dimaksud disini adalah realitas yang tidak dapat diungkapkan [anabhilaphyadharmata] dimana realitas ini terbebaskan secara sempurna dari cara penyampaian dengan konseptual [vyavahārābhilāpa], terbebaskan dari semua eksistensi yang bersifat relatiif [sebagai konsep] [prajñaptitaḥ sat] , terpisah dari kekeliruan konseptual [prapañca] dan kreasi konseptual [kalpanā] . Realitas ini merupakan ruang lingkup kognitif yang telah dimurnikan secara sempurna dari semua halangan terhadap objek yang diketahui [jñeyāvaraṇa-viśuddhi-jñāna-gocara] yang direalisasikan oleh Ārya melalui pengetahuan [āryajñāna] dan pengamatan mulia [āryadarśana], Para Ārya memahami bahwa realitas tidak dapat dipahami tanpa cara penyampaian dengan konseptual [vyavahāram anāśritya paramārtho na deśyate] maka mereka mengemukakan secara nominal [dengan nama dan terminologi ] sebagai “ tidak berkondisi “
[0689a17] Kemudian Bodhisattva Vidivatparipṛcchaka berkata kepada Bodhisattva Gambhīrārtasaṃdhinimocana
Putra Penakluk , Bagaimana para Ārya melalui pengetahuan mendalam [āryajñāna] dan pengamatan mendalam [āryadarśana] dapat merealisasikan pengetahuan terhadap ruang lingkup kognitif yang telah dimurnikan secara sempurna dari semua halangan terhadap objek yang diketahui [jñeyāvaraṇa-viśuddhi-jñāna-gocara] ?
Bagaimana Para Ārya mengkaitkan cara penyampaian linguistik secara nominal [ dengan nama dan terminologi ] sebagai berkondisi dan tidak berkondisi ?
[0689a22] Putra dari silsilah terbaik, untuk penjelasan ini , dapat diilustrasikan dengan sebuah contoh dimana seorang ilusionis [māyākāro] dan muridnya [māyākārāntevāsi] mengambil rumput [tṛṇa] , daun [pattra] ,pohon [vṛkṣa] , batu kerikil [śarkara] ataupun batu [upala] di jalanan besar [māhapatha] dan kemudian menampilkan ilusi [māyākarman] dengan memunculkan berbagai objek delusif [akara] misalnya pasukan gajah [hastikāya] , pasukan berkuda [aśvakāya] , pasukan dengan kereta perang [rathakāya] ataupun pasukan infantri [pattikāya] , permata [maṇi] ,mutiara [muktikā], batu akik [vaiḍūrya] , kulit kerang [śaṇkha], batu kristal [śilā], dan semua bentuk [pravāḍa] batu karang [vidruma] , semua barang yang berharga [dhana], bijian [dhānya],tempat penyimpanan minuman [kośa] ataupun ruang penyimpanan [kosṭhāgāra]
Bagaimana Para Ārya mengkaitkan cara penyampaian linguistik secara nominal [ dengan nama dan terminologi ] sebagai berkondisi dan tidak berkondisi ?
[0689a22] Putra dari silsilah terbaik, untuk penjelasan ini , dapat diilustrasikan dengan sebuah contoh dimana seorang ilusionis [māyākāro] dan muridnya [māyākārāntevāsi] mengambil rumput [tṛṇa] , daun [pattra] ,pohon [vṛkṣa] , batu kerikil [śarkara] ataupun batu [upala] di jalanan besar [māhapatha] dan kemudian menampilkan ilusi [māyākarman] dengan memunculkan berbagai objek delusif [akara] misalnya pasukan gajah [hastikāya] , pasukan berkuda [aśvakāya] , pasukan dengan kereta perang [rathakāya] ataupun pasukan infantri [pattikāya] , permata [maṇi] ,mutiara [muktikā], batu akik [vaiḍūrya] , kulit kerang [śaṇkha], batu kristal [śilā], dan semua bentuk [pravāḍa] batu karang [vidruma] , semua barang yang berharga [dhana], bijian [dhānya],tempat penyimpanan minuman [kośa] ataupun ruang penyimpanan [kosṭhāgāra]
Orang awam yang berintinsitik belum matang [dalam spiritual] (balāsvabhāva) ataupun terdelusi (mūdhasvabhāva) dan yang berintrinsitik selalu kontingenif dalam hal kebijaksanaan (duḥprajñāsvabhāva) , yang tidak menyadari bahwa ini adalah rumput, daun,pohon , batu kerikil ataupun batu besar , melihat dan mendengar (dṛṣṭvā vā śrutvā) ini , mereka akan mengkognisi (saṃjna) bahwa : pasukan gajah yang muncul dalam pikiran (hastyatmana) mereka itu nyata (sat) , demikian juga pasukan berkuda , pasukan dengan kereta perang ataupun pasukan infantri, permata,mutiara, batu akik, kulit kerang, batu kristal , dan semua bentuk batu karang, semua barang yang berharga,bijian, tempat penyimpanan minuman ataupun ruang penyimpanan yang muncul dalam yang muncul dalam pikiran (hastyatmana) mereka itu nyata (sat)
Setelah berpikir demikan , mereka melekat dengan erat (āsajya) dan mereka memahami dengan erat (abhiniviśya) sesuai dengan cara mereka lihat dan dengar sebelumnya (yathādṛṣṭhaṃ ca yathāśruthaṃ ca) dan terus menerus menghubungkannya dengan cara penyampaian linguistik ( vyavahārābhilāpa ) dengan menyatakan bahwa : yang ini adalah realitas dan yang lainnya adalah delusi (idam eva satyam moham anyad iti) hingga kemudian objek ini akan diselidiki kembali dengan seksama (upaparīkṣya) .
[0689b04] Sedangkan bagi yang lain, yang berintinsitik matang [dalam spiritual] ataupun tidak terdelusi dan berintinsitik kebijaksanaan yang tajam , yang memahami bahwa objek delusif ini adalah rumput, daun,pohon , batu kerikil ataupun batu besar , ketika mereka melihat dan mendengar objek diatas . Mereka akan mengkognisi objek yang muncul dengan cara demikian sebenarnya bukan pasukan gajah dan objek yang muncul dengan cara demikian sebenarnya bukan pasukan berkuda , pasukan dengan kereta perang ataupun pasukan infantri, permata,mutiara, batu akik, kulit kerang, batu kristal , dan semua bentuk batu karang, semua barang yang berharga,bijian, tempat penyimpanan minuman ataupun ruang penyimpanan melainkan kemunculan ini berkaitan dengan diskriminasi (saṃjna) terhadap pasukan gajah dan diskriminasi terhadap atribut (saṃjnamana) dari pasukan gajah dan kemunculan yang berkaitan dengan diskriminasi terhadap atribut dari pasukan berkuda , pasukan dengan kereta perang ataupun pasukan infantri, permata,mutiara, batu akik, kulit kerang, batu kristal , dan semua bentuk batu karang, semua barang yang berharga,bijian, tempat penyimpanan minuman ataupun ruang penyimpanan adalah merupakan satu kreasi delusif (māyākṛta).
Setelah berpikir bahwa semua objek ini adalah delusif dari penglihatan (cakśurvancana) , kemudian mereka tidak melekat dengan erat (āsajya) dan mereka memahami dengan erat (abhiniviśya) sesuai dengan cara mereka lihat dan dengar sebelumnya Oleh sebab itu mereka juga tidak akan terus menerus menghubungkannya dengan konseptual linguistik (vyavahārābhilāpa) dengan menyatakan bahwa : yang ini adalah realitas dan yang lainnya adalah delusi (idam eva satyam moham anyad iti ) atau dengan perkataan lain mereka menghubungkan konseptual linguistik sesuai dengan objeknya masing masing sehingga tidak perlu menyelidiki dengan seksama objek tersebut .
[0689b14] Hal ini juga akan sama dengan orang awam yang berintrinsitik belum matang [dalam spiritual] yang belum mencapai kebijaksanaan supra-duniawi dari Ārya (āryalokuttaraprajñā), yang tidak mengkognisi secara nyata terhadap realitas dari semua fenonema yang tidak dapat diungkapkan. Ketika mereka melihat dan mendengar fenomena berkondisi dan tidak berkondisi . Mereka mengkognisi bahwa fenomena berkondisi dan tidak berkondisi yang muncul itu nyata .
Setelah berpikir demikan , mereka melekat dengan erat (āsajya) dan mereka memahami dengan erat (abhiniviśya) sesuai dengan cara mereka lihat dan dengar sebelumnya (yathādṛṣṭhaṃ ca yathāśruthaṃ ca) dan terus menerus menghubungkannya dengan cara penyampaian dengan linguistik ( vyavahārābhilāpa) dengan menyatakan bahwa : yang ini adalah realitas dan yang lainnya adalah delusi (idam eva satyam moham anyad iti) hingga kemudian objek ini akan diselidiki kembali dengan seksama (upaparīkṣya) cara penyampaian konvensional ini
[0689b20] Sedangkan bagi yang lain , yang berintrinsitik matang [dalam spiritual] yang telah mencapai kebijaksanaan supra-duniawi dari Ārya (āryalokuttaraprajñā), yang mengkognisi secara nyata terhadap realitas dari semua fenonema yang tidak dapat diungkapkan [ memahami bahwa : semua eksistensi yang bersifat relatiif dan terpisah dari kekeliruan konseptual]
Ketika mereka melihat dan mendengar fenomena berkondisi dan tidak berkondisi. Mereka akan mengkognisi (saṃjna) fenomena berkondisi dan tidak berkondisi yang muncul dengan cara ini hanyalah kreasi imajiner tanpa eksistensi yang nyata [realitasnya tidak mapan secara sempurna] (atyanta- apariniṣpannatvat)] melainkan berkaitan dengan munculnya diskriminasi terhadap fenomena berkondisi dan tidak berkondisi, dan diskriminasi terhadap atribut dari fenonema berkondisi dan tidak berkondisi yang sedang berproses ini merupakan jejak mental halus [faktor pengkondisian] yang komposisional dan muncul dari kreasi konseptual seperti kreasi delusif (māyākṛta) dari ilusionis . Hal ini yang menjadi penghalang [delusi] terhadap kesadaran .
Setelah berpikir demikan , mereka tidak melekat dengan erat (āsajya) dan mereka tidak memahami dengan erat (abhiniviśya) sesuai dengan cara mereka lihat dan dengar sebelumnya (yathādṛṣṭhaṃ ca yathāśruthaṃ ca) dan tidak terus menerus menghubungkannya dengan cara penyampaian linguistik (vyavahārābhilāpa) dengan menyatakan bahwa : yang ini adalah realitas dan yang lainnya adalah delusi (idam eva satyam moham anyad iti) hingga kemudian objek ini tidak perlu lagi diselidiki kembali dengan seksama (upaparīkṣya) cara penyampaian linguistik ini.
[0689b28] Putra dari silsilah terbaik , dengan cara seperti diatas , melalui pengetahuan (āryajñāna) dan pengamatan mulia (āryadarśana) maka Para Ārya merealisasikan pengetahuan terhadap ruang lingkup kognitif yang telah dimurnikan secara sempurna dari semua halangan terhadap objek yang diketahui (jñeyāvaraṇa-viśuddhi-jñāna-gocara) . Para Ārya memahami bahwa realitas tidak dapat dipahami tanpa cara penyampaian dengan linguistik dan mereka hanya mengemukakan secara nominal [dengan nama dan terminologi] sebagai “ berkondisi dan tidak berkondisi.
[0689c03] Kemudian Bodhisattva Gambhīrārtasaṃdhinimocana melantunkan gātha ini untuk mempertegas makna uraian ini :
Penakluk (jina) menguraikan makna dari realitas tertinggi yang mendalam (gambhīra) berkarakteristik tidak dapat diungkapkan (anabhilāphya) , bukan dualitas (advaya) , juga tidak berada dalam ruang lingkup yang belum matang [spiritual] ( abālagocara ), Mereka yang berintrinsitik belum matang [spiritual] dan masih delusi (mohamūḍha) akan mengenggam erat cara penyampaian dengan linguistik dan berdiam dalam dualitas (dyavasthita) . Mereka yang tidak memahami ataupun keliru memahami realitas ini diibaratkan seperti domba (eḍaka) ataupun sapi (go) . Mereka akan semakin jauh dari jalan Penakluk (jina) dan berada dalam siklus kehidupan (saṃsara) dalam jangka waktu yang sangat lama .
Sub : Dharmodgata ]
[0689c09] Kemudian ,Bodhisattva Dharmodgata menyapa Bhavagan dan berkata ,
Bhagavan, pada masa lampau (pūrvakāla), Di bagian timur dari tataran kehidupan ini (lokādhatu) ,dalam jarak melampaui banyak sekali tataran kehidupan yang jumlahnya bagaikan butiran pasir (vālukā) ditujuh puluh dua sungai Gangga (gaṇganadī ) terdapat satu tataran kehidupan yang bernama bernama Kīrtimad ,tempat dimana saya berdiam dimana juga merupakan buddhakṣetra dari Tathāgata Viśālakīrti. ( viśālakīrtitathāgata)
Disana saya melihat tujuh puluh tujuh ribu Tirthīka beserta dengan guru mereka (svaśāstr) merenungkan (cint), menimbangkan (mā), menyelidiki (upaparīkṣ) dan mencari (paryeṣ) karakteristik realitas tertinggi (paramārthalakṣaṇa) berdasarkan berbagai sumber pengetahuan beserta dengan batasan validasinya (tarka) tetapi menghasilkan penafsiran yang berbeda (bhinnamati), bertentangan (vimati) dan keliru (durmati) karena realitas berkarakteristik melampaui semua agumen logis (sarvatarkasamatikrāntalakṣaṇa) hingga kemudian mereka berdebat (vivad) dan saling mengucilkan (vigrah) .
Bhagavan , setelah melihat beragam penafsiran mereka , kemudian saya berpikir bahwa kemunculan(prādurbhāva)Buddha sungguh menakjubkan (adbhuta) dan jarang terjadi (āścarya) karena memungkinkan kita untuk merealisasikan (adhigam) dan memahami (sākṣātkṛ) realitas tertinggi (paramārtha) yang berkarakterisik melampaui semua argumen logis (tarka) .
[0689c21] Bhagavan menjawab Bodhisattva Dharmodgata : “ Sadhu , Sadhu , Dharmodgata ,Saya telah memahami sepenuhnya dengan sempurna mengenai realitas tertinggi ini dimana salah satu karakteristiknya adalah melampaui semua argumen logis (tarka) .
Setelah menyadarinya dengan sempurna , saya mengungkapkannya (uttanīkṛ) dan menguraikannya (vivṛt), membabarkannya dengan sistematis (prajñāp), dan mengajarkannya secara komprehensif (prakāś) . Mengapa ?
Setelah menyadarinya dengan sempurna , saya mengungkapkannya (uttanīkṛ) dan menguraikannya (vivṛt), membabarkannya dengan sistematis (prajñāp), dan mengajarkannya secara komprehensif (prakāś) . Mengapa ?
Karena realitas tertinggi hanya dapat dipahami oleh Para Ārya melalui pengamatan ke dalam dirinya sendiri (pratyātmavedanīya), sementara argumen logis (tarka) dipahami melalui mengeluarkan dan menerima pendapat [komunikasi dua arah] (parasparavedanīya) oleh orang awam (pṛthagjana) Oleh sebab itu , Dharmodgata , berdasarkan prinsip uraian ini , anda harus memahami bahwa realitas tertinggi berkarakteristik melampaui argumen logis.
Dharmodgata , realitas tertinggi yang saya babarkan ini berproses (paryāya) dalam ruang lingkup ketidak hadiran nimitta (animittagocara) sedangkan argumen logis berproses dalam ruang lingkup nimitta (nimittagocara) . Oleh sebab itu , Dharmodgata , berdasarkan prinsip uraian ini , anda harus memahami bahwa realitas tertinggi berkarakteristik melampaui argumen logis.
Selanjutnya Dharmodgata, realitas tertinggi yang saya babarkan ini tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata (anabhilāphya) sementara argumen logis berproses dalam ruang lingkup kata ( vāggocara) . Oleh sebab itu , Dharmodgata , berdasarkan prinsip uraian ini , anda harus memahami bahwa realitas tertinggi berkarakteristik melampaui argumen logis.
Selanjutnya Dharmodgata, realitas tertinggi yang saya babarkan ini memotong putus semua cara penyampaian dengan konseptual (vyavāharavyucchedaka), sedangkan argumen logis berproses dalam ruang lingkup cara penyampaian dengan konseptual (vyavāharagocara) . Oleh sebab itu , Dharmodgata , berdasarkan prinsip uraian ini , anda harus memahami bahwa realitas tertinggi berkarakteristik melampaui argumen logis.
Selanjutnya Dharmodgata, realitas tertinggi yang saya babarkan ini memotong putus semua argumentasi (vivādavyucchedaka) sedangkan argumen logis berada dalam ruang lingkup argumentasi (vivādagocara). Oleh sebab itu , Dharmodgata , berdasarkan prinsip uraian ini , anda harus memahami bahwa realitas tertinggi berkarakteristik melampaui argumen logis.
[0690a08] Dharmodgata, hal ini dapat dilustrasikan dengan manusia (puruṣapudgala) yang telah lama terbiasa dengan rasa pedas dan pahit (kaṭukatiktarasa) tidak akan mengevaluasi (parīkṣ), menduga (anumā) ataupun menghargai rasa manis dari madu (madhurasa).
Demikian juga , seseorang dalam ketidaktahuan dan telah lama terbiasa melekat pada keinginan indriya (kāmarāga) akan memiliki ketertarikan berlebihan pada keinginan sehingga terangsang oleh keinginannya sendiri (kāmaparidahana paridagdha) , tidak akan mengevaluasi , menduga ataupun menghargai kebahagiaan dari dalam yang luar biasa yang diperoleh dari ketidak melekatan (ādhyātmikam pravivekasukham) terhadap semua nimitta dari objek visual (rūpa) , suara (śabda), bebauan (gandha), rasa (rasa) dan sentuhan (spraṣṭavya) .
Demikian juga , seseorang dalam ketidaktahuan dan telah lama terbiasa melekat pada cara berkomunikasi yang penuh dengan suasana keakraban (saṃlāpa) dan selalu bersukacita (abhiram) dengan cara itu , tidak akan mengevaluasi , menduga ataupun menghargai menghargai keheningan yang timbul dari dalam diri para Ārya (ādhyātmikam āryatūṣṇīmbhāvasukham) .
Demikian juga , seseorang dalam ketidaktahuan dan telah lama terbiasa melekat pada kefasihan konseptual linguistik dalam pengamatan, perenungan , pembelajaran dan pemahaman (dṛṣṭśrutāmatavijñātavyavāhara) tidak akan mengevaluasi , menduga ataupun menghargai realitas penghentian dari kāya [yang terdiri dari : persepsi (vedana) , kognisi konseptual (saṃjña) dan jejak mental halus [faktor pengkondisian] (saṃskāra)](satkāyanirodhaka) yang memotong putus terhadap semua konseptual linguistik (sarvavyavāharavyucchedaka.)
Dharmagota , seseorang dalam ketidak tahuan dan telah lama terbiasa melekat pada persepsi akan diri (ātmīyaparigraha) tidak akan akan mengevaluasi , menduga ataupun menghargai ketidakhadiran dari persepsi akan diri yang bagaikan [berdiam dalam] Uttarakuru .
Dharmagota, anda harus memahami bahwa seseorang yang masih berargumentasi (vivāda) pada ranah logika (tārkika), tidak akan akan mengevaluasi , menduga ataupun menghargai realitas tertinggi yang melampaui ruang lingkup argumen logis "
[0690a24] Kemudian Bhagavan melantunkan gātha ini untuk mempertegas uraian ini :
Realitas tertinggi berada dalam ruang lingkup ketidakhadiran dari nimitta (animittagocara) , tidak dapat diungkapkan (anabhilāphya) , memotong putus semua cara penyampaian dengan konseptual (vyavāharavyucchedaka), memotong putus semua argumentasi (vivādavyucchedaka) dan melampaui semua argumen logis (tarka )
[Sub: Suviśuddhamati]
[Sub: Suviśuddhamati]
[0690a28] Kemudian Bodhisattva Suviśuddhamati menyapa Bhagavan dan berkata
Bhagavan, realitas tertinggi (paramārtha) yang sangat halus (sūkṣma), mendalam (gambhīra) dan sangat sulit untuk dipahami (durvigāhya) dengan salah satu karakteristiknya adalah melampaui semua perbedaan dan tidak adanya perbedaan (bedhābhedasamatikrāntalakṣana) telah anda uraikan dengan fasih (subhāṣita) dan sangat menakjubkan (āścarya) .
Bhagavan, saya pernah melihat persamuan Bodhisattva yang sedang memasuki tahapan kontemplasi menuju pembebasan yang tidak akan mundur (adhimuktikcāryabhūmi) duduk dan berkumpul bersama untuk mempertimbangkan adanya perbedaan atau tidak adanya perbedaan antara jejak mental halus [faktor pengkondisian] (saṃskāra) dengan realitas tertinggi (paramārtha)
Ada beberapa Bodhisattva mengatakan bahwa jejak mental halus [faktor pengkondisian] (saṃskāra) tidak berbeda dengan realitas tertinggi, tetapi ada juga yang mengajarkan bahwa jejak mental halus [faktor pengkondisian] (saṃskāra) berbeda dengan realitas tertinggi , sebagian lain bersependapat tidak berbeda (abhinna) dan berbeda (bhinna) dengan kelompok tertentu, sebagian lagi penuh dengan keraguan (vicitkisā) dan berbeda pendapat (vimati) dalam menentukan kelompok bodhisattva mana yang telah berpandangan benar dan yang telah berpandangan salah.
Bhagavan, apapun yang akan menjadi kesimpulan mereka, baik realitas tertinggi itu berbeda ataupun sama dengan jejak mental halus [faktor pengkondisian] (saṃskāra), saya berpendapat bahwa para putra dari silsilah terbaik ini (kulaputra) masih belum memahami realitas tertinggi yang berkarakteristik sangat halus dan melampaui semua perbedaan atau tidak adanya perbedaan terhadap jejak mental halus [faktor pengkondisian] (saṃskāra) . Mereka semua masih belum matang [dalam spiritual](bāla), terdelusi (mūḍha) , belum terampil (apaṭu) dan belum fasih (akuśala) .
[0690b14] Bhagavan menjawab pertanyaan dari Bodhisattva Suviśuddhamati:
Sadhu , sadhu , Suviśuddhamati, sebagaimana yang anda katakan tadi bahwa para putra dari silsilah terbaik ini belum memahami realitas tertinggi yang berkarakteristik sangat halus dan melampaui semua perbedaan atau tidak adanya perbedaan terhadap jejak mental halus [faktor pengkondisian] (saṃskāra), Mereka semua masih belum matang [dalam spiritual] (bāla), terdelusi (mūḍha) , belum terampil (apaṭu) dan belum fasih (akuśala). Mengapa demikian ?
Suviśuddhamati , karena seseorang yang mengamati (pratyavekṣ) jejak mental halus [faktor pengkondisian] (saṃskāra) dengan cara seperti ini , tidak akan merealisasikan (adhigam) dan memahami (sākṣātkṛ) realitas tertinggi , mengapa demikian ?
[0690b29] Suviśuddhamati., jika jejak mental halus [faktor pengkondisian] (saṃskāra) tidak berbeda dengan karakteristik realitas tertinggi , maka semua orang awam yang masih diliputi oleh ketidak tahuan (bālapṛthagjana) akan berpandangan benar (dṛṣṭisatya) , semua orang awan akan dengan mudah berkontemplasi dengan berdiam dalam melampaui semua ketidakpuasan (anuttarayogakṣemanirvāna) dan merealisasikan penggugahan sempurna yang tidak tertandingi (anuttarasamyaksambodhi).
Suviśuddhamati., jika jejak mental halus [faktor pengkondisian] (saṃskāra) berbeda dengan karakteristik realitas tertinggi maka bagi mereka yang telah berpandangan benar ini tidak akan terbebaskan dari nimitta jejak mental halus [faktor pengkondisian] (saṃskāranimitta). Karena belum terbebaskan dari nimitta jejak mental halus [faktor pengkondisian] (saṃskāranimitta)., mereka juga akan terikat oleh belenggu dari nimitta (nimittabandhana). Karena belum terbebaskan dari belenggu nimitta maka mereka juga tidak akan terbebaskan dari belenggu kecenderungan kekeliruan mental yang tidak beraturan (dauṣṭhulyabhandana ).
Jika belum terbebaskan dari kedua halangan ini maka bagi mereka yang telah berpandangan benar , juga tidak akan berdiam dalam melampaui ketidakpuasan tertinggi yang tidak tertandingi (anuttarayogakṣemanirvāna ) dan merealisasikan penggugahan yang sempurna dan tidak tertandingi (anuttarasamyaksambodhi).
[0690b29] Suviśuddhamati, semua orang awam yang belum matang [dalam spiritual] tidak akan berpandangan benar, mereka itu orang awam yang belum berkontemplasi dengan berdiam dalam melampaui ketidakpuasan yang tidak tertandingi (anuttarayogakṣemanirvāna) dan merealisasikan penggugahan sempurna yang tidak tertandingi (anuttarasamyaksambodhi).
Oleh sebab itu , dengan mengatakan bahwa realitas tertinggi tidak berbeda dengan jejak mental halus [faktor pengkondisian] (saṃskāra) masih tidak sesuai .Dengan prinsip penjelasan seperti ini maka bagi yang mengatakan bahwa karakteristik realitas tertinggi tidak berbeda dengan jejak mental halus [faktor pengkondisian] (saṃskāra) masih belum berpandangan benar.
[0690c06] Suviśuddhamati , dalam hal ini tidak berarti bahwa orang yang berpandangan benar tidak akan terbebaskan dari belenggu nimitta (nimittabandhana) melainkan mereka mampu terbebaskan ,tidak berarti bahwa yang telah berpandangan benar tidak akan terbebaskan dari belenggu kecenderungan kekeliruan mental yang tidak beraturan (dauṣṭhulyabhandana) melainkan mereka mampu terbebaskan . Karena mereka terbebaskan dari dua belenggu (bhandana) ini maka mereka dapat berkontemplasi dengan berdiam dalam melampaui semua ketidakpuasan yang tertinggi (anuttarayogakṣemanirvāna) dan merealisasikan penggugahan sempurna yang tidak tertandingi (anuttarasamyaksambodhi).
Oleh sebab itu , dengan mengatakan bahwa realitas tertinggi berbeda dengan jejak mental halus [faktor pengkondisian] masih tidak sesuai . Dengan prinsip penjelasan seperti ini maka bagi yang mengatakan bahwa realitas tertinggi berbeda dengan jejak mental halus [faktor pengkondisian] masih belum berpandangan benar.
[0690c15] Selain itu, Suviśuddhamati, jika realitas tertinggi tidak berbeda dengan jejak mental halus [faktor pengkondisian] maka karakteristik dari kondisi mental yang tidak berguna (saṃkleśalakṣaṇa) yang termasuk dalam jejak mental halus [faktor pengkondisian] juga akan termasuk dalam kebenaran tertinggi sehingga realitas tertinggi juga merupakan kondisi mental yang tidak berguna.
Suviśuddhamati, jika realitas tertinggi berbeda dengan jejak mental halus [faktor pengkondisian] maka realitas tertinggi yang berada didalam jejak mental halus [faktor pengkondisian] tidak akan menjadi karakteristik umum (sāmānyalakṣaṇa) Tetapi, Suviśuddhamati, realitas tertinggi tidak termasuk dalam kondisi mental yang tidak berguna, dan realitas tertinggi yang berada di dalam jejak mental halus [faktor pengkondisian] adalah karakteristik umum .
Oleh sebab itu , dengan mengatakan bahwa realitas tertinggi berbeda dengan jejak mental halus [faktor pengkondisian] masih tidak sesuai . Dengan prinsip penjelasan seperti ini maka bagi yang mengatakan bahwa realitas tertinggi berbeda dengan jejak mental halus [faktor pengkondisian] masih belum berpandangan benar.
[0690c26] Selain itu, Suviśuddhamati, jika realitas tertinggi tidak berbeda dengan jejak mental halus [faktor pengkondisian] maka semua karakteristik realitas tertinggi juga tidak dapat dibedakan dalam semua jejak mental halus [faktor pengkondisian] sehingga semua karakteristik jejak mental halus [faktor pengkondisian] juga tidak dapat dibedakan maka para yogi juga tidak akan berpandangan benar terhadap jejak mental halus [faktor pengkondisian] melalui perenungan (mata), pembelajaran (śrutā), pemahaman (vijñāta) dan pencarian (paryes) mereka.
Jika realitas tertinggi berbeda dengan jejak mental halus [faktor pengkondisian], maka ketidakhadiran eksistensi individual [diri] (nairātmyamātra) dan ketidakmapanan dalam memunculkan kondisi untuk eksistensi dirinya sendiri (nihsvabhāvatamātra) dari jejak mental halus [faktor pengkondisian] tidak akan menjadi karakteristik realitas tertinggi , disamping itu realitas tertinggi juga akan mapan sebagai satu kesinambungan (siddhyeta) dan muncul dalam kebersamaan (prabhāvita) dengan dua karakteristik yang berbeda yakni : Karakteristik dari kondisi mental yang tidak berguna dan karakteristik dari pemurnian (vyavadānalakṣaṇa) .
[0691a05] Tetapi Suviśuddhamati , realitas tertinggi itu memang berbeda dengan jejak mental halus [faktor pengkondisian], Oleh sebab itu, para yogi dapat berpandangan benar melalui perenungan , pembelajaran ,pemahaman dan pencarian mereka dan juga ketidakhadiran eksistensi individual [diri] (nairātmyamātra) dan ketidakmapanan dalam memunculkan kondisi untuk eksistensi dirinya sendiri (nihsvabhāvatamātra) merupakan karakteristik realitas tertinggi dari jejak mental halus [faktor pengkondisian], disamping itu realitas tertinggi juga tidak akan mapan sebagai satu kesinambungan dan muncul dalam kebersamaan dengan dua karakteristik yang berbeda yakni : karakteristik dari kondisi mental yang tidak berguna dan karakteristik dari pemurnian Oleh sebab itu , dengan mengatakan bahwa karakteristik realitas tertinggi berbeda dan tidak berbeda dengan jejak mental halus [faktor pengkondisian], masih tidak sesuai .
Dengan prinsip penjelasan seperti ini maka bagi yang mengatakan bahwa karakteristik realitas tertinggi berbeda dan tidak berbeda dengan jejak mental halus [faktor pengkondisian], masih belum berpandangan benar.
Dengan prinsip penjelasan seperti ini maka bagi yang mengatakan bahwa karakteristik realitas tertinggi berbeda dan tidak berbeda dengan jejak mental halus [faktor pengkondisian], masih belum berpandangan benar.
[0691a14] Suviśuddhamati , hal ini dapat diilustrasikan dengan contoh : keputihan [warna] dari kulit kerang tidak akan mudah dipahami sebagai karakteristik yang berbeda atau tidak berbeda dengan kulit kerang (śaṇkha śuklatva) sebagaimana juga dalam hal keemasan [warna] dari emas (survarna pītatva) .
Demikian pula suara dari vīṇā (vīṇā śabda prīyartva) tidak akan mudah (na sukaram) dipahami sebagai karakteristik yang berbeda atau tidak berbeda dengan vīṇā. Wewangian dari pohon agaru hitam (kṛṣṇāgaru saugandhya) tidak akan mudah dipahami sebagai karakteristik yang berbeda atau tidak berbeda dengan pohon agaru hitam. Panas dari merica (marica uṣṇatva) tidak akan mudah dipahami sebagai karakteristik yang berbeda atau tidak berbeda dengan merica, demikan juga zat astrigen dari haritakī [arjuna myrobalan] (haritakī kaṣāyatva). Kelembutan dari kapas (tūlapicu śilakṣṇatva) tidak akan mudah dipahami sebagai karakteristik yang berbeda atau tidak berbeda dengan kapas. Manda dari ghee (ghṛta maṇdatva) tidak akan mudah dipahami sebagai karakteristik yang berbeda atau tidak berbeda dengan ghee.
Atau dengan ilustrasi lain misalnya : ketidak konstanan (anityatā) dalam jejak mental halus [faktor pengkondisian] (saṃskāra) ataupun ketidak puasan (duhkhatā) dalam jejak mental halus [faktor pengkondisian] (saṃskāra) ataupun ketidak hadiran eksistensi individual [diri] (nairātmya) dalam jejak mental halus [faktor pengkondisian] (saṃskāra) sebagai karakteristik yang berbeda ataupun tidak berbeda
Suviśuddhamat ,keinginan (rāga) yang berkaraterstik sulit untuk dihentikan (aśāntilakṣaṇa) akan sulit dipahami sebagai karakteristik yang berbeda ataupun tidak berbeda dari karakteristik kondisi mental yang tidak berguna (saṃkleśalakṣaṇa),demikian juga kebencian (dveṣa) dan delusi (moha). Oleh sebab itu dengan mengatakan bahwa karakteristik realitas tertinggi berbeda dan tidak berbeda dengan jejak mental halus [faktor pengkondisian] (saṃskāra) masih tidak sesuai .
[0691b01]Suviśuddhamati, melalui prinsip penjelasan ini maka saya memahami sepenuhnya dengan sempurna mengenai realitas tertinggi ini dimana salah satu karakteristiknya adalah melampaui semua argumen logis (tarka).Setelah menyadarinya dengan sempurna, saya mengungkapkannya (uttanīkṛ) dan menguraikannya (vivṛt), membabarkannya dengan sistematis (prajñāp) dan mengajarkannya secara komprehensif (prakāś)
[0691b04] Kemudian Bhagavan melantunkan gātha ini
Karakteristik realitas tertinggi melampaui semua perbedaan dan tidak adanya perbedaan terhadap semua jejak mental halus [faktor pengkondisian] (saṃskāra) , bagi yang masih menghubungkannya dengan perbedaan dan tidak adanya perbedaan akan berpandangan salah. Hanya dengan melalui kontemplasi śamatha dan vipaśyanā., yang akan membebaskan kita dari belenggu (nimittabandhana) dan belenggu kecenderungan kekeliruan mental yang tidak beraturan (dauṣṭhulyabhandana)
[Sub: Subhūti]
[0691b10] Kemudian Bhagavan berkata kepada Ayustmat Subhūti ' "Subhūti menurut anda berapa banyak makhluk hidup yang mencengkram erat (abhigṛhīta) dengan pendekatan melalui gagasan konseptual (abhimāna) [terhadap uraian doktrin] tanpa mengetahui penjelasan maknanya (ajñāvyākaraṇa)? dan berapa banyak makhluk hidup yang terbebaskan dari gagasan konseptual ?
[0691b13] Ayustmat Subhūti menyapa Bhagavan dan menjawab:
"Bhagavan, menurut pengamatan saya akan ada sedikit sekali manusia yang akan terbebaskan dari gagasan konseptual tetapi yang melekat erat dengan pendekatan melalui gagasan konseptual [terhadap uraian doktrin] tanpa mengetahui penjelasan maknanya akan tidak terukur (apramāṇa) , tidak terhitung (asaṃkhyeya) , dan tidak terungkapkan (anabhilāphya)
[0691b17] Bhagavan, pada suatu waktu di tempat pertapaan di hutan rimba (aranyamahāvanaprasthā) , bersama dengan saya juga ada banyak (sambahula) bhikṣu yang mendiami tempat pertapaan ini . Ketika matahari mulai terbit (pūrvāhna) , saya melihat banyak bhikṣu mengamati objek meditatif yang diajarkan untuk realisasi pembebasan (vivadhadharmālambakābhisamaya) dan kemudian menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan gagasan konseptual dengan objek meditatif yang telah mereka realisasikan .
[0691b21] Diantara mereka , ada yang menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan pengamatan melalui karakterisitik yg dimiliki oleh dirinya sendiri (svalakṣaṇa) dari [lima] agregat (skandha) [ bentuk , sensasi , faktor pengkondisian dan kesadaran ] dan selanjutnya juga menguraikan karakteristik dari pemunculan agregat (utpāda) [melalui daya dari tindakan yang terkontaminasi dan kondisi mental yang tidak berguna], karakterisitik dari penguraian (vināśa) dan pembebasan (nirodha) [dari tindakan yang terkontaminasi dan kondisi mental yang tidak berguna yang merupakan penyebab dari agregat yang terkontaminasi] dan pemahaman seksama [dimana entitas dari agregat itu seperti penyakit atau tidak mapan sebagai eksistensi diri pada hakekatnya] dan menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan metoda ini.
[0691b25] Sebagaimana yang mengamati berdasarkan agregat , maka yang lain mengamati berdasarkan [modus dari ketidakpuasan dari] [dua belas] landasan pengindera (āyatana), pemunculan dalam saling keterkaitan (pratītyasamutpāda ) dan [empat] nutrimen (āhāra) dan menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan metoda ini.
[0691b27] Ada juga yang mengamati berdasarkan karakterisitiknya yang dimiliki oleh dirinya sendiri (svalakṣaṇa) dari [empat] realitas (satya) [mulia] , pemahaman seksama dari realitas [dari ketidakpuasan yang benar sebagai ketidakkonstanan dan tidak menyenangkan] (parijñā), pembebasan yang benar [dari sumber ketidak puasan yakni : tindakan yang terkontaminasi dan kondisi mental yang tidak berguna] (prahāṇa), aktualisasi [penghentian ketidak puasan] (sākṣātkāra), dan kontemplasi [mengkontempelasi melalui jalan yang benar , dengan maksud untuk mencapai penghentian benar dari ketidak puasan ] (bhāvanā) dan menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan metoda ini.
[0691b29] Ada juga yang mengamati berdasarkan karakterisitik yg dimiliki oleh dirinya sendiri (svalakṣaṇa) dari elemen (dhātu) , berbagai [delapan belas] (nānātva) elemen , beragam [enam] elemen (anekatva) , pembebasannya (nirodha) dan pemahaman seksamanya (nirodha-sākṣātkāra).
[0691c03] Selain itu ada juga yang mengamati berdasarkan faktor menuju penggugahan (bodhipakṣyadharma) [yang merupakan penawar terhadap berbagai objek dalam keadaan terbebaskan], memunculkan [kebajikan dan penawar] yang belum dimunculkan (anutpannānām utpāda), berdiam dalam [kebajikan dan penawar] yang sudah dimunculkan (utpannānām sthrti), tidak kehilangan [penawar] yang sudah dimunculkan (asaṃpramosa), dimunculkan kembali (bhūyobhāva) [pada saat seseorang telah terbiasa dengan kebajikan dan kualitas ini] dan meningkatkan [ penawar melalui daya dari keterbiasaan ini ] serta mengekspansinya [ hingga tak terbatas ] (vrddhiviṛuḍhi) dan menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan metoda ini.
[0691c09] Yang lain berdasarkan berdasarkan pengamatan melalui delapan jalan mulia (āryāṣṭāṇgamārga) dan menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan metoda ini.
[0691c09] Yang lain berdasarkan berdasarkan pengamatan melalui delapan jalan mulia (āryāṣṭāṇgamārga) dan menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan metoda ini.
[0691c13] Bhagavan, setelah melihat menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan gagasan konseptual kemudian saya berpikir jika para Ārya ini menjelaskan pemahaman mereka berdasarkan gagasan konseptual dengan objek meditatif yang telah mereka realisasikan dalam berbagai metoda maka mereka masih belum memahami bahwa salah satu karakteristik dari realitas tertinggi adalah semua dalam satu rasa (sarvatra - ekarasalakṣaṇa) . Mereka masih masih melekat erat dengan pendekatan melalui gagasan konseptual (abhimāna) [terhadap uraian doktrin] tanpa mengetahui penjelasan maknanya (ajñāvyākaraṇa)
Bhagavan, realitas tertinggi (paramārtha) yang sangat halus (sūkṣma) , mendalam ( gambhīra) dan sangat sulit untuk dipahami (durvigāhya) dengan salah satu karakteristiknya adalah semua dalam satu rasa (sarvatra - ekarasalakṣaṇa) telah anda uraikan dengan fasih ( subhāṣita) dan sangat menakjubkan (āścarya ) . Bhagavan, jika para bhikṣu ini sangat sulit memahami uraian [mendalam] ini bagaimana dengan pemahaman para Tirthīka yang berada diluar dari uraian [mendalam] ini ?
[0691c21] Bhagavan menjawab pertanyaan dari Ayustmat Subhūti:
Sadhu , sadhu , Subhūti, Saya telah memahami sepenuhnya dengan sempurna mengenai realitas tertinggi ini dimana salah satu karakteristiknya adalah semua dalam satu rasa . Setelah menyadarinya dengan sempurna , saya mengungkapkannya (uttanīkṛ) dan menguraikannya (vivṛt), membabarkannya dengan sistematis (prajñāp), dan mengajarkannya secara komprehensif (prakāś) Mengapa ?
Subhūti , saya menguraikan bahwa realitas tertinggi (paramārtha) dapat direalisasikan melalui agregat (skandha) sebagai objek pengamatan untuk pemurnian (viśuddhālambana) Saya juga menguraikan bahwa realitas tertinggi dapat direalisasikan melalui [dua belas] landasan pengindera (āyatana) sebagai objek pengamatan untuk pemurnian (viśuddhālambana), hal ini juga berlaku untuk objek pengamatan meditatif untuk pemurnian lainnya pemunculan dalam saling keterkaitan (pratītyasamutpāda), [empat] nutrimen (āhāra), faktor menuju penggugahan (bodhipakṣyadharma) delapan jalan mulia (āryāṣṭāṇgamārga)
Subhūti , objek pengamatan meditatif (viśuddhālambana) yang tercakup dalam semua agregat (skandha) itu semuanya dalam satu rasa (sarvatra - ekarasalakṣaṇa) dan berkarakteristik tidak berbeda (abhinna) . Hal ini juga berlaku sama , untuk semua objek pengamatan untuk pemurnian (viśuddhālambana) mulai dari landasan pengindera (āyatana) hingga delapan jalan mulia (āryāṣṭāṇgamārga) , semuanya merupakan objek pengamatan untuk permurnian semua dalam satu rasa dan berkarakteristik tidakberbeda. Oleh sebab itu , dengan prinsip penjelasan seperti maka realitas tertinggi itu semuanya dalam satu rasa.
[0692a03] Selanjutnya , Subhuti, pada saat bhikṣu yang berkontemplasi (bhikṣu - yogācāra) telah memahami realitas demikian apa adanya (tathāta) dari salah satu objek pengamatan [dari kelompok] agregat diatas misalnya : ketidak hadiran eksistensi individual [diri] dari fenomena [sebagai] realitas tertinggi (paramarthadharmanairatmya) , maka mereka tidak perlu lagi mengamati (paryes) dan menganilisa satu persatu objek [dari kelompok] agregat lainnya untuk memahami realitas proposional ini , juga tidak perlu lagi mengamati dan menganalisa satu persatu objek meditatif untuk pemurnian lainnya misalnya : [dua belas] landasan pengindera (āyatana), pemunculan dalam saling keterkaitan (pratītyasamutpāda), [empat] nutrimen (āhāra), [empat] realitas (satya) [mulia] ,faktor menuju penggugahan (bodhipakṣyadharma), delapan jalan mulia (āryāṣṭāṇgamārga) . Karena ketidakmapanan eksistensi diri juga merupakan salah satu kediaman yang dicapai melalui kontemplasi dari kebijaksanaan yang bebas dari konseptual sebagai realitas demikian apa adanya dalam [atau yang berhubungan dengan] semua fenomena (sarvadharmeṣutathatānirvikalpaprajñābhāvanāsahagatovihāraḥ). Kemudian mereka akan memasuki kesadaran [eling] dan memahami realitas tertinggi yang semuanya dalam satu rasa.
Oleh sebab itu , Subhūti dengan prinsip penjelasan seperti ini anda dapat memahami bahwa realitas tertinggi itu berkarateristik semuanya dalam satu rasa
[0692a09] Selanjutnya, Subhūti, jika agregat, landasan pengindera, sebab akibat yang saling bergantungan, [empat] nutrimen [empat] realitas [mulia] ,[empat] pemapanan kesadaran [eling], [empat] usaha agung, [empat] modus pencapaian, [lima] kemampuan, [lima] kekuatan, [tujuh] faktor penggugahan berkarakteristik saling berbeda satu dengan yang lainnya (anyonyabhinnalakṣaṇa), demikian juga delapan jalan mulia akan berkarakteristik saling berbeda satu dengan yang lainnya .
Dengan menggunakan prinsip penjelasan yang sama dengan diatas maka realitas proposisional dan ketidakmapanan eksistensi diri dari fenomena [yang mengakses] realitas tertinggi juga akan berkarakteristik saling berbeda satu dengan yang lainnya .
Jika realitas proposisional dan ketidakmapanan eksistensi diri dari fenomena [yang mengakses] realitas tertinggi juga akan berkarakteristik saling berbeda satu dengan yang lainnya maka realitas proposisional dan ketidakmapanan eksistensi diri dari fenomena [yang mengakses] realitas tertinggi akan dihubungkan dengan penyebab (sahetuka) dan juga akan dimunculkan dari sebab (hetuta utpanna) dan jika dimunculkan dari sebab maka realitas proposisional dan ketidakmapanan eksistensi diri dari fenomena [yang mengakses] realitas tertinggi akan termasuk sebagai berkondisi (saṃskṛta) dan jika berkondisi maka bukan realitas tertinggi sehingga kita masih perlu mencari realitas tertinggi lainnya
"Oleh sebab itu , Subhuti, realitas proposisional dan ketidakmapanan eksistensi diri dari fenomena [yang mengakses ] realitas tertinggi bukan dimunculkan dari penyebab dan juga bukan berkondisi dan termasuk dalam realitas tertinggi sehingga tidak perlu lagi mencari realitas tertinggi yang lain.
Baik Tathagata muncul (udpādād vā tathāgatanām) ataupun tidak (anudpādād vā tathāgatanām) kestabilan dari realitas ini (dharmasthitaye) tetap dalam kesinambungan , kesimambungan terhadap waktu (śāśāvatakālam) dan tetap dalam kekonstanan, kekonstanan terhadap waktu (nityakālam) . Kediaman realitas intrinsik dari fenomena (dharmāṇāṃ dharmāta) dan elemen dari kualitas [terunggul] ini (dharmadhātu) tetap dalam kestabilannya (sthitaiva)
[0692a20] Oleh sebab itu , Subhuti, melalui prinsip ini juga menjelaskan bahwa yang memiliki karakteristik semuanya dalam satu rasa . Subhuti ini seperti dalam sebuah ruangan hampa (ākāśa) yang tetap konstan (avaivartika), tanpa konseptual (nirvikalpaka) ketidak hadiran nimitta (animitta) dalam kaitannya dengan berbagai aspek (nānāvidha) dari materi (rūpa) yang berkarakteristik berbeda (bhinnalakṣaṇa) satu dengan lainnya . Hal ini juga berlaku sama terhadap fenomena yang memiliki karakteristik yang berbeda satu dengan lainnya, realitas tertinggi itu dipandang sebagai memiliki hakekat dimana semuanya dalam satu rasa.
[0692a24] Kemudian Bhagavan melantunkan gātha ini