Pages

T 676 -解深密經 [Sūtra mahāyāna yang bernama pengungkapan rahasia mendalam - Parivarta ketujuh]

Kemudian Bodhisattva Avalokiteśvara bertanya kepada  Bhagavan:
Bhagavan, anda telah menguraikan sepuluh tahapan (daśabhūmi)  Bodhisattva  yang terdiri dari   tahapan penuh dengan sukacita (pramuditābhūmi ) ,  tahapan tidak ternoda  (vimalābhūmi) , tahapan ekspansi cahaya ( prabhākarībhūmi)  , tahapan kebijaksaaan yang berkobar (arcimatībhūmi),  tahapan sulit untuk  ditaklukkan (sudurjayābhūmi)  , tahapan menghadap ke tujuan (abhimukhībhūmi)  , tahapan pergi jauh ( dūragamābhūmi), tahapan tidak tergoyahkan (acalābhūmi) , tahapan ketajaman kebijaksanaan  (sādhumatībhūmi) ,  tahapan awan realitas (dharmameghābhūmi ) dan tahapan Buddha  ( buddhabhūmi ) yang merupakan tahapan kesebelas ( ca ikādaśama iti)
Bhagavan, anda  menguraikan bahwa dalam  sepuluh  tahapan (daśabhūmi)   ini  ada  pemurnian                      ( viśuddhi)   dan aspek (anga)   yang harus diakumulasi  (saghīta).  Ada berapa pemurnian  (viśuddhi )   dan aspek (aga )  dan apa saja  yang harus diakumulasi ( saghīta )  dalam semua tahapan ini?
Avalokiteśvara, dalam  sepuluh  tahapan (daśabhūmi)   ada empat pemurnian dan sebelas aspek   (ekādaśāṇga )yang harus diakumulasi.
Empat pemurnian  yang harus diakumulasi  dalam  sepuluh tahapan ini terdiri dari : pemurnian aspirasi  (āśayaviśuddhi)  diakumulasi  (saghīta )     mulai dari  tahapan pertama  , pemurnian pelatihan mulia   (adhiśīlaviśuddhi) diakumulasi (saghīta)    mulai dari  tahapan  tahapan kedua  , pemurnian kesadaran mulia   ( adhicittaviśuddhi) diakumulasi (saghīta )  mulai dari  tahapan ke tiga  , dan , pemurnian kebijaksanaan mulia  (adhiprajñāviśuddhi) diakumulasi  (saghīta )     mulai dari  tahapan  keempat secara berkesimambungan dan progresif [dalam setiap tahapan berikutnya] (uttarottaraprāṇītataratayā)  , difasihkan (upādāya)  dan diakumulasi  dalam pengetahuan (sagaho  veditavya) sebanyak mungkin  (yāvad) hingga tahapan Buddha   ( buddhabhūmi ) 
Avalokiteśvara, dalam tahapan  kontempelasi menuju pembebasan yang tidak akan mundur                                 (adhimukticaryā bhūmi)   bodhisattva  melangkah maju  (suparibhavita)   melalui  kontempelasi menuju pembebasan yang tidak akan mundur (adhimukti)   dengan  kesabaran  (kṣānti)  hingga  melampaui  (atikramya) ,  melampaui dengan sempuna (samatikrāmati) semua tahapan (bhūmi)  dalam kontemplasi bodhisattva (boddhisattvacaryā) yang dimulai dengan kontemplasi yang  bersandar pada  sepuluh  doktrin  (daśasu dharmacariteu)  setelah melampaui (atikramya) tahapan ini maka bodhisattva memasuki kepastian  dalam jalan bodhisattva  (bodhisattvasamyaktvanyāma) , melangkah menuju jalan pengamatan mendalam (darśanamārgopādāt) dan   memasuki tahapan pertama  (prathamāṃ bhūmi praviṣṭo bhavati).
Setelah mampu menyempurnakan  aspek [pertama] ini  (sa tenāṃgena paripūro bhavati) , Bodhisattva masih belum mampu  (na tu śaknoti)    memahami dan mencapai  kontemplasi                                (saprajānacārī bhavatim) karena adanya kekeliruan  halus  dalam  moralitas                                                       ( sūkmāpattikhalistasamudācāreu )   sehingga belum mampu menyempurnakan aspek     [ kedua]  ini (sa tenāṃgena aparipūro bhavati) maka mereka akan mengkontemplasi aspek ini dengan tekun hingga mereka dapat mencapainya  (sa tasyāṃgasya paripūraye vyāyacchate tac cādhigacchati)
Setelah  mampu menyempurnakan  aspek [ kedua] ini  (sa tenāṃgena paripūro bhavati), Bodhisattva masih belum mampu (na tu śaknoti)   menyempurnakan  samādhi keduniawian  (laukika samādhi  paripūra)  dan belum mampu mengakumulasi  doktrin yang telah didengar  (śrutadharānīm pratilabdhu) sehingga belum mampu menyempurnakan aspek [ketiga]  ini (sa tenāṃgena aparipūro bhavati) maka mereka akan mengkontemplasi aspek ini dengan tekun hingga mereka dapat mencapainya  (sa tasyāṃgasya paripūraye vyāyacchate tac cādhigacchati)
Setelah  mampu menyempurnakan  aspek [ ketiga] ini  (sa tenāṃgena paripūro bhavati), Bodhisattva masih belum mampu (na tu śaknoti)    berdiam secara berkesinambungan  dalam  berbagai  kualitas  berdasarkan faktor menuju penggugahan  (yathāpratilabdhair bodhipakya dharmais tadbahulaviharatī bhāvayitu ),   dan tidak mampu mengalihkan kesadaran dalam equanimitas (cittam adhyupekitu) karena ketertarikan berlebihan pada  kefasihan dalam meditatif dan doktrin (samāpattidharmatṛṣṇāyāś) sehingga belum mampu menyempurnakan aspek   [keempat]  ini (sa tenāṃgena aparipūro bhavati) maka mereka akan mengkontemplasi aspek ini dengan tekun hingga mereka dapat mencapainya  (sa tasyāṃgasya paripūraye vyāyacchate tac cādhigacchati)
Setelah  mampu menyempurnakan  aspek [keempat] ini  (sa tenāṃgena paripūro bhavati), Bodhisattva masih belum mampu (na tu śaknoti) mengamati dan mengkontemplasi dengan seksama  kebenaran  [mulia]   (satyani vyavacarana)   dan belum mampu mengorientasikan kesadaran [eling] dengan tajam dalam equanimitas karena aspirasi ekstrim terhadap  siklus eksistensi dan aspirasi ekstrim terhadap  melampaui ketidak puasan  (sasāranirvāṇaikāntavaimukhyābhimukya manasikāram adhyupekya ) dan tidak mampu mengkontemplasi dengan kualitas yang berdasarkan  metoda dari   faktor menuju penggugahan (upāyapārighītan bodhipakya dharma bhāvayitu) sehingga belum mampu menyempurnakan aspek [ kelima]  ini (sa tenāṃgena aparipūro bhavati) maka mereka akan mengkontemplasi aspek ini dengan tekun hingga mereka dapat mencapainya  (sa tasyāṃgasya paripūraye vyāyacchate tac cādhigacchati)
Setelah  mampu menyempurnakan  aspek [kelima] ini  (sa tenāṃgena paripūro bhavati), Bodhisattva masih belum mampu (na tu śaknoti)   berdiam dengan kesadaran [eling] yang tajam  dalam kondisi ketidak hadiran  dari nimitta  karena sering terstimulasi oleh  siklus kemunculan dan penghentian [ transformasi] jejak mental yang halus dari tindakan lampau   dan tidak mampu mengamati sebagaimana adanya siklus kemunculan dan penghentian [ transformasi] jejak mental yang halus dari tindakan lampau  (saskārapravtti yathāvatpratyaksikrtya tannirvidbahulatayā animitta manasikārena bahula viharatu) sehingga belum mampu menyempurnakan aspek [ keenam]  ini (sa tenāṃgena aparipūro bhavati) maka mereka akan mengkontemplasi aspek ini dengan tekun hingga mereka dapat mencapainya  (sa tasyāṃgasya paripūraye vyāyacchate tac cādhigacchati)
Setelah  mampu menyempurnakan  aspek [keenam] ini  (sa tenāṃgena paripūro bhavati), Bodhisattva masih belum mampu (na tu śaknoti)  berdiam dengan kesadaran [ eling] yang tajam dalam kondisi  kondisi ketidak hadiran  dari nimitta tanpa jeda dan tanpa cacat [tanpa  ketidaksempurnaan]  (niśchidraniramtara animittamanasikārer a bahula vihartuṃ) sehingga belum mampu menyempurnakan aspek [ ketujuh]  ini (sa tenāṃgena aparipūro bhavati) maka mereka akan mengkontemplasi aspek ini dengan tekun hingga mereka dapat mencapainya  (sa tasyāṃgasya paripūraye vyāyacchate tac cādhigacchati)
Setelah  mampu menyempurnakan  aspek [ketujuh] ini  (sa tenāṃgena paripūro bhavati), Bodhisattva masih belum mampu (na tu śaknoti)  berdiam dalam kondisi ketidak hadiran  dari nimitta dengan equanimitas dan suka cita mendalam  dan masih belum mampu menguasai dengan sempurna nimitta  yang akan menuntun ke pencapaian (tasmin animittavihāre ābhogam addhyupekitu nimittavaśitāṃ canupraptuṃ) sehingga belum mampu menyempurnakan aspek [ kedelapan]  ini (sa tenāṃgena aparipūro bhavati) maka mereka akan mengkontemplasi aspek ini dengan tekun hingga mereka dapat mencapainya  (sa tasyāṃgasya paripūraye vyāyacchate tac cādhigacchati)
Setelah  mampu menyempurnakan  aspek [kedelapan] ini  (sa tenāṃgena paripūro bhavati), Bodhisattva masih belum mampu (na tu śaknoti) menguasai dengan sempurna   penguraian  doktrin dengan berbagai penjelasan  baik dengan perbedaan ,  intepretasi, karakteristik dan alternatif. (paryāyalakaanirvacanarprabhedasarva.prakaradharmadeśanāyā vaśitāṃ pratilabdhu) sehingga belum mampu menyempurnakan aspek [ kesembilan]  ini (sa tenāṃgena aparipūro bhavati) maka mereka akan mengkontemplasi aspek ini dengan tekun hingga mereka dapat mencapainya  (sa tasyāṃgasya paripūraye vyāyacchate tac cādhigacchati)
Setelah  mampu menyempurnakan  aspek [kesembilan] ini  (sa tenāṃgena paripūro bhavati), Bodhisattva masih belum mampu (na tu śaknoti) kefasihan dalam penguasaan analitikal terhadap pencapaian dari ranah realitas (paripūrana  dharmakāyam  pratisaṃvedayituṃ) sehingga belum mampu menyempurnakan aspek [ kesepuluh]  ini (sa tenāṃgena aparipūro bhavati) maka mereka akan mengkontemplasi aspek ini dengan tekun hingga mereka dapat mencapainya  (sa tasyāṃgasya paripūraye vyāyacchate tac cādhigacchati)

Setelah  mampu menyempurnakan  aspek [kesepuluh] ini  (sa tenāṃgena paripūro bhavati), Bodhisattva masih belum mampu (na tu śaknoti) masih belum mampu mencapai  pengetahuan dan pengamatan mendalam  yang tidak  dimunculkan dan tanpa halangan terhadap semua yang diketahui (sarvasmin jñeye asagāpratihata jñāna darśana pratilabdhuṃ) maka mereka akan mengkontemplasi aspek [kesebelas] ini dengan tekun hingga mereka dapat mencapainya  (sa tasyāṃgasya paripūraye vyāyacchate tac cādhigacchati).  Karena mereka telah menyempurnakan aspek[kesebelas] ini maka semua aspek telah tercapai dengan sempurna (sa tasyāṃgasya paripūrṇatvat  sarvāṃgaparipūrṇa sarvaāṃga paripūro bhavati).
Avalokiteśvara, demikianlah sebelas aspek  yang harus diakumulasi dalam pengetahuan
Bhagavan, mengapa tahapan pertama dinamakan sebagai  tahapan penuh dengan sukacita (pramuditābhūmi )  dan mengapa setiap tahapan selanjutnya hingga ke tahapan Buddha demikian  ?
Avalokiteśvara, tahapan pertama dinamakan sebagai tahapan penuh dengan sukacita (pramuditābhūmi)  karena mencapai    objek agung [dalam dhyana]  dari    kesadaran yang melampaui keduniawian (lokuttaracitta) sehingga mengalami kegiuran dan suka cita secara fisik. (mahārtānucitalokottaracittalābhodāraprītiprāmodyatām upādāya prathamā bhūmi pramuditety ucyate)
Tahapan  kedua dinamakan sebagai tahapan tidak ternoda  (vimalābhūmi) ,  karena    telah menghentikan semua  kekeliruan halus  yang berkaitan dengan moralitas (sūkmāpatti) bersama dengan  kecenderungan kekeliruan dari mental yang tidak beraturan (dauthulya)  dan menjadi tidak ternoda  (amalā) (sarvasūkmāpattidauthulyāmalavigatām upādāya dvītiyā vimalety ucyate)
Tahapan  ketiga dinamakan sebagai tahapan ekspansi cahaya ( prabhākarībhūmi)    karena  pencapaian akumulasi  doktrin yang telah didengar  (śrutadharānī)   dan  samādhi  dimana [kedua aspek ini]   merupakan landasan dalam memanifestasikan pengetahuan mendalam yang tidak terukur (apramāṇajñānāvabhāsena) (apramāṇajñānāvabhāsena sanniśrayatām upādāya tasya samādhes tasyāś ca śrutadhārayās titīyā bhumi prabhākarīty ucyate)
Tahapan  keempat dinamakan sebagai  tahapan kebijaksaaan yang berkobar (arcimatībhūmi ),  karena  dalam  pencapaian tahapan ini,   dia  telah berdiam secara berkesinambungan  dalam kualitas berdasarkan faktor menuju penggugahan  (bodhipakyadharma) dengan kualitas pengetahuan (jñānavahner ) seperti  kobaran api realitas (arcibhūtatvād) yang    membakar semua  kondisi mental yang tidak berguna ( kleśakāṣṭhapradahanāt ) 
(kleśadahanaya jñānavgnyarcir bhūtatvāt tasya bodhipakyadharmabhāvanāyaś caturthi bhumir arcismatity ucyate)
Tahapan  kelima dinamakan sebagai  tahapan sulit untuk  ditaklukkan ( sudurjayābhūmi) karena dalam pencapaian tahapan ini , dia telah  berdiam secara berkesinambungan  dalam kualitas berdasarkan  metoda kontempelasi  (upāyabhāvanā ) dari faktor menuju penggugahan  (bodhipakyadharma)yang merupakan penaklukan dari sesuatu yang  sangat sulit diatasi (durvaśīkaraṇāt ).
Tahapan  keenam  dinamakan sebagai tahapan mengarah  maju   (abhimukhībhūmi)  karena dalam tahapan ini , seseorang  mengarah maju  ke semua ajaran dari Buddha    , baik mengarah maju menghadapi jejak mental halus [ faktor pengkondisian] (saskārapravtter ābhimukhyāt) maupun mengarah lebih maju  dengan  kesadaran { eling } mental  dalam kondisi ketidakhadiran nimitta  (nirnimittabhūyomanasikārasya ābhimukhyāt )   
Tahapan  ketujuh  dinamakan sebagai tahapan pergi jauh ( dūragamābhūmi)  karena  dalam pencapaian tahapan ini , seseorang  akan mampu  berdiam  dalam kesadaran [eling ] mental dalam kondisi  ketidak hadirin dari  nimitta  (nirnimitta manasikāra )  secara  berkesinambungan  { tanpa waktu jeda }  (ānantara)  ,tanpa gangguan  (samittam)   dalam waktu yang lama (duram) yang berproses bersama dengan (anupraveśāt) dan  berkesimambungan  menuju ke tahapan  yang   lebih  sempurna dalam kemurniannya  (viśuddhabhūmyanuparivratanāt. )
Tahapan  kedelapan dinamakan sebagai tahapan tidak tergoyahkan (  acalābhūmi ) karena  dalam pencapaian tahapan ini , seseorang  secara  spontan mencapai  ketidak hadiran dari  nimitta ( nirnimittānābhogena) dan tidak akan terpengaruh   ( cāvicalanāt ) oleh   penyebab dari kemunculan  kondisi mental  yang tidak berguna  yang terefleksi  dalam nimitta  ( nimittakleśamudayena)
Tahapan  kesembilan dinamakan sebagai tahapan ketajaman kebijaksanaan  (sādhumatībhūmi ) karena dalam pencapaian tahapan ini  ,seseorang mencapai  kebijaksanaan yang ekspansif dan luput dari semua kesalahan     (anavadyasuviśālamatiprāpteh) melalui kefasihan  dalam penguasaan sempurna  atas semua  uraian doktrin  dengan berbagai metoda  (sarvākāradharmadeśanāvaśitāyām  )
Tahapan  kesepuluh  dinamakan sebagai  tahapan awan realitas ( dharmameghābhūmi) karena  dalma pencapaian ini , seseorang seperti awan besar yang mampu menutupi angkasa ,   dimana  realitas dari dharmakāya telah meliputi dan menyelimuti  kelompok dari  kecenderungan dalam kondisi yang  negatif  ( dausthulyakaya)
Tahapan  kesebelas dinamakan sebagai tahapan Buddha     ( buddhabhūmi ) karena dalam pencapaian tahapan ini , seseorang telah terbebaskan  dengan sempurna  dari semua  halangan  pada kondisi mental yang tidak berguna     yang paling halus   dan terbebaskan dari halangan  pada “ yang  diketahui  “ { semua objek  mental } (atisuksmaklesajneyavarana)   , tanpa halangan  (asangam) ataupun  tanpa kemelekatan   (apratigham ) dalam mencapai kesempurnaan  penggugahan  semua aspek pengetahuan (sarvakare jneye bhisamdhuddatvat) “

Bhagavan,  ada berapa   delusi (samoha) dan berapa  kekeliruan mental  yang tidak beraturan (dauṣṭhulya) sebagai  penghalang (vipaka) yang harus diatasi  dalam  sepuluh tahapan                 (daśabhūmi )  ?
Avalokiteśvara  ,  dalam sepuluh tahapan ( daśabhūmi )  , penghalang (vipaka) terdiri dari dua puluh dua  (dvaviṃśatir) delusi (samoha) dan  sebelas (ekadaśa) kecenderungan kekeliruan mental  yang tidak beraturan (dauṣṭhulya)
Dalam tahapan pertama  , ada dua delusi  yakni  delusi  dari kondisi mental yang tidak berguna yang berkaitan dengan naluri untuk  bertahan hidup dengan mencengkram diri ataupun fenomena     (pudgaladharmābhiniveśasamoha)  dan delusi  dari   kondisi mental yang  tidak berguna  dimana akan mentransformasikan  mental ke kondisi yang lebih buruk   (apāyikasakleśasamoha ) . [Kedua delusi ini]  bersama dengan dengan kecenderungan kekeliruan mental  yang tidak beraturan [yang timbul dari kedua delusi ini ]  adalah penghalang yang harus diatasi  [dalam tahapan pertama ini]
Dalam tahapan kedua ,  ada dua delusi yakni   delusi  dari kekeliruan halus  yang berkaitan dengan moralitas (sūkśmāpattiskhalitasamoha) dan delusi  dari kecenderungan kekeliruan dan    tindakan  yang dilakukan (citrākārakarmagatisamoha). [Kedua delusi ini]  bersama dengan kecenderungan kekeliruan mental  yang tidak beraturan [ yang timbul dari kedua delusi ini ]  adalah penghalang yang harus diatasi [dalam tahapan kedua  ini]
Dalam tahapan ketiga , ada dua delusi yakni  delusi  dari keinginan indriya  (kāmarāgasamoha)   dan delusi  dari  kepuasan dalam mengakumulasi  doktrin yang telah didengar  (pratipurnaśrutadharānīsamoha) . [Kedua delusi ini]  bersama dengan kecenderungan kekeliruan mental  yang tidak beraturan [yang timbul dari kedua delusi ini ]  adalah penghalang yang harus diatasi  [dalam tahapan ketiga ini]
Dalam tahapan keempat  , ada dua delusi yakni  delusi dari  ketertarikan yang berlebihan terhadap  pencapaian  meditatif  (samāpattitṛṣṇasamohah) dan  delusi dari ketertarikan yang berlebihan terhadap doktrin  (dharmatṛṣṇasamoha). [Kedua delusi ini]  bersama dengan kecenderungan kekeliruan mental  yang tidak beraturan [yang timbul dari kedua delusi ini ]  adalah penghalang yang harus diatasi  [dalam tahapan keempat ini]
Dalam tahapan kelima   , ada dua delusi yakni delusi dari orientasi kesadaran [ eling ] yang tajam                          dengan aspirasi ekstrim  untuk meninggalkan siklus eksistensi   (sasāraikāntavimukhātabhimukhataamanaskārasamoha) dan orientasi kesadaran [eling] yang tajam dengan aspirasi ekstrim mengarah pada melampaui ketidakpuasan                                                   (nirvāṇaikāntavimukhātabhimukhataamanaskārasamoha) [Kedua delusi ini]  bersama dengan kecenderungan kekeliruan mental  yang tidak beraturan [yang timbul dari kedua delusi ini ]  adalah penghalang yang harus diatasi  [dalam tahapan kelima ini]
Dalam tahapan keenam   , ada dua delusi yakni, delusi dari pengamatan  siklus kemunculan dan penghentian [transformasi] jejak mental halus [faktor pengkondisian]   (saskāranupravttipratyaksasamoha) dan delusi  dari aktivitas  persepsi yang beruntun dari kemunculan  beragam nimitta (nimittabahulasamudacarasamoha) [Kedua delusi ini]  bersama dengan kecenderungan kekeliruan mental  yang tidak beraturan [yang timbul dari kedua delusi ini ]  adalah penghalang yang harus diatasi  [dalam tahapan enam ini]
Dalam tahapan ketujuh    , ada dua delusi yakni   delusi dari aktivitas  yang beruntun dari nimitta halus (sūkmanimittasamudacarasamoha) dan delusi dari orientasi kesadaran  [eling] yang tajam  dengan maksud untuk berdiam dalam ketidakhadiran dari  nimitta  (ekamtānimittamanasikāropāyasamoha) .[Kedua delusi ini]  bersama dengan kecenderungan kekeliruan mental  yang tidak beraturan [yang timbul dari kedua delusi ini ]  adalah penghalang yang harus diatasi  [dalam tahapan ketujuh ini]
Dalam tahapan kedelapan ,  ada dua delusi yakni  delusi  dari kespontanan  dalam kondisi ketidakhadiran nimitta  (animittābhogasamoha) , dan  delusi dari nimitta dan  penguasaan nimitta (nimitteu ca vaśita samoha) .[Kedua delusi ini]  bersama dengan kecenderungan kekeliruan mental  yang tidak beraturan [yang timbul dari kedua delusi ini]  adalah penghalang yang harus diatasi  [dalam tahapan kedelapan ini]
Dalam tahapan kesembilan   , ada dua delusi yakni     delusi dari penguasaan dalam  mengakumulasi  doktrin yang telah didengar  dalam  berbagai literatur doktrin dan kebijaksanaan yang berkesinambungan  dan berurutan dari interpretasi  fenomena susunan kata dan fonem  (aparimāṇa dharmadeśanāyāṃ aparimāṇe dharmapadavyajane uttarottare  ca prajñāpratibhāne dharanivaśita samoha) dan delusi dari  penguasaan yang berkaitan dengan intepretasi (pratibhāna vaśita samoha) [Kedua delusi ini]  bersama dengan kecenderungan kekeliruan mental  yang tidak beraturan [yang timbul dari kedua delusi ini ]  adalah penghalang yang harus diatasi  [dalam tahapan kesembilan  ini]
Dalam tahapan kesepuluh   , ada dua delusi yakni     delusi dari kekuatan [ spiritual] transendental (mahābhijñāsamoha) dan delusi dalam  memasuki rahasia halus [dari Buddha] (sūkmaguhyānupraveśasamoha) Kedua delusi ini]  bersama dengan kecenderungan kekeliruan mental  yang tidak beraturan [yang timbul dari kedua delusi ini ]  adalah penghalang yang harus diatasi  [dalam tahapan kesepuluh ini]
Dalam tahapan kesebelas [ Buddha]   , ada dua delusi yakni   delusi dari kemelekatan halus terhadap semua aspek yang diketahui (sarvasmin jñāye susūkmasaktisamoha) dan delusi dari mempertahankan [semua aspek yang diketahui]  (pratighātasamoha) Kedua delusi ini]  bersama dengan kecenderungan kekeliruan mental  yang tidak beraturan [yang timbul dari kedua delusi ini ]  adalah penghalang yang harus diatasi  [dalam tahapan kesebelas ini]
Avalokiteśvara,  demikianlah   dua puluh dua delusi (dvāvisadbhi samohai). dan sebelas kecenderungan kekeliruan mental yang tidak beraturan   (ekādaśabhiś ca dauṣṭhulyair)  dalam landasan dari  tahapan   (bhūmina vyavasthānayang harus dilampaui (samtikramya) oleh   bodhisattva   untuk mencapai  penggugahan sempurna  yang tertinggi (anuttarāṃ sayaksabodhi) dan mencapai  kesempurnaan dari  yang telah tercerahkan (abhisabudhyate).
Bodhisattva Avalokiteśvara  menyapa Bhagavan dan berkata : sungguh menakjubkan (āscaryā) ,  Bhagavan , penggugahan sempurna  yang tertinggi (anuttarā sayaksabodhi )  memberikan hasil  yang mulia  (mahāphalā) dan manfaat  yang mulia (mahānuśaṃsā) dimana para Bodhisattva menjadi  mampu untuk merobek  jala dari berbagai delusi (mahāsamohajāla)  dan mampu  melampaui  (samatikramya)   kecenderungan  kekeliruan dari mental tidak beraturan  yang sangat  sulit  untuk ditembus  (dauṣṭhulyagahana) hingga  mencapai  penggugahan sempurna  yang tertinggi (anuttarāṃ sayaksabodhi) dan mencapai  kesempurnaan dari  yang telah tercerahkan (abhisabudhyate)
Bhagavan , dalam pencapaian ini ada berapa pemurnian ( viśuddhi)  ?
Bhagavan menjawab pertanyaan dari Bodhisattva Avalokiteśvara  dan berkata :
Avalokiteśvara ,  semuanya terdiri dari delapan kemurnian yakni :
1.       kemurnian  dalam  aspirasi terunggul  (adhyāśayaviśuddhi)
2.       kemurnian   dalam kesadaran  (cittaviśuddhi) 
3.       kemurnian  dalam  welas kasih  (karunāviśuddhi)
4.        kemurnian  dalam melatih  kesempurnaan melampaui ( pāramitaviśuddhi)
5.       kemurnian  dalam  pengamatan mendalam   dan memuliakan Buddha                                                                ( buddhadarśanaparyusthāna viśuddhi)
6.       kemurnian  dalam membimbing semua makhluk hidup hingga mencapai   kematangan                          [spiritual ] ( sattvaparipacanaviśuddhi )
7.       kemurnian  dalam  kemunculan   (utpāda viśuddhi )
8.       kemurnian  dalam kekuatan   (prabhavaviśuddhi)
"Avalokitesvara, pada tahapan (bhūmi) pertama , seorang  Bodhisattva telah memiliki  delapan kemurnian ini , mulai dari kemurnian  dalam aspirasi terunggul (adhyāśayaviśuddhi) hingga  kemurnian dalam kekuatan prabhavaviśuddhi)  , kemurnian ini akan bertambah secara progesif dalam setiap tahapan yang dimulai  dari tahapan yang rendah hingga ke lebih tinggi. Untuk semua kemurian berlaku sama , kecuali kemurnian dalam kemunculan (utpāda viśuddhi) dimana   dalam tahapan Buddha (buddha bhūmi)  kemurnian dalam kelahiran (utpāda viśuddhi) sudah tidak dapat diaplikasikan .
 Selanjutnya  .Ketahuilah bahwa semua sepuluh tahapan  (daśabhūmi)  Bodhisattva memiliki kualitas kebajikan (gua)   yang dapat dilampaui oleh tahapan yang lebih tinggi   dan hanya dalam tahapan Buddha yang memiliki kualitas kebajikan (gua)   terunggul (visiṣṭa)
"Bhagavan,  mengapa  anda katakan bahwa  silsilah (gotra)  Bodhisattva adalah silsilah terunggul                      (pravara) di antara semua silsilah (sarvagotramadhye )  ?
Avalokiteśvara  ,  dikatakan demikian karena empat alasan ini  :
1.       berkaitan dengan  [keunggulan dalam] kemampuan mereka ,  Bodhisattva pada hakekatnya memiliki kemampuan yang tajam dan murni   (suviśuddhamūlanipādanāt)
2.       berkaitan dengan [keunggulan dalam] ketrampilan mereka , mereka tidak hanya mengembangkan  ketrampilan dalam hal yang berkaitan dengan doktrin realitas [ agregat , landasan indriya , elemen , kesalingterkaitan , kondisi valid dan tidak valid , dan  empat kebenaran  mulia]  tetapi juga mengembangkan ketrampilan mereka dalam berbagai ketrampilan lainnya (pratimsakhyābalādānatvāt)
3.       berkaitan dengan [keunggulan dalam] pencarian  mereka . Bodhisattva didedikasikan bukan hanya mencari apa yang bermanfaat bagi  mereka sendiri , tetapi juga mencari apa yang bermanfaat bagi semua makhluk hidup.   Bodhisattva [dimotivasi oleh] belas kasih  kepada  dunia dan didedikasikan untuk kesejahteraan , keuntungan dan kebahagiaan semua makhluk hidup (sarvagatiparitrāyikaruopetatvāt) .
4.       berkaitan dengan [keunggulan dalam] pencapaian mereka. Bodhisattva tidak berpegang pada  konseptual diri sendiri (svayam asakliṣṭatvāt)  dalam melampaui kondisi  mental yang tidak berguna yang diinterferensi oleh argumen logis (parasakleśvyavartakatvāt) sehingga merealisasikan penggugahan sempurna yang tidak tertandingi ( anuttarāṃ sayaksabodhi)
Bhagavan, mengapa anda  mengatakan bahwa Bodhisattva  beraspirasi (praidhāna)  dengan progresif kedepan (praīta), ekspansif  (vistīra), dan memiliki kekuatan (bala) ?
Avalokiteśvara  , karena  ada  empat alasan 
1.       Mereka terampil  dalam memahami  kediamanan  dari kebahagiaan  melampaui semua ketidakpuasan  (nirvaasukhavihārakuśala) dan mampu merealisasikannya dengan cepat
2.       Mereka memilih untuk tidak segera merealisasikannya dengan cepat (sīghram)
3.       Mereka beraspirasi agung  [dalam membimbing ] semua makhluk hidup  tanpa  persyaratan dan balasan
4.       Mereka mengalami  berbagai ketidakpuasan demi  kepentingan  dan manfaat bagi semua makhluk hidup dalam jangka waktu yang lama  
Berdasarkan alasan diatas mengatakan bahwa Bodhisattva  beraspirasi (praidhāna)  dengan progresif kedepan (praīta), ekspansif  (vistīra), dan memiliki kekuatan (bala)..
"Bhagavan,  ada  berapa landasan pelatihan (śikṣāpada)  untuk para Bodhisattva? "
"Avalokitesvara,  semuanya ada enam  landasan pelatihan (śikṣāpada)   yang terdiri dari   : pemberian  (dāna) , moralitas benar  (śīla),  kesabaran  (kṣānti),  antusiasme (vīrya) ,  meditasi (dhyāna) , dan kebijaksanaan   (prajñā) .
Bhagavan,  dari  enam  landasan pelatihan (śikṣāpada)   diatas ,   yang   mana yang dapat dikategorikan sebagai  pelatihan  yang  berkaitan dengan moralitas (adhiśīlaśikṣā) ,  pelatihan  yang berkaitan dengan kesadaran (adhicittaśikṣā) dan pelatihan  yang berkaitan dengan  kebijaksanaan (adhiprajñāśikṣā)?
Avalokiteśvara  ,   pemberian (dāna ) , moralitas benar  (śīla) dan  kesabaran ( kṣānti)  adalah pelatihan  yang berkaitan dengan moralitas  benar (adhiśīlaśikṣā) , meditasi (dhyāna) adalah pelatihan  yang berkaitan dengan kesadaran (adhicittaśikṣā) , kebijaksanaan   (prajñā) adalah pelatihan  yang berkaitan dengan kebijaksanaan (adhiprajñāśikṣā)  dan  antusiasme (vīrya)  berhubungan dengan semua pelatihan (śikṣā)
Bhagavan,  dari enam  bagian (liga)  landasan pelatihan (śikṣāpada)   , yang mana yang dapat dikategorikan  untuk mengakumulasi kebajikan (puyasabhāra )  dan mengakumulasi pengetahuan mendalam  (jnañāsabhāra)? "
" Avalokiteśvara  ,  pemberian  (dāna ) , moralitas benar   (śīla) dan  kesabaran ( kṣānti)  mengakumulasi kebajikan (puyasabhāra), kebijaksanaan (prajñāśikṣā) mengakumulasi pengetahuan (jnañāsabhāra), sedangkan antusiasme  (vīrya)  dan meditasi  (dhyāna) mengakumulasi keduanya .
Bhagavan, bagaimana  seharusnya  para Bodhisattva melatih  enam  bagian (liga)  landasan pelatihan (śikṣāpada)   ? "
Avalokiteśvara  , [Bodhisattva]   seharusnya melatih  enam  bagian (liga)  landasan pelatihan (śikṣāpada)  melalui lima metoda ini ,  [pertama] dia harus memulainya dengan menuju pembebasan yang tidak akan mundur  (adhimukti) berdasarkan ajaran Bodhisattva  (bodhisattvapitaka)                           yang menguraikan doktrin  realitas  yang berkaitan dengan melampaui (paramitāsaprayuktasaddharmadeśana)  , [kedua]  melalui  sepuluh  metoda dalam kontemplasi  doktrin  realitas (daśadharmacaryā) dan mencapai  kebijaksanaan   (prajñā) melalui  mendengar (śrutamayi),  merenungkan (cintamayi)  dan  mengkontemplasi (bhāvanāmayi) realitas. [ketiga] , dia  menjaga kesadaran  penggugahan  (bodhicittānurakaa) . [kempat] dia  bersandar pada sahabat  pemandu spiritual  (kalyāṇamitrārādhana) dan  [kelima] dia  mengkontemplasi   semua yang berkaitan dengan latihan  kebajikan (kuśalapakaprayoga) dengan  antusiasme (vīrya)    
Bhagavan, mengapa landasan pelatihan (śikṣāpada)    ini dibagi menjadi enam bagian (liga)  ?  
Avalokiteśvara  , karena dua alasan ini , [pertama] bermanfaat bagi  semua makhluk hidup  (sattvopākaratvāt)  ,  [kedua] sebagai  penangkal dari kondisi mental yang tidak berguna                                          (kleśapratipakatvāt) . Ketahuilah bahwa tiga urutan terdepan [melampaui]  bermanfaat bagi semua  makhluk hidup, sedangkan tiga urutan terakhir merupakan  penangkal  dari kondisi mental yang tidak berguna.
Mengapa tiga urutan terdepan [melampaui ]  bermanfaat bagi semua  makhluk hidup?  Bodhisattva  memberikan manfaat  bagi semua makhluk hidup, karena ke tiga alasan ini  [pertama]    dia  memberikan  benda  yang mendukung hidup  sebagai derma  melalui praktek dari  pemberian  (dāna )  . [kedua] dia tidak menyakiti ,menganiayai  dan menyusahkan semua makhluk hidup (sattvapariksarupasamharopakara)  karena  dia menjaga  moralitas benar (śīla)  .  [ ketiga] dia tahan terhadap  sakit , aniaya dan susah ( anaya apakāra vihethanā anupasamhāropakāra)  karena dia melatih diri dalam kesabaran ( kṣānti)    .
Mengapa tiga urutan terakhir   [melampaui ]  sebagai  penangkal  dari kondisi mental yang tidak berguna ?. Bodhisattva melalui antusiasme (vīrya) mereka menerapkan latihan kebajikan  (kuśalapaka)     walaupun demikian  semua kondisi mental yang tidak berguna  belum tereliminasi  melalui  latihan kebajikan (kusalapaksesu  prayunjante)  . Melalui meditasi  (dhyāna)  mereka  menekan semua kondisi mental yang tidak berguna  dan melalui kebijaksanaan  (prajñā)   mereka  mengeliminasi semua kecenderungan tersembunyi [ obsesi ] (anusaya)  dan kondisi mental mental yang tidak berguna
Bhagavan, mengapa ada empat  melampaui (pāramitā)    tambahan lainnya ?
Avalokiteśvara  , karena  keempat  melampaui (pāramitā)   tambahan ini digunakan untuk membantu  enam melampaui .Setelah memberikan manfaat kepada semua makhluk hidup melalui tiga urutan awal melampaui (pāramitā)   [ yakni : pemberian  (dāna ) , moralitas benar   (śīla) dan  kesabaran [ daya tahan ] ( kṣānti)  . Bodhisattva melatih diri melalui  kefasihan ( upaya)   yang digabung dengan  [empat] landasan akumulasi (samgraha vastu). Oleh sebab itu  saya menguraikan  kefasihan melampaui (upāya pāramitā)  sebagai  bantuan untuk tiga urutan awal dari  melampaui ( pāramitā )
Avalokiteśvara  , karena disebabkan  oleh banyaknya kondisi mental yang tidak berguna                                    (klesabahulayat) maka dia tidak mampu  bermeditasi tanpa dalam kekonstanan  [tidak terputus]                      (nitya bhavayitum)  sehingga hanya  berkontemplasi menuju pembebasan yang tidak akan mundur  dengan  kapasitas yang rendah  ( hīnadhatvadhimuktitvat)   dalam melampaui landasan dari kesadaran (adhyasayadaurbalyat) maka tidak mampu mencapai    kesadaran terabsorbsi  dengan sempurna (cittapratisamlayana) dan belum sepenuhnya  mengkontemplasi  meditasi   (aparibhavitadhyanat) berdasarkan obyek pengamatan dari mendengarkan (srutalambana) doktrin  Bodhisattva (bodhisattvapitaka)  maka mereka  tidak mampu mencapai  kebijaksaaan yang melampaui  keduniawian (lokotaraprajnam  abhinirhartum) tetapi mereka telah  mengakumulasi kebajikan ( punyasambhara)  walaupun dalam tingkatan kecil dan mereka dengan sungguh sungguh beraspirasi (pranidhana)  untuk mengurangi keinginan mereka  pada  saat ini dan kehidupan yang akan datang (amutra) , karena aspirasi ini maka keinginan mereka menjadi berkurang sehingga dapat melatih diri dengan antusiasme (vīrya). Oleh sebab itu  saya menguraikan  aspirasi  melampaui (pranidhāna pāramitā) sebagai  bantuan untuk  antusiasme melampaui (vīrya pāramitā )
Kemudian, dengan mengandalkan manusia agung ( satpurusasamsevana) dan  tergantung pada doktrin yang benar ( saddharmaasravana), mereka  berpaling dari  kontemplasi menuju pembebasan yang tidak akan mundur  dengan  kapasitas yang rendah  ( hīnadhatvadhimuktitvat)  dan mengarah pada kontemplasi menuju pembebasan yang tidak akan mundur  dengan  kapasitas yang unggul dengan pemapanan kesadaran yang tajam dengan benar  (yonisomanasikara )   yang meliputi  (vravrtya)  ranah murni (pranitadhatu) dan dengan kekuatan ( bala)  mereka mampu mencapai mencapai    kesadaran terabsorbsi  dengan sempurna (cittapratisamlayana). Oleh sebab itu  saya menguraikan  kekuatan melampaui (bala pāramitā) sebagai  bantuan untuk  meditasi  melampaui (dhyāna pāramitā )
Kemudian  mereka mengkontemplasi  meditasi  sepenuhnya  (paribhavitadhyanat) berdasarkan obyek pengamatan dari mendengarkan  (srutalambana) doktrin  Bodhisattva (bodhisattvapitaka)  dan mencapai   kontemplasi  dengan sempurna (paribhavana)   sehingga  mencapai pengetahuan mendalam melampaui (jñāna pāramitā) dan mencapai  kebijaksaaan yang melampaui  keduniawian (lokotaraprajnam  abhinirhartum) . Oleh sebab itu  saya menguraikan  pengetahuan mendalam melampaui (jñāna pāramitā) sebagai  bantuan untuk  kebijaksanaan   melampaui (prajñā pāramitā )
Bhagavan,  mengapa anda menguraikan [enam] melampaui  (pāramitā)  ini dengan urutan yang demikian?
Avalokiteśvara  , karena setiap  melampaui  (pāramitā)  ini merupakan landasan  untuk pencapaian [melampaui  (pāramitā) ]  dari urutan berikutnya atau dapat dikatakan sebagai berikut : Bodhisattva menjadi tidak terobsesi dengan dirinya sendiri dan  kesenangan [ terhadap material]  melalui pemberian (dāna)  maka dia dapat menjaga moralitas  benar (śīla).  Setelah mampu  menjaga moralitas benar (śīla).  maka dia mulai melatih diri dengan  kesabaran [daya tahan ] (kṣānti).  Setelah mampu  mencapai kesabaran [daya tahan]  (kṣānti).  maka dia mulai melatih diri dengan usaha (vīrya)  Setelah mampu  mencapai usaha (vīrya) maka dia mulai melatih diri dengan meditasi  (dhyāna)  Setelah mampu  mencapai meditasi(dhyāna)  maka dia mencapai kebijaksanaan(prajñā)
Bhagavan, dalam setiap  melampaui  (pāramitā) masih terdapat berapa sub bagian  ( prabhinna)  ?
Avalokiteśvara  , dalam  pemberian  (dāna)   masih dapat dibagi atas : pemberian dalam  hal yang bersifat spiritual  [ misalnya menguraikan doktrin realitas ] (dharma dāna)   pemberian dalam hal yang bersifat material (āmia dāna) dan  pemberian dalam hal yang bersifat  cinta kasih  (maitri dāna)   
dalam  moralitas benar  (śīla) masih dapat dibagi atas  moralitas benar yang mengatasi ketidakbajikan (akusalanirvartarkasila ), moralitas benar yang membawa kebajikan  (kusalapravartakasila),   moralitas  benar yang membawa kebajikan  bagi semua makhluk hidup (sattvarthapravartakasila).
Kesabaran terdiri dari  tidak takut  disakiti (apakaramarsanaksanti) tidak gelisah terhadap ketidakpuasan (dukkhadhivasanaksanti)  dan memahami kepastian mengenai doktrin [melalui pengetahuan terhadap semua fenomena adalah tidak berintrinsitik] (dharmanidyanaksanti).
 .Melakukan sesuatu dengan giat (vīrya) terdiri dari tujuh sub bagian - enam  jenis usahadengan fisik dan mental  dalam  tiga pelatihan   [sila , samadhi , prajna] yang diaplikasikan  dengan  penuh dedikasi dan konstan [ untuk diterapkan ke dalam diri seseorang  sehingga menghargai dan gigih terhadap enam usaha ini ]  (kusalaprayogavirya)  dan ditambah dengan pelatihan seperti tameng(samhanavirya).
 Meditasi terdiri dari yang memerlukan pengujian dan analisis , yang tidak memerlukan pengujian dan analisis , dan yang bukan pengujian maupun analisis.  
Kebijaksaaan terdiri dari tiga  sub bagian :[ kebijaksaaan] keduniawian [ umum ] (samvrtti)  , [kebijaksanaan ]sedikit melampaui keduniawan [ sravaka dan pratekya Buddha ]  dan kebijaksaan agung [yang  melampaui keduniawian ]
Bhagavan, mengapa keenam  aspek (linga) ini dinamakan sebagai  : melampaui                             (pāramitā)?  
Avalokiteśvara, keenam  aspek (linga) ini dinamakan sebagai  : melampaui   (pāramitā) karena lima [aspek ] ini:  bebas dari  kemelekatan  (asagatvāt) ,  bebas dari  pemuliaan [ terhadap hasil] (anapekatvāt) ,  bebas dari cacat [tidak  dapat dicela] (niravadyatvāt),  bebas dari konseptual [ diskriminasi ]  ( nirvipalkapatvāt)  akumulasi dan transfer kebajikan ( pariāmatvāt).
bebas dari kemelekatan (asagatvāt) karena tidak melekat pada aspek yang bertentangan [ tidak konsisten] (viruddhavastu) dengan kesempurnaan melampaui (pāramitā)
bebas dari  pemuliaan   [terhadap hasil] (anapekatvāt) karena   kesadaran tidak terikat (anubaddhacitta)  dengan hasil  yang menguntungkan (phalavipāka)  ataupun meninggalkan  (parihāra) kesempurnaan melampaui (pāramitā)
bebas cacat [tidak  dapat dicela ] (niravadyatvāt)  karena fenomena  dari  kondisi mental yang tidak berguna ( sakleśikadharma)  tidak  terkombinasi  (asasarga)  dengan kesempurnaan melampaui (pāramitā)   sehingga meninggalkan aspek yang tidak  memberikan  kefasihan (anupāyavis jā)
bebas dari konseptual [ diskriminasi]  (nirvipalkapatvāt)   karena karakteristik  spesifik  (svalakaa) dari kesempurnaan melampaui  (pāramitā)   tidak melekat pada makna secara harfiah (yathārutam abiniveśa)
akumulasi dan transfer kebajikan ( pariāmatvātkarena  berlatih (kta) dan mengkumulasi (ācita) melampaui (pāramitā)  untuk  hasil dari akibat  Bodhisattva (bodhisattva phalavipāka) dan hasil dari akibat  semua makhluk hidup
Bhagavan, apa yang dimaksud dengan  aspek yang bertentangan [ tidak konsisten] (viruddhavastu) dengan kesempurnaan melampaui (pāramitā)
Avalokiteśvara , aspek yang bertentangan [ tidak konsisten] (viruddhavastu) dengan kesempurnaan melampaui (pāramitā)  ada enam hal:  [pertama] mempersepsi  kesenangan dari keinginan [indriya] (kāmarati), kesenangan [ dari sumber daya hidup berupa material ] (bhoga)  , kekuasaan (aiśvarya)  dan kebajikan sendiri (svapuya) sebagai kualitas  yang bermanfaat dan menguntungkan (guṇānuśasādarśana) , [kedua] mempersepsi  tubuh, ucapan, dan pikiran (kāyavāgmanasām) sebagai kualitas  yang bermanfaat dan menguntungkan (guṇānuśasādarśana) [ketiga]  mempersepsi ketidak tahanan dalam menghadapi  hinaan (parābhava) sebagai kualitas  yang bermanfaat dan menguntungkan (guṇānuśasādarśana)  [keempat] mempersepsi tidak melatih diri dan menggenggam erat keinginan sebagai kualitas  yang bermanfaat dan menguntungkan (guṇānuśasādarśana)  [kelima]  mempersepsi keterlibatan  dalam aktivitas keduniawian (lokakarman)  dan penyebaran kesadaran [eling] (vikepa) sebagai kualitas  yang bermanfaat dan menguntungkan (guṇānuśasādarśana) dan   [keenam]  mempersepsi kekeliruan konseptual  yang terjadi pada  cara penyampaian secara linguistik  , persepsi  , mendengar ,melihat  dan sudut pandang                                                    (dṛṣṭaśrutamatavijñātavyavahāraprapañca) sebagai kualitas  yang bermanfaat dan menguntungkan (guṇānuśasādarśana)
Bhagavan,  apa   yang merupakan hasil  dari  akibat (phalavipāka)   melampaui (pāramitā)?
Avalokiteśvara , secara garis besar dapat dikategorikan dalam enam aspek yakni  :   memilki kemuliaan dari  sumber daya (mahāsabhoga)   terlahir kembali dalam kondisi yang baik (sugatigamana)  bebas dari permusuhan  (avaira)  bebas dari   gangguan (abheda) , penuh suka cita (sukha) dan  kegembiraan (saumanasya)  menjadi pemimpin  makhluk hidup  (sattvādhipatya)  bebas dari gangguan fisik dan   cedera fisik  (kāyopadrava) dan memiliki silsilah yang kuat  (maheśākhya).
Bhagavan, ,bagaimana melampaui (pāramitā)  dapat terbaur  dengan  fenomena dari kondisi mental yang tidak berguna  (sakleśikadharmasamsṛṣṭa) ?
Avalokiteśvara,  secara umum i melampaui (pāramitā)  dapat terbaur  dengan  fenomena dari kondisi mental yang tidak berguna  (sakleśikadharmasamsṛṣṭa ) ada  empat  aspek yakni :  yang berhubungan dengan ketiadaan  welas kasih (nirdayaprayoga) ,  yang berhubungan dengan kekeliruan [kesalahan] (ayonisaprayoga), yang berhubungan kekonsistenan  [tidak konstan] (anityaprayoga) , dan  yang berhubungan dengan keserampangan [kesembronoan]  (anādaraprayoga)
Avalokiteśvara, yang berhubungan dengan kekeliruan [kesalahan] (ayonisaprayoga) adalah penyimpangan dari ataupun  meninggalkan melampaui (pāramitā) yang lain , pada saat melatih dari dengan salah satu melampaui (pāramitā)
"Bhagavan, apa yang dimaksud dengan   tidak fasih  (anupāya)  dalam latihan (śikṣā) ?
Avalokiteśvara ,  pada saat Bodhisattva  melatih diri melalui  melampaui (pāramitā) untuk  memberikan  manfaat kepada semua  makhluk hidup, jika mereka telah terpuaskan  dengan hanya memberikan  material  untuk  membahagiakan mereka , tetapi tidak berusaha untuk membimbing mereka  menjauhi  kondisi yang tidak baik  ataupun memampankan mereka  dalam kebajikan.  ini  dinamakan sebagai tidak terampil. Mengapa ?,   dengan cara demikian tidak dapat dikatakan sebagai benar benar berusaha membantu mereka .
 Avalokiteśvara ,  ini dapat dianalogikan dengan setumpuk kotoran yang banyak ataupun sedikit  (alpa) , tidak ada sesuatupun yang dapat membuatnya menjadi wangi  (sugandha) .  Dengan analogi yang sama  (paryaya) , makhluk hidup  yang pada hakekatnya mengalami ketidakpuasan (prakrtidhukhita)   karena  jejak mental yang halus  [faktor pengkondisian] (samskara)   jadi tidak akan bermanfaat  bila hanya diberikan material saja tetapi akan bermanfaat apabila memapankan kebajikan (kusalaprasthapana) untuk mereka
Bhagavan,  ada berapa  kelompok (samgraha)   pemurnian (visuddhi)   yang dibedakan (prabheda) dalam  melampaui? "
Avalokiteśvara  ,Saya tidak  menguraikan kemurnian  dari  melampaui  yang lain  diluar dari kelima aspek  ini [bebas dari  kemelekatan  (asagatvāt)bebas dari  pemuliaan   (anapekatvāt) ,  bebas dari cacat (niravadyatvāt),  bebas dari konseptual (nirvipalkapatvāt)  akumulasi dan transfer kebajikan ( pariāmatvāt).]. Namun, berdasarkan kelima aspek ini , saya akan menguraikan kepada anda mengenai  aspek ini secara umum dan spesifik
Avalokiteśvara  , secara umum  ,  aspek pemurnian  dari  melampaui (pāramitā)  terdiri dari tujuh  , yakni :  [ pertama]  Bodhisattva tidak perlu lagi memyelidiki  [mencari ]  (aparyeaṇā)  doktrin lain  diluar dari doktrin ini [ kedua] Bodhisattva tidak memahami dengan erat  (abhiniviś)    dalam pengamatan mendalam  terhadap doktrin ini  [ ketiga] mereka tidak ragu  (vicitkisa)  , bimbang (avadarana)  ataupun  berpersepsi bertentangan  (vimati) dengan latihan yang sedang dijalankan  yang akan membawa mereka untuk mencapai penggugahan (bodhi)  [keempat] mereka tidak memuji diri mereka sendiri ( anatmotkarsa)  mereka juga tidak mencela atau menghina orang lain (aparapamsaka)  (parabhava) [ kelima] mereka tidak bangga   (darpa) dan tidak bertindak non-consci- entiousl (pramada)  ;[ keenam]  mereka tidak puas hanya dengan [pencapaian] kecil dan rendah ( kim cin matrena  netaretaramatrena samtustih [ ketujuh]  mereka tidak kikir dengan ajaran, atau iri  (irsya) pada orang lain.39
Avalokiteśvara  , secara spesifik   ,  aspek pemurnian   dalam masing masing   melampaui (pāramitā) terdiri dari tujuh  yakni  :
Dalam melatih diri dengan   pemberian  melampaui   (dānapāramitā), seorang Bodhisattva seharusnya melatih diri untuk tujuh aspek pemurnian ini.   Dia memberikan  melalui [pertama]  kemurnian dari  pemberian (dānaviśuddhi),  [ kedua]  kemurnian  dari  moralitas [ ketiga]  kemurnian  dari  pengamatan  [ keempat]  kemurnian dari kesadaran (cittaviśuddhi) [ kelima]  kemurnian  dari ucapan (vagviśuddhi )                           [ keenam] kemurnian  dari pengetahuan (jnanaviśuddhi ) [ ketujuh] kemurnian dari manfaat ketidakmurnian  (mala viśuddhi) Ini adalah ketujuh aspek pemurnian  pemberian(dānaviśuddhi)
Dalam melatih diri dengan  daya tahan  melampaui   (śīla pāramitā), seorang Bodhisattva seharusnya melatih diri untuk tujuh aspek pemurnian ini. [pertama]  dia mengetahui apa yang harus dipelajari mengenai ….. [ kedua] dia mengetahui bagaimana mengakui ketidaksesuai dalam kode etik moralitas. [ ketiga] dia menjalankan moralitas dengan hormat [ keempat] dia menjalankan moralitas dengan tegas [ kelima] dia menjalankan moralitas tanpa cacat [ keenam] dia menjalankan moralitas tanpa terputus [ ketujuh] dia mempelajari semua aspek dari moralitas Ini adalah ketujuh aspek pemurnian  daya tahan .
Dalam melatih diri dengan  daya tahan  melampaui   (kṣānti pāramitā), seorang Bodhisattva seharusnya melatih diri untuk tujuh aspek pemurnian ini. [pertama] dia memiliki keyakinan yang kuat terhadap akibat dari tindakan mereka sendiri , dia tidak marah pada  fenomena yang tidak menyenangkan yang terjadi pada dirinya sendiri. [kedua] dia tidak melampiaskan kemarahannya , memarahi , memukul , mengancam ataupun memanipulasi orang  lain  melainkan memberikan manfaat [keuntungan] kepada orang lain. [ketiga] dia tidak menyimpan dendam [keempat]  dia menerima nasehat [teguran]  dari orang lain dan tidak melakukan perbuatan yang tidak menyenangkan kepada yang memberikan nasehat [ teguran]   [kelima]  dia meminta maaf walaupun  sebelum dia disalahkan.  [keenam] dia tahan terhadap penderitaan , tidak mengenal takut ataupun memberikan cinta kasih yang tidak murni [ kepada orang lain]  [ketujuh] dia memberikan derma tanpa motivasi yang tersembunyi. Ini adalah ketujuh aspek pemurnian  daya tahan .
Dalam melatih diri dengan  usaha melampaui  (vīrya pāramitā), seorang Bodhisattva seharusnya melatih diri untuk tujuh aspek pemurnian ini. [ pertama] dia telah memiliki pemahaman sempurna terhadap semua ekuanimitas dari usaha. [ kedua]  dia tidak pernah memuji diri sendiri ataupun mencela orang lain [ ketiga] dia  memiliki usaha yang sangat kuat [ keempat] dia memiliki usaha yang sangat gigih [ kelima] dia memiliki usaha yang tidak mengenal ketakutan  [ keenam]  dia memiliki  usaha yang sangat solid dan tegas [ ketujuh]  dia tidak pernah meninggalkan aspirasi dalam melakukan kualitas kebajikan .  Ini adalah ketujuh aspek pemurnian  usaha
Dalam melatih diri dengan  meditasi  melampaui (dhyāna-pāramitā), seorang Bodhisattva seharusnya melatih diri untuk tujuh aspek pemurnian ini.  Dia melatih meditasi untuk  [pertama] mencapi sarnadhi  melalui penetrasi nimitta dari semua fenonema ( nimittasupariksakasamadhi)  [ kedua] untuk mencapai samadhi melalui  berdiam dalam realitas demikian apa adanya ( paripurnasamadhi) [ketiga]  untuk mencapai samadhi melalui pemahaman dari  realitas konvensional dan realitas tertinggi (ubhayato bhagasamadhi)  [keempat]  utuk mencapai samadhi melalui aspirasi (vegapravrttisamadhi)  [kelima] untuk mencapai samadhi tanpa bersandar pada apapun [ keenam]  untuk mencapai samaadhi melalui vipaysana (niradhisthanasamadhi)  [ ketujuh] untuk mencapai samadhi yang tidak terkirakan denganmendengarkan dan merenungkan  uraian  (suparyavadatasamadhi)  yang ada pada doktrin bodhisattva (bodhisattvapitaka) . Ini adalah ketujuh aspek pemurnian meditasi.
Dalam melatih diri dengan  kebijaksanaan  melampaui (prajñā-pāramitā), seorang Bodhisattva seharusnya melatih diri untuk tujuh aspek pemurnian ini. [pertama] dia melampaui [ persepsi terhadap] dua pandangan ekstrim [ eksistensi  dan ketiadaan eksistensi ] dan menempuh jalan tengah(madyama pratipad)  yang dinamakan sebagai kebijaksanaan. [kedua] dengan kebijaksanaan ini , dia memahami dengan sempurna  makna dari ketiga pintu pembebasan (trinivimoksamukhani)  yang terdiri dari  kekosongan (sunyata)  , ketidakhadiran nimitta (animitta) dan tanpa usaha [ daya] ( apranihita)  , [ ketiga] dia memahami dengan sempurna tiga intrinstik dari fenomena yakni : intrinsitik imajiner  (parikalpitasvabhava), intrinsitik ketergantungan yang lain (paratantrasvabhava) dan instrinsitik mapan dengan sempurna (pariniṣpannasvabhava) [keempat] dia memahami dengan sempurna ketidakhadiran eksisistensi individual[ diri]  (nihsvabhavata) semua fenomena [kelima] dia memahami dengan sempurna  makna dari realitas konvensional(samvrti)  yang diungkapkan melalui lima topik pengetahuan( pancavidyasthana).  [enam] dia memahami dengan sempurna makna dari realitas tertinggi (paramartha) sebagai pengungkapan dari  tujuh aspek realitas demikian apa adanya (tathata)  , bebas dari  konseptual [ diskriminasi] (nirvikalpaka)  dan  bebas dari kekeliruan konseptual (aprapanca)  , dia berdiam  (bahuvihara) dalam realitas tertinggi dan memahami bahwa semua pengetahuan kebijaksaaan muncul dari  realitas demikian apa adanya melalui kontemplasi vipaśyanā  untuk mengembangkan kebijaksanaan [ tujuh] dia melampau semua pelatihan diri yang sesuai dengan  doktrin realitas Ini adalah ketujuh aspek pemurnian  kebijaksanaan (prajna visuddhi)
Bhagavan, apa kemampuan individual dari masing masing kelima aspek ini [  bebas dari  kemelekatan  (asagatvāt) bebas dari  pemuliaan   (anapekatvāt), bebas dari cacat (niravadyatvāt)  ,  bebas dari konseptual (nirvipalkapatvāt)   , akumulasi dan transfer kebajikan ( pariāmatvāt) ]   ?
Avalokiteśvara ,  berikut  kemampuan individual dari masing masing aspek :
 [pertama] Karena bebas dari  kemelekatan  (asagatvāt)  maka bodhisattva mampu  melatih diri  (prayoga ) dengan penuh  kewaspadaan  (apramāda)  dalam kekonstanan (nityākāra)  dan penuh dengan semangat (ādarakāra) 
[ kedua]  Karena bebas dari  pemuliaan   [terhadap hasil] (anapekatvāt)  maka  mereka memahami  (parighanti) penyebab dari  kewaspadaan  (apramādahetu) 
[ ketiga]  bebas dari cacat [tidak  dapat dicela ] (niravadyatvāt)   maka bodhisattva mampu   mencapai (paripūranti)  [semua melampaui (pāramitā)]  dengan murni (pariśuddha)  dan  sempurna (paryavadāta)
[keempat]  karena bebas dari konseptual [ diskriminasi]  (nirvipalkapatvāt)    maka bodhisattva mampu mencapai  (paripūranti)  [ semua melampaui (pāramitā)]  dengan cepat (sīghram)    melalui metoda kefasihan (upāyakauśalya)
[ kelima]  karena akumulasi dan transfer kebajikan ( pariāmatvāt)  dimulai dari  kondisi  dimana masih berasosiasi dengan ranah sensasi dari keinginan (kāmapratisayukta)  hingga mencapai  penggugahan yang sempurna dan tidak tertandingi  (anuttāra sayaksabodhi )  sehingga  memunculkan semua (sarvjātiu)   melampaui (pāramitā ) yang memiliki hasil dari akibat yang  diinginkan (iṣṭavipākaphala)    yang  terus berkesinambungan [ tidak akan habis ] (akayatva) 
Bhagavan, para Bodhisattva yang telah menguasai dengan sempurna semua  kategori (liga) dalam melampaui (pāramitā)   , mengapa dinamakan sebagai paling ekpansif  (vistaratva)  ?
Avalokiteśvara ,   karena  bebas dari  kemelekatan  (asagatva) ,  bebas dari pemuliaan  [terhadap hasil]  (anapekatva) dan  akumulasi dan  transfer  kebajikan (pariṇāmatva)
Bhagavan, mengapa dinamakan sebagai  bebas dari kondisi mental yang tidak berguna (asakleśatva)?
Avalokiteśvara,   karena  bebas dari cacat [tidak dapat dicela]  (niravadyatvāt) dan bebas dari konseptual [ diskriminasi ] (nirvipalkapatvāt)   .
Bhagavan, mengapa dinamakan sebagai  objek yang dapat membantu  (avalambanatva)?
Avalokiteśvara,   karena aktivitas dari  pemahaman  [melampaui  (pāramitā) ](pratisakhyakriyātva)
Bhagavan, mengapa dinamakan sebagai    bebas dari fluktuasi (aniñjyatva)?
Avalokiteśvara,   karena   seseorang yang telah memasuki tahapan , tidak akan merosot  [ mundur ] lagi (bhūmipraveśānām aparihāṇidharmatva) "
Bhagavan,  mengapa dimanakan sebagai  pemurnian ( suviśuddhatva)? "
Avalokiteśvara,  ,  karena seseorang mencapai  sepuluh tahapan dan tahapan Buddha  
Bhagavan, mengapa [kedua ini] hasil dari akibat yang  diinginkan (iṣṭavipākaphala)  dari melampaui (pāramitā)  dan melampaui (pāramitā)   terus berkesinambungan  ?
Avalokiteśvara,  karena  para bodhisattva  mengembangkan pencapaian progresif  dari setiap melampaui (pāramitā)  yang saling  tergantung (anyonya)  satu dengan lainnya  [ antara hasil dari akibat yang  diinginkan (iṣṭavipākaphala)  dan  melampaui (pāramitā)  ].
Bhagavan, mengapa bahwa Bodhisattva memilki keyakinan yang mendalam (śraddhāvasthita) terhadap melampaui  (pāramitā)  dan  dalam  melatih  melampaui (pāramitā)  dengan penuh sukacita (sukha)  tetapi tidak menilai  hasil [akibat]  dengan akibat yang diinginkan (iṣṭavipākaphala)   dari melampaui  (pāramitā)  ?
Avalokiteśvara,  disebabkan oleh lima alasan ini   [pertama]  melampaui (pāramitā)  adalah penyebab (hetu) dari suka cita (sukha)  yang menyebabkan kepuasan [ kegembiraan]  dalam kesadaran (saumanasya)   [ kedua] melampaui (pāramitā)  adalah penyebab (hetu)  dari  yang membawa manfaat [ keuntungan] untuk diri sendiri maupun  orang lain (svaparopakāra)  [ ketiga] melampaui (pāramitā)  merupakan penyebab (hetu)  dari  hasil [akibat]  dengan akibat yang diinginkan (iṣṭavipākaphala)   di masa yang akan datang [ keempat]  melampaui (pāramitā) bebas dari landasan yang tidak menyenangkan (asakliṣṭasthāna)   [kelima] melampaui (pāramitā)   merupakan realitas yang tidak pernah berubah  [ berakhir ]  (avikāradharmatva) .
Bhagavan, apa berapa jenis  kekuatan (prabhāva)  dalam setiap  bagian (liga)  dari melampaui (pāramitā)  ?
Avalokiteśvara, dalam setiap  bagian (liga)  dari melampaui (pāramitā)   memiliki empat jenis kekuatan (prabhāva) .  Bodhisattva  mengembangkan  latihan melalui melampaui (pāramitā) agar mampu  [pertama] meninggalkan  ketidaksesuaian  (viruddha) dari   ketidaksenangan [irihati] (mātsarya), niat yang tidak baik(dauḥśīlya),  gejolak dari  kesadaran (cittopāyāsa),  kemalasan (kausīdya)  , penyebaran kesadaran  (vikepa)  kecenderungan  dengan pandangan yang  penuh dengan konsep (dṛṣṭprakāra)  [kedua]  melatih diri  dengan benar melalui  melampaui (pāramitā) maka seseorang mampu mencapai penggugahan sempurna yang tidak tertandingi (anuttārasamyaksambodhi) [ketiga]  untuk memberikan manfaat  [keuntungan]  (upakāra)  kepada diri sendiri dan   semua makhluk hidup dalam keduniawian ini  (ihatra) [ keempat]  dalam kehidupan yang akan datang , mereka akan mendapatkan  (pratilābha)  hasil  dari akibat (vipakāphala)   yang terus berkesinambungan
Bhagavan, apa penyebab (hetu)  ,hasil  [akibat] (phala)  dan makna sebenarnya (artha)  dari  melampaui (pāramitā)  ?
Avalokiteśvara ,  , penyebab (hetu)   dari  melampaui (pāramitā)  adalah  welas kasih (karuā) . Hasil  [akibat] (phala)  adalah   hasil [akibat]  dengan akibat yang dimuliakan [oleh  makhluk hidup]  (iṣṭavipākaphala)   dan membawa manfaat bagi makhluk hidup (satvopākara) dan makna sebenarnya (artha) adalah pencapaian penggugahan agung  ( mahābodhiparipūri)
Bhagavan,  jika kegembiraan  (bhoga) dari Bodhisattva tidak  akan  hilang  (akaya) dan jika mereka memiliki  welas kasih (karuā) , mengapa di dunia ini masih ada makhluk hidup yang  serba kekurangan (daridra)?
Avalokiteśvara,  ini disebabkan oleh  tindakan dan depresiasi  mereka sendiri (svakarmadoa) . Jika tidak demikian, jika tidak ada  kekeliruan dalam tindakan mereka sendiri (dukta)  yang menjadi  penghalang (vibandha)  mereka sendiri , bagaimana masih ada masih ada makhluk hidup yang  serba kekurangan ?
Avalokiteśvara,   ini  dapat dianalogikan dengan  hantu kelaparan  (preta) yang selalu  dalam kondisi ketidak puasan  (dukhita)  karena  kehausan,  walaupun mereka melihat   air di  samudra yang terbentang luas (samudrajala) , mereka hanya akan melihatnya sebagai  landasan samudra (samudrasthānīya) yang tidak berair , hal ini disebabkan oleh tindakan dan depresiasi  mereka sendiri (svakarmadoa)
Demikian juga ,  apabila para Bodhisattva  memberikan kegembiraan  yang  seluas samudra  , tanpa cacat  tetapi karena tindakan dan depresiasi  [dari makhluk hidup] sendiri (svakarmadoa)  akan sama hasilnya dengan analogi hantu kelaparan diatas.
Bhagavan, melampaui (pāramitā) dari bagian (liga)  apa    yang harus dilatih oleh  para Bodhisattva  dalam rangka untuk mempersepsi [mengamati] (ghīta) ketidakhadiran intrinsitik dari fenomena (dharmāṇām nisvabhāvatā) ?
Avalokiteśvara, para Bodhisattva mempersepsi [mengamati] (ghīta) ketidakhadiran intrinsitik dari fenomena (dharmāṇām nisvabhāvatā) melalui  kebijaksanaan melampaui  (prajñā pāramitā) .
Bhagavan, jika  para Bodhisattva mempersepsi [mengamati] (ghīta) ketidakhadiran intrinsitik dari fenomena (dharmāṇām nisvabhāvatā)  melalui kebijaksanaan melampaui  (prajñā pāramitā), mengapa  para Bodhisattva tidak  mempersepsi [mengamati] (ghīta) ketidakhadiran intrinsitik dari fenomena (dharmāṇām nisvabhāvatā)   melalui intrinsitiknya sendiri   (sasvabhāvatā) ?
Avalokiteśvara,   , saya tidak  pernah menguraikan  bahwa  ketidakhadiran intrinsitik dari fenomena (dharmāṇām nisvabhāvatā ) dapat mempersepsi  [mengamati]  (ghīta) melalui  intrinsitiknya sendiri   (sasvabhāvatā) . Ketidakhadiran intrinsitik dari fenomena (dharmāṇām nisvabhāvatā ) melampaui semua  susunan kata (pada) maupun   fonem  [ suara]  (vyañjana)  tetapi tidak dapat diungkapkan tanpa susunan kata (pada) maupun   fonem  [ suara]  (vyañjana)  .  Oleh sebab itu saya menguraikan bahwa  ketidakhadiran intrinsitik dari fenomena (dharmāṇām nisvabhāvatādapat  dipersepsi [diamati]  melalui  kebijaksanaan melampaui  (prajñā pāramitā)kebijaksanaan melampaui  (prajñā pāramitā)
Bhagavan,  anda pernah menguraikan  melampaui (pāramitā),  melampaui yang selaras  (upapāramitā) dan melampaui yang agung (māhapāramitā) . Apa yang dimaksud dengan melampaui (pāramitā), melampaui yang selaras  (upapāramitā)  dan  melampaui yang agung (māhapāramitā)
Avalokiteśvara,   para Bodhisattva  memperdalam (paribhāvita) latihan berdasarkan melampaui   (pāramitā)  misalnya  kemurahan hati yang melampaui  (dāna pāramitā)  selama periode  waktu yang tidak terukur (aprameyakāla) [ kalpa pertama   yang tidak terhitung] tetapi kondisi mental yang tidak berguna  (kleśa) masih bermanifestasi dan  mereka masih belum mampu  mengatasi penyebab (samudaya)  dari  kondisi mental yang tidak berguna (kleśa)  melainkan mereka ditaklukkan oleh penyebab (samudaya)  dari  kondisi mental yang tidak berguna (kleśa).  Mereka memasuki tahapan  kontemplasi menuju pembebasan yang tidak akan mundur  (adhimukticaryābhumi)   dengan  tingkat pemahaman yang  lemah  (alpa)  ataupun  menengah  (madhyama)  terhadap kontemplasi menuju pembebasan yang tidak akan mundur  . Melampaui (pāramitā) yang dia latih  hanya dinamakan sebagai melampaui (pāramitā )
Kemudian dia memperdalam (paribhāvita) latihan berdasarkan melampaui   (pāramitā)  misalnya  kemurahan hati yang melampaui  (dāna pāramitā)  selama periode  waktu yang tidak terukur (aprameyakāla) [ kalpa kedua   yang tidak terhitung]. Dia  memasuki  dan berdiam dalam  tahapan(bhūmi)  pertama dan  mencapai kualitas kebajikan (kuśaladharma)   tetapi  kondisi mental yang tidak berguna  (kleśa)   masih beraktivitas [bermanifestasi] , walaupun demikian  ,  mereka masih mampu  mengatasi penyebab (samudaya)  dari  kondisi mental yang tidak berguna (kleśa) dan tidak ditaklukkan oleh penyebab (samudaya)  dari  kondisi mental yang tidak berguna (kleśa) ini. Melampaui (pāramitā) yang dia latih disebut dinamakan sebagai melampaui yang selaras  [ dengan penggugahan]  (upapāramitā)
Kemudian dia memperdalam latihan berdasarkan melampaui   (pāramitā)  misalnya  kemurahan hati yang melampaui  (dāna pāramitā)  selama periode  waktu yang tidak terukur ((aprameyakāla)                       [ kalpa ketiga   yang tidak terhitung] . Dia memasuki dan berdiam dalam tahapan ke delapan ataupun tahapan yang lebih tinggi  [dari tahapan ke delapan ] , dia mencapai kualitas kebajikan (kuśaladharma)   dimana  kondisi mental yang tidak berguna (kleśatidakakan beraktivitas [ bermanifestasi] lagi.  Melampaui (upapāramitā) yang dia latih dinamakan sebagai melampaui yang agung (māhapāramitā)
Bhagavan, ada berapa  jenis  kecenderungan tersembunyi [obsesi]   dari kondisi mental yang tidak berguna   (kleśānuśaya) dalam tahapan (bhūmi)? "
Avalokiteśvara,   ada tiga jenis  , [ yang pertama adalah ]   kecenderungan tersembunyi [ obsesi ]  yang muncul bersamaan dan  berhenti  bersamaan [dengan kondisi mental yang tidak berguna]   (sahāyotsargānuśaya)    yang berkaitan dengan tahapan (bhūmi)  pertama hingga tahapan kelima . Mengapa  demikian ?
Avalokiteśvara, semua  tidak  yang muncul bersamaan  [dengan kondisi mental yang tidak berguna]  yang aktif  (asahajasamudayakleśa)   merupakan landasan untuk semua   yang muncul bersamaan  [dengan kondisi mental yang tidak berguna]  yang aktif  (sahajasamudayakleśa) . Oleh sebab itu ,                [ kedua  kemunculan ini] tidak akan muncul kembali dan ini yang dinamakan sebagai kecenderungan tersembunyi [ obsesi ]  yang muncul bersamaan dan  berhenti  bersamaan [dengan kondisi mental yang tidak berguna]   (sahāyotsargānuśaya)       
 [yang kedua adalah ] kecenderungan tersembunyi [obsesi]  yang  lemah (durbalānuśaya)   yang hanya  bermanifestasi  dengan halus dalam tahapan (bhūmi)   keenam dan ke tujuh .  Jika telah  dieliminasi  dalam kontemplasi  (bhāvanāmaka kecenderungan tersembunyi [obsesi]  yang  lemah (durbalānuśaya)   tidak akan bermanifestasi lagi
[yang ketiga adalah]  kecenderungan tersembunyi [obsesi]  yang sangat  halus (sūkmānuśaya)  berkaitan dengan kondisi dalam tahapan (bhūmi)  kedelapan  dan  tahapan yang lebih tinggi  dimana dalam tahapan ini kondisi mental yang tidak berguna (kleśā) tidak akan  beraktivitas lagi dan hanya ada penghalang dari yang mengetahui  [ kognisi]  (jñeyāvaraa) yang berproses sebagai landasan
Bhagavan,  ada berapa jenis   pemutusan dan pengeliminasian kecenderungan kekeliruan mental yang tidak beraturan (dauṣṭhulyaprahāa) yang berkaitan dengan  [ ketiga]  kecenderungan tersembunyi [obsesi]   dari kondisi mental yang tidak berguna   (kleśānuśaya)?
Avalokiteśvara,  pemutusan dan pengeliminasian kecenderungan kekeliruan mental yang tidak beraturan (dauṣṭhulyaprahāa) yang berkaitan dengan  [ ketiga]  kecenderungan tersembunyi [obsesi]   dari kondisi mental yang tidak berguna  (kleśānuśaya) terdiri dari dua jenis  yakni :  [pertama]  pemutusan dan pengeliminasian kecenderungan kekeliruan mental yang tidak beraturan [yang dianalogikan seperti yang] terdapat di lapisan luar dari kulit  [dalam tataran eksternal]  (tvaggaladauṣṭhulyaprahāa) berkaitan dengan kecenderungan tersembunyi [obsesi]   dari kondisi mental yang tidak berguna  (kleśānuśaya) dimana   jenis pertama dan kedua akan terungkapkan . [kedua] pemutusan dan pengeliminasian [kecenderungan kekeliruan mental yang tidak beraturan  yang dianalogikan seperti yang] terdapat di lapisan dalam dari kulit  [dalam tataran median ]  (palgugataprahāa) berkaitan dengan kecenderungan tersembunyi [obsesi] dari kondisi mental yang tidak berguna   (kleśānuśaya)  dimana jenis ketiga akan terungkapkan
Avalokiteśvara,   jika seseorang mampu memutuskan dan mengeliminasikecenderungan kekeliruan mental yang tidak beraturan [yang dianalogikan seperti yang] terdapat dalam sum sum tulang [ dalam tataran internal] (sāragatadauṣṭhulyaprahāa). Saya menyatakan dia  telah terbebaskan sepenuhnya  dari  semua kecenderungan tersembunyi [obsesi] dari kondisi mental yang tidak berguna (kleśānuśaya) dan mencapai atau berdiam   (avasthā) dalam  tahapan Buddha  (buddha bhūmi)
Bhagavan, berapa  kalpa yang  tidak terhitung (asakhyeyakalpa) dibutuhkan untuk mengeliminasi  kecenderungan kekeliruan mental yang tidak beraturan (dauṣṭhulya) ?
Avalokiteśvara, ,  tiga kalpa besar yang tidak terhitung (asakhyeyakalpa)  ataupun  kalpa yang tidak terukur   (aprameyakalpa) dalam satuan waktu :    satu tahun   (savatsara) ,  satu bulan  (māsa) ,  setengah bulan  (ardha māsa) ,  satu hari dan satu malam (ahorātra) ,  dalam satuan periode tiga jam (prahara) ,  dalam periode satu setengah jam (ardhaprahara) satu kejaban  mata (kṣaṇa) ,  seperenam puluh  dari kejaban mata (lava) , dan  satuan terkecil dari waktu  (muhūrta) .
Bhagavan,apa karakteristik (lakṣaṇa)  dari  kemunculan  kondisi mental yang tidak berguna                                  (utpannakleśa)   dalam   semua tahapan (bhūmi)   Bodhisattva dan apakah ada  defisiensi (doa) dan kualitas yang baik (gua) dalam kemunculan  kondisi mental yang tidak berguna                                  (utpannakleśa)   ?
Avalokiteśvara, kemunculan  kondisi mental yang tidak berguna (utpannakleśa)  berkarakteristik bebas dari semua kondisi mental yang tidak berguna  (asakleśalakṣaṇa) . Mengapa demikian?
Karena realisasi ranah realitas (dharmadhātu)  telah disesuaikan secara bertahap [per kasus]  (pratiniyata)  dalam tahapan (bhūmi) Bodhisattva. Disamping itu , kemunculan  kondisi mental yang tidak berguna (utpannakleśa)  dari Bodhisattva hanya pada saat kondisi sadar (probodha) , dan tidak pernah  dalam kondisi tidak sadar (samprajānann eva) .  Oleh sebab itu , kemunculan  kondisi mental yang tidak berguna (utpannakleśa)  berkarakteristik bebas dari semua kondisi mental yang tidak berguna  (asakleśalakṣaṇa) .
Dalam kesinambungan [ aliran kesadaran ] (svasatana) telah  bebas dari  kondisi mental yang tidak berguna (asakleśalakṣaṇa)   maka  tidak ada ketidakpuasan (dukha)  sehingga tidak ada defisiensi (doa).  
kemunculan  kondisi mental yang tidak berguna (utpannakleśa)  dari bodhisattva bertujuan untuk memotong putus semua penyebab (hetu)  ketidak puasan ((dukha)  termasuk  ketidakpuasan dari semua tataran eksistensi makhluk hidup ( sattvadhātu)   Oleh sebab itu kemunculan  kondisi mental yang tidak berguna (utpannakleśa)  memiliki kualitas yang baik (gua) .
Bhagavan,  ini sunguh mengagumkan (āścarya)  dimana  penggugahan  (bodhi) bermakna agung (mahārta)  sebagai penyebab dari  pengeliminasian  (vyāvttihetu) semua penderitaan (dukha)  dari  Bodhi sattva   yang  melampaui  semua akar kebajikan  (kuśalamūla)  dari  tataran eksistensi  makhluk hidup (sattvadhātu) [termasuk] Śrāvaka dan Pratyekabuddha dan juga merupakan  kebajikan yang tidak terukur (aprameyagua)[ para Bodhisattva]
Bhagavan,  anda menguraikan bahwa  pengetahuan Śrāvaka (śrāvakayāna)  dan pengetahuan agung (māhayāna)  adalah satu pengetahuan  (ekayāna) , apa makna mendalam dari uraian ini?
Avalokiteśvara,  saya menguraikan (sadha)  doktrin dengan  beragam instrinsitik                                                     (nānāsvabhāvadharma)   dalam pengetahuan Śrāvaka misalnya [lima ] agregrat ( skandha)  landasan internal (adhyātmāyatana)  , landasan eksternal (bahyāyatana)   kemudian saya menguraikan dalam pengetahuan agung(māhayāna) sebagai  semua doktrin  diatas  dalam satu ranah realitas (dharmadhātu)  berdasarkan realitas demikian apa adanya (tathatā)  Oleh sebab itu, saya tidak  menyatakannya sebagai pengetahuan yang berbeda (bhinna)
Tetapi ada juga yang akan memahami ini dengan keliru secara konseptual (vikalpayanti)  hanya  mengintepretasikanya sebagai makna harfiah (yathārutam)  dimana salah satu ini lebih tinggi (āropya) ataupun lebih rendah (apodya) ataupun mengatakan bahwa kedua ini  bertentangan satu dengan lainnya maka anda telah terdelusi  dengan mempresepsikannya sebagai konsep  yang  saling bertentangan (viruddhāmanasa).  Avalokiteśvara,  inilah makna mendalam dari uraian diatas.
Kemudian Bhagavan melantunkan gatha ini untuk mempertegas makna ini :
Dengan berkontemplasi melalui sepuluh tahapan (daśabhūmi)  , Seorang Bodhisattva memperbaiki kekurangannya.  Dengan silsilah dan aspirasi (praidhāna)   yang agung  dan bersandar pada landasan pelatihan (śikṣāpada) kesempurnaan melampaui (paramitā)   Dengan bersandar pada pengetahuan agung  berdasarkan uraian dari Tathāgata. Dia melampaui semua latihannya dan mencapai penggugahan agung.
Saya menyatakan bahwa semua doktrin beragam intrinsitik (nānāsvabhāvadharma)   yang berbeda                (bhinna)  , baik itu untuk yang berpengetahuan agung (mahāyāna) ataupun  diluar dari pengetahuan agung (hinayāna) , sebenarnya saya menguraikan semua ini   sebagai  satu metoda (ekanaya).
 Jika anda keliru  secara konseptual (vikalpayanti)  hanya  mengintepretasikanya sebagai    makna harfiah (yathārutam)  dimana salah satu ini lebih tinggi (āropya) ataupun lebih rendah (apodya) ataupun mengatakan bahwa kedua ini  bertentangan satu dengan lainnya maka anda telah terdelusi  dengan mempresepsikannya sebagai konsep  yang  saling bertentangan (viruddhāmanasa) .
Bhagavan,  apa nama (nāman)  dari pemutaran [roda] dharma pengungkapan  makna mendalam (sadhinirmocana dharmapāryaya) ini ?
Avalokiteśvara, pemutaran [roda] dharma pengungkapan  makna mendalam (sadhinirmocana dharmapāryaya) ini dinamakan sebagai  pengulasan tahapan dan kesempurnaan melampaui bermakna definitif  (bhūmiparamitānītārthanirdeśa)   ,  anda dapat menamakannya sebagai :  tahapan dan kesempurnaan melampaui .

Pada saat tahapan dan kesempurnaan melampaui yang bermakna definitif ini selesai  diuraikan  ,  tujuh puluh lima ribu  Bodhisattva   mencapai samādhi  dalam ranah  pengetahuan agung (mahāyānāloka)

Karma JIgme

Instagram