Pages

T 676 -解深密經 [Sūtra mahāyāna yang bernama pengungkapan rahasia mendalam - Parivarta Keenam]


Kemudian Bodhisattva Maitreya  bertanya kepada Bhagavan:

"Bhagavan,  apa yang menjadi landasan untuk  bodhisattva dalam mengkontemplasi  śamatha  dan vipaśyanā  ?

Bhagavan menjawab pertanyaan dari Bodhisattva Maitreya   Maitreya,   landasan  untuk bodhisattva dalam mempraktekkan  śamatha  dan vipaśyanā adalah teori filosofi  yang berkaitan dengan  uraian  dari realitas  ( dharmaprajñaptivyavasthāna )   dan  tidak pernah meninggalkan aspirasi mereka untuk mencapai penggugahan sempurna dan  tidak tertandingi (anuttarasamyaksabodhipraṇidhānaparityajana)

Bhagavan  menginstruksikan (avavāda) empat  kategori objek pengamatan  (ālambana vastu ) dalam  śamatha  dan vipaśyanā yang terdiri dari :  refleksi dari  objek  mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif  melalui konseptual (savikalpapratibimba).refleksi dari  objek  mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif   tetapi bebas dari  konseptual (nirvikalpapratibimba).batasan dari entitas [antara konseptual dan  intrinsitik dari fenomena] (vastuparyantatā) ,kesempurnaan dari pencapaian [kesempurnaan dalam tindakan adidaya] (kāryaparinipatti).

Bodhisatva Maitreya bertanya kembali  kepada Bhagavan,

Bhagavan , ada berapa kategori  objek pengamatan  (ālambana vastu ) dalam  kontemplasi śamatha? 

Maitreya ,  hanya satu,  yakni : refleksi dari  objek  mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif   tetapi bebas dari  konseptual (nirvikalpapratibimba).

Bhagavan , ada berapa kategori dari  objek pengamatan (ālambana vastu) dalam kontemplasi  vipaśyanā?

Maitreya , hanya satu,  yakni : refleksi dari  objek  mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif  melalui konseptual  (savikalpapratibimba).

Bhagavan , ada berapa kategori  objek pengamatan  (ālambana vastu) dalam  gabungan kontempasi dari :   śamatha dan vipaśyanā ?

Maitreya ada dua yakni , batasan dari entitas [antara konseptual dan  intrinsitik dari fenomena ] (vastuparyantatādan kesempurnaan dari pencapaian   (kāryaparinipatti).

Bhagavan ,  bagaimana seharusnya para Bodhisattva ini mengejar  śamatha (śamatha paryeṣṭin )  dan fasih dalam vipaśyanā (vipaśyanākuśala )  ?

Buddha menjawab :

Maitreya ,  dua belas divisi  uraian untuk pemahanan realitas  yang bersifat sementara (dvādaśa aga dharma pravacana )  terdiri dari :   uraian  (sūtra ) ,  prosa yang digabungkan dengan ayat  (geya ) ayat ataupun puisi   (gāthā)  ,  sebab dan akibat  (nidāna)  kumpulan cerita  dari kualitas kebajikan para murid Buddha  dan   lainnya di kehidupan sebelumnya (itivttaka)  kumpulan cerita kehidupan lalu dari  Buddha (jātaka),   kumpulan  cerita dari kekuatan Buddha yang yang tidak terbayangkan (adbhutadharma ),  parable dengan ilustrasi yang digunakan untuk memahami makna mendalam  dari ajaran Buddha (avadāna)   risalah  dogmatis yang berupa diskusi dan tanya jawab dalam kaitannya dengan ajaran Buddha  (upadeśa)  kumpulan dari topik yang tidak disiapkan terlebih dahulu atau ditunjuk tanpa diminta untuk diuraikan ( udāna) , interprestasi atau makna yang lebih dalam dari doktrin (vaipulya) dan prediksi dari Buddha terhadap pencapaian muridnya  di masa yang akan datang (vyākaraa) telah saya uraikan kepada para Bodhisattva.

Para Bodhisattva mendengarkan uraian ini  dengan benar (suśruta), , memahami dan mengingatnya  dengan baik  (susamāpta), mengakumulasikannya  dengan baik  (vacasā paricita), menganalisa melalui intektual  dengan seksama (manasā anvīkita) dan  memahami dengan sempurna melalui  pandangan yang mendalam ( dṛṣṭyā suprativida) .

Kemudian mereka mengisolasikan dirinya sendiri  (ekākino rahogatāḥ)   dengan berdiam dalam keheningan di pengasingan (pratisalayana) dan  mengorientasikan kesadaran (manasik) pada objek yang dijadikan referensi  secara berkesinambungan (samsthāpana),  melalui doktrin yang telah mereka renungkan dengan baik (sucitinta dharma)  sebelumnya dengan mengorientasikan kesadaran secara  internal  dalam berkesinambungan (adhyātmikaprabandha) dan inilah yang disebut sebagai  mengorientasikan kesadaran dengan tajam.(manasikāra).

Dengan mengorientasikan kesadaran secara berulang (avasthāpana) dan dalam jangka waktu yang  lama  maka kelenturan fisik (kayā praśrabdhi) dan kelenturan mental (citta praśrabdhi) [kebebasan dari  kondisi alam bawah sadar secara fisik maupun mental ] akan tercapai.  Ini disebut sebagai  śamatha  dan dengan cara ini para Bodhisattva mengejar  śamatha (śamatha paryeṣṭin)  dengan benar.

Pada saat Bodhisattva telah mencapai kelenturan fisik (kayā praśrabdhi) dan kelenturan mental (citta praśrabdhi) [kebebasan dari  kondisi alam bawah sadar secara fisik maupun mental]  dan berdiam dalam kondisi ini  dengan melepaskan   semua aspek dari mental (citta ākāra) dan mulai menyelidiki dengan  masuk ke dalam (pratyvek)  fenomena yang telah mereka renungkan dengan baik sebelumnya ( sucitinta dharma)   dengan keyakinan  (adhimuc) ,  mulai menyelidiki   (vicaya),  menyelidiki lebih mendalam (pravicaya)  dan menyelidikinya dengan logika  (parivirtaka)  mempertimbangkannya dengan mendalam (pāricara)   dan pencapaian kesimpulan dari  penyelidikan (parimīmāmsāapati) mengamati  mendalam  (darśana),   memahami  (avabodha ) berdasarkan  pencapaian dari realitas yang akan diketahui (kṣānti) yang muncul sebagai refleksi dari  objek  mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif  dalam ruang lingkup  samadhi (samādhigocarapratibimbajñeyārtha). Ini disebut sebagai  vipaśyanā dan dengan cara ini para Bodhisattva fasih dalam vipaśyanā (vipaśyanākuśala )  dengan benar.

Bhagavan,  pada saat sebelum kelenturan fisik (kayā praśrabdhi) dan kelenturan mental (citta praśrabdhi) [kebebasan dari  kondisi alam bawah sadar secara fisik maupun mental ] tercapai  , bodhisattva mengorientasikan kesadaran dengan tajam terhadap  internal (adhyātmika manasikāra )  dengan menggunakan kesadaran  sebagai landasan objektif kesadaran (citta ālambaka citta) [kesadaran mengamati kesadaran] , kontempelasi jenis ini  dikategorikan sebagai apa ?

"Maitreya, ini bukan śamatha , melainkan pengorientasian kesadaran   yang tajam dengan  paduan  [gabungan] dengan menuju pembebasan yang tidak akan mundur  yang mengarah pada  śamatha (śamatha anolomika adhimukti samprayukta manasikāra)

"Bhagavan, pada saat sebelum kelenturan fisik (kayā praśrabdhi) dan kelenturan mental (citta praśrabdhi) [kebebasan dari  kondisi alam bawah sadar secara fisik maupun mental ] tercapai  , bodhisattva   mengorientasikan kesadaran dengan tajam terhadap  internal (adhyātmika manasikāra)  berdasarkan dharma yang telah mereka renungkan dengan baik sebelumnya ( sucitinta dharma)  yang muncul sebagai refleksi dari  objek  mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif dalam ruang lingkup  samadhi  (adyātma samādhigocarapratibimba). kontempelasi jenis ini  dikategorikan sebagai apa ?

Maitreya, ini bukan vipaśyanā.  melainkan pengorientasian kesadaran   yang tajam dengan  paduan  [gabungan] dengan menuju pembebasan yang tidak akan mundur  yang mengarah pada  vipaśyanā (vipaśyanā anolomika adhimukti samprayukta manasikāra ).

Bhagavan, apakah  ada perbedaan  diantara  jalan śamatha (śamatha mārga )   dengan jalan vipaśyanā (vipaśyanā mārga)  ? "

Maitreya,  kedua jalan ini tidak berbeda, tetapi juga tidak sama , Mengapa  ?  Kedua jalan ini tidak berbeda karena [bukan saja śamatha , tetapi] vipaśyanā  juga mengamati kesadaran  (citta) .  Kedua jalan ini berbeda karena [śamatha]  tidak  mengamati refleksi dari  objek  mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif  melalui imaginasi konseptual  (savikalpapratibimba).

Bhagavan, apakah ada perbedaan diantara refleksi dari  objek  mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif  dalam ruang lingkup  samādhi (samādhigocarapratibimba ) dengan kesadaran (vijñāna)  ?

Maitreya,  kedua ini tidak ada perbedaan , Mengapa ? Karena refleksi dari  objek  mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif  dalam ruang lingkup samādhi (samādhigocarapratibimba ) hanya merupakan  kesadaran [kognitif]   (vijñaptimātra) dan bukan diluar dari kesadaran . sebagaimana yang pernah diinstruksikan  bahwa : kesadaran itu hanya kesadaran yang muncul sebagai objek  (ālambanavijñaptimātraprabhāvitmaṃ vijñāna) .

Bhagavan, jika  kedua ini tidak berbeda ,  bagaimana kesadaran  dapat  mempersepsikan (utprekate) kesadaran itu sendiri ?

Maitreya,  benar  , di dunia ini tidak ada sesuatupun yang bisa mempersepsikan diri sendiri , namun kesadaran yang muncul itu (eva utpanna citta) akan memanifestasikan analogi seperti cara ini (eva avabhasate).

Maitreya,  hal ini dapat dianalogikan  sebagai berikut :  satu materi (rūpa) diletakkan didepan cermin bulat yang jelas .  Kita akan selalu mengasumsi bahwa yang kita persepsikan bukan hanya materi itu saja tetapi juga bayangan dari materi tersebut [ refleksi dari  materi (rūpa) tersebut ] . Dalam kasus ini , bayangan yang muncul dari cermin ini  [diatas permukaan cermin ] muncul sebagai objek  yang berbeda dan independen secara menyeluruh ( bhinna arthavat).  Hal ini juga berlaku sama untuk kesadaran yang muncul dengan sendirinya sebagai objek  yang berbeda dan independen dari refleksi dari  objek  mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif dalam ruang lingkup  samādhi [dalam vipaśyanā]  (vipaśyanā samādhigocarapratibimba)

Bhagavan  , apakah  materi [rupa]  mentah dari objek dari indriya  maupun kesadaran kognitif yangbelum terintepretasi , terbebani maupun terkategori melalui proses kognitif  dari kesadaran yang terhubung dengan materi [rupa] (rupadyavacittabimba)  itu berbeda  atau tidak  dengan  kestabilan  intrinsitik (svabhavavastita) dari kesadaran (citta)   ?

"Maitreya, materi [rupa] mentah dari objek dari indriya  maupun kesadaran kognitif yang belum terintepretasi, terbebani maupun terkategori melalui proses kognitif  dari kesadaran yang terhubung dengan materi [rupa] (rupadyavacittabimba)   tidak berbeda   dengan kestabilan  intrinsitik (svabhavavastita) dari kesadaran   tetapi bagi  makhluk  hidup belum matang [dalam spriritual]  (bala)  dan  keliru dalam pemahaman (viparitamati) , tidak akan mengenali materi [rupa]  mentah dari objek dari indriya  maupun kesadaran kognitif yang belum terintepretasi , terbebani maupun terkategori melalui proses kognitif  dari kesadaran yang terhubung dengan materi [rupa] (rupadyavacittabimba)  sebagai  hanya kesadaran kognitif (vijnapti matra) karena mereka belum memahami (ajnatva) hal ini  sebagaimana apa adanya (yathabhutam)

Bhagavan, pada tahap yang bagaimana dapat dikatakan seorang  Bodhisattva  dengan sungguh sungguh mengkontempelasi  vipaśyanā secara eksklusif ? "

Maitreya,  pada tahap  dimana nimitta dari kesadaran (citta nimitta) di kontempelasi  dengan orientasi kesadaran yang tajam secara terus menerus dan tanpa gangguan (sarita manasikāra)

"Bhagavan, pada tahap yang bagaimana dapat dikatakan seorang  Bodhisattva  dengan sungguh sungguh mengkontempelasi śamatha  secara eksklusif ? "

Maitreya,  pada tahap dimana kesadaran yang berkesimambungan  (ānantara citta ) di kontempelasi  dengan orientasi kesadaran yang tajam secara terus menerus dan tanpa gangguan (sarita manasikāra)

"Bhagavan, pada tahap  yang  bagaimana  dapat dikatakan sebagai gabungan dari śamatha dan vipaśyanā ?

Maitreya,  pada tahap dimana kontempelasi  dengan orientasi kesadaran yang tajam hanya  berfokus pada satu titik [ bidang kecil]   (cittaikagratā)

"Bhagavan, apa yang dimaksud dengan nimitta dari kesadaran ( citta nimitta)? "

"Maitreya, nimitta dari kesadaran adalah refleksi dari  objek  mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif  melalui imaginasi konseptual  (savikalpapratibimba)  yang merupakan objek pengamatan dari vipaśyanā  (vipaśyanā ālambana)

"Apa  yang dimaksud dengan kesadaran yang berkesimambungan  (ānantara citta )? "

Maitreya, kesadaran yang berkesimambungan  (ānantara citta ) adalah  kesadaran yang mengamati yang merupakan landasan objektif dari śamatha. (śamatha ālambana)

Bhagavan,  bagaimana śamatha  dan vipaśyanā  mencapai puncak dalam  orientasi  kesadaran  yang berfokus  hanya pada satu titik  (cittaikagratā)? "

Maitreya , dengan memahami  refleksi dari  objek  mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif dalam ruang lingkup  samādhi (samādhigocarapratibimba)  hanya merupakan manifestasi  dari  kesadaran  (vijñaptimātrata)  maka  śamatha  dan vipaśyanā  mencapai puncaknya dengan orientasi  kesadaran yang   berfokus  hanya pada satu titik  (cittaikagratā)  , dengan memahami ini maka  [ Bodhisattva]   dapat mengorientasikan kesadaran yang  mengarah pada  realitas demikian apa adanya  ( tathatā).

"Bhagavan, ada berapa jenis vipaśyanā? "

"Maitreya,  ada tiga jenis yakni : vipaśyanā    nimitta   (nimittamayī) , vipaśyanā  penyelidikan  ( paryeaṇāmayī)  dan vipaśyanā  pengamatan ( pratyavekaṇāmayī)  
Bhagavan , apa yang  dimaksud dengan vipaśyanā  jenis  nimitta  (nimittamayī) ?

Maitreya ,  vipaśyanā  jenis nimitta  (nimittamayī)  adalah  vipasyana yang  hanya mengkontemplasi nimitta  dari  refleksi dari  objek  mental  diskriminatif  yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif  melalui konseptual  dalam ruang lingkup  samadhi  (samādhigocaravipalka pratibimba)

 Bhagavan, apa yang dimaksud dengan vipaśyanā  jenis penyelidikan  ( paryeaṇāmayī) 

Maitreya , vipaśyanā  jenis penyelidikan  ( paryeaṇāmayī)   adalah  vipaśyanā  yang mengorientasikan kesadaran hanya  refleksi dari  objek  mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif  melalui imaginasi konseptual   dari  fenomena yang  masih belum dipahami dengan baik  (asupratividdhadharma)  sehingga dapat dipahami dengan  baik  melalui kebijaksanaan (prajñā) 

Bhagavan, apa yang dimaksud dengan vipaśyanā  jenis pengamatan mendalam ( pratyavekaṇāmayī) ?

Maitreya,  vipaśyanā  jenis pengamatan mendalam ( pratyavekaṇāmayī) adalah  vipaśyanā yang mengorientasikan kesadaran  (manāsikara vipaśyanā)  hanya pada refleksi dari  objek  mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif  melalui imaginasi konseptual  dari   fenomena yang telah dipahami dengan baik (supratividdhadharma)  melalui kebijaksanaan (prajñā)  sehingga mencapai pembebasan (vimoka)  yang bermakna memberikan sensasi kebahagiaan  (sukhasparśnārtham) 

Bhagavan, ada berapa jenis śamatha? "

Maitreya,  dalam śamatha   dapat dikategorikan menjadi tiga jenis (trividha) ,  kategori [pertama] adalah śamatha  jenis   kesadaran  yang tanpa jeda  [interval] (ānantaryacitttānusārea),  kategori [kedua]  adalah śamatha jenis   kefasihan benar  (samāpatti) yang terdiri dari   delapan jenis (aṣṭavidha) yakni :  dhyāna pertama (prathamam dhyānam) , dhyāna kedua ( dvitīiyam dhyānam) , dhyāna  ketiga ( tīitiyam dhyānam), dan dhyāna keempat (caturtham dhyānam),  landasan ruang yang tidak terbatas  (ākāsānantyāyatana), landasan  kesadaran yang tidak terbatas (vijñānānantyāyatana), landasan ketiadaaan  (akicanyāyatana) dan landasan tanpa diskriminasi [kasar]  tetapi tidak tanpa diskriminasi  [halus] (naivasa jñānasa jñāyatana) sedangkan kategori[ketiga] adalah  śamatha  jenis tidak berstandar  dalam tindakan [tidak terukur]    (apramāṇa atau  bhrama vihara )  terdiri dari ada empat jenis :   (caturvidya)  : kebajikan yang tidak berstandar  dalam tindakan [ tidak terukur ]  (maitrī  apramāṇam) , welas kasih yang tidak berstandar  dalam tindakan [tidak terukur]  (karuṇā apramāṇam), sukacita  yang tidak berstandar dalam tindakan [ tidak terukur] ( muditā apramāṇam), dan ekuanimitas yang tidak berstandar dalam tindakan [tidak terukur] (upekṣā apramāṇam)

Bhagavan,  anda  pernah menguraikan śamatha dan vipaśyanā    yang berkaitan dengan  doktirn realitas (dharmāśrita) dan juga  yang tidak berkaitan dengan doktrin realitas (dharmānāśrita), apa yang dimaksud dengan yang berkaitan dengan doktrin realitas (dharmāśrita) dan yang tidak berkaitan dengan  doktrin realitas (dharmānāśrita) ?

Maitreya, śamatha dan vipaśyanā    yang berkaitan dengan   doktrin realitas (dharmāśrita ) adalah  śamatha dan vipaśyanā   yang dicapai  melalui  nimitta dari fenomena sesuai dengan  makna  yang  telah dipersepsi dan direnungkan (ghītacintitadharmanimittānusārea) sedangkan  śamatha dan vipaśyanā   yang tidak berkaitan dengan  doktrin realitas (dharmānāśrita) adalah  śamatha  dan vipaśyanā yang dicapai  tergantung pada  makna dari fenomena yang telah dipersepsi dan direnungkan (ghītacintitadharmānapeksam) berdasarkan petunjuk dan  arahan  dari orang lain. 

Kontemplasi  mayat yang sudah membusuk dan berubah warna ataupun  ketidakkonstanan  dari semua  jejak mental  yang halus [ faktor pengkondisian]   (sarvasaskārā  anityā iti ) , ataupun ketidakpuasan  dari  semua jejak mental  yang halus [ faktor pengkondisian] (sarvasaskārā  dukhāḥ) , ataupun ketidakhadiran eksistensi diri  [instrinsitik] dari semua fenomena (sarvadharmā anātmanā iti) , ataupun  kedamaian  yang melampaui semua ketidakpuasan (santāṃ nirvāṇam) tetap disebut sebagai yang tidak berkaitan dengan doktrin realitas(dharmānāśrita)

Maitreya,saya menginstruksikan kepada mereka yang   bersandar pada  doktrin  realitas (dharmānusārin) untuk  mengkontemplasi  [śamatha  dan vipaśyanā] yang berkaitan dengan  doktrin realitas (dharmāśrita) karena memiliki indriya tajam ( tikṣṇendriya)   dan juga  menginstruksikan kepada  mereka yang bersandar pada keyakinan (śraddhānusārin) untuk   mengkontemplasi  [śamatha  dan vipaśyanā] yang tidak berkaitan dengan doktrin realitas (dharmānāśrita) karena memiliki indriya yang tumpul (mṛḍvindriya).

Bhagavan, anda  pernah menguraikan śamatha  dan vipaśyanā  yang mengkontemplasi objek pengamatan dengan doktrin terintegrasi (miśradharmālambaka)  dan yang mengkontemplasi objek pengamatnan  dengan  doktrin  tidak terintegrasi (amiśradharmālambaka), apa yang dimaksud dengan śamatha  dan vipaśyanā  yang mengkontemplasi objek pengamatan dengan doktrin terintegrasi (miśradharmālambaka)  dan śamatha  dan vipaśyanā  yang mengkontemplasi objek pengamatan dengan doktrin  tidak terintegrasi (amiśradharmālambaka) ?

Maitreya,  śamatha  dan vipaśyanā yang mengkontemplasi objek pengamatan dengan doktrin tidak terintegrasi (amiśradharmālambaka) adalah jenis śamatha  dan vipaśyanā yang mengkontemplasi dua belas divisi  uraian untuk pemahaman realitas  yang bersifat sementara  (dvādaśa aga dharma pravacana )  terdiri dari :   uraian  (sūtra ) ,  prosa yang digabungkan dengan ayat  (geya ) ayat ataupun puisi   (gāthā,  sebab dan akibat  (nidāna)  kumpulan cerita  dari kualitas kebajikan para murid Buddha  dan   lainnya di kehidupan sebelumnya (itivttaka)  kumpulan cerita kehidupan lalu dari  Buddha (jātaka),   kumpulan  cerita dari kekuatan Buddha yang yang tidak terbayangkan (adbhutadharma),  parable dengan ilustrasi yang digunakan untuk memahami makna mendalam  dari ajaran Buddha (avadāna)   risalah  dogmatis yang berupa diskusi dan tanya jawab dalam kaitannya dengan ajaran Buddha  (upadeśa)  kumpulan dari topik yang tidak disiapkan terlebih dahulu atau ditunjuk tanpa diminta untuk diuraikan ( udāna) , interprestasi atau makna yang lebih dalam dari doktrin (vaipulya) dan prediksi dari Buddha terhadap pencapaian muridnya  di masa yang akan datang (vyākaraa) dengan mempersepsi  dan merenungkan  doktrin   (ghītacintitadharma)  hanya pada topik tertentu saja atau dengan perkataan lain   mempersepsi  dan merenungkan  sebagai  ketidakterkaitan satu dengan lainnya [secara individual terpisah satu dengan lainnya ]  (ptak) dalam meditasi (bhāvanā )  , bukan sebagai satu kesatuan (ekanta piṇḍīktya) ataupun objek pengamatan sebagai individual (asabhinnālambana)

sedangkan śamatha  dan vipaśyanā yang mengkontemplasi landasan objektif dengan doktrin terintegrasi (miśradharmālambaka) adalah jenis śamatha  dan vipaśyanā yang mengkontemplasi kedua belas divisi uraian diatas [doktrin] sebagai  satu kesatuan (ekanta piṇḍīktya),  satu himpunan (ekanta sakipya) ,  satu kondensasi (ekanta piṇḍayitvā) , satu kumpulan dalam pencapaian  (ekarāsiktya) dan i objek pengamatan sebagai satu realitas universal (sabhinnālambana) yang mengarah langsung ke realitas (tatathānimma) , mengakses langsung realitas demikian apa adanya (tathatāpravaa)   cenderung menembus realitas demikian apa adanya (tathatāprāgbhāra)  yang mengarah langsung ke penggugahan (bodhinimma),  mengakses langsung penggugahan (bodhipravaa)   cenderung menembus penggugahan  (bodhiprāgbhāra)  , yang mengarah langsung ke melampaui semua ketidakpuasan (nirvāṇanimma) ,  mengakses langsung melampaui semua ketidakpuasan  (nirvāṇapravaa) cenderung menembus  melampaui semua ketidakpuasan (nirvāṇaprāgbhāra)  , yang mengarah langsung ke transformasi landasan (āśrayapāravttinimma), mengakses langsung  transformasi landasan (āśrayapāravttipravaa), cenderung menembus  transformasi landasan (āśrayapāravttiprāgbhāra)  dengan mengorientasikan kesadaran (manasikāra) berdasarkan prinsip ini maka   doktrin luhur  (kuśaladharma)   yang tidak terukur (aprameya)  dan tidak terhitung (asakhyeya) ini  dapat diungkapkan (abhilāpa)

Bhagavan, anda pernah menguraikan śamatha  dan vipaśyanā    yang mengkontemplasi objek pengamatan dari  doktrin terintegrasi  yang  terbatas (parīttamiśradharmālambaka), yang mengkontemplasi objek pengamatan dari  doktrin terintegrasi  antara yang terbatas dan tidak terbatas (mahāmiśradharmālambaka) dan yang mengkontemplasi objek pengamatan dari  doktrin terintegrasi  yang tidak terbatas (apramāṇamiśradharmālambaka).  Apa yang dimaksud dengan śamatha  dan vipaśyanā    yang mengkontemplasi objek pengamatan dari  doktrin terintegrasi  yang  terbatas (parīttamiśradharmālambaka),   yang mengkontemplasi objek pengamatan dari  doktrin terintegrasi  antara yang terbatas dan tidak terbatas (mahāmiśradharmālambaka) dan yang mengkontemplasi objek pengamatan dari  doktrin terintegrasi  yang tidak terbatas (apramāṇamiśradharmālambaka) ?

Maitreya, śamatha  dan vipaśyanā    yang mengkontemplasi objek pengamatan dari doktrin terintegrasi yang  terbatas (parīttamiśradharmālambaka)  adalah śamatha  dan vipaśyanā   yang mengkontemplasi [dua belas divisi  uraian untuk pemahaman realitas  yang bersifat sementara  (dvādaśa aga dharma pravacana terdiri dari :  uraian  (sūtra ) ,  prosa yang digabungkan dengan ayat  (geya ) ayat ataupun puisi   (gāthā,  sebab dan akibat  (nidāna)  kumpulan cerita  dari kualitas kebajikan para murid Buddha  dan   lainnya di kehidupan sebelumnya (itivttaka)  kumpulan cerita kehidupan lalu dari  Buddha (jātaka),   kumpulan  cerita dari kekuatan Buddha yang yang tidak terbayangkan (adbhutadharma),  parable dengan ilustrasi yang digunakan untuk memahami makna mendalam  dari ajaran Buddha (avadāna)   risalah  dogmatis yang berupa diskusi dan tanya jawab dalam kaitannya dengan ajaran Buddha  (upadeśa)  kumpulan dari topik yang tidak disiapkan terlebih dahulu atau ditunjuk tanpa diminta untuk diuraikan (udāna) , interprestasi atau makna yang lebih dalam dari doktrin (vaipulya) dan prediksi dari Buddha terhadap pencapaian muridnya  di masa yang akan datang (vyākaraa) dan   dipersepsi (ghīta) dan direnungkan (cintita) sebagai invididual [satu persatu]  (pratyekam) .

śamatha  dan vipaśyanā  yang mengkontemplasi   objek pengamatan dari doktrin terintegrasi diantara yang terbatas dan tidak terbatas  (mahāmiśradharmālambaka)  adalah śamatha  dan vipaśyanā  yang mengkontemplasi [dua belas divisi  uraian untuk pemahaman realitas  yang bersifat sementara  (dvādaśa aga dharma pravacanterdiri dari : uraian  (sūtra) ,  prosa yang digabungkan dengan ayat  (geya) ayat ataupun puisi   (gāthā,  sebab dan akibat  (nidāna)  kumpulan cerita  dari kualitas kebajikan para murid Buddha  dan   lainnya di kehidupan sebelumnya (itivttaka)  kumpulan cerita kehidupan lalu dari  Buddha (jātaka),   kumpulan  cerita dari kekuatan Buddha yang yang tidak terbayangkan (adbhutadharma),  parable dengan ilustrasi yang digunakan untuk memahami makna mendalam  dari ajaran Buddha (avadāna)   risalah  dogmatis yang berupa diskusi dan tanya jawab dalam kaitannya dengan ajaran Buddha  (upadeśa)  kumpulan dari topik yang tidak disiapkan terlebih dahulu atau ditunjuk tanpa diminta untuk diuraikan (udāna) , interprestasi atau makna yang lebih dalam dari doktrin (vaipulya) dan prediksi dari Buddha terhadap pencapaian muridnya  di masa yang akan datang (vyākaraa)   sebanyak mungkin  tetapi   dipersepsi (ghīta) dan direnungkan (cintita) sebagai  satu kesatuan kolektif  (ekanta pindikrtya) 

śamatha  dan vipaśyanā    yang mengkontemplasi  objek pengamatan  dengan doktrin yang   tidak terbatas (apramāṇamiśradharmālambaka) adalah śamatha  dan vipaśyanā  yang mengkontemplasi   uraian doktrin yang tidak terbatas  (apramāṇadharmadeśanā)  dari Tathāgata ataupun fonem , susunan kata dari doktrin yang tidak terbatas (apramāṇadharmapadavyañjana) sehingga mencapai pemahaman yang jelas dan kebijaksaaan  yang berkesinambungan dan tidak berbatas   (apramāṇa uttarotaraprajñā  pratibhāna)

Bhagavan, bagaimana  Bodhisattva  menjadi fasih (adigamyante) dalam objek pengamatan dari doktrin terintegrasi (miśradharmālambaka)? "

Maitreya, Bodhisattva  menjadi fasih (adigamyante) dalam objek pengamatan dari doktrin terintegrasi (miśradharmālambaka)  karena ada lima aspek ( pañcabhi kāranai) yang  telah dikuasai [dipahami ] (veditavyam)  sebagai berikut

[yang pertama adalah] orientasi  kesadaran dengan tajam (manasikārakāle)   dari momen ke momen  ( ksae ksae)   untuk menetralisir [ menghentikan ] semua  landasan dari  kecenderungan mental yang  tidak beraturan (sarvadauthulyāśrayavinaśana)

[yang kedua adalah] mengatasi semua yang berkaitan dengan beragam jejak mental yang halus [faktor pengkondisian](nānāsaskārān visjya) untuk mencapai kebahagiaan dalam sukacita terhadap  doktrin realitas (dharmānandaprītilābha)

[yang ketiga adalah]  memahami  ranah realitas (dharmāloka) yang tidak  terukur  dalam  sepuluh penjuru (daśadigrapramāa)  dan aspek  [ dari ranah realitas]  yang tidak  terbatas (apparicchinna) .

[yang keempat  adalah] mencapai pengetahuan sempurna  (parijñāna )  dalam  menyempurnakan  pelatihan diri [spiritual] (anuṣṭhānasaprayukta) yang berhubungan dengan pembebasan (vimokabhāgīya) dan pengetahuan sempurna  (parijñāna)  terhadap   nimitta  yang bebas dari  konseptual (nirvikalpanimitta) dengan benar (samudācāra) .  

[yang kelima adalah]  mencapai  (parinipatti)  dharmakāya   dengan sempurna   (paripūraa)  yang merupakan  penyebab (hetu)  dari kebajikan tertinggi  (uttareu uttama) dan  keberuntungan terunggul (bhadreu bhadratama)  yang terliput dengan sempurna dan  benar (samyakparigrahaa) 

Bhagavan,  dalam tahapan bodhisattva  (bodhisattvabhūmi) , di tahapan (bhūmi ) mana   śamatha dan vipaśyanā  yang mengkontemplasi   objek pengamatan sebagai satu kesatuan universal (sabhinnālambana) akan mulai disadari dan ditahapan mana akan tercapai ?

"Maitreya,  śamatha dan vipaśyanā  yang mengkontemplasi objek pengamatan sebagai  satu realitas universal (sabhinnālambana) mulai dipahami  dalam tahapan (bhūmi) pertama  yakni : tahapan penuh dengan sukacita (pramuditābhūmi) dan  tercapai dalam tahapan ketiga yakni :  tahapan ekspansi cahaya (prabhākarībhūmi). Namun demikian , Bodhisattva seharusnya juga tidak lalai dalam śamatha dan vipaśyanā    yang mengkontemplasi  objek pengamatan sebagai satu realitas universal (sabhinnālambana).

Bhagavan , apa yang dimaksud samādhi (samādhi) melalui  proses mental kasar dalam mengorientasikan kesadaran [ eling]  terhadap  semua objek pengamatan dengan keinginan bertindak (chanda)  yang masih sadar  dan kebijaksanaan  (prajñā) dan  proses mental terperinci dalam  mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap satu objek  pengamatan saja dengan keinginan bertindak (chanda)  yang masih sadar  dan kebijaksanaan  (prajñā)  (savitarkavicāra)  ?  

apa yang dimaksud samādhi (samādhi) tanpa melalui proses mental kasar dalam mengorientasikan kesadaran [ eling]  terhadap  semua objek pengamatan dengan keinginan bertindak (chanda)  yang masih sadar  dan kebijaksanaan  (prajñā) dan  hanya melalui proses mental terperinci dalam  mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap satu objek  pengamatan saja dengan keinginan bertindak (chanda)  yang masih sadar  dan kebijaksanaan  (prajñā) (avitarkavicāramātra)  ?

apa yang dimaksud samādhi (samādhi)  tanpa melalui proses mental kasar dalam mengorientasikan kesadaran [ eling]  terhadap  semua objek pengamatan dengan keinginan bertindak (chanda)  yang masih sadar  dan kebijaksanaan  (prajñā) dan tanpa  melalui proses mental terperinci dalam  mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap satu objek  pengamatan saja dengan keinginan bertindak (chanda)  yang masih sadar  dan kebijaksanaan  (prajñā) (avitarkavicāra) dalam śamatha dan vipaśyanā  ?

Maitreya, samādhi (samādhi) melalui  proses mental kasar dalam mengorientasikan kesadaran [ eling]  terhadap  semua objek pengamatan dengan keinginan bertindak (chanda)  yang masih sadar  dan kebijaksanaan  (prajñā) dan  proses mental terperinci dalam  mengorientasikan kesadaran [eling] terhadap satu objek  pengamatan saja dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar  dan kebijaksanaan  (prajñā)  (savitarkavicāra)  adalah  samādhi (samādhi)  yang mempersepsi  [mengamati]  (ghīta) nimitta yang jelas ataupun bersifat kasar (vyakta sthūla nimitta)  dari  fenomena (dharma) melalui proses mental kasar dalam mengorientasikan kesadaran [ eling]  terhadap  semua objek pengamatan nimitta yang jelas ataupun bersifat kasar ( vyakta sthūla nimitta)  dengan keinginan bertindak (chanda)  yang masih sadar  dan kebijaksanaan  (prajñā) (vitarkita) ataupun melalui proses mental terperinci dalam  mengorientasikan kesadaran [eling] terhadap satu objek  pengamatan dari fenomena saja dengan keinginan bertindak (chanda)  yang masih sadar  dan kebijaksanaan  (prajñā)  (vicarika dharma)

samādhi (samādhi)  tanpa melalui proses mental kasar dalam mengorientasikan kesadaran [eling]  terhadap  semua objek pengamatan dengan keinginan bertindak (chanda)  yang masih sadar  dan kebijaksanaan (prajñā) dan  hanya melalui proses mental terperinci dalam  mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap satu objek  pengamatan saja dengan keinginan bertindak (chanda) yang masih sadar  dan kebijaksanaan  (prajñā) (avitarkavicāramātra) adalah samādhi (samādhi) yang tanpa melalui proses mental kasar dalam mengorientasikan kesadaran [eling]  terhadap  semua objek pengamatan nimitta yang jelas ataupun bersifat kasar (vyakta sthūla nimitta)   dengan keinginan bertindak (chanda)  yang masih sadar  dan kebijaksanaan  (prajñā) tetapi  melalui proses mental terperinci dalam mengorientasikan kesadaran [eling]  terhadap  satu objek pengamatan  nimitta yang bercahaya (prabhā nimitta) dengan keinginan bertindak (chanda)  yang masih sadar  dan kebijaksanaan  (prajñā) dan mengamati hanya dengan menggunakan kesadaran [eling ] murni saja   (smtimatrā) yang halus   (sūksma).

samādhi (samādhi)  tanpa melalui proses mental kasar dalam mengorientasikan kesadaran [ eling]  terhadap  semua objek pengamatan dengan keinginan bertindak (chanda)  yang masih sadar  dan kebijaksanaan  (prajñā) dan tanpa  melalui proses mental terperinci dalam  mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap satu objek  pengamatan saja dengan keinginan bertindak (chanda)  yang masih sadar  dan kebijaksanaan (prajñā) (avitarkavicāra) adalah samādhi (samādhi)  yang hanya mengorientasikan kesadaran [eling ] dengan spontan (nirabhogena) terhadap semua fenomena maupun semua nimitta.

Selain itu, Maitreya, śamatha dan vipaśyanā  melalui  penyelidikan (paryeaṇāmaya)  adalah samādhi (samādhi) melalui  proses mental kasar dalam mengorientasikan kesadaran [eling]  terhadap  semua objek pengamatan dengan keinginan bertindak (chanda)  yang masih sadar  dan kebijaksanaan  (prajñā) dan  proses mental terperinci dalam  mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap satu objek  pengamatan saja dengan keinginan bertindak (chanda)  yang masih sadar  dan kebijaksanaan  (prajñā)  (savitarkavicāra)  
.
śamatha dan vipaśyanā  melalui pengamatan mendalam  dan  diskriminasi (pratyavekaṇāmaya)  adalah samādhi (samādhi)  tanpa melalui proses mental kasar dalam mengorientasikan kesadaran [eling]  terhadap  semua objek pengamatan dengan keinginan bertindak (chanda)  yang masih sadar  dan kebijaksanaan  (prajñā) dan  hanya melalui proses mental terperinci dalam  mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap satu objek  pengamatan saja dengan keinginan bertindak (chanda)  yang masih sadar  dan kebijaksanaan  (prajñā) (avitarkavicāramātra) .

śamatha dan vipaśyanā  yang mengamati  objek pengamatan terintegrasi dengan doktrin (miśradharmālambaka)   adalah samādhi (samādhi)  tanpa melalui proses mental kasar dalam mengorientasikan kesadaran [ eling]  terhadap  semua objek pengamatan dengan keinginan bertindak (chanda)  yang masih sadar  dan kebijaksanaan  (prajñā) dan tanpa  melalui proses mental terperinci dalam  mengorientasikan kesadaran [ eling] terhadap satu objek  pengamatan saja dengan keinginan bertindak (chanda)  yang masih sadar  dan kebijaksanaan  (prajñā) (avitarkavicāra)

Bhagavan,   bagaimana mengatasi  kesadaran [eling] tergejolak oleh  kegiuran terhadap kesenangan (citta auddhatya) ?   bagaimana mengatasi kesadaran  lembam [ kusam]   (citta laya) dan mencapai samādhi dengan spontan (nirabhoga)?

Maitreya , pada  saat kesadaran [eling] tergejolak oleh  kegiuran terhadap kesenangan (citta auddhatya) ataupun kesadaran [eling]  akan  terstimulasi dengan cepat  (udvega) oleh gejolak  yang muncul dari kegiuran terhadap kesenangan  maka kesadaran diorientasikan pada  fenomena yang  dapat membawa ketenangan (udvegam āpadatya dharma) atau pada  kesadaran secara berkesinambungan (anantaryacitta)  

Maitreya , pada tahap dimana  kesadaran  lembam [ kusam]   (citta laya) ataupun  pada saat kesadaran [eling]  akan  terstimulasi dengan cepat oleh  kelembaman [ kekusamam] maka kesadaran [eling] diorientasikan dengan tajam  pada fenomena yang dapat membawa kesenangan ataupun pada nimitta dari kesadaran (cittanimitta).

Maitreya,  dalam  mengkontemplasi hanya pada jalan śamatha (śamatha mārga) , atau hanya pada jalan vipaśyanā (vipaśyanā mārga) ataupun  dalam mengkontemplasi gabungan dari dua jalan  (yuganaddha mārga)  dimana  telah mencapai tahapan samādhi yang lebih tinggi  dengan tanpa  [usaha]  secara berkesinambungan (svarasena pravartate) dan  tanpa terinterupsi  oleh dua  kondisi mental yang tidak berguna  (upakleśa)[kegiuran] terhadap kesenangan dan kelembaman] dalam jangka waktu yang cukup lama  maka dikatakan telah mampu  mencapai samādhi dengan spontan (nirabhoga)

Bhagavan, pada saat  Bodhisattva  telah mencapai kontemplasi sarnatha dan vipasyana harus melanjutkan  latihan (śikṣa )  untuk menjadi   seseorang yang  memiliki  kefasihan  dalam  penguasaan analitikal yang berhubungan dengan intepretasi  sintaksis dari doktrin realitas (dharmapratisavedin) ataupun  menjadi   seseorang yang  memiliki  kefasihan  dalam penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi  makna dari doktrin realitas [ menguasai  semua uraian doktrin yang diuraikan oleh Buddha dan mampu menjelaskannya dengan memungkinkan semua makna  muncul dalam satu makna] ( arthapratimsavedin) ,  Apa yang dimaksud dengan seseorang yang  memiliki  kefasihan dalam  penguasaan analitikal yang berhubungan dengan intepretasi  sintaksis dari doktrin realitas (dharmapratisavedin) dan seseorang yang  memiliki  kefasihan  dalam penguasaan analitikal yang berhubungan dengan interpretasi  makna dari doktrin realitas ( arthapratimsavedin) ?

Maitreya, seseorang yang  memiliki  kefasihan dalam  penguasaan analitikal yang berhubungan dengan intepretasi  sintaksis dari doktrin realitas (dharmapratisavedin) adalah  seseorang yang fasih dalam  penguasaan analitikal yang berhubungan dengan intepretasi  sintaksis melalui lima aspek  (pañcavidhā) yang terdiri dari :   akar kata  (nāman  ) , susunan kata  (pada)  ,    fonem   (vyañjana) , ketidak terkaitan satu dengan yang lain  sebagai individual [akar kata, susunan kata dan  fonem]   (pthak)  dan keterkaitan satu dengan lainnya sebagai satu kesatuan [akar kara , susunan kata dan  fonem] (sagrahata).

Apa yang dimaksud dengan akar kata  (nāman)?   Akar kata (nāman) adalah susunan [dari  sistem simbol yang tertera pada media untuk mengungkapkan unsur-unsur yang ekspresif dalam suatu bahasa ](akara ) yang merepresentasikan  ide [konsep] (sajñaprajñapti)  dalam mengungkapkan intirinsitik (svabhāva)  ataupun perbedaan (viśesa)  [ kepada  yang direspresentasikan ] baik itu  sebagai : kondisi mental yang tidak berguna (sāṃkleśika) ataupun  fenomena murni (vaiyavadānikadharma) 

Apa yang dimaksud dengan susunan kata  (pada)  ? susunan kata  (pada) tergantung pada kumpulan akar kata (namankāya) yang saling berasosiasi  dalam memberikan  makna berdasarkan konseptual (anuvyavaharārtham) baik  itu sebagai kondisi mental yang tidak berguna (sāṃkleśika) ataupun  fenomena murni (vaiyavadānikadharma) 

Apa yang dimaksud dengan fonem (vyañjana)   ?   fonem (vyañjana)  [istilah linguistik  yang berupa bunyi dan merupakan satuan terkecil dalam sebuah bahasa yang masih bisa menunjukkan perbedaan makna  yang ]  (vyañjana)  itu sama dengan  aksara [ sistem simbol yang tertera pada media untuk mengungkapkan unsur-unsur yang ekspresif dalam suatu bahasa ](akara )    yang berdasarkan dua  kumpulan diatas  [ akar kata dan susunan kata ]

Apa yang dimaksud dengan  ketidak terkaitan satu dengan yang lain [ akar kata  , susunan kata dan fonem]   (pthak)  ? ketidak terkaitan satu dengan yang lain [ akar kata , susunan kata dan  fonem]  (pthak)  adalah pemahaman yang berkaitan dengan orientasi kesadaran  dalam mengkontemplasi objek  pengamatan sebagai  individual (asabhinnālambana)  [ akar kata , susunan kata dan fonem]  

Apa yang dimaksud dengan keterkaitan satu dengan lainnya sebagai satu kesatuan [ nama , susunan kata dan ekspresi] (sagrahata) ? keterkaitan satu dengan lainnya sebagai satu kesatuan [nama , susunan kata dan fonem] (sagrahata) adalah pemahaman yang berkaitan dengan orientasi kesadaran  dalam mengkontemplasi   objek pengamatan sebagai satu kesatuan  universal (sabhinnālambana) [ dari  nama , susunan kata dan fonem]  

Semua  kelompok diatas merupakan penguasaan analitikal yang berhubungan dengan intepretasi  sintaksis dari doktrin realitas (dharmapratisavid ) dan dengan cara demikian Bodhisattva menjadi seseorang  yang fasih  dalam penguasaan analitikal yang berhubungan dengan intepretasi  sintaksis dari doktrin realitas (dharmapratisavedin)

Selanjutnya , seseorang yang  fasih dalam penguasaan analitikal yang  berhubungan dengan interpretasi  makna dari doktrin realitas [ menguasai  semua doktrin yang diuraikan oleh Buddha dan mampu menjelaskannya dengan memungkinkan semua makna muncul dalam satu makna]  (arthapratimsavedin) adalah seseorang   fasih dalam penguasaan analitikal yang berhubungan dengan  interpretasi  makna (artha) dapat dikategorikan dalam  empat alternatif  yang terdiri dari : sepuluh aspek (daśadhāvidha), lima aspek (pañcavidha) , empat aspek (caturvidha)   dan tiga aspek dari makna yang dinterpretasikan

Maitreya,  [alternatif yang pertama] adalah penguasaan analitikal yang  berhubungan dengan interpretasi  makna (arthapratimsavid)  dalam sepuluh aspek (daśadhāvidha) yang terdiri dari : penguasaan analitikal yang berhubungan dengan  interpretasi  makna (artha) :  ntrinstitik dari batasan  (yāvattā) ,  instrinsitik dari realitas demikian apa adanya (yathāvattā) , makna dari  yang  mengetahui  [sebagai subjek] (grāhakārtha) , makna dari yang diketahui [sebagai objek]  (grāhyārtha)  makna dari  ranah (stanārtha) ,  makna dari objek yang memberikan kenikmatan (boghārtha) , makna dari  kekeliruan (vipayārsārtha) ,  makna dari ketidak keliruan (avipayārsārtha)  ,  makna dari kondisi mental yang tidak berguna  (sakleśārtha ) dan makna dari pemurnian (vyavadānārtha)

Maitreya,penguasaan analitikal yang berhubungan dengan  interpretasi  makna (artha) intrinstik dari batasan (yāvattā)  berkaitan dengan  batasan yang membedakan semua kondisi mental yang tidak berguna (sāṃkleśika) dengan fenomena murni (vaiyavadānikadharma) berdasarkan eksistensi relatif   dimana mencakup semua  kategori ( sarvākāraprabhedaparyanta)  dari  kelompok dari [lima] agregat  (skandha), kelompok dari [enam]  landasan  internal (ādhyātmikāyatana) dan  kelompok dari  [enam] landasan eksternal  (bāhyāyatana)

Maitreya, penguasaan analitikal yang berhubungan dengan  interpretasi  makna (artha) instrinsitik dari realitas demikian apa adanya (yathāvattā) berkaitan  realitas demikian apa adanya ( tathatā)  dari  kondisi mental yang tidak berguna (sāṃkleśika) fenomena murni (vaiyavadānikadharma) dimana realitas demikian apa adanya ( tathatā)  dianalisis dalam tujuh aspek (saptavidha) yakni :[1] realitas demikian apa adanya dari transformasi  ( pravtti tathata )   yang berkaitan dengan ketiadaan awal dan ketiadaan akhir dari  kelompok  jejak mental yang halus  (saskārāṇām anavarāgratā) [2] realitas demikian apa adanya  dari karakteristik (lakaa tathatā)  yang berkaitan dengan ketidak hadiran eksistensi diri  [instrinsitik]  sebagai satu individual  dan  ketidak hadiran eksistensi  diri [instrinsitik] dari fenomena  dalam semua fenomena ( dharmāṇām pudgalanairātmya dharmanairātmya  ca)[3]realitas demikian apa adanya  dari  kesadaran kognitif (vijñapti tathatā)  yang berkaitan dengan jejak mental yang halus yang  merupakan kesadaran kognitif (saskārāṇām vijñapti ca ) [itu sendiri.][4]realitas demikian apa adanya dari kemapanan pendirian (saniveśata tathatā) yang berkaitan dengan kebenaran   [mulia]  dari ketidakpuasan ( dukhasatya)  dimana telah saya uraikan sebelumnya[5] realitas demikian apa adanya dari tindakan  yang  keliru (mithyāpratipatti  tathatāyang berkaitan dengan kebenaran [ mulia]   dari  sumber ketidakpuasan  ( samudayasatya) dimana telah saya uraikan sebelumnya[6]realitas demikian apa adanya  dari  pemurnian (viśuddhitathatā)  yang berkaitan dengan  kebenaran [mulia] dari penghentian ketidakpuasan (nirodhasatya) dimana telah saya uraikan sebelumnya[7]Realitas dari  tindakan yang  benar  (samyak pratipatti tathatā)  adalah kebenaran [ mulia]   dari jalan [ menuju penghentian ketidak puasan ] (mārgasatya) dimana telah saya uraikan sebelumnya 

Maitreya, dalam keterkaitannya dengan realitas demikian apa adanya  dari transformasi  (pravtti tathata)  , realitas demikian apa adanya  dari kemapanan pendirian (saniveśata tathatā) dan realitas demikian apa adanya  dari   tindakan  yang  keliru ( mithyāpratipatti  tathatā)  maka semua makhluk (sattva)  adalah  setara (tulya) dan sama (sama ) . Dalam keterkaitannya dengan realitas demikian apa adanya  dari karakteristik (lakaa tathatā)  dan realitas demikian apa adanya  dari  kesadaran kognitif (vijñapti tathatā)  maka semua fenomena adalah setara dan sama . Dalam keterkaitannya dengan realitas demikian apa adanya dari pemurnian (viśuddhitathatā) maka penggugahan Śravaka (śrāvakabodhi) , penggugahan Pratyekabuddha ( pratekyabuddhabodhi )  dan  penggugahan sempurna yang tidak tertandingi (anuttarāsayaksabodhi)  adalah sama dan setara. Dalam keterkaitannya dengan karena  realitas demikian apa adanya dari  tindakan yang  benar  (samyak pratipatti tathatā) maka  pengetahuan yang diperoleh dari  pendengaran , pembelajaran,  penyelidikan (śravaa) dan  śamatha  dan vipaśyanā  yang mengkontemplasi landasan objektif dengan doktrin terintegrasi  (miśradharmālambaka) adalah setara dan sama

Maitreya,  penguasaan analitikal yang berhubungan dengan  interpretasi  makna dari  yang  mengetahui  [sebagai subjek] (grāhakārtha)   berkaitan dengan  lima landasan indriya  dari jasmani   [ indriya dari :  penglihatan (cakur), pendengaran (śrotra) ,  penciuman (ghrāṇa)  , pengecap (jihva) , peraba[ jasmani] (kāya) ] (pañca rūpyāyatana) dan  citta , manas , vijñāna yang mempersepsi  beragam fenomena dari  mental (caitasikadharma )

Maitreya, penguasaan analitikal yang berhubungan dengan  interpretasi  makna dari yang diketahui [sebagai objek]  (grāhyārtha )  adalah  enam  landasan eksternal [bentuk visual (rūpa), suara (śabda),  bau (gandha),  rasa (rasa) , sentuhan (spraṣṭavya) dan fenomena  (dharma) ](a bāhyāyatana)  atau dengan perkataan lain  yang diketahui [sebagai objek]  (grāhya )  juga merupakan objek dari yang  mengetahui  [sebagai subjek] (grāhakārtha )  
.
Maitreya,  penguasaan analitikal yang berhubungan dengan  interpretasi  makna dari  ranah (stanārtha)  berkaitan dengan   ranah eksistensi dari  materi [ kasar dan halus]  (lokadhātu)  dalam  ranah eksistensi dari makhluk hidup  ( sattvadhātu)   yang jumlahnya   dapat dianalogikan  sebagai berikut  : kelompok  ( grāma), seratus (śata)  , seribu (sahasra)  ataupun  seratus ribu (laka)  kelompok ,massa  daratan yang berbatasan dengan samudra (samudramaryādābhūmi) seratus (śata)  , seribu (sahasra)  ataupun  seratus ribu (laka)  massa  daratan yang berbatasan dengan samudra ataupun  jambudvīpa (jambudvīpa) seratus (śata)  , seribu (sahasra)  ataupun  seratus ribu (laka)  jambudvīpa ataupun empat benua (caturdvipaka) seratus (śata)  , seribu (sahasra)  ataupun  seratus ribu (laka) empat benua ataupun  mutasi dari  ranah  eksistensi ber materi [ kasar dan halus]  ( sāhasracūḍiko lokadhātu ) , seratus (śata)  , seribu (sahasra)  ataupun  seratus ribu (laka) mutasi dari  ranah  eksistensi ber materi [ kasar dan halus]   ataupun  dua kali mutasi dari ranah  eksistensi ber materi [ kasar dan halus] menengah  (dvisāhasro madyamo lokadhātu) seratus (śata)  , seribu (sahasra)  ataupun  seratus ribu (laka) dua kali mutasi dari ranah  eksistensi ber materi [ kasar dan halus] menengah  ataupun  tiga kali mutasi dari ranah  eksistensi ber materi [ kasar dan halus]  yang tak terhingga ( trisāhasramahāsāhasro lokadhātu)   seratus (śata)  , seribu (sahasra)  ataupun  seratus ribu (laka) tiga kali mutasi dari dari ranah  eksistensi ber materi [ kasar dan halus]   ataupun hingga termutasi menuju tak terhingga seperti partikel terkecil (paramāṇu) yang tak terhingga dalam  mutasi dari ranah  eksistensi ber materi [ kasar dan halus]  yang tak terhingga ( trisāhasramahāsāhasro lokadhātu) yang meliputi sepuluh penjuru (daśadik) dalam jumlah yang tidak terhingga  (asakhya ) dan tidak terbatas   (aprameya)

Maitreya, penguasaan analitikal yang berhubungan dengan  interpretasi  makna dari    objek yang memberikan kenikmatan (boghārtha)   berkaitan dengan kepemilikan   asset  [yang berhubungan dengan kebutuhan hidup] (parigraha) dari makhluk hidup (sattva) dalam keterkaitannya dengan pencapaian penguasaan dari disiplin [ terhadap kebutuhan hidup]  (pariṣkāravaśitā) [ salah satu dari   penguasaan(vaśitā) dari bodhisattva]

Maitreya,  penguasaan analitikal yang berhubungan dengan  interpretasi  makna dari  kekeliruan (vipayārsārtha)  berkaitan dengan kekeliruan dalam konsep [ide] (samjñāvipayārsa),  kekeliruan dalam kesadaran  (cittavipayārsa),  kekeliruan dalam pandangan  (dṛṣṭivipayārsa)  yang berkaitan dengan objek sebenarnya yang mengetahui (grāhakādyartheu) misalnya dalam mempersepsi  ketidak konstanan (anitya) menjadi kekonstanan  (nitya)  , mempersepsi ketidakpuasan (dukha) menjadi  kebahagiaan (sukha) , mempersepsi  ketidakbajikan (aśuci) menjadi kebajikan (śuci) ataupun mempersepsi ketidakhadiran eksistensi [intrinsitik ] (anātman) menjadi  eksistensi i[ntrinsitik] (ātman)

Maitreya, penguasaan analitikal yang berhubungan dengan  interpretasi  makna dari ketidak keliruan (avipayārsārtha)  bekaitan dengan  semua yang berlawanan (tadviparītam)  dengan kekeliruan (vipayārsa) dan juga merupakan  penangkal (pratipaka) dari   kekeliruan(vipayārsa)

Maitreya,  penguasaan analitikal yang berhubungan dengan  interpretasi  makna dari kondisi mental yang tidak berguna  (sakleśārtha) yang berkaitan dengan  tiga jenis  (trividha) kondisi mental yang tidak berguna  (sakleśā ) yakni:  kondisi mental yang tidak berguna yang merupakan   kondisi mental yang tidak berguna dari tiga  ranah eksistensi (traidhātukakleśasakleśa),  kondisi mental yang tidak berguna dari tindakan (karmasakleśa), dan kondisi mental yang tidak berguna dari pemunculan  (utpādasakleśa)

Maitreya,   penguasaan analitikal yang berhubungan dengan  interpretasi  makna dari pemurnian (vyavadānārtha) berkaitan dengan faktor  menuju  penggugahan (bodhipakyadharma)  yang  menetralisir [ mengatasi ] tiga kelompok kondisi mental yang tidak berguna (sakleśā  saghīta)

Maitreya,   penjelasan diatas merupakan penguasaan analitikal yang berhubungan dengan  interpretasi  makna(arthapratimsavid)  dalam sepuluh aspek (daśadhāvidha)  .

Maitreya, [alternatif yang kedua] adalah penguasaan analitikal yang  berhubungan dengan interpretasi  makna (arthapratimsavid)  dalam lima  aspek (pañcavidha) yang terdiri dari substansi  yang  dipahami  [dipersepsi ] dengan  sempurna ( parijñeyavastu), yang dipahami  [ dipersepsi ]  secara umum dengan  sempurna  ( parijñeyārtha)  , pengetahuan sempurna (parijñāna) , pencapaian  pengetahuan  sempurna (parijñānaphalalābha) dan pemahaman dari  kebijaksanaan  (tatprajñāpana)

Maitreya,  penguasaan analitikal yang  berhubungan dengan interpretasi  makna dari  substansi  yang  dipahami  [dipersepsi ]   dengan  sempurna ( parijñeyavastu)   berkaitan dengan semua  yang dipahami [dipersepsi] (sarvajñeya)  dan yang diselidiki (draṣṭavyam)  sebagai agregat  (skandha), landasan internal (ādhyātmikāyatana) dan  landasan eksternal  (bāhyāyatana).

Maitreya, penguasaan analitikal yang  berhubungan dengan interpretasi  makna dari  yang dipahami  [dipersepsi]  secara umum dengan  sempurna  ( parijñeyārtha) berkaitan dengan semua aspek yang berbeda dari semua yang dipahami [ dipersepsi]  baik sebagai realitas konvensional (savti) ataupun  realitas tertinggi (paramārtha) , baik sebagai  kualitas yang tidak berguna (doa) ataupun  kualitas yang berguna (gua)  , baik sebagai  kondisi, (pratyaya) ataupun  waktu (kāla), baik sebagai  kemunculan (utpāda), kestabilan (sthiti) ataupun penguraian [disintegrasi] (vināśa)  ,baik sebagai  penyakit (vyāndhi) , ketidakpuasan (dukha) , sumber [ ketidak puasan] (samudaya)  dan sebagainya ,  baik sebagai realitas demikian apa adanya (tathatā) , realitas absolute (bhūtakoti)  , ranah realitas (dharmadhātu)  , baik  sebagai satu kesatuan (sagraha) sebagai bagian terpisah [individual] (vigraha) , baik sebagai penjelasan  yang bersifat mengkategorikan ( ekāṃśena vyākaraa) , penjelasan yang bersifat analitikal  (vibhajya vyākaraa) penjelasan yang bersifat berlawanan [dengan mengajukan pertanyaan kembali]  (paripcchāvyākaraa), penjelasan yang bersifat menolak pertanyaan  [tidak memberikan penjelasan] (sthāpanīyavyākaraa) ,   yang tidak diungkapkan  (guhya) yang diungkapkan (kīrtana) maupun yang sejenisnya  (evajatīya)

Maitreya, penguasaan analitikal yang  berhubungan dengan interpretasi  makna pengetahuan sempurna (parijñāna) berkaitan  semua yang selaras dengan  faktor menuju penggugahan (bodhipakyadharma)   yang meliputi   landasan kesadaran [eling] murni (smtyupasthāna), usaha yang benar [ agung]  (samyakprahāṇa) dan sebagainya, disamping itu juga berkaitan dengan kedua realitas  [realitas tertinggi dan realitas konvensional].

Maitreya, penguasaan analitikal yang  berhubungan dengan interpretasi  makna dari pencapaian  pengetahuan  sempurna (parijñānaphalalābha) berkaitan dengan   kedisplinan  yang  menetralisir keinginan (rāga)  kebencian ( dvea), dan delusi (moha), pencapaian [hasil]  yang berhubungan dengan spiritual (śramayaphala)   dimana  semua keinginan kebencian dan delusi  akan ternetralisr dalam  aktualisasi penghentian [realisasi] (sākṣātkāra)   dengan memunculkan  kualitas kebajikan  keduniawian dan melampaui keduniawian ( laukika lokottara)  yang  berdiam dalam landasan yang sama ataupun landasan yang tidak sama ( sādhāraa asādhāraa)  dari Śrāvaka maupun Tathāgata.

Maitreya, penguasaan analitikal yang  berhubungan dengan interpretasi  makna dari kebijaksanaan   dalam menguraikan [doktrin] (tatprajñāpana)  berkaitan dengan penguraian doktrin yang menghasilkan aktualisasi  penghentian [realisasi] (sākṣātktadharma) , penguraian   pengetahuan  mendalam dari  pembebasan (vimuktijñāna)  dan penyebaran  (vistarea)  instruksi (deśanā) yang memanistasikan penggugahan (saprakāśana) kepada pihak lain.

Maitreya,   penjelasan diatas merupakan penguasaan analitikal yang berhubungan dengan  interpretasi  makna (arthapratimsavid)   yang  dikelompokkan  (saghīta)  dalam lima aspek (pañcavidha)

Maitreya, [alternatif yang ketiga] adalah penguasaan analitikal yang  berhubungan dengan interpretasi  makna (arthapratimsavid)  dalam empat aspek (caturvidhā)   yang terdiri dari  makna  dari kemelekatan  [ikatan] dari kesadaran ( cittādanārtha) , makna dari jejak mental dari kesadaran  tidak berbeda dengan  pengalaman ( anubhavārtha) ,  makna dari kognisi ( vijñāptyārtha) dan makna dari  kondisi mental yang tidak berguna dan  murni (sakleśāvyavadānārtha)  

Maitreya,   penjelasan diatas merupakan penguasaan analitikal yang berhubungan dengan  interpretasi  makna(arthapratimsavid)   yang  dikelompokkan  (saghīta)  dalam empat aspek (caturvidhā)  

Maitreya, [alternatif yang empat] adalah penguasaan analitikal yang  berhubungan dengan interpretasi  makna (arthapratimsavid)  dalam tiga aspek (trividhā)  yang terdiri dari makna dari fonem  ( vyañjanārtha)  , makna dari makna ( arthārtha) , dan  makna dari  pemahaman verbal (dhātvartha)

Maitreya, penguasaan analitikal yang  berhubungan dengan interpretasi  makna (arthapratimsavid)  dari fonem  berkaitan dengan  kumpulan  dari nama  ( nāmakāyādi)
Maitreya, analitikal yang  berhubungan dengan interpretasi  makna (arthapratimsavid)  dari  makna  (arthārtha)   berkaitan dengan sepuluh aspek  [ perbedaan  dalam karakteristik (lakaa)  yang terdiri dari  karakteristik dari  realitas  (tattvalakaa) ,  karakteristik dari pengetahuan sempurna (parijñānalakaa) ; karakteristik dari usaha (prahāṇalakaa) ; karakteristik dari  aktualisasi penghentian [realisasi]  (sākṣātkāralakaa) ,  karakteristik dari kontemplasi  [meditasi]  (bhāvanālakaa) ,karakteristik  yang membedakan  manifestasi dari  karakteristik realitas (tattvalakaader ākāraprabhedalakaa)   ,  karakteristik   keterkaitan  yang berkesinambungan  [ tanpa jeda]  dari  yang dilekati dan landasan  [kesaling tergantungan dari  objek dan subjek]  (āśrāyaśritaprabandhalakaa) karakteristik dari fenomena yang berulang  dengan interval  yang menghalangi   pengetahuan mendalam yang sempurna  (parijñānader antarāyikadharmalakaa) ,  karakteristik   dari  [kualitas] yang menguntungkan dan merugikan  dari  yang bukan pengetahuan mendalam yang sempurna   dan juga dari  pengetahuan mendalam yang sempurna  (aparijñāna parijñānader adinavānusasālakaa)

Maitreya, penguasaan analitikal yang  berhubungan dengan interpretasi  makna (arthapratimsavid)  dari  makna dari  pemahaman verbal (dhātvartha) yang berkaitan dengan ranah eksistensi (lokadhātu), ranah makhluk hidup (sattvadhātu) , ranah  dari realitas  (dharmadhātu) ranah  dari kedisiplinan yang berkaitan dengan moralitas (vinayadhātu) dan ranah dari  metode kedisiplinan yang berkaitan dengan moralitas (vinayopāyadhātu)

Maitreya,   penjelasan diatas merupakan penguasaan analitikal yang berhubungan dengan  interpretasi  makna(arthapratimsavid)   yang  dikelompokkan  (saghīta)  dalam tiga aspek (trividhā)

Bhagavan, apa perbedaan antara   penguasaan analitikal yang berhubungan dengan  interpretasi  makna(arthapratimsavid)   melalui  kebijaksanan yang direalisasikan dari  mendengarkan (śrutamayī prajñā) , melalui  kebijaksanaan yang direalisasikan  dari  merenungkan (cintāmayī prajñā) dan melalui  kebijaksanan yang direalisasikan dari  kontemplasi [ meditasi]  (bhāvanāmayi prajñā) ?

Maitreya, melalui  kebijaksanan yang direalisasikan dari  mendengarkan (śrutamayī prajñā) berhubungan dengan  fonem (vyañjanāśrita)  dan berdasarkan penjelasan makna  secara harfiah (yathāruta) dimana tujuan [ maksud] (abhisadhi) [dari  fonem]  masih tidak mampu untuk dipahami dan juga tidak  beraspirasi dengan ekstrim (anabhimukha)  melainkan berjalan sesuai dengan pembebasan dimana    makna  yang berhubungan dengan pembebasan (vimokānulomika) juga masih tidak mampu untuk disadari.

Maitreya, melalui  kebijaksanaan yang direalisasikan  dari    merenungkan (cintāmayī prajñā) juga berhubungan dengan  fonem (vyañjanāśrita)  tetapi tidak berdasarkan makna  secara harfiah (yathāruta ) dimana tujuan [ maksud] (abhisadhi) [dari  fonem] telah dapat dipahami dan juga tidak  beraspirasi dengan ekstrim (anabhimukha)  melainkan berjalan sesuai dengan pembebasan    dimana makna  yang berhubungan dengan pembebasan (vimokānulomika) telah mampu untuk disadari.

Maitreya,   melalui  kebijaksanan yang direalisasikan dari  kontemplasi [ meditasi]  (bhāvanāmayi prajñā) berhubungan dengan  fonem (vyañjanāśrita)  dan juga tidak berhubungan  dengan fonem  , berdasarkan penjelasan makna  secara harfiah (yathāruta) dan juga tidak berdasarkan penjelasan makna  secara harfiah dimana tujuan [maksud] (abhisadhi) [dari  fonem] telah dipaham melalui aktualisasi  dari refleksi dari  objek  mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif  dalam ruang lingkup samādhi yang berhubungan dengan  objek  sebenarnya yang  akan diketahui [diselidiki](jñeyavastusabhāgasamādhigocarapratimbimba) dan juga tidak  beraspirasi dengan ekstrim (anabhimukha)  melainkan  berjalan sesuai dengan pembebasan dimana    makna  yang berhubungan dengan pembebasan (vimokānulomika) juga telah mampu untuk disadari.

Maitreya , demikianlah perbedaan diantara penguasaan analitikal yang berhubungan dengan  interpretasi  makna(arthapratimsavid)   melalui  kebijaksanan yang direalisasikan dari  mendengarkan (śrutamayī prajñā) , melalui  kebijaksanaan yang direalisasikan  dari  merenungkan (cintāmayī prajñā) dan melalui  kebijaksanan yang direalisasikan dari  kontemplasi [ meditasi]  (bhāvanāmayi prajñā).

Bhagavan,  pengetahuan mendalam (jñāna)  dan pengamatan mendalam (darśana) dalam kontemplasi  penguasaan analitikal yang berhubungan dengan intepretasi  sintaksis dari doktrin realitas (dharmapratisavid) dan penguasaan analitikal yang  berhubungan dengan interpretasi  makna (arthapratimsavid ) dalam mengkontemplasi samatha dan vipasyana

Maitreya, saya  telah menguraikan perbedaan antar  samatha dan vipasyana  dengan beragam metoda (anekaparyāyea). Namun demikian , saya akan menguraikan rangkuman (samāsatas)  garis besar perbedaannya   saja dimana kebijaksanaan  (prajñā) yang tercapai dalam   kontemplasi samatha dan vipasyana  yang  berfokus pada objek meditatif dari semua doktrin  (miśradharmālambaka)  disebut sebagai pengetahuan mendalam (jñāna)  sedangkan kebijaksanaan  (prajñā) yang tercapai dalam   kontemplasi samatha dan vipasyana  yang  berfokus pada objek pengamatan  dari doktrin yang spesifik (amiśradharmālambaka) disebut sebagai pengamatan mendalam (darśana)

Bhagavan  bagaimana  cara mengeliminasi (vinodayanti ) nimitta  dan  orientasi kesadaran dengan tajam (manasikāra)  jenis apa yang dapat diaplikasikan untuk mengeliminasi (vinodayanti) nimitta  dalam kontemplasi samatha dan vipasyana ?

Maitreya, melalui orientasi kesadaran yang tajam  dengan realitas demikian apa adanya (tathatāmanasikārareṇa)  akan mengeliminasi (vinodayanti) nimitta dari doktrin  (dharmanimitta ) dan  nimitta dari makna (arthanimitta )  

Pada saat mereka tidak mengamati  (anupalabdhitas)  akar kata (nāman),  tidak mengamati (anupalabdhitas) instrinsitik dari akar kata (nāmasvabhāva)  dan juga tidak mengamati (anupalabdhitas)  nimitta  dari landasan  (tadāśrayanimitta)  maka mereka mengeliminasi nimitta.

Pada saat tidak mempersepsikan   (asamanupaśyanāt)  susunan kata (pada) , fonem (vyañjana) dan makna (artha) , pada saat tidak mempersepsikan elemen (dhātu) dan landasan dari elemen (dhātvāśraya) dan juga tidak mempersepsikan nimitta  dari landasan  (tadāśrayanimitta)  maka mereka mengeliminasi nimitta.

Bhagavan,   makna dari realitas demikian apa adanya (tathatārtha) berbeda dengan makna (artha)  dari nimitta. Apakah nimitta dari realitas demikian apa adanya juga disingkirkan (vinudita)   ? 

Maitreya , dalam penguasaan analitikal terhadap makna dari realitas demikian apa adanya   (tathatārthapratisavid) tidak  mengamati (anupalabdha)  apapun yang  bukan termasuk nimitta  , jadi apa yang harus disingkirkan (vinudita)  ?

Maiterya sebagaimana telah saya uraikan bahwa penguasaan analitikal terhadap makna dari realitas demikian apa adanya (tathatārthapratisavid) mengatasi  nimitta  dari makna dan doktrin (dharmārthanimitta)  tetapi bukan berarti bahwa realitas demikian apanya dapat diatasi oleh sesuatu yang lain .

Bhagavan,  anda  pernah menguraikan dengan analogi  : seseorang tidak dapat mengamati wajah sendiri ( svabhāvanimitta khyātum aśakyam)   dengan  wadah  yang dipenuhi dengan air keruh (āvilaughabhājana),cermin yang kotor (apariśuddhādarśa) ataupun kolam yang  beriak  (kubhitatadāga) , demikian juga seseorang tidak akan dapat memahami  mendalam realitas   sebagaimana apa adanya jika tidak pernah berkontemplasi sedangkan bagi mereka yang berkontemplasi akan memahami mendalam realitas sebagaimana apa adanya. Dalam konteks ini,  terdapat berapa pemahaman mendalam berdasarkan analisis kesadaran  (citta pratisakhyā)  dan  diaplikasikan terhadap   jenis kontemplasi  realitas  demikian apa adanya  (tathatā) yang bagaimana  ?

Bhagavan menjawab: "Maitreya, [dalam konteks] yang saya uraikan itu terdiri dari :  tiga jenis  pemahaman mendalam berdasarkan analisis dari kesadaran ( citta pratisakhyā)  yakni :  pemahaman mendalam berdasarkan analisis dari kesadaran yang direalisasikan melalui  pendengaran (śrutamayi citta pratisakhyā) , pemahaman mendalam berdasarkan analisis dari kesadaran  yang direalisasikan melalui kontemplasi (cintāmayi citta pratisakhyā)  dan pemahaman mendalam berdasarkan analisis dari kesadaran  yang direalisasikan melalui kontemplasi (bhāvanāmayi citta pratisakhyā) yang diaplikasikan dalam mengkontemplasi  realitas  demikian apa adanya dari kesadaran kognitif  (vijñaptitathatā)  

"Bhagavan, bodhisattva yang sedang  melatih diri sebagai yang fasih dalam menguraikan doktrin(dharmpratisavedin) dan yang fasih dalam menguraikan realitas  (arthapratisavedin) akan menghadapi berapa jenis nimitta yang paling sulit untuk diatasi dan apa yang harus dikuasai dengan dengan fasih  (pratisavid) dalam mengatasi nimitta  yang paling sulit diatasi ini ?

Maitreya , bodhisattva yang sedang  melatih diri sebagai  seseorang yang menguasai analitikal .yang fasih dalam menguraikan doktrin (dharmpratisavedin) dan yang fasih dalam menguraikan realitas  (arthapratisavedin) akan menghadapi mengatasi sepuluh nimitta yang paling sulit untuk diatasi  dengan bantuan dari tujuh belas jenis kekosongan (śūnyatā)  yakni :dengan menguasai analitikal   makna  dan doktrin dengan fasih (dharmārthapratisavid) maka  berbagai nimitta (nānānimitta) dari  susunan kata dan fonem (padavyañjana) telah teratasi oleh kekosongan  semua fenomena (sarvadharmaśūnyatā

Pada saat seseorang menguasai dengan fasih makna realitas demikian apa adanya  dalam kediaman   (saniveśatathatārthapratisavidmaka  nimitta dari   transformasi  yang seperti aliran [berurutan]  dari  kemunculan, penguraian , kestabilan dan melampaui ekstrim (utpādavināśasthityanyathātvasatānupravttinimitta)  telah teratasi oleh kekosongan  karakteristik  (lakṣaṇaśūnyatā) dan kekosongan    yang tidak berawal  dan tidak berakhir  (anavarāgraśūnyatā

Pada saat seseorang telah menguasai dengan fasih makna dari  yang mengetahui [ subjek]  (grāhakārthapratisavid) maka  nimitta dari  pandangan  terhadap  eksistensi dari  individual  ( satkāyadṛṣṭinimitta  ) dan nimitta dari konsep keakuan (asmimānanimitta) telah teratasi oleh  kekosongan dari  internal  (adhyātmaśūnyatā) dan kekosongan    tanpa persepsi  (anupalambhaśūnyatā).

Pada saat seseorang telah  menguasai dengan fasih makna  dari yang diketahui [objek]  (grāhyārthapratisavid)  maka nimitta dari pandangan  terhadap kenikmatan [kesenangan] (bhogadṛṣṭinimitta) telah teratasi  dengan  kekosongan eksternal (bahirdhāśūnyatā) dan  kekosongan intrinsitik  yang bersifat halus (prakṛtiśūnyatā)

Pada saat seseorang telah menguasai dengan fasih makna yang berlawanan dengan kenikmatan (paribhogārthapratisavid)   dengan memahami kenikmatan dipengaruhi oleh gender [sebagai pria  (pumān)  ataupun wanita (strī) ]  dan dipengaruhi oleh objek yang memberikan sensasi kenikmatan  maka semua nimitta dari  kebahagiaan internal (adhyātmasukhanimitta) yang muncul bersama dengan (paryupāsana) nimitta dari  ketertarikan eksternal  (bāhyapriyanimitta)  telah teratasi oleh kekosongan internal dan eksternal (bahirdhādhyātmaśūnyatā

Pada saat seseorang telah menguasai dengan fasih makna dari kediaman (saniveśārthapratisavid) maka nimitta dari  tak berbatas (apramāṇanimitta) telah teratasi oleh kekosongan agung (mahāśūnyatā

Pada saat seseorang telah menguasai dengan fasih makna bukan materi halus arūpyārthapratisavid) maka nimitta dari pembebasan  dan kedamaian  internal (adhyātmaśantavimokanimitta)  diatasi dengan kekosongan   berkondisi (saktaśūnyatā)

Pada saat seseorang telah menguasai dengan fasih  makna realitas demikian apa adanya dari karakteristik (lakṣaṇatathatārthapratisavid) maka  nimitta dari  ketidakhadiran eksistensi [diri] dari  individual (pudgalanairātmyanimitta), nimitta dari ketidakhadiran eksistensi [diri] dari fenomena (dharmanairātmyanimitta),  nimita dari  realitas tertinggi hanyalah kesadaran kognitif, (vijñaptimātraparamārthanimitta)  telah diatasi dengan kekosongan absolut [melampaui semua ekstrim ] (atyantaśūnyatā) kekosongan tiada kemunculan  (abhāvaśūnyatākekosongan tiada kemunculan dan  kemunculan melalui [daya] sendiri(abhāvasvabhāvaśūnyatā)  kekosongan realitas tertinggi (paramārthaśūnyatā)

Pada saat seseorang telah menguasai dengan fasih  makna  realitas demikian apa adanya dari pemurnian (viśuddhatathatārthapratisavid)  maka  nimitta dari fenomena tidak berkondisi (asakrta) dan nimitta dari  ketidakhancuran  (anavakāranimitta) telah  diatasi  oleh kekosongan fenomena  tidak berkondisi (asaktaśūnyatā)  dan kekosongan ketidakhancuran (anavakāraśūnyatā)

Pada saat seseorang  telah menguasai dengan fasih  dalam  mengorientasikan kesadaran (manasikāra) terhadap realitas  yang merupakan pengangkal dari kesinambungan  nimitta ini  ( tanmimittapratipaka)  maka nimitta dari kekekosongan (śūnyatānimitta)  telah diatasi oleh kekosongan dari kekosongan (śūnyatāśūnyatā).

Bhagavan, setelah  mengatasi sepuluh jenis  nimitta ini , apakah  masih ada nimitta lain yang harus diatasi lagi dan bagaimana mengatasi nimitta dari ikatan [belenggu] (bandhananimitta)?

Maitreya,  setelah sepuluh jenis nimitta diatasi  dengan sempurna ( parimuc) masih harus mengatasi  nimitta dari refleksi dari  objek  mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif  ruang lingkup  samādhi (samādhigocarapratibimbanimitta) , dengan demikain mereka juga terbebaskan dari nimitta dari ikatan [belenggu] (bandhananimitta)  yang juga merupakan  nimitta dari  kondisi mental yang tidak berguna (sakleśanimitta).

Maitreya  , anda harus memahami bahwa kekosongan(śūnyatā) pada hakekatnya (vastutas) merupakan penangkal (pratipaka)  untuk  nimitta , dimana setiap (ekaika) kekosongan juga merupakan penangkal untuk setiap nimitta tertentu tetapi tidak berarti bahwa setiap kekosongan mampu menjadi penangkal untuk semua nimitta .

"Maitreya, hal ini dapat dianalogikan dengan contoh  :  delusi  (avidyā) dimana merupakan salah satu  penyebab dari munculnya kondisi mental yang tidak berguna (sakleśa)  dalam fenomena dalam siklus eksistensi  (jati)  hingga usia tua dan kematian (jarāmaara ), tetapi dalam konsep dasar (pratyaya) dinyatakan bahwa   delusi (avidyā)  merupakan  penyebab yang dominan dari  jejak mental halus dari tindakan lampau (saṃṣkara) karena semua  penyebab yang dominan dari  jejak mental halus dari tindakan lampau (saṃṣkara) disebabkan oleh delusi (avidyā) . Prinsip ini sama dengan kekosongan.

Bhagavan,  bagaimana seharusnya Bodhisattva yang mengkontemplasi jalan agung (māhayāna)  tidak teralihkan  (asapramuita)  oleh konsep [ ide] (abhimāna)   karakteristik dari kelompok [semua] kekosongan (śūnyatāsagrahalakṣaṇam) ?

Kemudian Bhagavan menjawab : Sungguh baik (sādhukāram  adāt) , Maitreya, anda telah mampu mengajukan pertanyaan ini kepada Tathāgata mengenai makna mendalam ini  sehingga dapat membimbing para Bodhisatttva untuk tidak teralihkan oleh konsep  dari karakteristik dari kelompok    [semua]  kekosongan . sādhu sādhu

Mengapa demikian , Maitreya ?. Jika Bodhisattva teralihkan oleh konsep dari kekosongan maka mereka juga akan teralihkan dari  semua jalan agung.Oleh sebab itu, Maitreya, dengarkan dengan baik  dan  saya akan menguraikan dengan ringkas  kepada anda  mengenai bagaimana seharusnya Bodhisattva yang mengkontemplasi jalan agung (māhayāna)  tidak teralihkan  (asapramuita)  oleh konsep [ ide] (abhimāna) karakteristik dari kelompok [semua] kekosongan (śūnyatāsagrahalakṣaṇam) .

Maitreya, Bodhisattva yang mengkontemplasi jalan agung (māhayāna)  tidak teralihkan  (asapramuita)  oleh konsep [ ide] (abhimāna) karakteristik dari kelompok [semua] kekosongan (śūnyatāsagrahalakṣaṇam)  jika mengamati  karakteristik dari keterkaitan dengan lainnya  ( paratantralakṣaṇa) dan karakterisitik dari mapan dengan sempurna (parinipanna lakṣaṇa)  sebagai semua penyebab (sarvakārata) terhadap karakteristik  dari ketidakhadiran [terpisah] dan tidak dapat dimilliki [bebas] (atyantaviyogalakṣaṇaṃ teu tadanupalabdhiś) dari  karakteristik imajiner  (parikalpitalakṣaṇa)   baik sebagai kondisi mental yang tidak berguna (sakleśa)  ataupun fenomena murni (vyavadānadharma), disamping itu [ketiga karakteristik ini ] diuraikan  dalam   risalah  dogmatis   sebagai  karakteristik dari  kekosongan  dalam jalan agung (mahāyāne śūnyatālakṣaṇopadeśa)

Bhagavan, ada berapa jenis (katividha) samādhi yang termasuk dalam kontemplasi śamatha dan vipaśyanā   ?

Maitreya,   saya  telah menguraikan kontemplasi śamatha dan vipaśyanā   yang  terdiri dari beragam jenis  (anekavidha)  samādhi  untuk  [ silsilah ] Sravaka, Bodhisattva, dan Tathagata

Bhagavan, apa yang menjadi impuls [penyebab]  (hetu)  [dalam  pencapaian]  kontemplasi śamatha dan vipaśyanā   ?

Maitreya, [pencapaian dari  śamatha dan vipaśyanā]  dihasilkan dari (utpanna) dari kemurnian moralitas (viśuddhaśīla) dan kemurnian pengamatan mendqlam dari mendengarkan dan merenungkan (viśuddha śrutamaya cintāmaya darśanam)

Bhagavan,  apa  yang  merupakan hasil [keuntungan] (phala) dalam mengkontemplasi  śamatha dan vipaśyanā? 

Maitreya,  hasil [keuntungan] (phala) dalam mengkontemplasi śamatha dan vipaśyanā  adalah   kemurnian moralitas  (viśuddhaśīla) , kemurnian kesadaran (viśuddha citta), kemurnian kebijaksanaan (viśuddha prajñā) . Selain itu , Maitreya ,  kualitas kebajikan ( kuśala dharma) dari keduniawian (laukika) dan luar keduniawian (lokottara)  dari Śravaka, Bodhisattva maupun  Tathagata juga merupakan hasil [keuntungan] (phala) dalam mengkontemplasi śamatha dan vipaśyanā 

Bhagavan,apa  dayaguna  (karman) dari śamatha dan vipaśyanā  ? 

Maitreya, śamatha dan vipaśyanā   berfungsi untuk membebaskan  (vimokayati) dua ikatan  [ belenggu]  ( bandhana)  yakni :  ikatan [belenggu]  dari  nimitta  (nimittabhandana) dan ikatan  [ belenggu ] dari  kecenderungan kekeliruan mental  yang tidak beraturan (dauṣṭhulyabandhana ) .

Bhagavan,  anda menguraikan bahwa  dalam mengkontemplasi  samatha dan vipasyana  ada lima jenis   (pañcavidya )  penghalang  (vibandha) yang harus diatasi  , dalam hal ini   yang mana merupakan  penghalang  untuk  śamatha,  vipaśyanā   , dan penghalang  untuk śamatha dan vipaśyanā   ?

Maitreya,  memiliki pandangan  [kemelekatan terhadap] jasmani  dan kepemilikan  (kāyabhogadṛṣṭi) merupakan  hambatan untuk śamatha , tidak tertarik [tidak berminat ] dengan uraian  dari Arya (anikāman āryadeśnapratilābha )  merupakan penghalang  bagi vipaśyanā .

[Yang pertama adalah]  berdiam  dalam kekacauan (sakīravihāra)  dari nimitta  yang menyenangkan   yang menyebabkan seseorang tidak dapat mengkontemplasi dengan benar   dan [ yang kedua adalah ]  menjadi puas  dengan kedangkalan  [ dalam pencapaian] ( kicinmātrea  satuṣṭi) yang menyebabkan (prayujyate) seseorang  tidak dapat menyelesaikan [mencapai](paryavasyate) kontemplasi . Kedua ini  merupakan penghalang  untuk śamatha dan vipaśyanā  

Bhagavan,  anda menguraikan bahwa  dalam mengkontemplasi  samatha dan vipasyana  ada lima jenis    (pañcavidya)  penghambat   (niravara) yang harus diatasi  , dalam hal ini ,  apa yang  merupakan  penghalang  untuk  śamatha,  vipaśyanā   , dan penghalang  untuk śamatha dan vipaśyanā   ?

Maitreya, ,  gejolak yang muncul dari  kegiuran terhadap kesenangan (auddhatya) dan   gejolak yang muncul  dari perasaan telah melakukan  sesuatu hal yang tidak baik maupun  berusaha melupakan sesuatu yang baik (kauktya)  adalah  penghambat (niravara)  untuk śamatha.

Kelambanan  (styāna) ,  ketidakhadiran dari  kesadaran [eling] murni (middha) dan  keraguan  (vicitkitsā) adalah hambatan untuk vipaśyanā

Keinginan dari indriya (kāmacchanda) dan keinginan untuk menolak  persepsi  maupun sensasi yang berkaitan dengan munculnya  sensasi negatif (vyāpāda) adalah hambatan untuk kedua-duanya.

Bhagavan,  bagaimana mendefinisikan bahwa  jalan  (mārga) dari śamatha  telah dimurnikan dengan sempurna (pariśuddha)  ?

Maitreya , jalan  (mārga) dari śamatha   telah dimurnikan dengan sempurna (pariśuddha) jika Kelambanan  (styāna) ,  ketidakhadiran dari  kesadaran [eling] murni (middha)  telah dinetralisir  dengan sempurna (samudghāta)

Bhagavan,  bagaimana mendefinisikan bahwa  jalan  (mārga) dari vipaśyanā  telah dimurnikan dengan sempurna (pariśuddha)  ?

Maitreya , jalan  (mārga) dari vipaśyanā    telah dimurnikan dengan sempurna (pariśuddha) jika gejolak yang muncul dari  kegiuran terhadap kesenangan (auddhatya) dan   gejolak yang muncul  dari perasaan telah melakukan  sesuatu hal yang tidak baik maupun  berusaha melupakan sesuatu yang baik (kauktya) telah dinetralisir  dengan sempurna (samudghāta)

"Bhagavan,  ada berapa   jenis penyebaran kesadaran (cittaviekpa)  dalam   mengkontemplasi  śamatha dan vipaśyanā  ?

Bhagavan menjawab: " Maitreya,  ada lima jenis penyebaran kesadaran yang terdiri dari 

penyebaran  kesadaran yang disebabkan oleh  keinginan untuk mengorientasikan kesadaran    [eling ] dengan tajam  (manaskāraviekpa).

penyebaran kesadaran  yang disebabkan oleh orientasi kesadaran  yang bersifat  eksternal  (bāhyacittaviekpa)

penyebaran  kesadaran yang disebabkan oleh orientasi kesadaran  yang bersifat  internal (adhyātmacittaviekpa)

penyebaran  kesadaran yang disebabkan oleh  nimitta ( nimittaviekpa)

penyebaran kesadaran  yang disebabkan oleh  kecenderungan kekeliruan mental  yang tidak beraturan (dauṣṭhulyaviekpa )

Maitreya, penyebaran   kesadaran yang disebabkan oleh  keinginan untuk mengkontemplasi       (manaskāraviekpa) terkondisi karena ketidakkonsistensian dalam meninggalkan kontemplasi pengetahuan agung (mahājñānasaprayuktamanasikāratirasktya) dan kemudian   mengadopsi kontemplasi dari Śrāvaka dan Pratekya Buddha (śrāvakapratyekabuddhasaprayuktamanasikāraprapatanti).

penyebaran kesadaran  yang disebabkan oleh orientasi kesadaran  yang bersifat  eksternal   (bāhyacittaviekpa)  terkondisi karena  kesadaran  dibiarkan  menyebar  diantara kecenderungan keinginan dari internal (bāhyakāmaguna) hingga  kondisi mental yang tidak berguna (upakleśa)  dalam mendiskriminikasikan [mengkonsepkan] (vikalpa)  semua nimitta  dari yang timbul dari ketertarikan terhadap objek eksternal dari kelima indriya

penyebaran  kesadaran yang disebabkan oleh orientasi kesadaran  yang bersifat  internal (adhyātmacittaviekpa)  terkondisi karena kelemahan [dari ketidakdisplinan]    misalnya :  kelesuan , mengantuk (styānamiddhayor nimajjante) ,   menikmati [terlena] dengan  sensasi yang diakibatkan dari   absorbsi meditatif  (samāpattirasam āsvadante)  atau  disebabkan oleh salah satu  kondisi mental yang tidak berguna  yang berhubungan dengan  absorbsi  meditatif  (samāpatter anyatamoplakleśena upakliśyante)

penyebaran  kesadaran yang disebabkan oleh  nimitta (nimittaviekpa)  terkondisi karena ketergantungan pada nimitta eksternal (bāhyanimittāni niśritya) dalam  mengkontemplasi nimitta sebagai  fokus  dalam samadhi yang bersifat internal. (adhyātmasamādhigocaranimittāni manasikurvante) 

penyebaran kesadaran  yang disebabkan oleh  kecenderungan kekeliruan mental  yang tidak beraturan (dauṣṭhulyaviekpa) terkondisi karena dalam kontemplasi internal (adhyātmamanasikāra niśritya) berfokus pada sensasi (vedanā)  yang muncul karena kondisi lainnya ,  kolektif dari  kecenderungan kekeliruan mental  yang tidak beraturan (dauṣṭhulya)  [dari sensasi tersebut] ,  mempersepsikan adanya satu individual  dari diri  dan  ingin dimuliakan (mānya)

Bhagavan,  dalam samatha dan vipasyana  apa yang menjadi penangkal  (pratipaka )  dan hal apa yang bertentangan yang harus dinetralisir (vipaka) dalam  masing masing tahapan bodhisattva  (bodhisattvabhūmi)  mulai  dari  tahapan (bhūmi)  pertama hingga ke tahapan Tathagata (tāthāgatabhūmi)    ?

Maitreya , penangkal  (pratipaka ) dari hal yang bertentangan yang harus dinetralisir (vipaka) dalam  masing masing tahapan bodhisattva  (bodhisattvabhūmi)  mulai  dari  tahapan (bhūmi)  pertama hingga ke tahapan Tāthāgata (tāthāgatabhūmi)  adalah sebagai berikut :
Penangkal (pratipaka) yang  menghadapi   hubungan sebab akibat dari kondisi mental yang tidak berguna , tindakan dan kelahiran kembali  dalam tataran kehidupan yang tidak menyenangkan (āpāyikakleśakarmajanmasakleśa) dalam tahapan (bhūmi)  pertama.

Penangkal (pratipaka  yang  menghadapi  kecenderungan  kekeliruan yang halus  dalam moralitas (sūkmapattikhalitasamudācāra) dalam tahapan (bhūmi)  kedua

Penangkal (pratipaka) yang  menghadapi  keinginan dari indriya (kāmarāga) dalam tahapan (bhūmi)  ketiga 

Penangkal (pratipaka) yang  menghadapi  ketertarikan yang berlebihan terhadap absorbsi meditatif (samāpattisneha)  dan  dan ketertarikan yang berlebihan terhadap doktrin realitas (dharmasneha) dalam tahapan (bhūmi)  keempat 

Penangkal (pratipaka) yang  menghadapi penolakan ekstrim terhadap siklus tataran eksistensi (ekāntavaimukhyābhimukyasasāra) dan  aspirasi ekstrim terhadap penghentian [ melampaui ketidak puasan]  ( ābhimukya nirvāṇa ) dalam tahapan (bhūmi)  kelima 

Penangkal (pratipaka) yang  menghadapi  beragam aktivitas dari  nimitta  yang diimajinasikan secara konseptual  dan diaktualisasikan (bahunimittasamudācāra) dalam tahapan (bhūmi)  keenam 

Penangkal (pratipaka) yang  menghadapi  aktivitas dari nimitta halus yang diimajinasikan secara konseptual  dan diaktualisasikan (sūkmanimittasamudācāra) dalam tahapan (bhūmi)  ketujuh 

Penangkal (pratipaka) yang  menghadapi   usaha (sāmarambha)  kearah pembebasan  [ketidakhadiran] dari aktivitas nimitta yang diimajinasikan secara konseptual  dan diaktualisasikan(ānimittasamudācāra)  dan ketidak penguasaan [ tidak mahir]  (avaśitā) dalam ruang lingkup aktivitas dari  nimitta dalam tahapan (bhūmi)  kedelapan

Penangkal (pratipaka) yang  menghadapi ketidak penguasaan [ tidak mahir]  (avaśitā) dalam  menguraikan  beragam doktrin realitas (sarvākāradharmadeśanā) dalam tahapan (bhūmi)  kesembilan 

Penangkal (pratipaka ) yang  menghadapi ketidaksempurnaan [tidak mencapai]   kefasihan adidaya dalam menguraikan realitas yang berkaitan dengan kesempurnaan ranah  realitas [noumenal ]  (dharmakāyaparipūrana pratisavids) dalam tahapan (bhūmi)  kesepuluh 

Penangkal (pratipaka) yang  menghadapi   delusi  yang terhalus diantara yang terhalus dari kondisi mental yang tidak berguna dan dari realitas yang diketahui (sūkma parasūkmakleśajñeyāvarana) dalam tahapan Tāthāgata (tāthāgatabhūmi) 

Maitreya ,  karena  mereka mampu menetralisir [semua  yang] bertentangan yang harus dinetralisir (vipaka) dalam semua tahapan diatas , maka  mereka merealisasikan  pengamatan mendalam dan pengetahuan (jñānadarśana)  yang tidak terhalang (asakta )  dan  tanpa gangguan  (apratihata) yang berkaitan dengan segala sesuatu dan berlandaskan kesempurnaan  dari landasan objektif  (anuhānālambana) yakni :  ranah realitas [noumenal]  yang mapan dan sempurna [murni] (suviśuddhadharmakāya)

Bhagavan,   bagaimana para bodhisattva telah mencapai  ketenangan (anuśasā)  dalam śamatha  dan vipaśyanā mencapai kesempurnaan penggugahan  yang tak tertandingi (anuttarāsamyakssabodhi )?

Bhagavan menjawab:   Maitreya, para bodhisattva telah mencapai  ketenangan (anuśasā)  dalam śamatha  dan vipaśyanā merealisasikan   penggugahan  yang sempurna dan  tidak tertandingi (anuttarāsamyaksabodhi) melalui jalan pengamatan mendalam (darśanamārga) dan  jalan kontemplasi (bhāvanāmārga)   secara bertahap sebagai berikut :  

Dalam jalan pengamatan mendalam (darśanamārga)  , Bodhisattva mencapai  ketenangan (anuśasā)  dalam śamatha  dan vipaśyanā  merealisasikan tujuh realisasi demikian apa adanya (tathatā) , dimulai dengan  mengorientasikan kesadaran [eling ] yang tajam   hingga terabsorbsi pada subjek ataupun objek  (samāhitacitta)  pada doktrin [yang berkaitan dengan realisasi demikian apa adanya (tathatā)]  sesuai dengan apa  telah didengar dan dikontemplasi  (śrutacintitadharma). Kemudian mereka  mempersepsi (ghīta) dan mengkontemplasi dengan sungguh sungguh  (sucintita) dan  mengorientasikan  kembali kesadaran [eling ] yang sangat terfokus hingga teraborbsi pada subjek ataupun objek (susamāhita) pada pada doktrin [ yang berkaitan dengan realisasi demikian apa adanya (tathata)]  maka mereka memasuki ekuanimitas (upekā)  dalam mengorientasikan  kesadaran [eling ] dengan tajam (manasik) sehingga terbebaskan dari semua yang diimajinasikan secara konseptual  dengan tepat (samudācāra)  termasuk nimitta halus (sūkmanimitta)  dan juga terbebaskan dari nimitta kasar ( sthūla nimitta)

Maitreya , nImitta halus (sūkmanimitta)  terdiri dari : nimitta dari  kemelekatan kesadaran (cittādānanimitta), nimitta dari  eksistensi individual  berdasarkan pengalaman langsung (anubhāvanimitta), nimitta dari  aktivitas  kesadaran  [kognitif] (vijñaptinimitta),   nimitta dari kondisi mental yang tidak berguna (sakleśanimitta) ,  nimitta dari  pemurnian (vyavadānanimitta) ,  nimitta dari internal (adhyātmikanimitta) nimitta dari  eksternal (bāhyanimitta), nimitta dari gabungan eksternal dan internal  (adhyātmikabāhyanimitta) ,   nimitta dari  landasan keinginan untuk memberikan manfaat bagi semua makhluk hidup (sarvasattvārthanimitta) , nimitta dari  pengetahuan (jñānanimitta) , nimitta dari realitas  demikian apa adanya  (tāthāgatanimita) ,nimita dari [kebenaran mulia ] atas  ketidakpuasan (dukhanimitta ) , nimitta dari [ kebenaran mulia ] sumber [ketidakpuasan] (samudayanimitta ) ,  nimitta dari  [kebenaran mulia ] berhentinya [ ketidakpuasan] (nirodhanimitta) , nimitta dari [kebenaran mulia] jalan (mārganinimitta) , nimitta dari  berkondisi (sastanimitta) , nimitta dari  tidak berkondisi (asastanimitta) , nimitta dari kekonstanan (nityanimitta) , nimitta dari ketidakkonstanan (anityanimitta) ,  nimitta dari   akumulasi dan transfer kebajikan (pariṇāmanimitta)  ,nimitta dari intrinsitik (svabhāvanimitta) , nimitta dari  ketidakhadiran eksistensi [diri] sebagai satu individual (pudgalanairātmyanimitta) , nimitta dari  ketidakhadiran eskistensi [ diri ] dari fenomena (dharmanairātmyanimitta).

 Dengan berdiam dalam ekuaniminitas (upekā)  dalam jangka waktu yang lama  maka mereka  mampu terbebaskan dari ikatan [belenggu] (vibandhana) penghalang (nivaraa) penyebaran kesadaran (vikepa)  dan sehingga  merealisasikan  tujuh realisasi  internal  individual   ( pratyātmavedya) yang berhubungan dengan tujuh aspek dari realitas demikian apa adanya (tathatā) . Pengetahuan dari  pengamatan mendalam (pratyavekaājñāna) ini   disebut sebagai jalan pengamatan mendalam (darśanamārga)  dan  pencapaian ini [ tujuh aspek dari realitas demikian adanya] juga dinamakan sebagai telah  memasuki kepastian dalam jalan bodhisattva (samyaktvaniyama)  dan memasuki silsilah Tathāgata (tathāgatagotra )  ataupun memasuki memasuki tahapan (bhūmi) pertama 
.
Karena mereka  juga telah mencapai  ketenangan (anuśasā)  dalam śamatha  dan vipaśyanā dalam tahapan (bhūmi) pertama maka  mereka juga  merealisasikan  dua objek  pengamatan (alambana)  yakni  refleksi dari  objek  mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif  melalui konseptual  (savikalpapratibimba ) dan  refleksi objek  mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif   tetapi bebas dari  konseptual (nirvikalpapratibimba) . Berdasarkan pencapaian [ kedua objek pengamatan] ini yang juga merupakan pencapaian dari objek pengamatan   batasan dari eksistensi  [diskriminasi  dan realitas dari instrinstik ]  (vastuparyantatālambana) maka  mereka dikatakan telah mencapai jalan  pengamatan  (darśanamārga)  .

Dengan memasuki jalan kontemplasi (bhāvanāmārga)   [Bodhisattva] mengorientasikan kesadaran [eling] dan mengkontemplasikan  ketiga objek pengamatan ini  dalam semua  tahapan (bhūmi)  berikutnya yang dapat dianalogikan seperti  mengeluarkan pasak besar dengan menggunakan pasak yang lebih kecil  dimana satu pasak akan menarik keluar pasak yang lain, dengan analogi yang sama  , dengan mengatasi  nimitta internal (adhyātmanimitta)  maka  nimitta dari  faktor  dan kondisi mentql yang tidak berguna (sakleśapakyanimitta) juga akan teratasi ,dengan mengatasi [mengeliminasi] ( vinodayanti)  nimitta maka kecenderungan  kekeliruan dari  mental yang tidak beraturan ( dauṣṭhulya)  juga akan teratasi .

 Dengan mengatasi ikatan [ belenggu] dari  nimitta dan kecenderungan  kekeliruan dari  mental yang tidak beraturan, maka [ Bodhisattva] akan melangkah maju  secara progressif  menuju dari satu tahapan ke tahapan yang lebih tinggi , juga akan secara bertahap memurnikan kesadaran seperti cara memurnikan emas hingga mereka merealisasikan objek pengamatan kesempurnaan dari pencapaian [kesempurnaan dalam tindakan adidaya]  (kāryaparinipattialambana)  dan mencapai penggugahan sempurna yang tidak tertanding  (anuttarāsamyaksabodhi)

Maitreya,  dengan cara demikian para bodhisattva telah mencapai  ketenangan (anuśasā)  dalam śamatha  dan vipaśyanā merealisasikan   penggugahan  yang sempurna dan  tidak tertandingi (anuttarāsamyaksabodhi)

Bhagavan , bagaimana Bodhisattva  merealisasikan  kekuatan agung  ( mahāprabāva ) ?

Maitreya, Bodhisattva yang mengkontemplasi samatha dan vipasyana  merealisasikan kekuatan agung  (mahāprabāva) melalui pemahaman enam kondisi  sebagai berikut : (abhinirhara sthanasatkakusala) 

Melalui   pemahaman bagaimana kesadaran (citta)  itu muncul (cittasyotpattikuśala)       Melalui   pemahaman bagaimana kesadaran (citta)  itu distabilkan (sthitikuśala ) 
Melalui pemahaman bagaimana kesadaran (citta) itu dialihkan (vyutthānakuśala) 
Melalui pemahaman bagaimana kesadaran   (citta )  itu dikembangkan  (vddhikuśala) 
Melalui pemahaman  bagaimana kesadaran (citta) itu disusutkan  (bānikuśala)
Melalui pemahaman bagaimana kesadaran ( citta ) itu difasihkan [trampil ] (upāyakuśala) 

 .
Bhagavan ,  bagaimana memahami  kesadaran itu muncul (cittasyotpattikuśala) )? 

Kesadaran yang muncul  (cittasyotpattikuśala)  dipahami   demikian apa adanya (yathabhutam)

Maitreya ,  dipahami melalui enam belas jenis  kesadaran yang muncul (cittasyotpattikuśala) yang terdiri dari :

1.        kesadaran [kognitif] yang muncul  sebagai landasan maupun ikatan (aśraya bhānjana  vijñāpti) yang berkaitan dengan  kesadaran landasan (ādānavijñāna).
2.       kesadaran [kognitif] yang muncul secara  bersamaan dan mempersepsi berbagai  objek pengamatan (nānāvidhālambanavijñāpti) yang merupakan kesadaran kognitif konseptual [diskriminasi] (vipalaka manovijñāna)  yang muncul  secara bersamaan dalam  mempersepsikan objek seperti materi [ bentuk]  (rūpādiviaya); yang  muncul secara bersamaan dalam  mempersepsikan  objek dari luar dan dalam (bāhyādhyātmika viaya)  dalam satu kejaban mata  (kana), seperenam puluh  dari kejaban mata (lava) , ataupun dalam  satuan terkecil dari  waktu (mūhurta),  yang muncul  secara bersamaan dalam memasuki berbagai samādhi dan pengamatan mendalam dalam  beragam  ranah Buddha (buddhaketra)  ataupun Tathāgata.
3.       kesadaran [kognitif] yang muncul  bersamaan dan mempersepsi berbagai objek pengamatan dari nimita yang kecil (parittanimittālambanavijñāpti) yang berkaitan dengan ranah keinginan (kāmadhātu)
4.       kesadaran [kognitif] yang muncul  bersamaan dan mempersepsi berbagai objek pengamatan dari nimita yang luas (māhanimittālambanavijñāpti)  yang berkaitan dengan ranah  materi                           [ kasar dan halus ] (rūpādhātu)
5.       kesadaran [kognitif] yang muncul  bersamaan dan mempersepsi berbagai objek pengamatan dari nimitta yang tidak terukur (apramāṇanimittālambanavijñāpti) yang berkaitan dengan landasan ruang  yang tidak terbatas  (ākāsānantyāyatana), landasan  kesadaran yang tidak terbatas (vijñānānantyāyatana)
6.       kesadaran [kognitif] yang muncul  bersamaan dan mempersepsi berbagai objek pengamatan dari nimitta halus (sūkmanimittālambanavijñāpti) yang berkaitan dengan landasan ketiadaaan  (akicanyāyatana).
7.       kesadaran [kognitif] yang muncul  bersamaan dan mempersepsi berbagai objek pengamatan dari nimitta  dalam batasan [ diskriminasi dan realitas]  (paryantanimittālambanavijñāpti) yang berkaitan landasan tanpa diskriminasi [kasar]  tetapi tidak tanpa diskriminasi  [halus] (naivasa jñānasa jñāyatana)
8.       kesadaran [kognitif] yang muncul  bersamaan dan mempersepsi ketidakhadiran nimitta (animittavijñāpti) yang berkaitan dengan melampaui keduniawian  (lokottara )dan   objek pengamatan dalam penghentian (nirodhālambaka)
9.       kesadaran [kognitif] yang muncul  bersamaan dan mempersepsi  ketidakpuasan (dukha) yang juga merupakan kondisi dari neraka ( nāraka)
10.   kesadaran [kognitif] yang muncul  bersamaan dan mempersepsi   beragam  gabungan dari sensasi  (miśravedanā)  yang berkaitan dengan aktivitas dari  keinginan (kāmāvacara)
11.   kesadaran [kognitif] yang muncul  bersamaan dan mempersepsi   sukacita (prtīti)  yang berkaitan dengan  dhyāna pertama (prathamam dhyānam) , dhyāna kedua ( dvitīiyam dhyānam)
12.   kesadaran [kognitif] yang muncul  bersamaan dan mempersepsi   kebahagiaan ( sukha)  yang berkaitan dengan dhyāna  ketiga ( tīitiyam dhyānam)
13.   kesadaran [kognitif] yang muncul  bersamaan dan mempersepsi   ketidak puasan  maupun bukan ketidak puasan  , baik kebahagiaan maupun bukan kebahagiaan yang berkaitan dengan dhyāna keempat (caturtham dhyānam ) hingga  landasan tanpa diskriminasi [kasar]  tetapi tidak tanpa diskriminasi  [halus] (naivasa jñānasa jñāyatana)
14.   kesadaran [kognitif] yang muncul  bersamaan dan mempersepsi   kondisi mental yang tidak berguna  (sakleśa)  yang berkaitan dengan   kondisi mental yang tidak berguna  primer (kleśa ) dan   kondisi mental yang tidak berguna sekunder (upakleśa)
15.   kesadaran [kognitif] yang muncul  bersamaan dan mempersepsi   kebajikan (kuśala)  yang berkaitan dengan keyakinan ( sraddhā)
16.   kesadaran [kognitif] yang muncul  bersamaan dan mempersepsi   ketidak terlibatan [ netral] dalam aktivitas (avyākta)  
Bhagavan , bagaimana memahami  kesadaran (citta)  itu distabilkan (sthitikuśala )?
D engan memahami  realitas demikian apa adanya dari kesadaran  (vijñaptitathatā)  melalui  pemahaman  sebagaimana apa adanya (yathabhutam  prajanati)
 Bhagavan , bagaimana  memahami  kesadaran (citta) itu dialihkan ( vyutthānakuśala)?
 Dengan memahami pembebasan terhadap   kedua ikatan  [ kemelekatan] (bandhana )   yang terdiri dari  : ikatan  [kemelekatan] terhadap nimitta (nimittabandhana ) dan ikatan [ kemelekatan] terhadap kecenderungan kekeliruan mental  yang tidak beraturan (dauṣṭhulyabandhana) maka  melalui pemahaman ini kesadaran (citta) dapat dialihkan dari kedua ikatan ini .
Bhagavan , bagaimana  memahami  kesadaran   (citta )  itu dikembangkan [diekspansi] (vddhikuśala) ?
Dengan memahami  bahwa kesadaran ( citta )  mampu  mengatasi  kedua ikatan [ yakni : kemelekatan terhadap nimitta dan kemelekatan terhadap kecenderungan mental yang tidak baik ] , dimana pada saat kedua ikatan [kemelekatan]  ini meningkat dan berakumulasi  maka melalui pemahaman kesadaran ( citta) itu dikembangkan [ diekspansi ]  sebagai penangkal  untuk menetralisir  kedua ikatan
Bhagavan , bagaimana  memahami kesadaran (citta) itu disusutkan  (bānikuśala) ?
Dengan memahami  bahwa kesadaran ( citta) mampu menghancurkan kedua ikatan [kemelekatan ] ini maka melalui pemahaman ini  kedua ikatan [kemelekatan] ini disusutkan ataupun dihancurkan.
Bhagavan , bagaimana  memahami kesadaran (citta) itu difasihkan [ ditrampilkan ] (upāyakuśala)  ?
Dengan memahami   kontemplasi  [delapan] pembebasan  (vimoka) , [delapan landasan ] penguasaan tertinggi (abhibhvāyatana) dan [sepuluh landasan] totalitas (ktsnāyatana) baik pada saat mengkontemplasi  [ semua diatas ] ataupun pencapaian [ kontemplasi semua diatas].
Maitreya,  dengan cara ini , para bodhisattva yang mengkontemplasi samatha dan vipasyana  merealisasikan kekuatan agung  ( mahāprabāva )
Bodhisattva  Maitreya bertanya kepada Bhagavan :    Bhagavan,  anda telah menguraikan  bahwa dalam ranah  melampaui  ketidakpuasan tanpa sisa  agregat    (nirupadhiśeanirvānadhātu) , semua sensasi (vedanā)   akan   dihancurkan tanpa sisa . Dalam hal ini ,  jenis sensasi apa yang dihancurkan tanpa sisa ?
Maitreya,   sensasi yang dihancurkan tanpa sisa ini terdiri dari  sensasi  yang muncul  dari landasan  kecenderungan  kekeliruan  mental yang  tidak   beraturan  (āśrayadauṣṭhulyavedanā) dan  perasaaan  yang muncul pada saat mempersepsikan  objek   dibawah pengaruh dari sensasi  yang muncul dari  kecenderungan mental     (tatphalaviayavedanā)
sensasi yang muncul  dari  landasan kecenderungan kekeliruan mental  yang tidak beraturan (āśrayadauṣṭhulyavedanā) terdiri dari empat jenis yakni : kecenderungan kekeliruan mental  yang tidak beraturan dari landasan bermateri (rupyāśrayadauṣṭhulya) kecenderungan kekeliruan mental  yang tidak beraturan dari landasan tidak bermateri (arupyāśrayadauṣṭhulya), kecenderungan kekeliruan mental  yang tidak beraturan   dibawah pengaruhi dari kondisi sebelumnya (phalasiddhadauṣṭhulya)  dan kecenderungan kekeliruan mental  yang tidak beraturan tetapi  tidak dibawah pengaruh dari kondisi sebelumnya (phalasiddhadauṣṭhulya) dan belum ada  impuls   [kondisi yang menyebabkannya ] (anagathetu)
sensasi yang muncul pada saat mempersepsikan  objek   dibawah pengaruh dari  sensasi yang muncul dari  kecenderungan mental (tatphalavisayavedana) terdiri dari empat jenis yakni : yang berhubungan dengan subjek [makna yang terpersepsi ] dalam lingustik (ādhāra) ,   yang berhubungan dengan pemurnian moralitas  ( pariskara) , yang berhubungan dengan persepsi dan  pengalaman [ sensasi]  sebelumnya  ( bhoga) dan   yang berhubungan dengan sebab dan akibat (apeksa)
Dalam ranah  [penghentian] melampaui  ketidakpuasan dengan sisa  agregat  (sopadhisesanirvanadhatu) , semua sensasi yang tidak dibawah pengaruh kondisi sebelumnya (phalasiddhadausthulya) dan sensasi yang dibawah pengaruh dari kondisi sebelumnya telah dihancurkan [ berhenti ]  dimana dalam hal ini  hanya ada pengalaman  dari sensasi  yang muncul dari kebijaksanaan  ( vidyasamsprasaja vedana ) yang menetralisir  (vipaksa) kedua ini [ sensasi yang tidak dibawah pengaruh kondisi lainnya dan sensasi yang dibawah pengaruh kondisi sebelumnya ] , sedangkan dalam ranah  [penghentian] melampaui  ketidakpuasan tanpa sisa  agregat    (nirupadhisesanirvanadhatu) pada saat penghentian total (parinirvana)  semuanya ( sarvena sarvam)] akan termurnikan  dengan mapan  (kevalam ) .Oleh sebab itu dikatakan bahwa semua  sensasi itu dihancurkan dalam ranah  melampaui  ketidakpuasan tanpa sisa  agregat    (nirupadhisesanirvanadhatu)
Setelah itu, Bhagavan  juga berkata kepada Bodhisattva Maitreya, " Sadhu sadhu ,  Maitreya, Anda mampu mempertanyakan kepada Tathagata  mengenai   jalan kontemplasi (yogamarga) hingga pencapaiannya ( paripurna) dengan lengkap dan sempurna dan saya juga telah menguraikan jalan  kontemplasi (yogamarga)  ini dengan lengkap dan sempurna (suvisuddha)   dimana mulai dari (arabhya)  semua yang mencapai penggugahan sempurna ( samyaksambuddha)  yang lampau ( atita) hingga  yang akan datang ( anagata) juga akan menguraikan hal yang sama .  Dengan  uraian ini,  para putra  ( kulaputra)  dan putri (kuladuhitr) dari silsilah terbaik dapat mengkontemplasikannya hingga mencapai  penggugahan sempurna tiada tertandingi
Kemudian Bhagavan  melantunkan  gātha ini  :
Bagi yang  bersandar dalam uraian ini  dan mengkontemplasikannya  sesuai dengan uraian ini maka mereka akan mencapai penggugahan
Bagi yang membantah , mencari celah uraian ini dan mempelajari semua doktrin yang berkenaan dengan pembebasan . Maitreya , mereka akan semakin jauh dari kontemplasi ini  seperti antara langit dan bumi. Para bijaksana yang selalu memberikan manfaat bagi semua makhluk hidup  tidak akan mencapai imbalan pada saat mereka berusaha untuk membantu mereka. Mereka yang mengharapkan imbalan  tidak akan mencapai kebahagiaan yang tertinggi  dan  terbebaskan dari materialistik.  Bagi mereka yang masih berkeinginan  mendengarkan  uraian  doktrin realitas , meskipun telah  diiuraikan  untuk menolak semua keinginan , mereka tetap akan kembali mencengkramnya dengan erat. Mereka bagaikan  orang yang terdelusi  yang telah mendapatkan uraian realitas yang tidak ternilai harganya , tetapi mereka meletakkannya dan berkeliaran dalam kemelaratan. Oleh sebab itu , berusahalah untuk  meninggalkan argumen logis ,meninggalkan kemelekatan terhadap ide [gagasan] dan juga kecenderungan kekeliruan dari konseptual. Untuk pembebasan semua makhluk hidup termasuk para deva , berusahalah dengan sungguh dalam kontemplasi sesuai dengan doktrin ini.
Kemudian Bodhisattva Maitreya bertanya kepada Bhagavan: "Bhagavan,  apa nama dari  (naman )  pemutaran [ roda ] pengungkapan  makna mendalam (samdhinirmocanadharmaparyaya) ini ?
Bhagavan menjawab: Maitreya ,  doktrin ini dinamakan sebagai  pengulasan jalan kontemplasi  yang  bermakna definitif ( yoganirtathanirdesa) ,  anda dapat menamakannya sebagai :  uraian  jalan kontemplasi  yang bermakna definitif

Pada saat jalan kontemplasi  bermakna definitif  ini selesai  diuraikan  , enam ratus ribu makhluk hidup beraspirasi mencapai penggugahan sempurna yang tidak tertandingi  ( anuttarasamyaksambodhi). Tiga ratus Sravaka  memurnikan  (visudha )  mata realitas ( dharmacaksur) yang bebas dari keinginan (virajas) dan tidak ternodakan (nirmala).  Seratus lima puluh ribu Sravaka mencapai   pembebasan   kesadaran ( asravebyas cittani vimukti ) dengan kesadaran yang  tidak melekat  pada apapun (cittam utpadayanti .Tujuh puluh lima ribu Bodhisattva berkontemplasi dalamkontemplasi agung   (mahayogamanasikara).

Karma JIgme

Instagram