[0001a06] 如是我聞:
[0001a06] 一時,佛住舍衛國祇樹給孤獨園。
[0001a07] 爾時,世尊告諸比丘:「當觀色無常。如是觀者,則為正觀。正觀者,則生厭離;厭離者,喜貪盡;喜貪盡者,說心解脫。
[0001a09] 「如是觀受、想、行、識無常。如是觀者,則為正觀。正觀者,則生厭離;厭離者,喜貪盡;喜貪盡者,說心解脫。
[0001a12] 「如是,比丘!心解脫者,若欲自證,則能自證:『我生已盡,梵行已立,所作已作,自知不受後有。』
[0001a14] 「如觀無常,苦、空、非我亦復如是。」
[0001a15] 時,諸比丘聞佛所說,歡喜奉行。
Demikianlah telah kudengar.
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Pada waktu itu seorang bhikkhu tertentu mendekati Sang Buddha, memberikan penghormatan dengan kepalanya pada kaki Sang Buddha, mundur untuk berdiri pada satu sisi dan berkata kepada Sang Buddha:
“Akan baik jika Sang Bhagavā sekarang mengajarkanku intisari Dharma secara ringkas. Dengan mendengarkan Dharma itu aku akan berlatih sendiri di tempat yang tenang tanpa lalai. Setelah berlatih tanpa lalai aku pada gilirannya akan merenungkan tentang hal itu demi kepentingan di mana seorang putra perumah tangga meninggalkan keduniawian, mencukur janggut dan rambutnya serta mengenakan jubah Dharma di tubuhnya, demi keyakinan meninggalkan rumah menuju keadaan tanpa rumah untuk kehidupan suci tertinggi yang tiada bandingnya, dengan menyadari di sini dan saat ini bahwa ‘kelahiran bagiku telah dilenyapkan, kehidupan suci telah dikembangkan, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, aku sendiri mengetahui bahwa tidak akan ada kelangsungan yang lebih jauh lagi.’”
Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada bhikkhu itu: “Bagus, bagus, bhikkhu, bahwa engkau dengan tepat mengatakan kata-kata ini, dengan mengatakan: ‘Akankah anda mengajarkanku intisari Dharma secara ringkas. Dengan mendengarkan Dharma itu aku akan berlatih sendiri di tempat yang tenang tanpa lalai… sampai dengan… mengetahui sendiri bahwa tidak akan ada kelangsungan yang lebih jauh lagi.’ Apakah kamu berkata seperti ini?” Sang bhikkhu berkata kepada Buddha: “Demikianlah, Sang Bhagavā.”
Sang Buddha berkata kepada bhikkhu itu: “Dengarkanlah, dengarkanlah dan perhatikan dengan seksama pada apa yang akan Ku-katakan padamu. Bhikkhu, jika seseorang menyerah pada kecenderungan-kecenderungan yang mendasari, ia menyerah pada kecenderungan-kecenderungan yang mendasari ketika kematian. Jika seseorang menyerah pada [kecenderungan-kecenderungan yang mendasari ketika] kematian, ia terikat oleh kemelekatan. Bhikkhu, jika seseorang tidak menyerah pada kecenderungan-kecenderungan yang mendasari, ia tidak menyerah pada kecenderungan-kecenderungan yang mendasari ketika kematian. Jika seseorang tidak menyerah pada kecenderungan-kecenderungan yang mendasari ketika kematian, ia terbebaskan dari kemelekatan.” Bhikkhu itu berkata kepada Sang Buddha: “Aku paham, Sang Bhagavā, aku memahami Sang Tathagata!”
Sang Buddha berkata kepada bhikkhu itu: “Bagaimanakah engkau memahami sepenuhnya makna dari ajaran yang Ku-ucapkan di sini dengan ringkas?” Bhikkhu itu berkata kepada Sang Buddha: “Sang Bhagavā, dengan menyerah pada kecenderungan-kecenderungan yang mendasari dari bentuk, seseorang menyerah pada kecenderungan-kecenderungan yang mendasari [terhadap] bentuk ketika kematian. Seseorang yang menyerah pada kecenderungan-kecenderungan yang mendasari dan menyerah pada kecenderungan-kecenderungan yang mendasari ketika kematian terikat oleh kemelekatan. Dengan cara yang sama dengan menyerah pada kecenderungan-kecenderungan yang mendasari dari perasaan… persepsi… bentukan… kesadaran, seseorang menyerah pada kecenderungan-kecenderungan yang mendasari ketika kematian. Seseorang yang menyerah pada kecenderungan-kecenderungan yang mendasari dan menyerah pada kecenderungan-kecenderungan yang mendasari ketika kematian terikat oleh kemelekatan.
“Sang Bhagavā, jika seseorang tidak menyerah pada kecenderungan-kecenderungan yang mendasari dari bentuk, ia tidak menyerah pada kecenderungan-kecenderungan yang mendasari ketika kematian. Seseorang yang tidak menyerah pada kecenderungan-kecenderungan yang mendasari dan tidak menyerah pada kecenderungan-kecenderungan yang mendasari ketika kematian terikat oleh kemelekatan. Dengan cara yang sama [jika] seseorang tidak menyerah pada kecenderungan-kecenderungan yang mendasari dari perasaan… persepsi… bentukan… kesadaran, ia tidak menyerah pada kecenderungan-kecenderungan yang mendasari ketika kematian. Seseorang yang tidak menyerah pada kecenderungan-kecenderungan yang mendasari dan tidak menyerah pada kecenderungan-kecenderungan yang mendasari ketika kematian terbebaskan dari kemelekatan. Sang Bhagavā, dengan cara ini aku memahami sepenuhnya makna dari ajaran yang diucapkan di sini secara ringkas.”
Sang Buddha berkata kepada bhikkhu itu: “Bagus, bagus, bhikkhu, bahwa engkau memahami sepenuhnya makna dari ajaran yang Ku-ucapkan di sini secara ringkas. Mengapa? Dengan menyerah pada kecenderungan-kecenderungan yang mendasari dari bentuk, seseorang menyerah pada kecenderungan-kecenderungan yang mendasari ketika kematian. Seseorang yang menyerah pada kecenderungan-kecenderungan yang mendasari dan menyerah pada kecenderungan-kecenderungan yang mendasari ketika kematian terikat oleh kemelekatan. Dengan cara yang sama dengan menyerah pada kecenderungan-kecenderungan yang mendasari dari perasaan… persepsi… bentukan… kesadaran, seseorang menyerah pada kecenderungan-kecenderungan yang mendasari ketika kematian. Seseorang yang menyerah pada kecenderungan-kecenderungan yang mendasari dan menyerah pada kecenderungan-kecenderungan yang mendasari ketika kematian terikat oleh kemelekatan.
“Bhikkhu, jika seseorang tidak menyerah pada kecenderungan-kecenderungan yang mendasari dari bentuk, ia tidak menyerah pada kecenderungan-kecenderungan yang mendasari ketika kematian. Seseorang yang tidak menyerah pada kecenderungan-kecenderungan yang mendasari dan tidak menyerah pada kecenderungan-kecenderungan yang mendasari ketika kematian terbebaskan dari kemelekatan. Dengan cara yang sama, [jika] seseorang tidak menyerah pada kecenderungan-kecenderungan yang mendasari dari perasaan… persepsi… bentukan… kesadaran, ia tidak menyerah pada kecenderungan-kecenderungan yang mendasari ketika kematian. Seseorang yang tidak menyerah pada kecenderungan-kecenderungan yang mendasari dan tidak menyerah pada kecenderungan-kecenderungan yang mendasari ketika kematian terbebaskan dari kemelekatan.”
Kemudian, ketika mendengarkan apa yang dikatakan Sang Buddha, pikiran bhikkhu itu sangat bergembira. Ia memberikan penghormatan kepada Sang Buddha dan mengundurkan diri. Dengan berlatih sendiri di suatu tempat yang tenang dengan ketekunan ia berkembang di dalamnya [yaitu tidak menyerah pada kecenderungan-kecenderungan yang mendasari] tanpa kelalaian. Setelah berlatih dengan tekun dan berkembang di dalamnya tanpa kelalaian, ia [dapat] merenungkan tentang itu demi kepentingan di mana seorang putra perumah tangga meninggalkan keduniawian, mencukur janggut dan rambutnya serta mengenakan jubah Dharma pada tubuhnya, demi keyakinan meninggalkan rumah menuju keadaan tanpa rumah… [sampai dengan]… ia sendiri mengetahui bahwa tidak akan ada kelangsungan yang lebih jauh lagi. Kemudian, bhikkhu itu menjadi seorang arahant, dengan mencapai pembebasan pikiran.
Demikianlah telah kudengar.
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:
“Pada masa lampau aku berdiam mencari kepuasan sehubungan dengan bentuk. Oleh karena itu, aku menyadari kepuasan sehubungan dengan bentuk dan melihat dengan pengetahuan dan kebijaksanan sebagaimana adanya kepuasan sehubungan dengan bentuk. Dengan cara yang sama aku berdiam mencari kepuasan sehubungan dengan perasaan… persepsi… bentukan… kesadaran. Oleh karena itu, aku menyadari kepuasan sehubungan dengan perasaan… persepsi… bentukan… kesadaran dan melihat dengan pengetahuan dan kebijaksanaan sebagaimana adanya kepuasan sehubungan dengan kesadaran.
“Para bhikkhu, aku berdiam mencari bahaya sehubungan dengan bentuk. Oleh karena itu, aku menyadari bahaya sehubungan dengan bentuk dan melihat dengan pengetahuan dan kebijaksanaan sebagaimana adanya bahaya sehubungan dengan bentuk. Dengan cara yang sama aku berdiam mencari bahaya sehubungan dengan perasaan… persepsi… bentukan… kesadaran. Oleh karena itu, aku menyadari bahaya sehubungan dengan kesadaran dan melihat dengan pengetahuan dan kebijaksanaan sebagaimana adanya bahaya sehubungan dengan kesadaran.
“Para bhikkhu, aku berdiam mencari jalan keluar dari bentuk. Oleh karena itu, aku menyadari jalan keluar dari bentuk dan melihat dengan pengetahuan dan kebijaksanaan sebagaimana adanya jalan keluar dari bentuk. Dengan cara yang sama aku berdiam mencari jalan keluar dari perasaan… persepsi… bentukan… kesadaran. Oleh karena itu, aku menyadari jalan keluar dari perasaan… persepsi… bentukan… kesadaran dan melihat dengan pengetahuan dan kebijaksanaan sebagaimana adanya jalan keluar dari perasaan… persepsi… bentukan… kesadaran.
“Para bhikkhu, [sepanjang] aku tidak memahami sebagaimana adanya kepuasan sehubungan dengan lima kelompok unsur kehidupan yang dilekati sebagai kepuasan, bahayanya sebagai bahaya dan jalan keluarnya sebagai jalan keluar, di antara para dewa, Māra, Brahmā, pertapa, brahmana dan perkumpulan para dewa dan manusia aku tidak terbebaskan, tidak terlepas, tidak melampaui, selamanya berdiam dalam penyimpangan [batin] dan tidak dapat menyatakan diriku sendiri telah mencapai pencerahan sempurna yang tertinggi.
“Para bhikkhu, karena aku telah memahami sebagaimana adanya kepuasan sehubungan dengan lima kelompok unsur kehidupan yang dilekati sebagai kepuasan, bahayanya sebagai bahaya dan jalan keluarnya sebagai jalan keluar, di antara para dewa, Māra, Brahmā, pertapa, brahmana dan perkumpulan para dewa dan manusia aku telah terbebaskan, telah terlepas, telah melampaui, selamanya tidak berdiam dalam penyimpangan [batin] dan dapat menyatakan diriku sendiri telah mencapai pencerahan sempurna yang tertinggi.”
Kemudian para bhikkhu, yang mendengarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha, bergembira dan menerimanya dengan hormat.
Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:
“Jika makhluk-makhluk hidup tidak menemukan kepuasan dalam bentuk, mereka tidak akan terkotori oleh bentuk. Karena makhluk-makhluk hidup menemukan kepuasan dalam bentuk, mereka terkotori [oleh bentuk] dan melekat [padanya]. Dengan cara yang sama, jika makhluk-makhluk hidup tidak menemukan kepuasan dalam perasaan… persepsi… bentukan… kesadaran, mereka tidak akan terkotori oleh kesadaran. Karena makhluk-makhluk hidup menemukan kepuasan dalam perasaan… persepsi… bentukan… kesadaran, mereka terkotori oleh kesadaran dan melekat [padanya].
“Para bhikkhu, jika makhluk-makhluk hidup tidak mengalami bahaya dalam bentuk, makhluk-makhluk hidup itu tidak akan menjadi kecewa dengan bentuk. Karena makhluk-makhluk hidup [mengalami] bahaya dalam bentuk, makhluk-makhluk hidup itu menjadi kecewa dengan bentuk. Dengan cara yang sama, jika mereka tidak mengalami bahaya dalam perasaan… persepsi… bentukan… kesadaran, makhluk-makhluk hidup itu tidak menjadi kecewa dengan kesadaran. Karena makhluk-makhluk hidup [mengalami] bahaya dalam perasaan… persepsi… bentukan… kesadaran, makhluk-makhluk hidup menjadi kecewa dengan kesadaran.
“Para bhikkhu, jika bagi makhluk-makhluk hidup tidak ada jalan keluar dari bentuk, makhluk-makhluk hidup itu tidak akan melepaskan diri dari bentuk. Karena bagi makhluk-makhluk hidup terdapat suatu jalan keluar dari bentuk, makhluk-makhluk hidup itu melepaskan diri dari bentuk. Dengan cara yang sama, jika bagi makhluk-makhluk hidup tidak ada jalan keluar dari perasaan… persepsi… bentukan… kesadaran, makhluk-makhluk hidup itu tidak akan melepaskan diri dari kesadaran. Karena bagi makhluk-makhluk hidup terdapat suatu jalan keluar dari perasaan… persepsi… bentukan… kesadaran, makhluk-makhluk hidup itu melepaskan diri dari kesadaran.
“Para bhikkhu, sepanjang aku tidak memahami sebagaimana adanya kepuasan sehubungan dengan lima kelompok unsur kehidupan yang dilekati sebagai kepuasan, bahayanya sebagai bahaya dan jalan keluarnya sebagai jalan keluar, di antara para dewa, Māra, Brahmā, pertapa, brahmana dan perkumpulan para dewa dan manusia aku tidak terbebaskan, tidak melampaui, tidak terlepas, selamanya berdiam dalam penyimpangan [batin] dan tidak dapat menyatakan diriku sendiri telah mencapai pencerahan sempurna yang tertinggi.
“Para bhikkhu, karena aku telah memahami sebagaimana adanya kepuasan sehubungan dengan lima kelompok unsur kehidupan yang dilekati sebagai kepuasan, bahayanya sebagai bahaya dan jalan keluarnya sebagai jalan keluar, di antara para dewa, Māra, Brahmā, pertapa, brahmana dan perkumpulan para dewa dan manusia aku dapat menyatakan diriku sendiri telah mencapai pembebasan, telah mencapai yang melampaui, telah mencapai jalan keluar dan telah mencapai pembebasan dari belenggu, selamanya tidak berdiam dalam penyimpangan [batin] dan aku dapat menyatakan diriku sendiri telah mencapai pencerahan sempurna yang tertinggi.”
Kemudian para bhikkhu, yang mendengarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha, bergembira dan menerimanya dengan hormat.
Demikianlah telah kudengar.
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:
“Bentuk adalah tidak kekal. Sebab dan kondisi bagi munculnya bentuk apa pun juga tidak kekal. Bentuk apa pun yang muncul dari sebab yang tidak kekal dan kondisi yang tidak kekal, bagaimana mungkin ia kekal?
“Perasaan… persepsi… bentukan… kesadaran adalah tidak kekal. Sebab dan kondisi bagi munculnya kesadaran apa pun juga tidak kekal. Kesadaran apa pun yang muncul dari sebab yang tidak kekal dan kondisi yang tidak kekal, bagaimana mungkin ia kekal?
“Dengan cara yang sama, para bhikkhu, bentuk adalah tidak kekal, perasaan… persepsi… bentukan… kesadaran adalah tidak kekal, apa yang tidak kekal adalah dukkha, apa yang merupakan dukkha adalah bukan diri, apa yang bukan diri bukan milikku. Seseorang yang merenungkan seperti ini dianggap merenungkan dengan benar dan tepat.
“Seorang siswa mulia yang merenungkan seperti ini menjadi terbebaskan dari bentuk, terbebaskan dari perasaan… persepsi… bentukan… kesadaran. Aku katakan ia menjadi sama terbebaskan dari kelahiran, usia tua, penyakit, kematian, kekhawatiran, dukacita, kesakitan dan kekesalan.”
Kemudian para bhikkhu, yang mendengarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha, bergembira dan menerimanya dengan hormat.
Demikianlah telah kudengar.
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:
“Bentuk adalah tidak kekal. Sebab dan kondisi bagi munculnya bentuk apa pun juga tidak kekal. Bentuk apa pun yang muncul dari sebab yang tidak kekal dan kondisi yang tidak kekal, bagaimana mungkin ia kekal?
“Dengan cara yang sama perasaan… persepsi… bentukan… kesadaran adalah tidak kekal. Sebab dan kondisi bagi munculnya kesadaran apa pun juga tidak kekal. Kesadaran apa pun yang muncul dari sebab yang tidak kekal dan kondisi yang tidak kekal, bagaimana mungkin ia kekal?
“Para bhikkhu, seperti bentuk ini adalah tidak kekal, perasaan… persepsi… bentukan… kesadaran adalah tidak kekal, apa yang tidak kekal adalah dukkha, apa yang merupakan dukkha adalah bukan diri, apa yang bukan diri bukan milikku.
“Seorang siswa mulia yang merenungkan seperti ini menjadi kecewa dengan bentuk, kecewa dengan perasaan… persepsi… bentukan… kesadaran. Seseorang yang kecewa tidak menyenangi [kesadaran]. Dengan tidak menyenangi [kesadaran] ia menjadi terbebaskan. Dengan terbebaskan ia mengetahui dan melihat: ‘Kelahiran bagiku telah dilenyapkan, kehidupan suci telah dikembangkan, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, aku sendiri mengetahui bahwa tidak akan ada kelangsungan yang lebih jauh lagi.’”
Kemudian para bhikkhu, yang mendengarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha, bergembira dan menerimanya dengan hormat.
Demikianlah telah kudengar.
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:
“Bentuk adalah tidak kekal, apa yang tidak kekal adalah dukkha, apa yang merupakan dukkha adalah bukan-diri, apa yang bukan diri bukan milikku. Seseorang yang merenungkan seperti ini dianggap merenungkan dengan benar dan tepat. Dengan cara yang sama perasaan… persepsi… bentukan… kesadaran adalah tidak kekal, apa yang tidak kekal adalah dukkha, apa yang merupakan dukkha adalah bukan-diri, apa yang bukan diri bukan milikku. Seseorang yang merenungkan seperti ini dianggap merenungkan dengan benar dan tepat.
“Seorang siswa mulia yang merenungkan seperti ini menjadi terbebaskan dari bentuk, terbebaskan dari perasaan… persepsi… bentukan… kesadaran. Aku katakan [seseorang] yang demikian terbebaskan dari kelahiran, usia tua, penyakit, kematian, kekhawatiran, dukacita, kesakitan dan kekesalan.”
Kemudian para bhikkhu, yang mendengarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha, bergembira dan menerimanya dengan hormat.
Demikianlah telah kudengar.
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:
“Bentuk adalah tidak kekal, apa yang tidak kekal adalah dukkha, apa yang merupakan dukkha adalah bukan-diri, apa yang bukan diri bukan milikku. Seseorang yang merenungkan seperti ini dianggap merenungkan dengan benar dan tepat. Dengan cara yang sama perasaan… persepsi… bentukan… kesadaran adalah tidak kekal, apa yang tidak kekal adalah dukkha, apa yang merupakan dukkha adalah bukan-diri, apa yang bukan diri bukan milikku. Seseorang yang merenungkan seperti ini dianggap merenungkan dengan benar dan tepat.
“Seorang siswa mulia yang merenungkan seperti ini menjadi kecewa dengan bentuk, kecewa dengan perasaan… persepsi… bentukan… kesadaran. Karena kecewa ia tidak menyenangi [kesadaran], karena tidak menyenangi [kesadaran] ia mencapai pembebasan. Bagi seseorang yang terbebaskan pengetahuan sejati muncul: ‘Kelahiran bagiku telah dilenyapkan, kehidupan suci telah dikembangkan, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, aku sendiri mengetahui bahwa tidak akan ada kelangsungan yang lebih jauh lagi.’”
Kemudian para bhikkhu, yang mendengarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha, bergembira dan menerimanya dengan hormat.
Demikianlah telah kudengar.
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:
“Pada masa lampau bentuk tidak kekal dan pada masa yang akan datang ia akan juga [tidak kekal], apa yang dapat dikatakan tentang bentuk pada masa sekarang! Seorang siswa mulia yang merenungkan seperti ini tidak memperhatikan bentuk pada masa lampau dan tidak bergembira dengan bentuk pada masa yang akan datang. Menjadi kecewa dengan bentuk pada masa sekarang. ia menjadi bebas dari keinginan dan dengan benar berkembang menuju penghentian.
“Dengan cara yang sama pada masa lampau perasaan… persepsi… bentukan… kesadaran tidak kekal dan pada masa yang akan datang ia akan juga [tidak kekal], apa yang dapat dikatakan tentang kesadaran pada masa sekarang! Seorang siswa mulia yang merenungkan seperti ini tidak memperhatikan kesadaran pada masa lampau dan tidak bergembira dengan kesadaran pada masa yang akan datang. Menjadi kecewa dengan bentuk pada masa sekarang. ia menjadi bebas dari keinginan dan dengan benar berkembang menuju penghentian.”
(Sama halnya dengan ketidakkekalan, dengan cara yang sama juga untuk dukkha, kekosongan dan bukan-diri)
Kemudian para bhikkhu, yang mendengarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha, bergembira dan menerimanya dengan hormat.
Demikianlah telah kudengar.
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:
“Seseorang yang menginginkan dan menyenangi bentuk, menginginkan dan menyenangi dukkha. Seseorang yang menginginkan dan menyenangi dukkha tidak akan mencapai pembebasan dar dukkha. Dengan cara yang sama seseorang yang menginginkan dan menyenangi perasaan… persepsi… bentukan… kesadaran menginginkan dan menyenangi dukkha. Seseorang yang menginginkan dan menyenangi dukkha tidak akan mencapai pembebasan dar dukkha.
“Para bhikkhu, seseorang yang tidak menginginkan atau menyenangi bentuk, tidak menyenangi dukkha. Seseorang yang tidak menyenangi dukkha akan mencapai pembebasan dari dukkha Dengan cara yang sama seseorang yang tidak menginginkan atau menyenangi perasaan… persepsi… bentukan… kesadaran tidak menyenangi dukkha. Seseorang yang tidak menyenangi dukkha akan mencapai pembebasan dari dukkha.”
Kemudian para bhikkhu, yang mendengarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha, bergembira dan menerimanya dengan hormat.
Demikianlah telah kudengar.
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.
Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:
“Tidak memahami bentuk, tidak memiliki pengetahuan sehubungan dengannya, tidak terbebaskan dari keinginan dan nafsu terhadapnya, seseorang tidak akan terbebaskan pikirannya dan tidak akan dapat melampaui ketakutan terhadap kelahiran, usia tua, penyakit dan kematian. Dengan cara yang sama tidak memahami perasaan… persepsi… bentukan… kesadaran, tidak memiliki pengetahuan sehubungan dengannya, tidak terbebaskan dari keinginan dan nafsu terhadapnya, seseorang tidak akan terbebaskan pikirannya dan tidak akan dapat melampaui ketakutan terhadap kelahiran, usia tua, penyakit dan kematian.
“Para bhikkhu, memahami bentuk, memiliki pengetahuan sehubungan dengannya, terbebaskan dari keinginan dan nafsu terhadapnya, seseorang akan terbebaskan pikirannya dan akan dapat melampaui ketakutan terhadap kelahiran, usia tua, penyakit dan kematian. Dengan cara yang sama memahami perasaan… persepsi… bentukan… kesadaran, memiliki pengetahuan sehubungan dengannya, terbebaskan dari keinginan dan nafsu terhadapnya, seseorang akan terbebaskan pikirannya dan akan dapat melampaui ketakutan terhadap kelahiran, usia tua, penyakit dan kematian.”
Kemudian para bhikkhu, yang mendengarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha, bergembira dan menerimanya dengan hormat.
Demikianlah telah kudengar.
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:
“Seseorang yang menginginkan dan menyenangi bentuk, menginginkan dan menyenangi dukkha. Seseorang yang menginginkan dan menyenangi dukkha tidak akan mencapai pembebasan dari dukkha, tidak akan memiliki pengetahuan dan terbebaskan dari keinginan terhadapnya. Dengan cara yang sama seseorang yang menginginkan dan menyenangi perasaan… persepsi… bentukan… kesadaran menginginkan dan menyenangi dukkha. Seseorang yang menginginkan dan menyenangi dukkha tidak akan mencapai pembebasan dari dukkha.
“Para bhikkhu, seseorang yang tidak menginginkan atau menyenangi bentuk, tidak menyenangi dukkha. Ia tidak menyenangi dukkha akan mencapai pembebasan dari dukkha. Dengan cara yang sama seseorang tidak menginginkan atau menyenangi perasaan… persepsi… bentukan… kesadaran tidak menyenangi dukkha. Seseorang yang tidak menyenangi dukkha akan mencapai pembebasan dari dukkha.
“Para bhikkhu, tidak memahami bentuk, tidak memiliki pengetahuan sehubungan dengannya, tidak terbebaskan dari keinginan dan nafsu terhadapnya, pikiran tidak akan terbebaskan. Seseorang yang tidak terbebaskan pikirannya dari nafsu tidak akan dapat melenyapkan dukkha. Dengan cara yang sama tidak memahami perasaan… persepsi… bentukan… kesadaran, tidak memiliki pengetahuan sehubungan dengannya, tidak terbebaskan dari keinginan dan nafsu terhadapnya, seseorang tidak akan terbebaskan pikirannya dan tidak akan dapat melenyapkan dukkha.
“Memahami bentuk, memiliki pengetahuan sehubungannya, terbebaskan dari keinginan dan nafsu terhadapnya, seseorang akan mencapai pembebasan pikiran dan dapat melenyapkan dukkha. Dengan cara yang sama memahami perasaan… persepsi… bentukan… kesadaran, memiliki pengetahuan sehubungan dengannya, terbebaskan dari keinginan dan nafsu terhadapnya, seseorang akan mencapai pembebasan pikiran dan dapat melenyapkan dukkha.”
Kemudian para bhikkhu, yang mendengarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha, bergembira dan menerimanya dengan hormat.
Demikianlah telah kudengar.
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:
“Tidak memahami bentuk, tidak memiliki pengetahuan sehubungan dengannya, tidak melenyapkan [keinginan terhadap]-nya, tidak terbebaskan dari keinginan terhadapnya, seseorang tidak akan terbebaskan dan tidak dapat melampaui ketakutan terhadap kelahiran, usia tua, penyakit dan kematian. Dengan cara yang sama tidak memahami perasaan… persepsi… bentukan… kesadaran, tidak melenyapkan [keinginan terhadap]-nya, tidak terbebaskan dari keinginan terhadapnya, seseorang tidak akan terbebaskan dan tidak dapat melampaui ketakutan terhadap kelahiran, usia tua, penyakit dan kematian.
“Para bhikkhu, memahami bentuk, memiliki pengetahuan sehubungan dengannya, melenyapkan [keinginan terhadap]-nya, terbebaskan dari keinginan terhadapnya, seseorang dapat melampaui ketakutan terhadap kelahiran, usia tua, penyakit dan kematian. Para bhikkhu, memahaminya, memiliki pengetahuan sehubungan dengannya, terbebaskan dari keinginan dan nafsu terhadapnya, seseorang akan terbebaskan pikirannya dan dapat melampaui ketakutan terhadap kelahiran, usia tua, penyakit dan kematian. Dengan cara yang sama memahami perasaan… persepsi… bentukan… kesadaran, memiliki pengetahuan sehubungan dengannya, melenyapkan [keinginan terhadap]-nya, terbebaskan dari keinginan dan nafsu terhadapnya, seseorang akan terbebaskan pikirannya dan dapat melampaui ketakutan terhadap kelahiran, usia tua, penyakit dan kematian.”
Kemudian para bhikkhu, yang mendengarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha, bergembira dan menerimanya dengan hormat.
Demikianlah telah kudengar.
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.
Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:
“Tidak memahami bentuk, tidak memiliki pengetahuan sehubungan dengannya, tidak melenyapkan [keinginan terhadap]-nya, tidak terbebaskan dari keinginan terhadapnya, seseorang tidak dapat melenyapkan dukkha. Dengan cara yang sama tidak memahami perasaan… persepsi… bentukan… kesadaran, tidak memiliki pengetahuan sehubungan dengannya, tidak melenyapkan [keinginan terhadap]-nya, tidak terbebaskan dari keinginan terhadapnya, seseorang tidak dapat melenyapkan dukkha.
“Para bhikkhu, memahami bentuk, memiliki pengetahuan sehubungan dengannya, melenyapkan [keinginan terhadap]-nya, terbebaskan dari keinginan terhadapnya, seseorang dapat melenyapkan dukkha. Dengan cara yang sama memahami perasaan… persepsi… bentukan… kesadaran, memiliki pengetahuan sehubungan dengannya, melenyapkan [keinginan terhadap]-nya, terbebaskan dari keinginan terhadapnya, seseorang dapat melenyapkan dukkha.”
Kemudian para bhikkhu, yang mendengarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha, bergembira dan menerimanya dengan hormat.
Demikianlah telah kudengar.
Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:
“Kalian harus memberikan pengamatan seksama terhadap bentuk, dengan merenungkan bentuk sebagai tidak kekal, memahaminya sebagaimana adanya. Mengapa demikian? Para bhikkhu, seseorang yang memberikan pengamatan seksama terhadap bentuk, yang merenungkan bentuk sebagai tidak kekal dan memahaminya sebagaimana adanya, akan melenyapkan keinginan dan nafsu sehubungan dengan bentuk. Seseorang yang melenyapkan keinginan dan nafsu sehubungan dengan bentuk, Aku katakan, terbebaskan pikirannya.
“Dengan cara yang sama kalian harus memberikan pengamatan seksama terhadap perasaan… persepsi… bentukan… kesadaran, dengan merenungkan kesadaran sebagai tidak kekal, memahaminya sebagaimana adanya. Mengapa demikian? Seseorang yang memberikan pengamatan seksama terhadap kesadaran, yang merenungkan kesadaran sebagai tidak kekal dan memahaminya sebagaimana adanya, akan melenyapkan keinginan dan nafsu sehubungan dengan kesadaran. Seseorang yang melenyapkan keinginan dan nafsu sehubungan dengan kesadaran, Aku katakan, terbebaskan pikirannya.
“Seseorang yang telah terbebaskan pikirannya dengan cara ini, para bhikkhu, jika ia ingin menyatakan dirinya dapat menyatakan dirinya: ‘Kelahiran bagiku telah dilenyapkan, kehidupan suci telah dikembangkan, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, aku sendiri mengetahui bahwa tidak akan ada kelangsungan yang lebih jauh lagi.’”
(Sama halnya dengan memberikan pengamatan seksama terhadap ketidakkekalan, dengan cara yang sama juga untuk dukkha, kekosongan dan bukan-diri).
Kemudian para bhikkhu, yang mendengarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha, bergembira dan menerimanya dengan hormat.
[0001a06] Demikianlah telah kudengar.
[0001a06] Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.
[0001a07] Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:
[0001a07] Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:
“Kalian harus merenungkan bentuk sebagai tidak kekal. Seseorang yang merenungkan seperti ini memiliki pengetahuan benar. Seseorang yang memiliki pengetahuan benar membangkitkan kekecewaan. Seseorang yang memiliki kekecewaan melenyapkan kenikmatan dan nafsu. Seseorang yang melenyapkan kenikmatan dan nafsu, Aku katakan, terbebaskan pikirannya.
“Dengan cara yang sama merenungkan perasaan… persepsi… bentukan… kesadaran sebagai tidak kekal. Seseorang yang merenungkan seperti ini memiliki pengetahuan benar. Seseorang yang memiliki pengetahuan benar membangkitkan kekecewaan. Seseorang yang memiliki kekecewaan melenyapkan kenikmatan dan nafsu. Seseorang yang melenyapkan kenikmatan dan nafsu, Aku katakan, terbebaskan pikirannya.
“Seseorang yang telah terbebaskan pikirannya dengan cara ini, para bhikkhu, jika ia ingin menyatakan dirinya dapat menyatakan dirinya: ‘Kelahiran bagiku telah dilenyapkan, kehidupan suci telah dikembangkan, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, aku sendiri mengetahui bahwa tidak akan ada kelangsungan yang lebih jauh lagi.’”
(Sama halnya dengan perenungan ketidakkekalan, dengan cara yang sama juga untuk dukkha, kekosongan dan bukan-diri).
Kemudian para bhikkhu, yang mendengarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha, bergembira dan menerimanya dengan hormat.
[0112c21] 如是我聞:
[0112c21] 一時,佛在拘薩羅人間遊行,與大比丘眾千二百五十人俱,往詣婆羅婆提婆羅門村北尸舍婆林中止宿。
[0112c23] 時,有婆羅門,名曰露遮,住婆羅林中,其村豐樂,人民熾盛,波斯匿王即封此村,與婆羅門以為梵分。此婆羅門七世已來父母真正,不為他人之所輕毀,異典三部諷誦通利,種種經書盡能分別,又能善於大人相法、瞻候吉凶、祭祀儀禮。聞沙門瞿曇釋種子出家成道,於拘薩羅國人間遊行,至尸舍婆林中,有大名稱,流聞天下,如來、至真、等正覺,十號具足,於諸天、世人、魔、若魔天、沙門、婆羅門眾中自身作證,與他說法,上中下善,義味具足,梵行清淨。「如此真人,宜往覲現,我今寧可往共相見。」
[0113a06] 時,婆羅門即出彼村,詣尸舍婆林中,至世尊所,問訊已,一面坐。佛為說法,示教利喜,婆羅門聞法已,白佛言:「唯願世尊及諸大眾明受我請。」爾時,世尊默然受請。
[0113a10] 彼婆羅門見佛默然,知已許可,即從坐起,遶佛而去。去佛不遠,便起惡見言:「諸沙門、婆羅門多知善法,多所證成,不應為他人說,但自知,休與他說為。譬如有人壞故獄已,更造新獄,斯是貪惡不善法耳。」
[0113a14] 時,婆羅門還至婆羅林已,即於其夜具辦種種餚饍飲食。時到,語剃頭師言:「汝持我聲,詣尸舍婆林中,白沙門瞿曇:『日時已到,宜知是時。』」
[0113a18] 剃頭師受教即行,往到佛所,禮世尊足白:「時已到,宜知是時。」
[0113a19] 爾時,世尊即著衣持鉢,從諸弟子千二百五十人俱,詣婆羅林。
[0113a21] 剃頭師侍從世尊,偏露右臂,長跪叉手,白佛言:「彼露遮婆羅門去佛不遠,生惡見言:『諸有沙門、婆羅門多知善法,多所證者,不應為他人說,但自知,休與他說為。譬如有人壞故獄已,更造新獄,斯是貪惡不善法耳。』唯願世尊除其惡見。」
[0113a26] 佛告剃頭師曰:「此是小事,易開化耳。」
[0113a27] 爾時,世尊至婆羅門舍,就座而坐。時,婆羅門以種種甘饍,手自斟酌,供佛及僧,食訖去鉢,行澡水畢,取一小牀於佛前坐。佛告露遮:「汝昨去我不遠,生惡見言:『諸沙門、婆羅門多知善法,多所證者,不應為他人說,乃至貪惡不善法。』實有是言耶?」
[0113b04] 露遮言:「爾,實有此事。」
[0113b04] 佛告露遮:「汝勿復爾生此惡見。所以者何?世有三師可以自誡。云何為三?一者剃除鬚髮,服三法衣,出家修道,於現法中可以除煩惱,又可增益得上人法。而於現法中不除煩惱,不得上人法,己業未成而為弟子說法,其諸弟子不恭敬承事,由復依止與共同住。露遮!彼諸弟子語師言:『師今剃除鬚髮,服三法衣,出家修道,於現法中可得除眾煩惱,得上人勝法。而今於現法中不能除煩惱,不得上人勝法。己業未成而為弟子說法,使諸弟子不復恭敬承事供養,但共依止同住而已。』」
[0113b16] 佛言:「露遮!猶如有人壞故獄已,更造新獄,斯則名為貪濁惡法。是為一師可以自誡。是為賢聖戒、律戒、儀戒、時戒。」
[0113b19] 又告露遮:「第二師者,剃除鬚髮,服三法衣,出家修道,於現法中可得除眾煩惱,不可增益得上人法,而於現法中不能除眾煩惱,雖復少多得上人勝法,己業未成而為弟子說法,其諸弟子不恭敬承事,由復依止與共同住。露遮!彼諸弟子語師言:『師今剃除鬚髮,服三法衣,出家修道,於現法中得除眾煩惱,得上人法。而今於現法中不能除眾煩惱,雖復少多得上人法,己利未成而為弟子說法,使諸弟子不復恭敬承事供養,但共依止同住而已。』」
[0113b29] 佛言:「露遮!猶如有人在他後行,手摩他背,此則名為貪濁惡法。是為二師可以自誡。是為賢聖戒、律戒、儀戒、時戒。」
[0113c03] 又告露遮:「第三師者,剃除鬚髮,服三法衣,出家修道,於現法中可除煩惱,又可增益得上人法,而於現法中不能除眾煩惱,雖復少多得上人法,己利未成而為弟子說法,其諸弟子恭敬承事,依止同住。露遮!彼諸弟子語師言:『師今剃除鬚髮,服三法衣,出家修道,於現法中可得除眾煩惱,少多得上人法,而今於現法中不能除眾煩惱,雖復少多得上人法,己利未成而為弟子說法,諸弟子恭敬承事,共止同住。』」
[0113c13] 佛言:「露遮!猶如有人捨己禾稼,鋤他田苗,此則名為貪濁惡法。是為三師可以自誡。是為賢聖戒、律戒、儀戒、時戒。露遮!有一世尊不在世間,不可傾動,云何為一?若如來、至真、等正覺出現於世,乃至得三明,除滅無明,生智慧明,去諸闇冥,出大法光,所謂漏盡智證。所以者何?斯由精勤,專念不忘,樂獨閑居之所得也。露遮!是為第一世尊不在世間,不可傾動。露遮!有四沙門果。何者四?謂須陀洹果、斯陀含果、阿那含果、阿羅漢果。云何?露遮!有人聞法應得此四沙門果。若有人遮言:『勿為說法。』設用其言者,彼人聞法得果以不?」
[0113c25] 答曰:「不得。」
[0113c26] 又問:「若不得果,得生天不?」
[0113c26] 答曰:「不得。」
[0113c27] 又問:「遮他說法,使不得果,不得生天。為是善心,為不善心耶?」
[0113c28] 答曰:「不善。」
[0113c28] 又問:「不善心者,為生善趣,為墮惡趣?」
[0113c29] 答曰:「生惡趣。」
[0114a01] 「露遮!猶如有人語波斯匿王言:『王所有國土,其中財物王盡自用,勿給餘人。』云何?露遮!若用彼人言者,當斷餘人供不?」
[0114a03] 答曰:「當斷。」
[0114a04] 又問:「斷他供者,為是善心,為不善心?」
[0114a05] 答曰:「不善心。」
[0114a05] 又問:「不善心者,為生善趣,為墮惡道耶?」
[0114a06] 答曰:「墮惡道。」
[0114a06] 「露遮!彼亦如是,有人聞法,應得四沙門果。若有人言:『勿為說法。』設用其言者,彼人聞法得果不?」
[0114a08] 答曰:「不得。」
[0114a09] 又問:「若不得果,得生天不?」
[0114a09] 答曰:「不得。」
[0114a10] 又問:「遮他說法,使不得道果,不得生天。彼為是善心,為不善心耶?」
[0114a11] 答曰:「不善。」
[0114a12] 又問:「不善心者,當生善趣,為墮惡道耶?」
[0114a13] 答曰:「墮惡道。」
[0114a13] 「露遮!若有人語汝言:『彼波羅婆提村封所有財物。露遮!自用勿給人,物當自用,與他何為?』云何?露遮!設用彼言者,當斷餘人供不?」
[0114a16] 答曰:「當斷。」
[0114a16] 又問:「教人斷他供者,為是善心,為不善心耶?」
[0114a17] 答曰:「不善。」
[0114a18] 又問:「不善心者,為生善趣,為墮惡道耶?」
[0114a19] 答曰:「墮惡道。」
[0114a19] 「露遮!彼亦如是,有人聞法應得四沙門果,若有人言:『勿為說法。』設用其言者,彼人聞法得果不?」
[0114a21] 答曰:「不得。」
[0114a22] 又問:「若不得果,得生天不?」
[0114a22] 答曰:「不得。」
[0114a22] 又問:「遮他說法,使不得果,不得生天。為是善心,為不善心耶?」
[0114a24] 答曰:「不善。」
[0114a24] 又問:「不善心者,為生善趣,為墮惡道耶?」
[0114a25] 答曰:「墮惡道。」
[0114a26] 爾時,露遮婆羅門白佛言:「我歸依佛,歸依法,歸依僧,願聽我於正法中為優婆塞,自今已後,盡形壽不殺、不盜、不婬、不欺、不飲酒。」
[0114a29] 佛說法已,時,露遮婆羅門聞佛所說,歡喜奉行。