Pages

T 676 -解深密經 [Sūtra mahāyāna yang bernama pengungkapan rahasia mendalam - Parivarta Keempat]



PARIVARTA KE EMPAT

sarvadharmalakaa





[Sub:Guṇākara]

[0693a06] Kemudian  Bodhisattva Guṇākara bertanya kepada Bhagavan:

Bhagavan, ketika Anda  mengatakan  bahwa para Bodhisattva  fasih dalam  karakteristik dari fenomena (dharmalakaakuśalā) , apa maksud  Bhagavan  mengatakan bahwa  Bodhisattva bijaksana sehubungan dengan karakter dari  fenomena dan bagaimana para Bodhisattva  dikatakan fasih dalam karakteristik dari fenomena    ?

[0693a11]  Bhagavan  menjawab pertanyaan  Bodhisattva Guṇākara:

Guṇākara ,  Niat anda dalam mengajukan  pertanyaan ini kepada Tathagata sungguh baik anda mengajukan pertanyaan ini demi memberikan berkah dan kebahagiaan untuk semua makhuk hidup.  Anda selalu bersimpati terhadap semua tataran kehidupan ini  dan mengajukan pertanyaan ini demi kesejahteraan, manfaat, dan kebahagiaan dari  semua makhluk hidup termasuk para dewa dan manusia.  . (evam evatva guṇākara bahujanahitāya bahujanasukhāya lokānukapayā arthāya hitāya sukhāya sadevamanuyaprajānām ) Sādhu . Sādhu.

Guṇākara,  dengarkan dengan baik baik  , Saya akan menguraikan kepada anda bagaimana para Bodhisattva  dikatakan fasih dalam karakteristik  dari fenomena dan apa yang dimaksud dengan karakteristik dari fenomena.

[0693a15]Guṇākara , ada tiga karakteristik  dari  fenomena (trini dharmalakṣaṇani)  , Apakah ketiga jenis  [ karakteristik ] ini ?   Ketiga karakteristik dari fenomena tersebut adalah karakteristik  imajiner (parikalpitalakaa) , karakteristik  keterkaitan dengan lainnya (paratantralakaa) , dan karakteristik  mapan dengan  sempurna  (parinipannalakaa)

Guṇākara ,apa yang dimaksud dengan karakteristik imajiner (parikalpitalakaa)? karakteristik imajiner (parikalpitalakaa)    adalah  karakteristik  yang  diusulkan sebagai fakta dengan menggunakan   terminologi nominal  sebagai entitas dan atribut dari fenomena dalam kaitannya dengan hubungan  yang bersifat konvensional  .

Guṇākara, apa yang dimaksud dengan karakteristik keterkaitan dengan lainnya (paratantralakaa)? karakteristik keterkaitan dengan lainnya  (paratantralakaa) adalah  karakteristik  yang hanya menyatakan kesaling tergantungan dari semua fenomena  misalnya karena  adanya eksistensi  ini ,maka yang lain akan muncul , karena ini dihasilkan  maka yang lain juga  akan dihasilkan . misalnya  sehubungan dengan kondisi delusi maka faktor berkondisi [ komposit ] akan dihasilkan .

Guṇākara, apa yang dimaksud dengan karakteristik mapan dengan sempurna  ( parinipannalakaa)? karakteristik mapan dengan sempurna  ( parinipannalakaa) adalah sifat demikian adanya dari fenomena , yang direalisasikan oleh bodhisattva melalui  ketekunan dan  kontempelasi mental yang sesuai. Bodhisattva memapankan  realitas dan mengkontemplasi realitas [karakteristik mapan dengan sempurna] secara bertahap hingga mencapai  kesempurnaan penggugahan yang tidak tertandingi  .

[0693a25]Guṇākara, ketiga karakteristik ini   dapat dianalogikan sebagai berikut :   misalnya, karakteristik imajiner (parikalpitalakaaitu dapat dipandang sebagai  sesuatu yang mirip dengan kekeliruan visual di mata seseorang yang telah memiliki pandangan berkabut [katarak] sedangkan karakteristik keterkaitan dengan lainnya  (paratantralakaa) dapat dipandang sebagai sesuatu yang mirip dengan  munculnya satu nimitta  (nimitta) dari kekeliruan visual tersebut  sehingga muncul menjadi refleksi objek mental  yang seperti :  jaringan rambut , lalat , biji wijen ataupun muncul menjadi  refleksi objek mental  yang seperti warna biru , kuning , merah ataupun putih.

Guṇākara, dengan  menggunakan kembali analogi diatas , ketika mata  seorang awam telah menjadi murni secara sempurna dan bebas dari kekeliruan visual yang berkabut ini  maka karakteristik mapan dengan sempurna  ( parinipannalakaadapat dipandang sebagai sesuatu yang mirip dengan objek yang terproses dimana merupakan  intrinsitik  dari objek yang terproses dari mata seseorang tersebut  

[0693b02]Guṇākara, dengan analogi lainnya misalnya : pada saat  satu kristal yang sangat bening terdeviasi oleh pantulan warna biru , maka akan terlihat seperti batu permata misalnya :  safir ataupun indranila  dan karena kekeliruan persepsi ini maka orang awam selalu akan terdelusi. Demikian juga pada saat Kristal itu terdeviasi oleh pantulan warna merah juga akan terlihat seperti batu permata seperti  merah delima  dan karena kekeliruan persepsi ini maka orang awan juga selalu akan terdelusi. Demikian juga pada saat kristal itu terdeviasi oleh pantulan warna hijau maka akan telihat seperti batu permata misalnya zamrud dan karena kekeliruan persepsi ini maka orang awan juga selalu akan terdelusi. Pada saat terdeviasi oleh pantulan warna emas maka akan terlihat seperti emas dan karena kekeliruan persepsi ini maka orang awan juga selalu akan terdelusi.

[0693b10] Guṇākara, dengan  menggunakan kembali analogi diatas , karakteristik keterkaitan dengan lainnya  (paratantralakaa) dapat  dipandang sebagai hal yang menjadi [dibawah pengaruh dari] kecenderungan konvensional yakni karakteristik imajiner (parikalpitalakaa) , seperti batu kristal yang bening tadi yang terdeviasi oleh pantulan warna. Disamping itu , karakteristik keterkaitan dengan lainnya  (paratantralakaa) yang terpersepsi sebagai karakteristik imajiner (parikalpitalakṣaṇa) dapat  dipandang mirip dengan  kekeliruan  persepsi terhadap kristal yang sangat bening tadi  yang terpersepsi sebagai safir , indranila, merah delima,  zamrud ataupun emas dimana kristal yang sangat bening ini tidak mapan dengan sempurna sebagai [memiliki] karakteristik dari safir, indranila , merah delima, zamrud ataupun emas dan juga tidak [memiliki] karakteristik permata tersebut dalam kekonstanan , kekonstanan terhadap waktu , dalam kepermanenan , kepermanenan terhadap waktu dengan demikian maka karakteristik keterkaitan dengan lainnya  (paratantralakaa) juga tidak mapan dengan sempurna dalam kekonstanan , kekonstanan terhadap waktu , dalam kepermanenan , kepermanenan terhadap waktu sebagai karakteristik imajiner (parikalpitalakaa) dan juga tidak memiliki karakteristik dari imajiner. Ketidakmapanan atau ketiadaaan karakteristik ini dipandang sebagai mapan dengan sempurna( parinipanna).  Keterbebasan atas  ketiadaan eksistensi dari manifestasi semua hal yang bersifat  konsep terhadap  karakteristik keterkaitan dengan lainnya  (paratantralakaa)  sebagai hal yang menjadi [dibawah pengaruh dari]  karakteristik imajiner(parikalpitalakaa) maka karakteristik mapan dengan sempurna ( parinipannalakaa) dapat diketahui.

[0693c01] Guṇākara, pada saat Bodhisattva memahami karakteristik keterkaitan dengan lainnya  (paratantralakaa)  sebagai hal yang menjadi [dibawah pengaruh dari]  karakteristik imajiner(parikalpitalakaa) sebagaimana apa  adanya maka mereka akan mengetahui ketiadaan  karakteristik  ( alakaa) dari  fenomena   sebagaimana  apa adanya.

Pada saat Bodhisattva memahami karakteristik keterkaitan dengan lainnya (paratantralakaa) sebagaimana apa adanya maka mereka akan mengetahui karakteristik kondisi mental yang tidak berguna ( savyamklesalaksana) dari fenomena  sebagaimana apa adanya  .

Pada saat Bodhisattva memahami memahami karakteristik mapan dengan sempurna (parinipannalakaa) sebagaimana apa  adanya maka mereka akan mengetahui karakteristik kemurnian  ( vyavadanalaksana) dari fenomena  sebagaimana apa adanya  

[0693c03] Guṇākara, pada saat Bodhisattva memahami ketiadaan karakteristik dalam hubungannya dengan karakteristik keterkaitan dengan lainnya  (paratantralakaa) maka mereka akan meninggalkan fenonema darikarakteristik kondisi mental yang tidak berguna (samklesalaksana) dan pada saat mereka meninggalkan sepenuhnya fenomena dari karakteristik kondisi mental yang tidak berguna  (samklesalaksana)  maka mereka akan memahami fenomena dari karakteristik murni   (vyavadanalaksana)

Oleh sebab itu,Guṇākara,Bodhisattva memahami karakteristik imajiner(parikalpitalakaa) karakteristik (paratantralakaa),karakteristik keterkaitan dengan lainnya (paratantralakaa) karakteristik mapan dengan sempurna (parinipannalakaa)  sebagaimana apa adanya.  Pada saat mereka memahami ketiadaan karakteristik (alaksana), karakteristik kondisi mental yang tidak berguna (samklesalaksana)  dan karakteristik murni (vyavadanalaksana) sebagaimana apa adanya maka mereka memahamifenomena dari ketiadaan karakteristik dari sebagaimana apa adanya dan mereka akan meninggalkan sepenuhnya fenomena dari karakteristik kondisi mental yang tidak berguna  (samklesalaksana) kemudian mereka memahami fenomena dari karakteristik murni ( vyavadanalaksana).

Dengan cara seperti ini, maka para Bodhisattva  dikatakan fasih dalam karakteristik  dari fenomena dan tathagata mengatakan mereka fasih dalam fasih dalam karakteristik  dari fenomenajuga disebabkan oleh alasan ini.

[0693c10] Kemudian Bhagavan  melantunkan gatha ini :

Pada saat memahami  ketiadaan karakteristik dari fenomena maka  fenomena dari karakteristik kondisi mental yang tidak berguna akan ditinggalkan . Pada saat telah meninggalkan fenomena dari karakteristik kondisi mental yang tidak berguna maka fenomena dari karakteristik murni akan tercapai.

Yang tidak sadar [ eling] akan  selalu ditaklukkan oleh kekeliruan dan kemalasan juga tidak pernah menyadari kekeliruan dari fenomena berkondisi  , selalu lemah dalam kestabilan dan fluktuasi dari semua fenonema , seharusnya mereka dikasihani . 



Karma JIgme

Instagram