Pages

D 4022 - ཆོས་དང་ཆོས་ཉིད་རྣམ་པར་འབྱེད་པ། [ dharmadharmatāvibhāga ]

བསྟན་འགྱུར།

Tengyur

སེམས་ཙམ།

Cittamātra


D 4022


ཆོས་དང་ཆོས་ཉིད་རྣམ་པར་འབྱེད་པ།

धर्मधर्मताविभाग

dharmadharmatāvibhāga

法法性分別


Perbedaan antara fenomena dan esensi fenomena


Nara Sumber dalam Tibetan
Diterjemahkan dari Tibetan ke dalam Bahasa Indonesia oleh : Karma Jigme


D 4021 D 4022 D 4023








Penghormatan  kepada Pangeran Muda  Manjusri.

Ada sesuatu yang harus dipahami dengan baik , kemudian dilepaskan sepenuhnya  dan juga ada sesuatu yang lain harus dipahami melalui persepsi langsung. Oleh sebab itu, risalah ini disusun  dengan harapan untuk membedakan  kedua  karakteristik ini.

Jika semua hal ini  dapat  dirangkum , maka semua ini  dapat dipahami dalam dua aspek ,  karena semua hal dapat diklasifikasikan sebagai  fenomena dan esensi  fenomena dimana yang dapat diklasifikasikan sebagai fenomena itu merupakan siklus eksistensi sedangkan esensi fenomena  dapat diklasifikasikan sebagai  melampaui semua penderitaan  dari tiga jalan.

Disini , fenomena itu didefinisikan sebagai apapun yang  muncul dari dualitas dan benda yang diekspresikan dengan cara apapun atau dengan kata lain merupakan kemunculan dari imajinasi yang keliru. Sesuatu hal ini muncul, tetapi juga  tidak eksis . Oleh sebab itu ,hal  ini merupakan kekeliruan. Demikian juga , semua hal ini merupakan ketiadaan eksistensi yang mapan dalam realitas dan tanpa referensi dalam semua [aspek] karena hal ini hanya konsep. Oleh sebab itu , merupakan imajiner.

Selanjutnya, esensi  fenomena diklasifikasikan sebagai demikian apa adanya, dimana tidak memiliki perbedaan antara  yang menggengam [yang mengetahui]  dan yang digengam, [yang diketahui]  ataupun [antara] objek  yang  diekspresikan dan yang  mengekspresikan [objek ini].

Kekeliruan ini  disebabkan oleh salah satu dari dua aspek ini  yakni :  kemunculan dari sesuatu yang tidak eksis , yang  juga merupakan penyebab dari penderitaan  seperti mengamati  objek ilusif gajah  dan sebagainya, ataupun  disebabkan oleh sesuatu  yang eksis namun tidak teramati.                                             
Jika salah satu dari  dua aspek ini   yakni :  ketiadaan eksistensi dan kemunculan ini  tidak  eksis, maka  kekeliruan,  dan ketidak kekeliruan  dan juga  kemurnian dan ketidak murnian  tidak akan mengikuti

Kedua  hal ini  bukan satu ataupun sesuatu  yang berbeda karena ada perbedaan dan juga tidak ada perbedaan dalam hal  eksistensi dan ketiadaan eksistensi.

Realisasi fenomena melalui enam  aspek  yang tidak tertandingi  yakni : pemahaman mengenai  [1 ]  karakteristik yang mendefinisikannya [2] dasar rasionil,  [3] eksistensi  bukan sebagai  satu ataupun yang  berbeda, [4]  ranah [5] mutual dan bukan mutual, dan [6] ketiadaan eksistensi dari yang muncul sebagai yang menggengam [yang mengetahui]  dan yang digengam, [yang diketahui]   

Dari ke enam aspek ini ,  [1] karakteristik yang mendefinisikannya [2] dasar  rasionil,  [3] eksistensi  bukan sebagai  satu ataupun yang  berbeda  telah dijelaskan dan diuraikan dengan singkat [di atas].


Selama seseorang masih berdiam dalam siklus eksistensi  dimanapun maka akan ada ranah dalam setiap hal yang dialaminya , Ranah ini terdiri dari terdiri dari ranah  makhluk hidup [sattva dhātu] dan ranah dunia  eksternal  yang berfungsi seperti  wadah . 

Ranah dunia  eksternal yang berfungsi seperti wadah ini merupakan pengalaman yang dialami oleh kesadaran masing masing individual  dan disebut sebagai   pengalaman  mutual [bersama]. 

Ranah makhluk hidup dapat merupakan pengalaman yang hanya dialami oleh kesadaran individual itu sendiri dan juga pengalaman yang dialami oleh kesadaran masing masing invidual . oleh karena itu disebut sebagai pengalaman bukan mutual [bukan bersama] dan  pengalaman mutual [bersama].

Kelahiran, perilaku,  dukungan, penaklukan, kualitas kebajikan , dan kekurangan  [cacat]  merupakan interaksi antara individual yang satu dengan lainnya berdasarkan hubungan dominasi timbal balik. Dalam hal ini disebut sebagai pengalaman mutual [bersama] 

Sedangkan kediaman , kesadaran,  impuls dari tindakan, kebahagiaan, penderitaan, kematian ,  transisi, kelahiran,  ikatan, dan pembebasan ini merupakan pengalaman individual itu sendiri maka disebut sebagai pengalaman bukan mutual [bersama]

Apapun yang muncul sebagai sesuatu yang  dapat digengam  termasuk dalam  pengalaman  mutual  [bersama] dan  objek yang digengam secara eksternal juga  merupakan kesadaran yang menggengam, tetapi dalam hal ini tidak ada objek yang terpisah dari  kognisi itu sendiri karena merupakan  pengalaman mutual [bersama] 


Objek yang digengam [dengan referensi merupakan kesadaran] itu tidak termasuk dalam pengalaman mutual [bersama] .Demikian juga  pikiran dan sebagainya tidak saling melayani sebagai objek dari [dua jenis] kesadaran yang juga merupakan yang menggengam , [sementara] baik dalam ekuanimitas ataupun diluar ekuanimitas dari meditatif. Karena bagi yang tidak dalam ekuanimitas meditatif , hal ini merupakan konsepsi mereka sendiri yang muncul sedangkan bagi yang  berada dalam ekuanimitas meditatif , hal ini merupakan pantulan dari [pikiran yang lain] yang muncul dalam [bentuk dari ]  objek pengalaman dari  samadhi.


Jika telah dimapankan bahwa  sesuatu yang muncul sebagai  yang digengam itu tidak eksis, maka  ini juga akan dimapankan  bahwa  sesuatu yang muncul sebagai  yang menggengam itu juga tidak eksis. Berdasarkan hal ini , realisasi dari ketiadaan eksistensi  dari  sesuatu yang muncul sebagai yang  menggengam dan yang digengam  juga  telah dimapankan karena  kemapanan yang timbul dari hal tersebut tidak memiliki awal [permulaan] . Sementara dualitas itu tidak  mapan dengan sempurna dan hanya diketahui secara umum.

Realisasi  esensi dari fenomena   terdiri dari enam fase yang tidak tertandingi  yakni : realisasi dari  : [1] karakteristik  definitif  [2]   landasan  [3]  kepastian  [4]  pengetahuan [5] kesadaran penuh  dan [6] kesempurnaan transformasi. 

Karakteristik  definitif  dapat  dirangkum sebagai : demikian apa  adanya 

Landasan [lokasi dimana dapat menemukan esensi] terdiri dari  semua fenomena , risalah  dan kumpulan kata-kata dari semua koleksi  sutra  yang merepresentasikan dua belas aspek  uraian dari  Buddha.

Kepastian mengacu pada jalan [mārga] yang digunakan dalam melatih diri melalui pengarahan kesadaran  dengan  tepat dan selaras dengan koleksi sutra dari Mahayana  melalui jalan akumulasi [sambhāramārga] dan  jalan penyatuan [prayogamārga]

Pengetahuan  mengacu pada realisasi dan pengalaman demikian apa adanya  melalui jalan pengamatan [darśanamārga]  karena pandangan  benar telah tercapai melalui pelatihan  diri  dengan persepsi langsung.

Kesadaran penuh [smrti] mengacu pengamatan mendalam terhadap realitas melalui jalan  kontemplasi [bhāvanāmārga] yang selaras dengan  faktor  menuju penggugahan  dengan tujuan untuk  mengeliminasi semua noda. 


Kesempurnaan transformasi  mengacu pada demikian apa adanya yang  telah  terbebaskan  dari semua noda dimana semua yang muncul itu hanya demikian apa adanya dan juga disebut sebagai  jalan bebas dari semua latihan [aśaikṣamārga]

Realisasi  transformasi landasan  terdiri dari  sepuluh  aspek yang tidak tertandingi   yakni melalui pemahaman [1] esensi   [2] entitas  [3] individual   [4]  fitur perbedaan  [5] prasyarat   [6] landasan  [7] pelepasan nimitta  [8] kontemplasi yang tepat [9] kekurangan [ cacat] , dan  [10] manfaat 

Esensi mengacu pada  demikian apa adanya  yang bebas dari  semua  noda , dimana esensi juga termasuk  penderitaan yang bersifat adventif dan demikian apa adanya   ,kedua hal  ini sebenarnya juga  tidak muncul ataupun muncul  secara berurutan.

Entitas mengacu pada transformasi kesadaran yakni  transformasi dari kesadaran  atau  ranah dunia  eksternal yang berfungsi seperti wadah ke demikian apa adanya, transformasi dari ranah landasan fenomena [dharmadhatu] dari koleksi sutra ke demikian apa adanya , dan  transformasi pengetahuan yakni  ranah makhluk hidup [sattvadhatu] yang  bukan mutual [bersama]  ke  demikian apa adanya.

Individual mengacu  pada [ tiga] tubuh yakni : tubuh dari dua urutan pertama [ dharmakaya  dan sambhogakaya] mengacu pada  kesempurnaan transformasi dari Buddha dan Bodhisattva dan tubuh dari urutan terakhir [nirmanakaya] mengacu pada kesempurnaan transformasi dari Sravaka dan Pratyekabuddha.

Fitur perbedaan  mengacu pada  fitur perbedaan  dari kemurnian ranah  Buddha dan Bodhisattva dan fitur perbedaan  dari pencapaian dharmakaya,  sambhogakaya, dan nirmanakaya yang  disebabkan oleh perbedaan  dalam  pencapaian pengamatan , instruksi, dan penguasaannya secara berurutan.

Prasyarat  mengacu pada kualitas kebajikan  dari   fitur perbedaan dalam  pujian  aspirasi yang sebelumnya [yang lalu] , fitur perbedaan  dalam  objek yang difokuskan yakni  ajaran Mahayana, dan  fitur perbedaan  dalam  pelatihan diri melalui sepuluh tingkatan [dasabhumi]

Landasan terdiri dari empat aspek  yang mengacu pada kualitas kebajikan dari ajaran Mahayana,  aspirasi ,  memasuki kepastian [dalam jalan], dan pencapaian akumulasi.

Pelepasan nimitta terdiri dari  empat  aspek  yang mengacu pada  pelepasan  nimitta yang  berkaitan dengan faktor antagonis [ketidaksesuaian], faktor yang  berhubungan dengan usaha perbaikan, demikian apa adanya dan  realisasi  dimana melalui [keempat] aspek yang telah disebutkan ini , secara bertahap dapat diuraikan kembali sebagai pelepasan  nimitta kasar, menengah  halus, dan yang  berhubungan  dengan lamanya  waktu [durasi] .

Kontemplasi yang tepat, juga terdiri dari empat  aspek  yang mengacu pada  kontemplasi yang tepat dengan pengamatan, kontemplasi yang tepat tanpa pengamatan,  kontemplasi yang tepat dengan  tanpa fokus pada pengamatan, dan kontemplasi yang tepat dengan fokus pada tanpa pengamatan.

Karakteristik definitif terdiri dari tiga aspek   yakni  :  berdasarkan kediaman dari esensi fenomena karena  kediaman  dari esensi fenomena itu bukan dualisme dan tidak dapat diungkapkan,  juga berdasarkan  ketiada munculan  karena  sesuatu yang muncul sebagai dualitas, berikut dengan cara mengekspresikannya,  landasan indriya, objek, kesadaran, ataupun elemen dari wadah ini tidak eksis . Dengan cara seperti ini , karakteristik yang mendefinisikannya  ini  diuraikan dengan terperinci  seperti yang  dijelaskan dalam  berbagai sutra:

"Kebijaksanaan tanpa  konseptual itu tidak dapat digengam , tidak dapat dibuktikan,  tanpa pijakan, tanpa kemunculan, tanpa kesadaran dan tanpa landasan. Hal ini  mengacu pada kualitas kebajikan dari  kemunculan karena semua fenomena terlihat seperti  ditengah angkasa  [ruang]  dan karena semua fenomena terkondisi terlihat seperti ilusi dan sebagainya.

Manfaat  terdiri dari  empat aspek yang mengacu pada kualitas kebajikan dari kesempurnaan pencapaian  Dharmakaya , mengacu pada kualitas kebajikan dari pencapaian kondisi kebahagiaan tertinggi , mengacu pada kualitas  kebajikan dari  pencapaian penguasaan atas semua pengamatan, dan  mengacu pada  kualitas kebajikan dari pencapaian penguasaan atas semua instruksi.

Kesempurnaan  pengetahuan  terdiri dari empat aspek  yang mengacu pada kesempurnaan pengetahuan  mengenai faktor yang  berhubungan dengan usaha perbaikan  ,  kesempurnaan pengetahuan  mengenai  karakteristik, kesempurnaan pengetahuan  mengenai  perbedaan , dan kesempurnaan pengetahuan  mengenai [lima] fungsi.

Berikut kesempurnaan pengetahuan  mengenai faktor yang  berhubungan dengan usaha perbaikan  mengacu  pada  kebijaksanaan  tanpa konseptual , yakni,  faktor yang  berhubungan dengan usaha perbaikan   pada  kemelekatan terhadap  lima aspek ini :  fenomena, individual, transformasi, perbedaan, dan penyangkalan  -  dalam hal  yang berkaitan dengan realitas dari intrinsitik.

kesempurnaan pengetahuan  mengenai karakteristik mengacu pada  karakteristik spesifik yang mengesampingkan [meninggalkan] kelima aspek  ini yakni :  pengarahan kesadaran yang tidak tepat, transendensi, kesempurnaan peredaan [ketenangan], intrinsitik [tanpa konseptual], dan  kemelekatan pada  manifestasi nimitta. 

kesempurnaan pengetahuan  mengenai  perbedaan  mengacu pada  fitur spesifik dari lima aspek  yakni tanpa konseptual, tanpa batasan, tanpa kediaman,  durasi  daya tahan, dan tidak tertandingi. 

kesempurnaan pengetahuan  mengenai  fungsi mengacu pada fitur perbedaan fungsi yang  mengacu pada lima aspek yakni menjauhi konseptual , memberikan kebahagiaan yang tak tertandingi,  bebas dari penghalang penderitaan dan kognitif,  mengakses semua aspek dari objek yang dapat diketahui melalui kebijaksanaan yang  telah dicapai, dan memurnikan  ranah buddha, mematangkan [spiritual] semua makhluk hidup, dan pencapaian pengetahuan semua aspek.

Sedangkan untuk  realisasi pengarahan kesadaran, seperti yang dikatakan bahwa  untuk para  bodhisattva  yang ingin  memahami  kebijaksanaan tanpa konseptual seharusnya mengarahkan kesadarannya  sebagai berikut: karena tidak mengetahui  mengenai  demikian apa adanya maka imajinasi keliru  yang disebut sebagai :  semua benih yang merupakan penyebab dari yang bukan realitas  itu muncul sebagai dualitas menjadi  terkondisi dan juga semua yang berbasis pada aspek ini  akan berbeda.  Inilah yang menyebabkan sebab dan kondisi muncul, tetapi hal ini juga tidak nyata. Berdasarkan kualitas kebajikan dalam kemunculannya yang sedemikian rupa maka instrinsitik [esensi]  itu tidak muncul. Berdasarkan  kualitas kebajikan  dalam ketidakmunculan ini maka instrinsitik [esensi] dari fenomena juga tidak muncul. Pada saat bodhisattva mengarahkan kesadaran pada semua hal ini dengan metoda yang tepat  maka  mereka akan memahami kebijaksanaan  tanpa konseptual.

Berdasarkan  kualitas kebajikan dari  pengamatan  dengan metoda seperti ini maka  mereka menyadari bahwa mereka  berfokus pada  “hanya “ kesadaran . Berdasarkan kualitas kebajikan dari  pengamatan yang berfokus pada ““hanya “ kesadaran maka mereka memahami bahwa semua titik referensi itu tidak dapat diamati. Berdasarkan kualitas kebajikan dari   tidak mengamati semua titik referensi maka mereka memahami bahwa “ hanya “ kesadaran juga tidak dapat diamati. Berdasarkan kualitas kebajikan dari  tidak mengamati kesadaran  maka mereka memahami bahwa  perbedaan  antara kedua ini [titik referensi dan kesadaran] juga tidak dapat diamati. Dengan demikian , maka juga tidak ada perbedaan dalam  pengamatan diantara kedua ini dan inilah yang disebut sebagai : kebijaksanaan tanpa konseptual dimana   objek dan pengamatan , juga tidak mapan  karena ini dikarakterisasikan dengan  tidak mengamati nimitta  apapun .

Realisasi  tahapan pelatihan  terdiri empat  aspek   yang mengacu pada  pelatihan melalui aspirasi pada tahapan  yang berkaitan  dengan  aspirasi [ tahapan ini merupakan fase kepastian], mengacu pada pelatihan kesadaran diskriminatif pada tahapan [bhumi]  pertama [tahapan ini merupakan fase pengetahuan] ,  mengacu pada  pelatihan kontemplasi   melalui  enam  tahapan [bhumi]  yang  tidak murni dan juga melalui  tiga  tahapan [ bhumi]  yang murni [tahapan ini merupakan fase  kesadaran penuh], dan mengacu pada pelatihan yang telah  menyempurnakan  tahapan [bhumi]  karena aktivitas Buddha itu tanpa daya dan tanpa gangguan [ tahapan ini merupakan  fase  kesempurnaan transformasi.].

Kekurangan [cacat] , [akan terjadi] jika tidak ada  transformasi landasan dan terdiri dari empat aspek yakni  :  kekurangan dukungan dalam berhentinya  penderitaan , kekurangan dukungan dalam memasuki jalan [marga] , kekurangan dukungan dalam menyajikan istilah konvensional untuk seseorang yang telah mencapai nirvana  dan kekurangan dukungan dalam menyajikan istilah konvensional untuk untuk perbedaan antara ketiga jenis penggugahan.
Sedangkan  yang  berlawanan dengan empat aspek  dari  realisasi  kekurangan diatas,  karena  adanya transformasi landasan  ini , dikenal sebagai  manfaat  yang terdiri dari empat aspek.

Demikianlah pemahaman  mengenai sepuluh  aspek dalam merealisasikan  transformasi landasan .

Ketiadaan eksistensi dari fenomena ini seperti ilusi, mimpi, dan sebagainya sedangkan  landasan transformasi itu seperti ruang, emas, air, dan sebagainya.




Akhir dari  Perbedaan antara fenomena dan  esensi  fenomena  yang  disusun oleh  Yang Mulia Maitreya.  Diterjemahkan ke dalam bahasa Tibetan , diedit dan disempurnakan oleh  kepala vihara dari India yang bernama Pandita Santibhadra dan  editor , penerjemah besar yang telah ditasbihkan sebagai bhiksu yang bernama  : Tsaltrim Gyalwa. Risalah ini direvisi dan disempurnakan kembali oleh kepala  vihara  muda  dari Kashmir  yang bernama  pandita  Parahita dan editor , penerjemah besar yang telah ditasbihkan sebagai bhiksu yang bernama Gádor di ruang pelatihan diri  vihara Toling.

Risalah ini diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh Karma Jigme

Karma JIgme

Instagram