Pages

MA 68 - 大善見王 [ Mahāsudassana]

Demikianlah telah kudengar: 

Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Kusinārā, dengan tinggal di Hutan Sāla milik suku Malla di Upavattana.

Pada waktu itu Sang Bhagavā, yang akan mencapai nirvana akhir, berkata:

“Ānanda, pergilah ke pohon sāla kembar dan persiapkan sebuah tempat tidur untuk Sang Tathāgata di antara pohon itu dengan kepalanya menghadap ke utara. Sang Tathāgata akan mencapai nirvana akhir pada tengah malam.”

Mengikuti instruksi Sang Tathāgata, Yang Mulia Ānanda pergi ke pohon kembar itu dan menyiapkan sebuah tempat tidur untuk Sang Tathāgata, di antara pohon kembar itu dengan kepalanya menghadap ke utara. Setelah menyiapkan tempat tidur itu, ia kembali ke tempat di mana Sang Buddha berada. Setelah memberikan penghormatan dengan kepalanya pada kaki Sang Buddha, ia berdiri pada satu sisi dan berkata:

“Sang Bhagavā, aku telah menyiapkan sebuah tempat tidur untuk Sang Tathāgata di antara pohon kembar itu dengan kepalanya menghadap ke utara. Semoga Sang Bhagavā mengetahui waktu [yang tepat]!”

Kemudian Sang Bhagavā, bersama-sama dengan Yang Mulia Ānanda, mendekati tempat di antara pohon kembar itu. Beliau melipat jubah luarnya dalam empat lipatan dan menempatkannya pada tempat tidur itu, melipat jubah dalam untuk digunakan sebagai bantal, dan berbaring pada sisi kanannya, satu kaki di atas kakinya, siap untuk mencapai nirvana akhir. Pada waktu itu Yang Mulia Ānanda, dengan memegang sebuah kipas, sedang melayani Sang Buddha.

Yang Mulia Ānanda merangkapkan telapak tangannya [untuk menghormat] kepada Sang Budha dan berkata:

“Sang Bhagavā, terdapat juga kota-kota besar seperti Campā, Sāvatthī, Vesālī, Rājagaha, Benares, dan Kapilavatthu. Alih-alih mencapai nirvana akhir pada [salah satu dari] kota-kota ini, mengapa Sang Bhagavā [mencapai nirvana akhir] di kota kecil yang dibangun dengan lumpur ini, yang terkecil di antara semua kota ini?”

Kemudian Sang Bhagavā berkata:

“Ānanda, janganlah menyebut ini “kota kecil yang dibangun dengan lumpur, yang terkecil di antara semua kota.” Mengapa demikian? Pada masa lampau Kusinārā ini disebut “kota kerajaan Kusinārā.” Ia sangat kaya dan menyenangkan, dengan banyak penduduk. Ānanda, kota kerajaan Kusinārā dua belas liga panjangnya dan tujuh liga lebarnya. Ānanda, menara jaga yang telah dibangun setinggi satu orang, atau dua, tiga, empat, atau bahkan tujuh kali tinggi manusia.

“Ānanda, kota kerajaan Kusinārā dikelilingi pada semua sisi oleh tujuh buah parit, yang dibangun dari empat barang berharga: emas, perak, beril, dan kristal. Dasar dari masing-masing parit ditutupi dengan pasir dari empat barang berharga: emas, perak, beril, dan kristal. Ānanda, kota kerajaan Kusinārā dikeliling pada semua sisi oleh tujuh dinding yang juga dibangun dari empat barang berharga: emas, perak, beril, dan kristal.

“Ānanda, kota kerajaan Kusinārā dikelilingi oleh tujuh baris pohon palem yang terbuat dari empat barang berharga: emas, perak, beril, dan kristal. Pohon palem emas memiliki daun, bunga, dan buah perak. Pohon palem perak memiliki daun, bunga, dan buah emas. Pohon palem beril memiliki daun, bunga, dan buah kristal. Pohon palem kristal memiliki daun, bunga, dan buah kristal.

“Ānanda, di antara pohon-pohon palem terdapat kolam dengan berbagai bunga: kolam dengan seroja biru, kolam dengan seroja merah muda, kolam dengan seroja merah, dan kolam dengan seroja putih. Ānanda, tepi kolam seroja itu dibangun dari empat barang berharga: emas, perak, beril, dan kristal. Dasar dari masing-masing kolam ditutupi dengan pasir dari empat barang berharga: emas, perak, beril, dan kristal. Ānanda, kolam-kolam itu dilengkapi dengan tangga yang terbuat dari empat barang berharga: emas, perak, beril, dan kristal. Tangga emas memiliki anak tangga perak. Tangga perak memiliki anak tangga emas. Tangga beril memiliki anak tangga kristal. Tangga kristal memiliki anak tangga beril.

“Ānanda, kolam-kolam itu dikelilingi oleh pagar yang terbuat dari empat barang berharga: emas, perak, beril, dan kristal. Pagar emas memiliki perlengkapan perak. Pagar perak memiliki perlengkapan emas. Pagar beril memiliki perlengkapan kristal. Pagar kristal memiliki perlengkapan beril.

“Ānanda, kolam-kolam itu ditutupi dengan kanopi, di mana darinya tergantung lonceng yang terbuat dari empat barang berharga: emas, perak, beril, dan kristal. Lonceng emas memiliki anak lonceng perak. Lonceng perak memiliki anak lonceng emas. Lonceng beril memiliki anak lonceng kristal. Lonceng kristal memiliki anak lonceng beril. Ānanda, pada kolam-kolam itu tumbuh berbagai bunga air: seroja biru, seroja merah muda, seroja merah, dan seroja putih. Air dan bunga selalu ada, tidak dijaga, dan dapat dicapai semua orang.

“Ānanda, pada tepi kolam tumbuh berbagai bunga yang tumbuh di tanah: melati, melati berbunga besar, campaka, teratai putih, pohon madu, semak mutiara, dan bunga terompet.

“Ānanda, pada tepi kolam-kolam seroja terdapatt banyak wanita, dengan tubuh yang berkilauan, mulia dan murni, dengan kecantikan yang melampaui manusia, hampir seperti dewi. Penampilan mereka anggun, dan menyenangkan siapa pun yang melihatnya. Mereka dengan mewah dihiasi dengan banyak untaian permata. Mereka menjalankan kedermawan sesuai dengan apa yang dibutuhkan orang-orang, dengan menyediakan makanan dan minuman, pakaian dan selimut, kereta, tempat tinggal, kasur, selimut wol, pelayan, dan pelita—semua ini mereka berikan.

“Ānanda, daun-daun pohon palem, ketika digerakkan oleh angin, menghasilkan suara musik yang paling mengagumkan. Seperti halnya lima jenis musik yang dihasilkan oleh seorang musisi yang ahli, suara yang mengagumkan dan harmonis, Ānanda, demikianlah [suara] daun-daun pohon palem ketika digerakkan oleh angin. Ānanda, dalam kota Kusinārā, jika orang-orang kasar dari kasta rendah ingin mendengarkan lima jenis musik, mereka akan pergi ke pohon-pohon palem itu, semuanya memanjakan dan menikmati dirinya sendiri sampai puas.

“Ānanda, kota kerajaan Kusinārā tidak pernah bebas dari dua belas suara: suara gajah, suara kuda, suara kereta kuda, suara langkah kaki, suara kulit kerang yang ditiup, suara genderang, suara genderang belanga, suara genderang sisi, suara nyanyian, suara tarian, suara makan dan minum, dan suara pemberian yang bermurah hati.

“Ānanda, di kota Kusinārā hiduplah seorang raja bernama Mahāsudassana, seorang raja pemutar-roda, yang cerdas dan bijaksana, dilengkapi dengan armada pasukan berunsur empat untuk menguasai seluruh dunia, dengan bebas, seperti yang ia sukai. Sebagai seorang raja Dharma yang baik ia memiliki tujuh harta karun dan telah memiliki empat jenis keberhasilan. Apakah tujuh harta karun yang dimiliki Raja Mahāsudassana dan empat jenis keberhasilan yang telah ia peroleh? … (seperti yang dijelaskan di atas)—ini adalah tujuh harta karun dan empat jenis keberhasilan.

“Kemudian, Ānanda, para brahmana dan perumah tangga dalam kota kerajaan Kusinārā membawa banyak permata dan bahan berharga dan pergi menemui Raja Mahāsudassana, dengan berkata, “Yang mulia, di sini terdapat banyak permata dan bahan berharga. Semoga yang menerimanya demi belas kasih!” Raja Mahāsudassana berkata kepada para brahmana dan perumah tangga, “Aku tidak benar-benar membutuhkan apa yang kalian persembahkan, karena aku sendiri telah memiliki [cukup] barang-barang demikian.”

“Lagi, Ānanda, para raja dari delapan puluh empat ribu negeri kecil mendekati Raja Mahāsudassana, dengan berkata, “Yang mulia, kami ingin membangun sebuah istana untuk anda.” Raja Mahāsudassana berkata kepada para raja kecil ini, “Kalian ingin membangun sebuah istana untukku, tetapi aku tidak membutuhkannya, karena aku telah memiliki satu istana.” Para raja dari delapan puluh empat ribu negeri kecil semuanya mengangkat tangan mereka, merangkapkan telapak tangan bersama-sama [untuk menghormat] kepada [raja] dan berkata kedua dan ketiga kalinya. “Yang mulia, kami ingin membangun sebuah istana untuk anda. Kami ingin menbangun sebuah istana untuk anda.”

“Setelah itu, Raja Mahāsudassana menyetujui dengan tetap berdiam diri demi kepentingan delapan puluh ribu raja kecil itu. Kemudian para raja dari delapan puluh empat ribu negeri kecil itu, yang memahami bahwa Raja Mahāsudassana telah menyetujui dengan berdiam diri, memberikan penghormatan untuk meninggalkannya, mengelilinginya tiga kali, dan pergi. Kembali ke negeri mereka masing-masing, mereka memuat delapan puluh empat ribu kereta dengan beban emas, koin, dan harta karun yang ditempa dan tidak ditempa, dan tiang permata mereka masing-masing, dan mengangkutnya ke kota Kusinārā. Mereka membangun sebuah istana besar tidak jauh dari kota.

“Ānanda, istana besar itu satu liga panjangnya dan satu liga lebarnya. Ānanda, istana besar itu dibangun dari empat barang berharga: emas, perak, beril, dan kristal. Ānanda, istana besar itu dilengkapi dengan tangga yang terbuat dari empat barang berharga: emas, perak, beril, dan kristal. Tangga emas memiliki anak tangga perak. Tangga perak memiliki anak tangga emas. Tangga beril memiliki anak tangga kristal. Tangga kristal memiliki anak tangga beril.

“Ānanda, dalam istana besar itu terdapat delapan puluh empat ribu tiang yang terbuat dari empat barang berharga: emas, perak, beril, dan kristal. Tiang emas memiliki pokok dan dasar perak. Tiang perak memiliki pokok dan dasar emas. Tiang beril memiliki pokok dan dasar kristal. Tiang emas memiliki pokok dan dasar beril.

“Ānanda, istana besar itu dilengkapi dengan delapan puluh empat ribu tahta, yang juga terbuat dari empat barang berharga: emas, perak, beril, dan kristal. Bangunan emas dilengkapi dengan tahta perak, yang ditutupi dengan selimut wol, dihiasi dengan kain sutra dan brokat yang bagus, dengan seperai yang dilapisi dengan kapas, dan dengan bantal [yang terbuat dari] kulit rusa pada kedua ujungnya.

“Demikian juga, bangunan perak dilengkapi dengan tahta emas … Bangunan beril dilengkapi dengan tahta kristal … Bangunan kristal dilengkapi dengan tahta beril, yang ditutupi dengan selimut wol, dihiasi dengan kain sutra dan brokat yang bagus, dengan seperai yang dilapisi dengan kapas, dan dengan bantal [yang terbuat dari] kulit rusa pada kedua ujungnya.

“Ānanda, istana besar itu dikelilingi oleh pagar yang terbuat dari empat barang berharga: emas, perak, beril, dan kristal. Pagar emas memiliki perlengkapan perak. Pagar perak memiliki perlengkapan emas. Pagar beril memiliki perlengkapan kristal. Pagar kristal memiliki perlengkapan beril. Ānanda, istana besar itu ditutupi dengan kanopi, di mana darinya tergantung lonceng yang terbuat dari empat barang berharga: emas, perak, beril, dan kristal. Lonceng emas memiliki anak lonceng perak. Lonceng perak memiliki anak lonceng emas. Lonceng beril memiliki anak lonceng kristal. Lonceng kristal memiliki anak lonceng beril.

“Ānanda, ketika istana besar itu telah diselesaikan, para raja dari delapan puluh empat ribu negeri kecil membangun sebuah kolam bunga besar tak jauh dari istana. Ānanda, kolam bunga besar itu satu liga panjangnya dan satu liga lebarnya. Ānanda, kolam bunga besar dibangun dari empat barang berharga: emas, perak, beril, dan kristal. Dasarnya ditutupi dengan pasir dari empat barang berharga: emas, perak, beril, dan kristal.

“Ānanda, kolam bunga besar dilengkapi dengan tangga yang terbuat dari empat barang berharga: emas, perak, beril, dan kristal. Tangga emas memiliki anak tangga perak. Tangga perak memiliki anak tangga emas. Tangga beril memiliki anak tangga kristal. Tangga kristal memiliki anak tangga beril. Ānanda, kolam bunga besar dikelilingi oleh pagar yang terbuat dari empat barang berharga: emas, perak, beril, dan kristal. Pagar emas memiliki perlengkapan perak. Pagar perak memiliki perlengkapan emas. Pagar beril memiliki perlengkapan kristal. Pagar kristal memiliki perlengkapan beril.

“Ānanda, kolam bunga besar ditutupi dengan kanopi, di mana darinya tergantung lonceng yang terbuat dari empat barang berharga: emas, perak, beril, dan kristal. Lonceng emas memiliki anak lonceng perak. Lonceng perak memiliki anak lonceng emas. Lonceng beril memiliki anak lonceng kristal. Lonceng kristal memiliki anak lonceng beril. Ānanda, pada kolam bunga besar tumbuh berbagai bunga air: seroja biru, seroja merah muda, seroja merah, dan seroja putih. Air dan bunga selalu ada, [tetapi] dijaga dan tidak dapat dicapai semua orang.

“Ānanda, di tepi kolam bunga besar tumbuh berbagai bunga yang tumbuh di tanah: melati, melati berbunga besar, campaka, teratai putih, pohon madu, semak mutiara, dan bunga terompet. Kemudian, Ānanda, ketika istana besar dan kolam bunga besar telah diselesaikan, para raja dari delapan puluh empat ribu negeri kecil membangun sebuah hutan pohon palem, tidak jauh dari istana. Ānanda, hutan pohon palem satu liga panjangnya dan satu liga lebarnya.

“Ānanda, di hutan pohon palem terdapat delapan puluh empat ribu pohon palem yang terbuat dari empat barang berharga: emas, perak, beril, dan kristal. Pohon palem emas memiliki daun, bunga, dan buah perak. Pohon palem perak memiliki daun, bunga, dan buah emas. Pohon palem beril memiliki daun, bunga, dan buah kristal. Pohon palem kristal memiliki daun, bunga, dan buah kristal.

“Ānanda, hutan pohon palem dikelilingi oleh pagar yang terbuat dari empat barang berharga: emas, perak, beril, dan kristal. Pagar emas memiliki perlengkapan perak. Pagar perak memiliki perlengkapan emas. Pagar beril memiliki perlengkapan kristal. Pagar kristal memiliki perlengkapan beril.

“Ānanda, hutan pohon palem ditutupi dengan kanopi, di mana darinya tergantung lonceng yang terbuat dari empat barang berharga: emas, perak, beril, dan kristal. Lonceng emas memiliki anak lonceng perak. Lonceng perak memiliki anak lonceng emas. Lonceng beril memiliki anak lonceng kristal. Lonceng kristal memiliki anak lonceng beril.

“Ānanda, ketika istana besar, kolam bunga, dan hutan pohon palem telah diselesaikan, para raja dari delapan puluh empat ribu negeri kecil pergi bersama-sama menemui Raja Mahāsudassana dan berkata:

“Semoga yang mulia mengetahui bahwa istana besar, kolam bunga, dan hutan pohon palem semuanya telah diselesaikan! Mereka siap digunakan yang mulia.

“Kemudian, Ānanda, Raja Mahāsudassana berpikir:

“Aku tidak seharusnya menjadi yang pertama yang menaiki istana besar itu. Terdapat para pertapa dan brahmana yang sangat dihormati yang tinggal di kota kerajaan Kusinārā. Biarlah aku mengundang mereka semua untuk duduk bersama di istana besar ini. Aku akan memerintahkan makanan yang lezat, menakjubkan, lembut disiapkan, berbagai makanan yang kaya untuk dimakan, dikecap dan dicerna, dan menghidangkannya dengan tanganku sendiri, dengan memastikan setiap orang akan memakan bagiannya. Setelah selesai makan, peralatan telah dibersihkan, dan air untuk mencuci telah dipersembahkan, mereka akan dibubarkan dan diizinkan pulang.

“Ānanda, setelah berpikir demikian, Raja Mahāsudassana mengundang semua dari para pertapa dan brahmana yang sangat dihormati yang tinggal di kota kerajaan Kusinārā untuk menaiki istana besar. Setelah mempersilahkan mereka duduk, [raja] sendiri membawakan air untuk mencuci. Kemudian makanan yang lezat, menakjubkan, lembut dibawakan. Dan dengan tangannya sendiri ia menghidangkan berbagai makanan yang kaya untuk dimakan, dikecap, dan dicerna, dengan memastikan setiap orang memakan bagiannya. Setelah selesai makan, peralatan telah dibersihkan, dan air untuk mencuci telah dipersembahkan, [raja], setelah menerima pemberkahan, membubarkan mereka dan mengizinkan mereka pulang.

“Ānanda, Raja Mahāsudassana berpikir lagi:

“Adalah tidak pantas bagiku untuk terlibat dalam kesenangan indera di istana besar. Biarlah aku alih-alih membawa seorang pelayan dan naik ke istana besar dan berdiam di sana.

“Ānanda, Raja Mahāsudassana oleh sebab itu membawa seorang pelayan dan naik ke istana besar. Kemudian ia memasuki sebuah bangunan emas dan duduk pada sebuah dipan kerajaan perak, yang ditutupi dengan selimut wol, dihiasi dengan kain sutra dan brokat yang bagus, dengan seperai yang dilapisi dengan kapas, dan dengan bantal [yang terbuat dari] kulit rusa pada kedua ujungnya. Setelah duduk, terasing dari keinginan, terasing dari keadaan-keadaan tidak bermanfaat dan jahat, ia berdiam setelah mencapai jhāna pertama, yang disertai oleh awal dan kelangsungan pikiran, dengan sukacita dan kenikmatan yang lahir dari keterasingan.

“Ia keluar dari bangunan emas dan memasuki sebuah bangunan perak. Ia duduk di sebuah dipan kerajaan emas, yang ditutupi dengan selimut wol, dihiasi dengan kain sutra dan brokat yang bagus, dengan seperai yang dilapisi dengan kapas, dan dengan bantal [yang terbuat dari] kulit rusa pada kedua ujungnya. Setelah duduk, terasing dari keinginan, terpisah dari keadaan-keadaan tidak bermanfaat dan jahat, ia berdiam setelah mencapai jhāna pertama, yang disertai oleh awal dan kelangsungan pikiran, dengan sukacita dan kenikmatan yang lahir dari keterasingan.

“Ia keluar dari bangunan perak dan memasuki sebuah bangunan beril. Ia duduk di sebuah dipan kerajaan kristal, yang ditutupi dengan selimut wol, dihiasi dengan kain sutra dan brokat yang bagus, dengan seperai yang dilapisi dengan kapas, dan dengan bantal [yang terbuat dari] kulit rusa pada kedua ujungnya. Setelah duduk, terasing dari keinginan, terpisah dari keadaan-keadaan tidak bermanfaat dan jahat, ia berdiam setelah mencapai jhāna pertama, yang disertai oleh awal dan kelangsungan pikiran, dengan sukacita dan kenikmatan yang lahir dari keterasingan.

“Ia keluar dari bangunan perak dan memasuki sebuah bangunan kristal. Ia duduk di sebuah dipan kerajaan beril, yang ditutupi dengan selimut wol, dihiasi dengan kain sutra dan brokat yang bagus, dengan seperai yang dilapisi dengan kapas, dan dengan bantal [yang terbuat dari] kulit rusa pada kedua ujungnya. Setelah duduk, terasing dari keinginan, terpisah dari keadaan-keadaan tidak bermanfaat dan jahat, ia berdiam setelah mencapai jhāna pertama, yang disertai oleh awal dan kelangsungan pikiran, dengan sukacita dan kenikmatan yang lahir dari keterasingan.

“Pada waktu itu, Ānanda, delapan puluh empat ribu orang istri dan harta karun wanita tidak melihat Raja Mahāsudassana selama waktu yang lama, dan sangat ingin melihatnya. Oleh sebab itu, delapan puluh empat ribu orang istri mendekati harta karun dan berkata:

“Yang mulia, semoga engkau mengetahui bahwa kami tidak melihat raja besar selama waktu yang lama. Yang mulia, kami sekarang ingin [pergi dan] melihat raja besar bersama-sama.

“Setelah mendengar hal itu, harta karun wanita berkata kepada harta karun penasehat, “Semoga anda mengetahui bahwa kami tidak melihat raja besar selama waktu yang lama. Kami sekarang ingin pergi dan melihat beliau.”

“Ketika mendengar hal ini, harta karun penasehat menemani delapan puluh empat ribu orang istri [raja] dan harta karun wanita menuju istana besar. Mereka juga dikawal oleh delapan puluh empat ribu gajah, delapan puluh empat ribu kuda, delapan puluh empat ribu kereta, delapan puluh empat ribu pasukan pejalan kaki, delapan puluh empat ribu raja kecil. Ketika mereka mendekat, mereka menghasilkan suatu kegaduhan yang hebat, yang bergema [ke semua sekelilingnya]. Raja Mahāsudassana mendengar kegaduhan yang hebat itu, yang bergema [ke semua sekelilingnya].

“Mendengarnya, ia bertanya kepada pelayan pada sisinya, “Siapakah yang membuat kegaduhan yang hebat itu, yang bergema [ke semua sekelilingnya]?”

“Pelayan itu menjawab:

“Yang mulia, kegaduhan itu dibuat oleh delapan puluh empat ribu istri anda dan harta karun wanita, yang semuanya datang ke istana besar; delapan puluh empat ribu gajah, delapan puluh empat ribu kuda, delapan puluh empat ribu kereta, delapan puluh empat ribu pasukan pejalan kaki, dan delapan puluh empat ribu raja kecil juga datang bersama-sama ke istana besar; akibatnya terdapat kegaduhan yang hebat ini, yang bergema [ke semua sekelilingnya].

“Ketika mendengar hal ini, Raja Mahāsudassana berkata kepada pelayan itu, “Turunlah dari istana segera dan langsung siapkan sebuah dipan emas di luar pintu. Kembalilah dan beritahukan aku ketika ini selesai.”

“Mengikuti perintah ini, pelayan itu turun dari istana dan langsung menyiapkan sebuah dipan emas di luar pintu. Ketika ia telah selesai, ia kembali dan berkata, “Aku telah selesai menyiapkan sebuah dipan emas di luar pintu untuk yang mulia. Ia siap digunakan yang mulia.” Kemudian, Ānanda, Raja Mahāsudassana, ditemani oleh pelayan itu, turun dari istana dan duduk bersila di dipan emas.

“Kemudian, Ānanda, delapan puluh empat ribu istri Raja Mahāsudassana dan harta karun wanita semuanya maju menemuinya. Ānanda, Raja Mahāsudassana melihat delapan puluh empat ribu istrinya dan harta karun wanita dari kejauhan. Setelah melihat mereka, ia dengan cepat mengendalikan indera-inderanya. Kemudian, setelah melihat bahwa raja telah mengendalikan indera-inderanya, delapan puluh empat ribu istrinya dan harta karun wanita berpikir, “Yang mulia pasti tidak membutuhkan kami. Mengapa demikian? Yang mulia mengendalikan indera-inderanya segera ketika ia melihat kami.”

“Setelah itu, Ānanda, harta karun wanita mendekati Raja Mahāsudassana. Setelah tiba, ia berkata:

“Semoga yang mulia mengetahui bahwa delapan puluh empat ribu istri dan harta karun wanita ini semuanya milik yang mulia! Semoga yang mulia selalu perhatian kepada kami, sampai meninggal! Delapan puluh empat ribu gajah, delapan puluh empat ribu kuda, delapan puluh empat ribu kereta, delapan puluh empat ribu pasukan pejalan kaki, dan delapan puluh empat ribu raja kecil semuanya milik yang mulia. Semoga yang mulia selalu perhatian kepada kami, sampai meninggal!

“Kemudian, setelah mendengarkan perkataan itu, Raja Mahāsudassana berkata kepada harta karun wanita:

“Saudari, kalian semua telah lama mendorongku ke jalan yang jahat dan bukan ke jalan berlatih cinta-kasih. Saudari, sejak saat ini sampai seterusnya kalian semua seharusnya mendorongku ke jalan berlatih cinta-kasih dan bukan ke jalan yang jahat.

“Ānanda, delapan puluh empat ribu istri dan harta karun wanita berdiri pada satu sisi, menangis dan meratap dengan dukacita, dan berkata, “Kami bukan saudari yang mulia, tetapi sekarang beliau memanggil kami saudari.”

“Ānanda, delapan puluh empat ribu istri dan harta karun wanita itu masing-masing mengusap air mata mereka dengan pakaian mereka. Mereka mendekati lebih dekat Raja Mahāsudassana. Setelah tiba di sana, mereka berkata, “Yang mulia, bagaimanakah seharusnya kami mendorong anda ke jalan berlatih cinta-kasih dan bukan ke jalan yang jahat?”

“Raja Mahāsudassana menjawab:

“Saudari, demi kepentinganku kalian seharusnya berkata demikian:

“Apakah yang mulia mengetahui bahwa seorang manusia memiliki masa kehidupan yang sangat pendek dan akan segera meninggal menuju kehidupan berikutnya? Seseorang seharusnya berlatih kehidupan suci, karena apa pun yang terlahir tunduk pada kelenyapan. Semoga yang mulia mengetahui hal ini: akan datang fenomena yang tidak diinginkan ataupun tidak menyenangkan dan yang menghancurkan semua hal di dunia, yaitu kematian.

“Oleh karena itu, jika yang mulia memiliki kerinduan atau keinginan apa pun terhadap delapan puluh empat ribu istri dan harta karun wanita, semoga yang mulia sepenuhnya meninggalkan dan melepaskannya, dan tidak pernah memiliki kerinduan demikian lagi, sampai meninggal! Jika yang mulia memiliki kerinduan atau keinginan apa pun terhadap delapan puluh empat ribu gajah, delapan puluh empat ribu kuda, delapan puluh empat ribu kereta, delapan puluh empat ribu pasukan pejalan kaki, dan delapan puluh empat ribu raja kecil, semoga yang mulia sepenuhnya meninggalkan dan melepaskannya, dan tidak pernah memiliki kerinduan demikian lagi, sampai meninggal!

“Demikianlah, saudari, kalian seharusnya mendorongku untuk berlatih cinta-kasih dan tidak menyebabkan[ku] untuk melakukan kejahatan.

“Ānanda, delapan puluh empat ribu istri dan harta karun wanita itu berkata:

“Yang mulia, sejak saat ini sampai seterusnya kami akan mendorong yang mulia untuk berlatih cinta-kasih dan tidak menyebabkan anda melakukan kejahatan. Yang mulia, seorang manusia memiliki masa kehidupan yang sangat pendek dan segera akan meninggal menuju kehidupan berikutnya. Akan datang fenomena yang tidak diinginkan ataupun tidak disukai dan yang menghancurkan semua hal di dunia, yaitu kematian.

“Oleh karena itu, jika yang mulia memiliki kerinduan atau keinginan apa pun terhadap delapan puluh empat ribu istri dan harta karun wanita, semoga yang mulia sepenuhnya meninggalkan dan melepaskannya, dan tidak pernah memiliki kerinduan demikian lagi, sampai meninggal! Jika yang mulia memiliki kerinduan atau keinginan apa pun terhadap delapan puluh empat ribu gajah, delapan puluh empat ribu kuda, delapan puluh empat ribu kereta, delapan puluh empat ribu pasukan pejalan kaki, dan delapan puluh empat ribu raja kecil, semoga yang mulia sepenuhnya meninggalkan dan melepaskannya, dan tidak pernah memiliki kerinduan demikian lagi, sampai meninggal!

“Ānanda, Raja Mahāsudassana mengajarkan Dharma kepada delapan puluh empat ribu istri dan harta karun wanita, dengan menasehati, mendorong, dan menggembirakan mereka. Setelah dengan tak terhitung cara terampil mengajarkan mereka Dharma, setelah menasehati, mendorong, dan menggembirakan mereka, ia membubarkan mereka dan mengizinkan mereka untuk kembali. Ānanda, memahami bahwa Raja Mahāsudassana telah membubarkan mereka, delapan puluh empat ribu istri dan harta karun wanita masing-masing memberikan penghormatan kepadanya dan pulang.

“Ānanda, tak lama setelah delapan puluh empat ribu istri dan harta karun wanita pergi, Raja Mahāsudassana naik ke istana besar bersama dengan pelayannya. Kemudian ia memasuki sebuah bangunan emas dan duduk pada sebuah dipan kerajaan perak, yang ditutupi dengan selimut wol, dilapisi denan kain brokat dan sutra yang bagus, dengan seperai yang dilapisi dengan kapas, dan dengan bantal [yang terbuat dari] kulit rusa pada kedua ujungnya.

“Setelah duduk, ia merenungkan demikian:

“Aku mengakhiri pikiran keinginan, pikiran kemarahan, pikiran kedengkian, perselisihan, kebencian, ucapan menyanjung yang berlebihan, munafik, menipu, dan ucapan salah. Tak terhitung keadaan jahat dan tidak bermanfaat akan berakhir.

“Ia [kemudian] berdiam meliputi satu arah dengan pikiran yang dipenuhi dengan cinta-kasih, demikian juga arah kedua, ketiga, keempat, empat arah di antaranya, atas dan bawah, dengan meliputi semuanya. Bebas dari belenggu atau kebencian, tanpa kebencian atau perselisihan, ia berdiam meliputi seluruh dunia [dengan pikiran yang] tak terbatas, mulia, tak terukur, dan berkembang dengan baik.

“Ia keluar dari bangunan emas dan selanjut memasuki sebuah bangunan perak. Ia duduk pada sebuah dipan kerajaan emas, yang ditutupi dengan selimut wol, dilapisi denan kain brokat dan sutra yang bagus, dengan seperai yang dilapisi dengan kapas, dan dengan bantal [yang terbuat dari] kulit rusa pada kedua ujungnya. Setelah duduk, ia merenungkan demikian:

“Aku mengakhiri pikiran keinginan, pikiran kemarahan, pikiran kedengkian, perselisihan, kebencian, ucapan menyanjung yang berlebihan, munafik, menipu, dan ucapan salah. Tak terhitung keadaan jahat dan tidak bermanfaat akan berakhir.

“Ia [kemudian] berdiam meliputi satu arah dengan pikiran yang dipenuhi dengan belas kasih, demikian juga arah kedua, ketiga, keempat, empat arah di antaranya, atas dan bawah, dengan meliputi semuanya. Bebas dari belenggu atau kebencian, tanpa kebencian atau perselisihan, ia berdiam meliputi seluruh dunia [dengan pikiran yang] tak terbatas, mulia, tak terukur, dan berkembang dengan baik.

“Ia keluar dari bangunan perak dan memasuki sebuah bangunan beril. Ia duduk pada sebuah dipan kerajaan kristal, yang ditutupi dengan selimut wol, dilapisi denan kain brokat dan sutra yang bagus, dengan seperai yang dilapisi dengan kapas, dan dengan bantal [yang terbuat dari] kulit rusa pada kedua ujungnya. Setelah duduk, ia merenungkan demikian:

“Aku mengakhiri pikiran keinginan, pikiran kemarahan, pikiran kedengkian, perselisihan, kebencian, ucapan menyanjung yang berlebihan, munafik, menipu, dan ucapan salah. Tak terhitung keadaan jahat dan tidak bermanfaat akan berakhir.

“Ia [kemudian] berdiam meliputi satu arah dengan pikiran yang dipenuhi dengan kegembiraan empatik, demikian juga arah kedua, ketiga, keempat, empat arah di antaranya, atas dan bawah, dengan meliputi semuanya. Bebas dari belenggu atau kebencian, tanpa kebencian atau perselisihan, ia berdiam meliputi seluruh dunia [dengan pikiran yang] tak terbatas, mulia, tak terukur, dan berkembang dengan baik.

“Ia keluar dari bangunan beril dan memasuki sebuah bangunan kristal. Ia duduk pada sebuah dipan kerajaan kristal, yang ditutupi dengan selimut wol, dilapisi denan kain brokat dan sutra yang bagus, dengan seperai yang dilapisi dengan kapas, dan dengan bantal [yang terbuat dari] kulit rusa pada kedua ujungnya. Setelah duduk, ia merenungkan demikian:

“Aku mengakhiri pikiran keinginan, pikiran kemarahan, pikiran kedengkian, perselisihan, kebencian, ucapan menyanjung yang berlebihan, munafik, menipu, dan ucapan salah. Tak terhitung keadaan jahat dan tidak bermanfaat akan berakhir.

“Ia [kemudian] berdiam meliputi satu arah dengan pikiran yang dipenuhi dengan keseimbangan, demikian juga arah kedua, ketiga, keempat, empat arah di antaranya, atas dan bawah, dengan meliputi semuanya. Bebas dari belenggu atau kebencian, tanpa kebencian atau perselisihan, ia berdiam meliputi seluruh dunia [dengan pikiran yang] tak terbatas, mulia, tak terukur, dan berkembang dengan baik.

“Ānanda, [hanya] sedikit kesakitan kematian muncul dalam diri Raja Mahāsudassana pada saat terakhirnya. Seperti halnya sedikit penderitaan dapat muncul dalam diri seorang perumah tangga atau putra perumah tangga setelah makan makanan yang mengagumkan, demikian juga hanya sedikit kesakitan kematian muncul dalam diri Raja Mahāsudassana pada saat terakhirnya.

“Ānanda, pada waktu itu Raja Mahāsudassana, setelah berlatih empat kediaman luhur dan setelah meninggalkan kerinduan dan keinginan, meninggal dunia dan, setelah kematian, terlahir kembali di alam Brahmā. Ānanda, apakah engkau menganggap Raja Mahāsudassana pada masa lampau adalah orang lain [selain diriku]? Janganlah berpikir demikian. Engkau seharusnya mengetahui bahwa ia adalah diriku.

“Ānanda, pada waktu itu aku memberi manfaat bagi diriku sendiri, memberi manfaat bagi orang lain, dan memberi manfaat bagi banyak orang. Aku memiliki belas kasih terhadap seluruh dunia dan aku mencari kesejahteraan, manfaat, kedamaian, dan kebahagiaan untuk para dewa dan manusia. Ajaran yang kuberikan pada waktu itu tidak membawa pada yang tertinggi, bukan kemurnian tertinggi, bukan kehidupan suci tertinggi, bukan penyelesaian tertinggi kehidupan suci. Tidak memenuhi kehidupan suci, aku pada waktu itu tidak bebas dari kelahiran, usia tua, penyakit, kematian, dukacita, dan kesengsaraan, dan aku tidak dapat mencapai pembebasan dari semua penderitaan.

“Ānanda, aku sekarang telah muncul di dunia ini sebagai seorang Tathāgata, bebas dari kemelekatan, tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan dan perilaku, seorang Yang Pergi-dengan-baik, pengenal dunia, pemimpin tiada bandingnya dari orang-orang yang dijinakkan, guru para dewa dan manusia, seorang Buddha, Yang Beruntung.

“Aku sekarang memberi manfaat bagi diriku sendiri, memberi manfaat bagi orang lain, memberi manfaat bagi banyak semua orang. Aku memiliki belas kasih terhadap seluruh dunia, dan aku mencari kesejahteraan, manfaat, kedamaian, dan kebahagiaan untuk para dewa dan manusia. Ajaran Dharma-ku sekarang mencapai pemenuhan, aku telah memenuhi pemurnianku, memenuhi kehidupan suci. Setelah memenuhi kehidupan suci, aku sekarang bebas dari kelahiran, usia tua, penyakit, kematian, dukacita, dan kesengsaraan. Aku sekarang telah mencapai pembebasan dari semua penderitaan.

“Ānanda, di Kusinārā, di Hutan Sāla milik suku Malla di Upavattana, di tepi Sungai Nerañjarā, di tepi Sungai Vaggumudā, di tempat pemujaan Makuṭabandhana, di tempat di mana sebuah dipan telah dipersiapkan untukku—di tempat-tempat ini aku telah meninggalkan tubuh tujuh kali: enam kali sebagai seorang raja pemutar-roda, dan sekarang pada [kesempatan] ketujuh sebagai seorang Tathāgata, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna.

“Ānanda, aku tidak melihat tempat di dunia ini dengan para dewa, Māra, Brahmā, para pertapa, dan brahmana, dari para dewa sampai manusia, di mana aku akan meninggalkan tubuh lagi. Itu adalah tidak mungkin [lagi], Ānanda. Ini adalah kelahiran terakhirku, kehidupan terakhirku, tubuh terakhirku, bentuk terakhirku, ini adalah akhir bagiku. Aku katakan: “Ini adalah akhir penderitaan.”

Ini adalah apa yang dikatakan Sang Buddha. Setelah mendengarkan perkataan Sang Buddha, Yang Mulia Ānanda dan para bhikkhu bergembira dan mengingatnya dengan baik.

Karma JIgme

Instagram