Pages

MA 67 - 大天捺林 [Hutan Mangga Mahādeva]

Demikianlah telah kudengar:

Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di negeri Videha bersama-sama dengan sekumpulan besar para bhikkhu. Mereka mendekati Mithilā dan berdiam di Hutan Mangga Mahādeva. Pada kesempatan itu, ketika dalam perjalanan, Sang Bhagavā tersenyum dengan bahagia.

Yang Mulia Ānanda, ketika melihat senyum Sang Bhagavā, merangkap telapak tangannya [untuk menghormat[ kepada Sang Buddha dan berkata:

“Sang Bhagavā, apakah alasannya atas senyum ini? Para Tathāgata, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, tidak tersenyum sembarangan, tanpa alasan. Semoga aku mendengar makna [dari senyum ini].”

Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya:

“Ānanda, pada masa lampau yang jauh, pada masa yang berbeda, terdapat di Hutan Mangga ini di Mithilā seorang raja bernama Mahādeva. Ia adalah seorang raja pemutar-roda, yang cerdas dan bijaksana, dilengkapi dengan armada pasukan berunsur empat untuk menguasai seluruh dunia, dengan bebas, seperti yang ia sukai. Menjadi seorang raja Dharma yang baik, ia memiliki tujuh harta karun dan memperoleh empat jenis keberhasilan.

“Ānanda, apakah tujuh harta karun yang dimiliki Raja Mahādeva? Mereka adalah harta karun roda, harta karun gajah, harta karun kuda, harta karun permata, harta karun wanita, harta karun pelayan, dan harta karun penasehat—ini adalah tujuh hal itu.

“Ānanda, apakah yang disebut sebagai harta karun roda milik Raja Mahādeva? Ānanda, pada suatu ketika saat hari kelimabelas dari [setengah] bulan, waktu untuk membacakan aturan disiplin, setelah mandi, Raja Mahādeva naik ke aula utama. [Kemudian] harta karun roda surgawi muncul, datang dari timur. Ia memiliki seribu jeruji, sempurna dalam setiap seginya, murni dan alamiah, bukan buatan manusia, berwarna seperti nyala api, cemerlang dan bersinar.

“Ketika melihatnya, Raja Mahādeva bergembira dan bahagia, dengan berpikir dalam hati:

“Roda yang menguntungkan telah muncul! Roda yang mengagumkan telah muncul! Aku mendengar dari orang-orang zaman dahulu demikian: jika seorang raja khattiya yang dinobatkan sepatutnya, pada hari kelimabelas dari [setengah] bulan, waktu untuk membacakan aturan disiplin, setelah mandi, naik ke aula utama, dan harta karun roda surgawi muncul, datang dari timur, dengan seribu jeruji, sempurna dalam setiap seginya, murni dan alamiah, bukan buatan manusia, berwarna seperti nyala api, cemerlang dan bersinar, maka ia akan menjadi seorang raja pemutar-roda. Tidakkah aku akan menjadi seorang raja pemutar-roda?

“Ānanda, pada masa lampau, ketika Raja Mahādeva ingin menguji untuk dirinya sendiri harta karun roda surgawi, ia mengumpulkan armada pasukannya yang berunsur empat, yaitu pasukan gajah, pasukan berkuda, pasukan kereta, dan pasukan pejalan kaki. Setelah mengumpulkan armada pasukannya yang berunsur empat, ia mendekati harta karun roda surgawi. Ia menempatkan tangan kirinya pada roda itu dan memutarnya dengan tangan kanannya, dengan berkata [kepada armada pasukannya yang berunsur empat]: “Ikutilah harta karun roda surgawi! Ikutilah harta karun roda surgawi ke mana pun ia pergi!”

“Ānanda, harta karun roda surgawi berputar dan bergerak menuju arah timur dan Raja Mahādeva sendiri mengikutinya, bersama-sama dengan armada pasukan berunsur empat. Ke mana pun harta karun roda surgawi berhenti, di sana Raja Mahādeva membuat tempat kediaman dengan armada pasukannya yang berunsur empat.

“Kemudian para raja dari negeri-negeri kecil di timur semuanya mendekati Raja Mahādeva dan berkata:

“Selamat datang, yang mulia! Yang mulia, tanah-tanah ini, yang sangat luas, kaya, menyenangkan, dan dengan banyak penduduk, semuanya milik yang mulia. Semoga yang mulia mengajarkan mereka Dharma! Kami akan membantu yang mulia.

“Setelah itu Raja Mahādeva berkata kepada para raja kecil itu:

“Kalian masing-masing seharusnya menguasai wilayahnya sendiri dengan Dharma, bukan oleh apa yang bertentangan dengan Dharma. Biarlah negeri kalian bebas dari perbuatan-perbuatan jahat dan dari orang-orang yang berperilaku tidak murni!

“Ānanda, harta karun roda surgawi melalui arah timur dan menyeberangi samudera sebelah timur. Kemudian ia berbalik ke arah selatan … ke arah timur … ke arah utara ….

“Ānanda, ketika harta karun roda surgawi berputar dan bergerak, Raja Mahādeva sendiri mengikutinya, bersama-sama dengan armada pasukannya yang berunsur empat. Ke mana pun harta karun roda surgawi berhenti, di sana Raja Mahādeva membuat tempat kediaman dengan armada pasukannya yang berunsur. Kemudian para raja dari negeri-negeri kecil di utara semuanya mendekati Raja Mahādeva dan berkata:

“Selamat datang, yang mulia! Yang mulia, tanah-tanah ini, yang sangat luas, kaya, menyenangkan, dan dengan banyak penduduk, semuanya milik yang mulia. Semoga yang mulia mengajarkan mereka Dharma! Kami akan membantu yang mulia.

“Setelah itu Raja Mahādeva berkata kepada para raja kecil itu:

“Kalian masing-masing seharusnya menguasai wilayahnya sendiri dengan Dharma, bukan oleh apa yang bertentangan dengan Dharma. Biarlah negeri kalian bebas dari perbuatan-perbuatan jahat dan dari orang-orang yang berperilaku tidak murni!

“Ānanda, harta karun roda surgawi melalui arah utara dan menyeberangi samudera sebelah utara. Kemudian ia dengan cepat kembali ke titik keberangkatannya di ibukota kerajaan. Ketika Raja Mahādeva sedang duduk di aula utama mengurusi harta kekayaannya, harta karun roda surgawi tetap berada di angkasa. Demikianlah yang disebut harta karun roda surgawi milik Raja Mahādeva.

“Ānanda, apakah yang disebut harta karun gajah milik Raja Mahādeva? Ānanda, pada suatu ketika harta karun gajah muncul kepada Raja Mahādeva. Gajah itu sepenuhnya putih dan memiliki tujuh anggota tubuh. Gajah itu bernama Usabha. Setelah melihatnya, Raja Mahādeva bergembira dan bahagia, [dengan berpikir:] “Jika ia dapat dijinakkan, biarlah ia dibuat sepenuhnya baik dan jinak.” Setelah itu, Ānanda, Raja Mahādeva berkata kepada pelatih gajahnya: “Cepatlah menjinakkan gajah itu dan buatlah ia sepenuhnya terlatih dengan baik. Datanglah dan laporkan kepadaku ketika gajah itu telah terlatih.”

“Kemudian, mengikuti perintah raja, pelatih gajah itu mendekati harta karun gajah, dengan cepat mengendalikan harta karun gajah, dan membuatnya sepenuhnya terlatih dengan baik. Pada waktu harta karun gajah sepenuhnya terkendali dan dijinakkan, dan dengan cepat menjadi terlatih dengan baik. Seperti halnya pada masa lampau seekor gajah bagus dengan masa kehidupan tak terhitung ratusan dan ribuan tahun telah sepenuhnya terkendali dan dijinakkan dan dengan cepat menjadi terlatih dengan baik selama tak terhitung ratusan dan ribuan tahun, demikian juga harta karun gajah sepenuhnya terkendali dan dijinakkan dan dengan cepat menjadi terlatih dengan baik.

“Ānanda, pada waktu itu pelatih gajah itu, setelah dengan cepat mengendalikan harta karun gajah, membuatnya sepenuhnya terlatih dengan baik. Dan setelah melatih harta karun gajah, ia mendekati Raja Mahādeva dan berkata: “Semoga yang mulia mengetahui bahwa aku telah sepenuhnya mengendalikan dan menjinakkan harta karun gajah dan ia telah terlatih. Ia siap digunakan yang mulia.”

“Ānanda, pada masa lampau, ketika Raja Mahādeva menguji harta karun gajah, ia mendekati harta karun gajah pada pagi hari ketika matahari terbit. Menunggangi harta karun gajah, ia melakukan perjalanan ke seluruh negeri sampai sejauh lautan, kemudian dengan cepat kembali ke titik keberangkatannya di ibukota kerajaan. Demikianlah yang disebut harta karun gajah putih milik Raja Mahādeva.

“Ānanda, apakah yang disebut sebagai harta karun kuda milik Raja Mahādeva? Ānanda, pada suatu ketika harta karun kuda muncul kepada Raja Mahādeva. Harta karun kuda sepenuhnya berwarna biru tua, dengan kepala bagaikan seekor burung gagak, dengan tubuhnya dihiasi dengan rambut, dan bernama “Raja Kuda-berambut”. Melihatnya, Raja Mahādeva bergembira dan bahagia, [dengan berpikir:] “Jika ia dapat dijinakkan, biarlah ia dibuat sepenuhnya baik dan jinak.” Setelah itu, Ānanda, Raja Mahādeva berkata kepada pelatih kudanya: “Cepatlah menjinakkan kuda itu dan buatlah ia sepenuhnya terlatih dengan baik. Datanglah dan laporkan kepadaku ketika kuda itu telah terlatih.”

“Kemudian, mengikuti perintah raja, pelatih gajah itu mendekati harta karun kuda, dengan cepat mengendalikan harta karun kuda, dan membuatnya sepenuhnya terlatih dengan baik. Pada waktu itu harta karun gajah sepenuhnya terkendali dan dijinakkan, dan dengan cepat menjadi terlatih dengan baik. Seperti halnya pada masa lampau seekor kuda bagus dengan masa kehidupan tak terhitung ratusan dan ribuan tahun telah sepenuhnya terkendali dan dijinakkan dan dengan cepat menjadi terlatih dengan baik selama tak terhitung ratusan dan ribuan tahun, demikian juga harta karun kuda sepenuhnya terkendali dan dijinakkan dan dengan cepat menjadi terlatih dengan baik.

“Ānanda, pada waktu pelatih kuda itu, setelah dengan cepat mengendalikan harta karun kuda, membuatnya terlatih dengan baik. Dan setelah melatih harta karun kuda, ia mendekati Raja Mahādeva dan berkata: “Semoga yang mulia mengetahui bahwa aku telah sepenuhnya mengendalikan dan menjinakkan harta karun kuda dan ia telah terlatih dengan baik. Ia siap digunakan yang mulia.” Ānanda, pada masa lampau, ketika Raja Mahādeva menguji harta karun kuda, ia mendekati harta karun kuda pada pagi hari ketika matahari terbit. Menunggangi harta karun kuda, ia melakukan perjalanan ke seluruh negeri sampai sejauh lautan, kemudian dengan cepat kembali ke titik keberangkatan di ibukota kerajaan. Demikianlah yang disebut harta karun kuda biru tua milik Raja Mahādeva.

“Ānanda, apakah yang disebut harta karun permata milik Raja Mahādeva? Ānanda, pada suatu ketika harta karun permata muncul kepada Raja Mahādeva. Harta karun permata itu cemerlang dan murni, alamiah, bukan buatan, bersegi delapan, tanpa cacat apa pun, sangat mengkilap, dan diikat pada seutas benang dari lima warna, yaitu, biru, kuning, merah, putih, dan hitam. Ānanda, pada waktu itu Raja Mahādeva ingin sebuah pelita menerangi aula bagian dalam dari istananya, maka ia menggunakan harta karun permata.

“Ānanda, pada masa lampau, ketika Raja Mahādeva menguji harta karun permatanya, ia mengumpulkan armada pasukannya yang berunsur empat, yaitu, pasukan gajah, pasukan berkuda, pasukan kereta, dan pasukan pejalan kaki. Armada pasukan berunsur empat telah berkumpul, pada kegelapan malam sebuah bendera tinggi didirikan, permata itu ditempatkan pada puncaknya, dan ia dibawa ke taman hiburan. Kecemerlangan permata menyinari armada pasukan berunsur empat, dan cahayanya menjangkau wilayah seluas setengah liga ke arah mana pun. Demikianlah yang disebut harta karun permata cemerlang milik Raja Mahādeva.

“Ānanda, apakah yang disebut sebagai harta karun wanita milik Raja Mahādeva? Ānanda, pada suatu ketika harta karun wanita muncul kepada Raja Mahādeva. Harta karun wanita memiliki tubuh yang berkilauan, mulia dan murni, dengan kecantikan yang melampaui manusia, hampir seperti seorang dewi. Penampilannya anggun, dan siapa pun yang melihatnya akan senang. Dari mulutnya memancarkan bau harum seroja biru, dan dari pori-pori tubuhnya memancarkan bau harum kayu cendana. Tubuhnya hangat pada musim dingin dan dingin pada musim panas. Wanita ini dengan tulus melayani raja, kata-katanya menyenangkan, dan perilakunya gesit, cerdas, dan bijaksana. Ia bergembira dalam melakukan kebaikan. Ia perhatian terhadap raja dan selalu terikat padanya dalam pikiran, tidak menyebutkan perbuatan jasmani dan ucapannya. Demikianlah yang disebut harta karun wanita cantik milik Raja Mahādeva.

“Ānanda, apakah [yang disebut sebagai] harta karun pelayan milik Raja Mahādeva? Ānanda, pada suatu ketika harta karun pelayan muncul kepada Raja Mahādeva. Harta karun pelayan sangat kaya, dengan tak terhitung kekayaan, dan memiliki berlimpah-limpah semua jenis hewan ternak, tanah, dan manor. Ia diberkahi dengan berbagai cara dengan akibat perbuatan berjasa, dan oleh karenanya memperoleh mata dewa. Ia melihat semua ruang harta karun, [dengan mengetahui] apakah mereka kosong atau tidak, dijaga atau tidak. Ia melihat timbunan emas, timbunan koin, harta karun yang ditempa dan harta karun yang tidak ditempa. Ānanda, harta karun pelayan mendekati Raja Mahādeva dan berkata: “Jika yang mulia ingin memiliki timbunan emas dan koin, mohon jangan khawatir. Aku akan mengetahui waktu [yang tepat].”

“Ānanda, pada masa lampau, ketika Raja Mahādeva menguji harta karun pelayan, ia menaiki sebuah kapal, yang ditarik ke Sungai Gangga, dan berkata: “Pelayan, aku ingin memiliki timbunan emas dan koin.” Pelayan itu berkata: “Semoga yang mulia memerintahkan kapal ditarik ke pantai!” Kemudian Raja Mahādeva berkata, “Pelayan, aku ingin memiliki mereka di sini! Aku ingin memiliki mereka di sini!” Pelayan itu berkata: “Maka semoga yang mulia memerintahkan kapal berhenti!”

“Kemudian, Ānanda, harta karun pelayan berpindah ke depan kapal. Dengan berlutut dan menggapai dengan tangannya, ia menarik keluar empat peti simpanan dari dalam air, sebuah peti [yang dipenuhi] dengan emas, sebuah peti dengan koin, sebuah peti dengan [harta karun] yang ditempa, sebuah peti dengan [harta karun] yang tidak ditempa. Ia berkata: “Semoga yang mulia melakukan [apa pun] terhadap mereka seperti yang beliau inginkan! Timbunan emas dan koin siap digunakan yang mulia. Setelah anda menggunakannya, sisanya akan kembali ke dalam air.” Demikianlah yang disebut harta karun pelayan milik Raja Mahādeva.

“Ānanda, apakah [yang disebut] harta karun penasehat milik Raja Mahādeva? Ānanda, pada suatu ketika harta karun penasehat muncul kepada Raja Mahādeva. Harta karun penasehat adalah cerdas, bijaksana, pandai berbicara, berpengetahuan, dan [mampu] membedakan [baik dan buruk]. Untuk Raja Mahādeva harta karun penasehat mengembangkan [kebijakan-kebijakan untuk] manfaat generasi yang akan datang dan mendorong perdamaian dan kestabilan untuk mereka. Ia merencanakan untuk manfaat generasi sekarang dan yang akan datang dan mendorong perdamaian dan kestabilan untuk mereka.

“Untuk Raja Mahādeva harta karun penasehat mengumpulkan dan membubarkan armada pasukan seperti yang diinginkan raja. Ia berkeinginan mencegah armada pasukan Raja Mahādeva yang berunsur empat menjadi kelelahan dan bertujuan membantu. Ia melakukan hal yang sama sehubungan dengan para pejabat. Demikianlah yang disebut harta karun penasehat milik Raja Mahādeva. Ini, Ānanda, disebut sebagai tujuh harta karun yang dimiliki Raja Mahādeva.

“Ānanda, apakah empat jenis keberhasilan yang diperoleh Raja Mahādeva? Raja Mahādeva memiliki masa kehidupan yang sangat panjang. Sebagai pangeran, ia bermain permainan selama delapan puluh empat ribu tahun. Ia adalah raja sebuah negeri kecil selama delapan puluh empat ribu tahun, dan raja sebuah negeri besar selama delapan puluh empat ribu tahun. [Kemudian,] setelah mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning, meninggalkan rumah demi keyakinan dan pergi meninggalkan keduniawian, ia berlatih kehidupan suci selama delapan puluh empat ribu tahun. Sebagai pertapa kerajaan, ia berlatih kehidupan suci, dengan berdiam di sini di Mithilā di Hutan Mangga Mahādeva.

“Ānanda, bahwa Raja Raja Mahādeva memiliki masa kehidupan yang sangat panjang; [bahwa] sebagai pangeran, ia bermain permainan selama delapan puluh empat ribu tahun; [bahwa] ia adalah raja sebuah negeri kecil selama delapan puluh empat ribu tahun, dan raja sebuah negeri besar selama delapan puluh empat ribu tahun; [bahwa] setelah mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning, meninggalkan rumah demi keyakinan dan pergi meninggalkan keduniawian, ia berlatih kehidupan suci selama delapan puluh empat ribu tahun; [bahwa] sebagai pertapa kerajaan, ia berlatih kehidupan suci, dengan berdiam di sini di Mithilā di Hutan Mangga Mahādeva—ini disebut sebagai jenis pertama keberhasilan Raja Mahādeva.

“Lagi, Ānanda, Raja Mahādeva bebas dari penyakit, ia diberkahi dengan pencernaan yang baik, [pencernaannya menjadi] tidak [terlalu] dingin ataupun [terlalu] panas, nyaman dan tidak menyebabkan sakit, sehingga apa pun yang ia makan dan minum dengan baik dicerna. Ānanda, bahwa Raja Mahādeva bebas dari penyakit, bahwa ia mengembangkan perilaku makan yang seimbang, [ia makan hal-hal] yang tidak terlalu panas ataupun terlalu dingin, nyaman dan menyenangkan, sehingga apa pun yang ia makan dan minum dengan baik dicerna—ini disebut sebagai jenis kedua keberhasilan Raja Mahādeva.

“Lagi, Ānanda, Raja Mahādeva memiliki tubuh yang berkilauan, mulia dan murni, dengan kegagahan yang melampaui manusia biasa, hampir seperti seorang dewa. Ia anggun dan tampan, sehingga siapa pun yang melihatnya merasa senang. Ānanda, bahwa Raja Mahādeva memiliki tubuh yang berkilauan, segar dan cerah, dengan kegagahan yang melampaui manusia, hampir seperti seorang dewa, sehingga siapa pun yang melihatnya merasa senang—ini disebut sebagai jenis ketiga keberhasilan Raja Mahādeva.

“Lagi, Ānanda, Raja Mahādeva selalu memiliki pikiran kasih sayang kepada para brahmana dan perumah tangga, seperti halnya seorang ayah memikirkan anak-anaknya; dan para brahmana dan perumah tangga, juga, sangat menghormati Raja Mahādeva, seperti halnya anak-anak menghormati ayah mereka. Ānanda, suatu ketika di taman hiburannya, Raja Mahādeva berkata kepada kusirnya, “Berkendaralah dengan perlahan. Aku ingin melihat para brahmana dan perumah tangga lebih lama.” Para brahmana dan perumah tangga, juga, berkata kepada kusir mereka, “Berkendaralah dengan perlahan. Kami ingin melihat Raja Mahādeva lebih lama.”

“Lagi, Ānanda, bahwa Raja Mahādeva selalu memiliki pikiran kasih sayang kepada para brahmana dan perumah tangga, seperti halnya seorang ayah memikirkan anak-anaknya; dan para brahmana dan perumah tangga, juga, sangat menghormati Raja Mahādeva, seperti halnya anak-anak menghormati ayah mereka—ini disebut sebagai jenis keempat keberhasilan Raja Mahādeva.

“Ānanda, beberapa waktu kemudian Raja Mahādeva berkata kepada tukang cukurnya, “Jika engkau melihat uban tumbuh pada kepalaku, maka beritahukanlah aku.” Setelah itu, setelah beberapa waktu, ketika mencuci kepala raja, tukang cukur itu melihat bahwa beberapa uban telah tumbuh. Mengikuti perintah raja, ketika melihatnya ia berkata: “Semoga yang mulia mengetahui bahwa para utusan surgawi telah tiba! Uban tumbuh pada kepala anda.” Raja Mahādeva berkata kepada tukang cukurnya, “Cabutlah uban itu pelan-pelan dengan penjepit emas dan taruhlah pada tanganku!”

“Kemudian, mengikuti perintah raja, tukang cukur itu mencabut uban itu dengan pelan-pelan dengan penjepit emas dan menaruhnya pada tangan raja. Ānanda, dengan memegang uban itu di tangannya, Raja Mahādeva berkata dalam syair:

Uban tumbuh pada kepalaku.
Kehidupanku akan berkurang.
Para utusan surgawi telah datang.
Inilah waktunya bagiku untuk berlatih sang jalan.

“Ānanda, setelah melihat uban, Raja Mahādeva berkata kepada putra mahkota:

“Putra mahkota, engkau seharusnya mengetahui bahwa para utusan surgawi telah datang; uban tumbuh pada kepalaku. Putra mahkota, aku telah menikmati kesenangan-kesenangan duniawi. Sekarang aku akan mencari kesenangan-kesenangan surgawi. Putra mahkota, aku ingin mencukur rambut dan janggut, mengenakan jubah kuning, meninggalkan rumah demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan.

“Putra mahkota, aku sekarang mempercayakan kepadamu keempat benua dunia. Engkau harus berkuasa dengan Dharma, bukan dengan apa yang bertentangan dengan Dharma. Semoga kerajaan bebas dari perbuatan-perbuatan jahat dan dari orang-orang dengan perilaku tidak murni! Kemudian, putra mahkota, ketika para utusan surgawi tiba dan engkau melihat uban telah tumbuh pada kepalamu, maka engkau seharusnya mempercayakan urusan kerajaan kepada putra mahkotamu dan mengajarnya dengan baik. Setelah mempercayakan kerajaan kepada putra mahkotamu, engkau juga seharusnya mencukur rambut dan janggutmu, meninggalkan rumah demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan.

“Putra mahkota, aku sekarang meneruskan kepadamu Dharma yang diturunkan ini. Demikian juga, engkau seharusnya selanjutnya meneruskan Dharma yang diturunkan ini. Janganlah membiarkan orang-orang jatuh ke dalam ekstrem-ekstrem! Putra mahkota, apakah yang kumaksud dengan mengatakan: “Aku sekarang meneruskan kepadamu Dharma yang diturunkan ini. Demikian juga, engkau seharusnya selanjutnya meneruskan Dharma yang diturunkan ini. Janganlah membiarkan orang-orang jatuh ke dalam ekstrem-ekstrem!”? Putra mahkota, jika di negeri ini penurunan Dharma ini terputus dan tidak lagi berlanjut, ini disebut sebagai “membiarkan orang-orang jatuh ke dalam ekstrem-ekstrem.”

“Karena alasan ini, putra mahkota, aku sekarang meneruskan [Dharma ini] kepadamu. Putra mahkota, seperti aku telah meneruskan Dharma yang diturunkan ini, engkau seharusnya selanjutnya meneruskan Dharma yang diturunkan ini. Janganlah membiarkan orang-orang jatuh ke dalam ekstrem-ekstrem!

“Ānanda, setelah mempercayakan urusan kerajaan kepada putra mahkota dan mengajarnya dengan baik, Raja Mahādeva mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning, meninggalkan rumah demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan. Sebagai pertapa kerajaan, ia berlatih kehidupan suci, dengan berdiam di sini di Mithilā, di Hutan Mangga Raja Mahādeva.

“[Putra mahkota] juga menjadi seorang raja pemutar-roda, yang memiliki tujuh harta karun, dan memperoleh empat jenis keberhasilan. Apakah tujuh harta karun yang ia miliki dan empat jenis keberhasilan yang ia peroleh? … (seperti yang dijelaskan di atas) … Ini adalah tujuh harta karun dan empat jenis keberhasilan.

“Ānanda, kemudian, raja pemutar-roda dengan sama berkata kepada tukang cukurnya: “Jika engkau melihat uban tumbuh pada kepalaku, maka beritahukanlah aku!” Kemudian, setelah beberapa waktu, ketika sedang mencuci kepala raja, tukang cukur itu melihat bahwa beberapa uban telah tumbuh. Mengikuti perintah raja, ketika melihatnya ia berkata: “Semoga yang mulia mengetahui bahwa para utusan surgawi telah tiba! Uban telah tumbuh pada kepala anda!”

“Raja pemutar-roda berkata kepada tukang cukurnya: “Cabutlah uban itu pelan-pelan dengan penjepit emas dan taruhlah pada tanganku!” Kemudian, mengikut perintah raja, tukang cukur itu mencabut uban itu pelan-pelan dengan penjepit emas dan menaruhnya pada tangan raja.

“Ānanda, ketika memegang uban itu pada tangannya, raja pemutar-roda berkata dalam syair:

Uban tumbuh pada kepalaku.
Kehidupanku akan berkurang.
Para utusan surgawi telah datang.
Inilah waktunya bagiku untuk berlatih sang jalan.

“Ānanda, setelah melihat uban, raja pemutar-roda berkata kepada putra mahkotanya:

“Putra mahkota, engkau seharusnya mengetahui bahwa para utusan surgawi telah datang; uban tumbuh pada kepalaku. Putra mahkota, aku telah menikmati kesenangan-kesenangan duniawi. Sekarang aku akan mencari kesenangan-kesenangan surgawi. Putra mahkota, aku ingin mencukur rambut dan janggutku, mengenakan jubah kuning, meninggalkan rumah demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan.

“Putra mahkota, aku sekarang mempercayakan kepadamu keempat benua dunia. Engkau harus berkuasa dengan Dharma, bukan dengan apa yang bertentangan dengan Dharma. Semoga kerajaan bebas dari perbuatan-perbuatan jahat dan dari orang-orang dengan perilaku tidak murni! Kemudian, putra mahkota, ketika para utusan surgawi tiba dan engkau melihat uban telah tumbuh pada kepalamu, maka engkau seharusnya mempercayakan urusan kerajaan kepada putra mahkotamu dan mengajarnya dengan baik. Setelah mempercayakan kerajaan kepada putra mahkotamu, engkau juga seharusnya mencukur rambut dan janggut, meninggalkan rumah demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan.

“Putra mahkota, aku sekarang meneruskan kepadamu Dharma yang diturunkan ini. Demikian juga, engkau seharusnya selanjutnya meneruskan Dharma yang diturunkan ini. Janganlah membiarkan orang-orang jatuh ke dalam ekstrem-ekstrem! Putra mahkota, apakah yang kumaksud dengan mengatakan: “Aku sekarang meneruskan kepadamu Dharma yang diturunkan ini. Demikian juga, engkau seharusnya selanjutnya meneruskan Dharma yang diturunkan ini. Janganlah membiarkan orang-orang jatuh ke dalam ekstrem-ekstrem!”? Putra mahkota, jika di negeri ini penurunan Dharma ini terputus dan tidak lagi berlanjut, ini disebut sebagai “membiarkan orang-orang jatuh ke dalam ekstrem-ekstrem.”

“Karena alasan ini, putra mahkota, aku sekarang meneruskan [Dharma ini] kepadamu. Putra mahkota, seperti aku telah meneruskan Dharma yang diturunkan ini, engkau seharusnya selanjutnya meneruskan Dharma yang diturunkan ini. Janganlah membiarkan orang-orang jatuh ke dalam ekstrem-ekstrem!

“Ānanda, setelah mempercayakan urusan kerajaan kepada putra mahkota dan mengajarnya dengan baik, raja pemutar-roda mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning, meninggalkan rumah demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan. Sebagai pertapa kerajaan, ia berlatih kehidupan suci, dengan berdiam di sini di Mithilā, di Hutan Mangga Raja Mahādeva. Demikianlah, Ānanda, dari anak ke anak, dari cucu ke cucu, dari generasi ke generasi, dari tradisi ke tradisi, delapan puluh empat ribu raja pemutar-roda berturut-turut mencukur rambut dan janggut mereka, mengenakan jubah kuning, meninggalkan rumah demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan. Sebagai pertapa kerajaan, mereka berlatih kehidupan suci, dengan berdiam di sini di Mithilā, di Hutan Mangga Raja Mahādeva. Yang terakhir dari para raja itu, bernama Nimi, adalah seorang raja Dharma yang baik, yang berlatih Dharma sesuai dengan Dharma.

“Ia mengadakan perayaan Dharma demi kepentingan putra mahkota, ratu, para selir, para pembantu, para pengikut, para pertapa, para brahmana dan [semua makhluk hidup] termasuk semut, pada hari kedelapan dan keempat belas dan kelima belas setiap [setengah] bulan, ketika ia menjalan kedermawan, menyediakan mereka yang membutuhkan, para pertapa dan brahmana, [serta] mereka yang dalam kemiskinan, mereka yang tanpa sanak saudara, dan para pengemis dari jauh, dengan makanan dan minuman, pakaian dan selimut, kereta, kalungan bunga, bunga yang ditaburkan, wewangian, tempat tinggal, kasur, selimut wol, syal, para pelayan, dan pelita.

“Pada waktu itu, para dewa tiga-puluh-tiga, yang sedang duduk bersama di Aula Sudhamma, memuji Raja Nimi demikian:

“Teman-teman, orang-orang Videha diberkahi dengan manfaat besar dan jasa besar. Mengapa demikian? Yang terakhir [dari] para raja [mereka], bernama Nimi, adalah seorang raja Dharma yang baik yang berlatih Dharma sesuai dengan Dharma. Ia mengadakan perayaan Dharma demi kepentingan putra mahkota, ratu, para selir, para pembantu, para pengikut, para pertapa, para brahmana dan [semua makhluk hidup] termasuk semut, pada hari kedelapan dan keempat belas dan kelima belas setiap [setengah] bulan, ketika ia menjalan kedermawan, menyediakan mereka yang membutuhkan, para pertapa dan brahmana, [serta] mereka yang dalam kemiskinan, mereka yang tanpa sanak saudara, dan para pengemis dari jauh, dengan makanan dan minuman, pakaian dan selimut, kereta, kalungan bunga, bunga yang ditaburkan, wewangian, tempat tinggal, kasur, selimut wol, syal, para pelayan, dan pelita.

“Pada waktu itu Sakka, raja para dewa, juga berada di antara mereka. Kemudian Sakka, raja para dewa, berkata kepada para dewa tiga-puluh-tiga, “Teman-teman, apakah kalian ingin melihat Raja Nimi di sini juga?”

“Para dewa tiga-puluh-tiga menjawab, “Kosiya, kami ingin melihat Raja Nimi di sini juga?”

“Pada waktu itu, secepat seorang yang kuat dapat membengkokkan atau merentangkan tangannya, Sakka langsung lenyap dari suga tiga-puluh-tiga dan tiba di istana Raja Nimi.

“Di sana, setelah melihat Sakka, raja para dewa, Raja Nimi bertanya, “Siapakah engkau?”

“Sakka menjawab, “Raja besar, apakah engkau telah mendengar tentang Sakka, raja para dewa?”

“Ia menjawab, “Ya, aku telah mendengar tentang Sakka.”

“Sakka berkata:

“Aku adalah dia. Raja besar, engkau diberkahi dengan manfaat besar dan jasa besar. Mengapa demikian? Para dewa tiga-puluh-tiga duduk bersama di Aula Sudhamma karena dirimu dan memujimu, dengan berseru: “Teman-teman, orang-orang Videha diberkahi dengan manfaat besar dan jasa besar. Mengapa demikian? Yang terakhir [dari] para raja [mereka], bernama Nimi, adalah seorang raja Dharma yang baik yang berlatih Dharma sesuai dengan Dharma. Ia mengadakan perayaan Dharma demi kepentingan putra mahkota, ratu, para selir, para pembantu, para pengikut, para pertapa, para brahmana dan [semua makhluk hidup] termasuk semut, pada hari kedelapan dan keempat belas dan kelima belas setiap [setengah] bulan, ketika ia menjalan kedermawan, menyediakan mereka yang membutuhkan, para pertapa dan brahmana, [serta] mereka yang dalam kemiskinan, mereka yang tanpa sanak saudara, dan para pengemis dari jauh, dengan makanan dan minuman, pakaian dan selimut, kereta, kalungan bunga, bunga yang ditaburkan, wewangian, tempat tinggal, kasur, selimut wol, syal, para pelayan, dan pelita.”

“Raja besar, apakah engkau ingin melihat para dewa tiga-puluh-tiga?

“Ia menjawab, “Aku ingin melihat mereka.”

“Sakka berkata kepada Raja Nimi:

“Aku akan kembali ke surga[ku] dan memerintahkan persiapan sebuah kereta yang ditarik oleh seribu ekor gajah. Raja besar dapat menaiki kereta itu dan menikmati perjalanan ketika naik ke surga.

“Kemudian Raja Nimi menyatakan persetujuan kepada Sakka, raja para dewa, dengan tetap berdiam diri. Sakka, yang memahami bahwa Raja Nimi telah menyetujui dengan tetap berdiam diri, secepat seorang yang kuat dapat membengkokkan atau merentangkan tangannya, langsung lenyap dari istana Raja Nimi dan kembali ke surga tiga-puluh-tiga.

“Setelah tiba, Sakka berkata kepada kusir:

“Cepat siapkan sebuah kereta yang ditarik oleh seribu ekor gajah dan pergilah untuk menjemput Raja Nimi. Setelah tiba, engkau harus berkata: “Raja besar, semoga anda mengetahui bahwa Sakka, raja para dewa, telah mengutus kereta yang ditarik seribu ekor gajah ini untuk menjemputmu! Semoga anda menaiki kereta ini dan menikmati perjalanan ketika naik ke surga!” Setelah raja telah menaiki kereta, engkau harus bertanya: “Melalui jalan mana anda ingin aku membawamu: melalui jalan di mana para pelaku kejahatan mengalami akibat kejahatannya atau melalui jalan di mana para pelaku kebaikan mengalami akibat kebaikannya?”

“Setelah itu, mengikuti perintah Sakka, kusir itu menyiapkan sebuah kereta yang ditarik oleh seribu ekor gajah dan pergi menemui Raja Nimi. Setelah tiba di sana, ia berkata:

“Raja besar, semoga anda mengetahui bahwa Sakka, raja para dewa, telah mengutus kereta yang ditarik seribu ekor gajah ini untuk menjemputmu! Semoga anda menaiki kereta ini dan menikmati perjalanan ketika naik ke surga!

“Kemudian, setelah Raja Nimi telah menaiki kereta, kusir itu berkata kepada raja lagi:

“Melalui jalan mana anda ingin aku membawamu: melalui jalan di mana para pelaku kejahatan mengalami akibat kejahatannya atau melalui jalan di mana para pelaku kebaikan mengalami akibat kebaikannya?

“Kemudian Raja Nimi berkata kepada kusir itu:

“Engkau dapat membawaku di antara kedua jalan: [jalan di mana] para pelaku kejahatan mengalami akibat kejahatannya dan [jalan di mana] pelaku kebaikan mengalami akibat kebaikannya.

“Maka kusir itu membawa raja di antara kedua jalan: [jalan di mana] para pelaku kejahatan mengalami akibat kejahatannya dan [jalan di mana] pelaku kebaikan mengalami akibat kebaikannya.

“Kemudian para dewa tiga-puluh-tiga melihat Raja Nimi datang dari kejauhan. Melihatnya, mereka memujinya, [dengan berkata:] “Selama datang, raja besar! Selamat datang, raja besar! Semoga engkau berdiam bersama-sama dengan para dewa tiga-puluh-tiga dan menikmati dirimu sendiri!”

“Kemudian Raja Nimi berkata kepada para dewa tiga-puluh-tiga dalam syair:

Seperti halnya mengendarai sebuah kereta yang dipinjamkan,
Sebuah kendaraan yang diperoleh sementara,
Demikianlah tempat ini;
Yaitu, ia milik orang lain.
Aku akan kembali ke Mithilā,
[Di mana] aku akan melakukan tak terukur kebaikan,
Karena ini akan mengakibatkan kelahiran kembali di surga.
Berbuat jasa adalah persyaratan [untuk terlahir kembali di surga].

“Ānanda, apakah engkau menganggap Raja Mahādeva pada masa lampau sebagai orang lain [selain diriku]? Janganlah berpikir seperti ini! Engkau seharusnya mengetahui bahwa ia adalah aku.

“Ānanda, pada masa lampau aku dan delapan puluh empat ribu raja pemutar-roda yang diturunkan dariku secara bergantian—dari anak ke anak, dari cucu ke cucu, dari generasi ke generasi—mencukur rambut dan janggut, mengenakan jubah kuning, meninggalkan rumah demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan. Sebagai pertapa kerajaan, kami berlatih kehidupan suci dengan berdiam di sini di Mithilā di Hutan Mangga Raja Mahādeva.

“Ānanda, pada waktu itu aku memberi manfaat bagi diriku sendiri, memberi manfaat bagi orang lain, dan memberi manfaat bagi banyak orang. Aku memiliki belas kasih terhadap seluruh dunia dan aku mencari kesejahteraan, manfaat, kedamaian dan kebahagiaan untuk para dewa dan manusia. Ajaran yang kuberikan tidak membawa pada yang tertinggi, bukan kemurnian tertinggi, bukan kehidupan suci tertinggi, bukan penyelesaian tertinggi kehidupan suci. Tidak memenuhi kehidupan suci, aku pada waktu itu tidak bebas dari kelahiran, usia tua, penyakit, kematian, dukacita, dan kesengsaraan, dan aku tidak dapat mencapai pembebasan dari semua penderitaan.

“Ānanda, aku sekarang telah muncul di dunia ini sebagai seorang Tathāgata, bebas dari kemelekatan, tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan dan perilaku, seorang Yang Pergi-dengan-baik, pengenal dunia, pemimpin tiada bandingnya dari orang-orang yang dijinakkan, guru para dewa dan manusia, seorang Buddha, Yang Beruntung.

“Aku sekarang memberi manfaat bagi diriku sendiri, memberi manfaat bagi orang lain, memberi manfaat bagi banyak orang. Aku memiliki belas kasih terhadap seluruh dunia, dan aku mencari kesejahteraan, manfaat, kedamaian, dan kebahagiaan untuk para dewa dan manusia. Ajaran Dharma-ku sekarang mencapai pemenuhan. Aku telah memenuh pemurnianku, memenuhi kehidupan suci. Setelah memenuhi kehidupan suci, aku bebas dari kelahiran, usia tua, penyakit, kematian, dukacita, dan kesengsaraan. Aku sekarang telah mencapai pembebasan dari semua penderitaan.

“Ānanda, aku sekarang meneruskan kepadamu Dharma yang diturunkan. Demikian juga, engkau seharusnya selanjutnya meneruskan Dharma yang diturunkan ini. Janganlah membiarkan silsilah Buddha terputus! Apakah Dharma yang diturunkan ini yang sekarang kuteruskan kepadamu, Dharma yang diturunkan ini yang seharusnya engkau teruskan selanjutnya, dengan tidak membiarkan silsilah Buddha terputus? Ānanda, ini adalah jalan mulia berunsur delapan yang terdiri dari pandangan benar … (dan seterusnya sampai dengan) … konsentrasi benar. Ini, Ānanda, adalah Dharma yang diturunkan yang kuteruskan kepadamu, Dharma yang diturunkan yang seharusnya engkau teruskan selanjutnya, dengan tidak membiarkan silsilah Buddha terputus.”

Ini adalah apa yang dikatakan Sang Buddha.

Setelah mendengarkan perkataan Sang Buddha, Yang Mulia Ānanda dan para bhikkhu [lainnya] bergembira dan mengingatnya dengan baik.


Karma JIgme

Instagram