Pages

MA 33 - 侍者[ Pelayan]

Demikianlah telah kudengar: 
[
Pada suatu ketika, Sang Buddha sedang berdiam di Rājagaha. Pada waktu itu, para bhikkhu senior dan siswa utama yang terkemuka, sangat dihormati, dan dimuliakan, seperti Yang Mulia Koṇḍañña; Yang Mulia Assaji; Yang Mulia Bhaddhiya, raja Sakya [sebelumnya]; Yang Mulia Mahānāma, orang Koliya; Yang Mulia Vappa; Yang Mulia Yasa; Yang Mulia Puṇṇa; Yang Mulia Vimala; Yang Mulia Qiehepoti; Yang Mulia Xutuoye; Yang Mulia Sāriputta; Yang Mulia Anuruddha; Yang Mulia Nanda; Yang Mulia Kimbila; Yang Mulia Revata; Yang Mulia Mahā Moggallāna; Yang Mulia Mahā Kassapa; Yang Mulia Mahā Koṭṭhita; Yang Mulia Mahā Cunda; Yang Mulia Mahā Kaccāyana; Yang Mulia Sesepuh Binnoujiatuniao; Yang Mulia Sesepuh Yasa, penerbit mata uang; dan para bhikhu senior dan siswa utama lainya yang demikian terkemuka, sangat dihormati, dan dimuliakan yang juga berdiam di Rājagaha, yang berdiam di dekat gubuk daun Sang Buddha.

Pada waktu itu, Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:

“Aku sudah tua sekarang. Tubuhku mulai merosot dan masa kehidupanku akan berakhir. Aku memerlukan seorang pelayan. Kalian semua pertimbangkanlah hal ini dan anjurkanlah seorang pelayan, seseorang yang akan mengurus kebutuhan sehari-hariku dengan tepat dan yang akan menerima ajaranku tanpa kehilangan maknanya.”

Lalu, Yang Mulia Koṇḍañña bangkit dari tempat duduknya, mengatur jubahnya sehingga memperlihatkan satu bahu dan, dengan menyatukan telapak tangannya [untuk menghormat] kepada Sang Buddha, berkata: “Sang Bhagavā, aku berharap untuk mengurus kebutuhan sehari-hari anda dengan tepat dan menerima ajaranmu tanpa kehilangan maknanya.”

Sang Bhagavā berkata:

“Koṇḍañña, engkau sendiri sudah tua. Tubuhmu [juga] mulai merosot dan masa kehidupanmu akan berakhir. Engkau sendiri memerlukan seorang pelayan. Koṇḍañña, engkau dapat kembali ke tempat dudukmu.”

Lalu Yang Mulia Koṇḍañña memberikan penghormatan pada kaki Sang Buddha dan kembali ke tempat duduknya.

Dengan cara ini, Yang Mulia Assaji; Yang Mulia Bhaddhiya, raja Sakya [sebelumnya]; Yang Mulia Mahānāma, orang Koliya; Yang Mulia Vappa; Yang Mulia Yasa; Yang Mulia Puṇṇa; Yang Mulia Vimala; Yang Mulia Qiehepoti; Yang Mulia Xutuoye; Yang Mulia Sāriputta; Yang Mulia Anuruddha; Yang Mulia Nanda; Yang Mulia Kimbila; Yang Mulia Revata; Yang Mulia Mahā Moggallāna; Yang Mulia Mahā Kassapa; Yang Mulia Mahā Koṭṭhita; Yang Mulia Mahā Cunda; Yang Mulia Mahā Kaccāyana; Yang Mulia Sesepuh Binnoujiatuniao; Yang Mulia Sesepuh Yasa, penerbit mata uang—[masing-masing bergiliran] bangkit dari tempat duduknya, mengatur jubahnya sehingga memperlihatkan satu bahu dan, dengan menyatukan telapak tangannya [untuk menghormat] Sang Buddha, berkata: “Sang Bhagavā, aku berharap untuk mengurus kebutuhan sehari-hari anda dengan tepat dan menerima ajaranmu tanpa kehilangan maknanya.”

Sang Bhagavā berkata [kepada masing-masing dari mereka, dan akhirnya kepada Yasa]:

“Yasa, engkau sendiri sudah tua. Tubuhmu [juga] mulai merosot dan masa kehidupanmu akan berakhir. Engkau sendiri memerlukan seorang pelayan. Yasa, engkau dapat kembali ke tempat dudukmu.”

Lalu Yang Mulia Yasa memberikan penghormatan pada kaki Sang Buddha dan kembali ke tempat duduknya.

Pada waktu itu, Yang Mulia Mahā Moggallāna, yang berada di antara perkumpulan itu, berpikir:

“Siapakah yang diharapkan Sang Bhagavā agar menjadi pelayannya? Bhikkhu manakah yang beliau maksudkan untuk dipilih mengurus beliau dengan tepat, dan menerima ajaran tanpa kehilangan maknanya? Biarlah aku memasuki konsentrasi sedemikian sehingga aku [dapat] menyelidiki pikiran para bhikkkhu dalam perkumpulan.”

Kemudian Yang Mulia Mahā Moggallāna memasuki konsentrasi sedemikian sehingga ia [dapat] menyelidiki pikiran para bhikkhu dalam perkumpulan itu. Ia kemudian mengetahui bahwa Sang Bhagavā berharap agar Yang Mulia Ānanda menjadi pelayannya. Keinginan beliau adalah untuk memilih Ānanda guna mengurus kebutuhan sehari-harinya dengan tepat dan menerima ajarannya tanpa kehilangan maknanya. Kemudian Yang Mulia Mahā Moggallāna keluar dari konsentrasi dan berkata kepada para bhikkhu dalam perkumpulan itu:

“Teman-teman yang mulia, apakah engkau mengetahui hal ini? Sang Bhagavā berharap agar Yang Mulia Ānanda menjadi pelayannya. Keinginan beliau adalah untuk memilih Ānanda guna mengurus kebutuhan sehari-harinya dengan tepat dan menerima ajarannya tanpa kehilangan maknanya. Teman-teman yang mulia, kita seharusnya sekarang bersama-sama mendekati Yang Mulia Ānanda dan membujuknya menjadi pelayan Sang Bhagavā.”

Kemudian Yang Mulia Mahā Moggallāna bersama-sama dengan para bhikkhu lainnya mendekati Yang Mulia Ānanda. Setelah bertukar salam ramah-tamah, mereka duduk pada satu sisi. Kemudian, setelah duduk, Yang Mulia Mahā Moggallāna berkata:

“Yang Mulia Ānanda, apakah engkau mengetahui hal ini? Sang Buddha berharap agar engkau menjadi pelayannya. Keinginan beliau adalah untuk memilih engkau guna mengurus kebutuhan sehari-harinya dengan tepat dan menerima ajarannya tanpa kehilangan maknanya.

“Ānanda, seakan-akan jika terdapat, tidak jauh dari sebuah desa, sebuah aula beratap segitiga dengan sebuah menara pengawas dan sebuah jendela yang terbuka menghadap ke timur; cahaya matahari saat fajar akan menyinari dinding baratnya. Hal yang sama, teman Ānanda, Sang Bhagavā berharap agar engkau menjadi pelayannya. Keinginan beliau adalah: “Semoga Ānanda mengurus kebutuhan sehari-hariku dengan tepat dan menerima ajaranku tanpa kehilangan maknanya.” Teman Ānanda, semoga engkau sekarang menjadi pelayan Sang Bhagavā!”

Yang Mulia Ānanda menjawab:

“Yang Mulia Mahā Moggallāna, aku tidak berani menjadi pelayan Sang Bhagavā. Mengapa demikian? Sulit sesungguhnya untuk melayani seorang Buddha, seorang Bhagavā, dengan kata lain, untuk menjadi pelayan beliau. Yang Mulia Mahā Moggallāna, seakan-akan terdapat seekor gajah kerajaan yang besar, berusia enam puluh tahun penuh, agung, kuat, dengan gading yang lengkap dan tubuh penuh kekuatan; sungguh sulit untuk mendekatinya, dengan kata lain, untuk menjadi penjaganya. Sama halnya, Yang Mulia Mahā Moggallāna, dengan seorang Tathāgata, yang bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna; sungguh sulit untuk duduk dekat beliau, dengan kata lain, untuk menjadi pelayannya. Yang Mulia Mahā Moggallāna, inilah mengapa aku tidak [berani untuk] menjadi pelayan [Sang Bhagavā].”

Yang Mulia Mahā Moggallāna menjawab:

“Teman Ānanda, dengarkanlah selagi aku memberitahukanmu suatu perumpamaan. Orang bijaksana, ketika mendengar suatu perumpamaan, memahami maksudnya. Teman Ānanda, bagaikan bunga kumpulan pohon banyan, yang muncul di dunia pada waktunya. Teman Ānanda, Sang Tathāgata, yang bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, seperti ini juga telah muncul di dunia pada waktunya. [Oleh sebab itu], teman Ānanda, cepatlah menjadi pelayan Sang Bhagavā, dan engkau, [Ānanda dari] [keluarga] Gotama, akan memperoleh buah besar.”

Yang Mulia Ānanda menjawab:

“Yang Mulia Mahā Moggallāna, jika Sang Bhagavā menganugerahkanku tiga permintaan, aku akan menjadi pelayan Sang Buddha. Apakah tiga hal itu? [Pertama,] aku tidak ingin memakai jubah, baru atau lama, yang [akan diberikan] kepada Sang Buddha. [Kedua,] aku tidak ingin [memakan] makanan yang dipersiapkan secara khusus untuk Sang Buddha. [Ketiga,] aku tidak ingin menemui Sang Buddha pada waktu yang tidak tepat.

“Yang Mulia Mahā Moggallāna, jika Sang Bhagavā menganugerahkanku tiga permintaan ini, aku akan menjadi pelayan Sang Buddha.”

Kemudian, setelah membujuk Yang Mulia Ānanda agar menjadi pelayan Sang Buddha, Yang Mulia Mahā Moggallāna bangkit dari tempat duduknya, mengelilingi Yang Mulia Ānanda, dan kembali. [Ia] mendekati Sang Buddha. Setelah memberikan penghormatan dengan kepalanya pada kaki Sang Buddha dan duduk pada satu sisi, ia berkata:

“Sang Bhagavā, aku telah membujuk teman Ānanda yang mulia untuk menjadi pelayan Sang Buddha. Sang Bhagavā, teman Ānanda yang mulia meminta Sang Buddha menganugerahkannya tiga permintaan. Apakah tiga hal itu? [Pertama,] ia tidak ingin memakai jubah, baru atau lama, yang [diberikan] kepada Sang Buddha. [Kedua,] ia tidak ingin [memakan] makanan yang dipersiapkan secara khusus untuk Sang Buddha. [Ketiga,] ia tidak ingin menemui Sang Buddha pada waktu yang tidak tepat. [Ānanda berkata kepadaku:] “Yang Mulia Mahā Moggallāna, jika Sang Bhagavā menganugerahkanku tiga permintaan ini, aku akan menjadi pelayan Sang Buddha.”

Sang Bhagavā berkata:

“Mahā Moggallāna, bhikkhu Ānanda adalah pandai dan bijaksana. Ia meramalkan bahwa terdapat kemungkinan kecaman dari teman-teman dalam kehidupan suci, yang mungkin berkata, “Bhikkhu Ānanda melayani Sang Bhagavā demi tujuan mendapatkan jubah.”

“Mahā Moggallāna, bahwa bhikkhu Ānanda adalah pandai dan bijaksana dan meramalkan bahwa terdapat kemungkinan kecaman dari teman-teman dalam kehidupan suci, yang mungkin berkata, “Bhikkhu Ānanda melayani Sang Bhagavā demi tujuan mendapatkan jubah,” ini adalah suatu kualitas luar biasa bhikkhu Ānanda.

“Mahā Moggallāna, bhikkhu Ānanda adalah pandai dan bijaksana. Ia meramalkan bahwa terdapat kemungkinan kecaman dari teman-teman dalam kehidupan suci, yang mungkin berkata, “Bhikkhu Ānanda melayani Sang Bhagavā demi tujuan mendapatkan makanan.”

“Mahā Moggallāna, bahwa bhikkhu Ānanda adalah pandai dan bijaksana dan meramalkan bahwa terdapat kemungkinan kecaman dari teman-teman dalam kehidupan suci, yang mungkin berkata, “Bhikkhu Ānanda melayani Sang Bhagavā demi tujuan mendapatkan makanan,” ini adalah suatu kualitas luar biasa bhikkhu Ānanda.

“Mahā Moggallāna, bhikkhu Ānanda terampil dalam mengetahui waktu [yang tepat] dan dalam membedakan dengan benar waktu [yang tepat]. Ia mengetahui kapan waktu yang tepat untuk mengunjungi Sang Tathāgata, dan ia mengetahui kapan bukan waktu yang tepat untuk mengunjungi Sang Tathāgata; kapan waktu yang tepat bagi perkumpulan para bhikkhu atau perkumpulan para bhikkhuni untuk mengunjungi Sang Tathāgata, dan kapan bukan waktu yang tepat bagi perkumpulan para bhikkhu atau perkumpulan para bhikkhuni untuk mengunjungi Sang Tathāgata; kapan waktu yang tepat bagi perkumpulan para umat awam laki-laki dan perempuan untuk mengunjungi Sang Tathāgata, dan kapan bukan waktu yang tepat bagi perkumpulan para umat awam laki-laki dan perempuan untuk mengunjungi Sang Tathāgata; kapan waktu yang tepat bagi banyak pertapa non-Buddhis dan brahmana untuk mengunjungi Sang Tathāgata, dan kapan bukan waktu yang tepat bagi banyak pertapa non-Buddhis dan brahmana untuk mengunjungi Sang Tathāgata. Ia mengetahui apakah seseorang dari banyak pertapa non-Buddhis dan brahmana dapat berdiskusi dengan Sang Tathāgata, atau apakah seseorang dari banyak pertapa non-Buddhis dan brahmana tidak dapat berdiskusi dengan Sang Tathāgata.

“Ia mengetahui manakah makanan, jika dimakan, dikecap, dan dicerna oleh Sang Tathāgata, akan membuat beliau tenang dan sehat; dan ia mengetahui manakah makanan, jika dimakan, dikecap, dan dicerna oleh Sang Tathāgata, tidak akan membuat beliau tenang dan sehat. Ia mengetahui manakah makanan, jika dimakan, dikecap, dan dicerna oleh Sang Tathāgata, akan menyebabkan beliau mengajarkan Dharma lebih fasih; dan ia mengetahui manakah makanan, jika dimakan, dikecap, dan dicerna oleh Sang Tathāgata, tidak akan menyebabkan beliau mengajarkan Dharma lebih fasih. Ini dikatakan sebagai suatu kualitas luar biasa bhikkhu Ānanda.

“Mahā Moggallāna, walaupun bhikkhu Ānanda tidak memiliki pengetahuan tentang pikiran orang lain, ia mengetahui dengan baik bahwa Sang Buddha akan bangkit dari duduk bermeditasi pada sore hari untuk mengajar orang-orang, bahwa demikianlah praktek Sang Tathāgata untuk hari ini, atau bahwa demikianlah berdiamnya Sang Tathāgata dalam kebahagiaan di sini dan saat ini. Ia berkata dengan hati-hati, berdasarkan apa yang dikatakan, mengatakan kebenaran dan bukan sebaliknya. Ini dikatakan sebagai suatu kualitas luar biasa bhikkhu Ānanda.

“Yang Mulia Ānanda telah berkata, “Teman-teman yang mulia, aku telah melayani Sang Buddha selama dua puluh lima tahun, [tetapi] bahwa aku karena alasan itu menjadi sombong, itu tidak terjadi.” Bahwa Yang Mulia Ānanda [dapat] membuat suatu pernyataan demikian, ini dikatakan sebagai suatu kualitas luar biasa Yang Mulia Ānanda.

“Yang Mulia Ānanda juga telah berkata, “Teman-teman yang mulia, aku telah melayani Sang Buddha selama dua puluh lima tahun dan aku tidak pernah pergi menemui beliau pada waktu yang tidak tepat.” Bahwa Yang Mulia Ānanda [dapat] membuat suatu pernyataan demikian, ini dikatakan sebagai suatu kualitas luar biasa Yang Mulia Ānanda.

“Yang Mulia Ānanda juga telah berkata, “Teman-teman yang mulia, aku telah melayani Sang Buddha selama dua puluh lima tahun dan aku tidak pernah ditegur oleh Sang Buddha, kecuali pada satu kejadian, yang disebabkan oleh orang lain.” Bahwa Yang Mulia Ānanda [dapat] membuat suatu pernyataan demikian, ini dikatakan sebagai suatu kualitas luar biasa Yang Mulia Ānanda.

“Yang Mulia Ānanda juga telah berkata, “Teman-teman yang mulia, aku telah menerima delapan puluh ribu ajaran dari Sang Tathāgata dan telah mengingatnya tanpa melupakannya, [tetapi] bahwa karena alasan itu aku menjadi sombong, itu tidak terjadi.” Bahwa Yang Mulia Ānanda [dapat] membuat suatu pernyataan demikian, ini dikatakan sebagai suatu kualitas luar biasa Yang Mulia Ānanda.

“Yang Mulia Ānanda juga telah berkata, “Teman-teman yang mulia, aku telah menerima delapan puluh ribu ajaran dari Sang Tathāgata, dan sejak awal aku tidak pernah [perlu] bertanya [untuk mendengarkannya] lagi, kecuali untuk satu syair, dan itu bukan suatu [syair yang] mudah [untuk dipahami].” Bahwa Yang Mulia Ānanda [dapat] membuat suatu pernyataan demikian, ini dikatakan sebagai suatu kualitas luar biasa Yang Mulia Ānanda.

“Yang Mulia Ānanda juga telah berkata, “Teman-teman yang mulia, aku telah menerima delapan puluh ribu ajaran dari Sang Tathāgata, dan sejak awal aku tidak pernah mencari orang lain untuk menerima ajaran.” Bahwa Yang Mulia Ānanda [dapat] membuat suatu pernyataan demikian, ini dikatakan sebagai suatu kualitas luar biasa Yang Mulia Ānanda.

“Yang Mulia Ānanda juga telah berkata, “Teman-teman yang mulia, aku telah menerima delapan puluh ribu ajaran dari Sang Tathāgata, dan sejak awal aku tidak pernah berpikir: ‘Aku menerima ajaran-ajaran ini sehingga aku dapat mengajarkannya kepada orang lain.’ Teman-teman yang mulia, aku hanya bermaksud untuk mendisiplinkan dan menenangkan diriku untuk mencapai nirvana akhir.” Bahwa Yang Mulia Ānanda [dapat] membuat suatu pernyataan demikian, ini dikatakan sebagai suatu kualitas luar biasa Yang Mulia Ānanda.

“Yang Mulia Ānanda juga telah berkata, “Teman-teman yang mulia, adalah paling menakjubkan, paling mengagumkan bahwa empat perkumpulan datang menemuiku untuk mendengarkan Dharma, [tetapi] bahwa karena alasan itu aku menjadi sombong, itu tidak terjadi. Aku bahkan tidak mengantisipasi: ‘[Jika] mereka datang dan mengajukan pertanyaan, aku akan menjawab seperti ini dan seperti ini.’ Alih-alih, teman-teman yang mulia, ketika duduk [untuk mengajar], aku [menjawab] sesuai dengan maknanya dan dengan apa yang tepat.” Bahwa Yang Mulia Ānanda [dapat] membuat suatu pernyataan demikian, ini dikatakan sebagai suatu kualitas luar biasa Yang Mulia Ānanda.

“Yang Mulia Ānanda juga telah berkata, “Teman-teman yang mulia, adalah paling menakjubkan, paling mengagumkan, bahwa ketika banyak pertapa non-Buddhis atau brahmana datang untuk menanyaiku pertanyaan, tidak terjadi bahwa aku akan menjadi takut atau khawatir, atau bahwa rambut tubuhku akan berdiri tegak. Aku bahkan tidak mengantisipasi: ‘[Jika] mereka datang dan mengajukan pertanyaan, aku akan menjawab seperti ini dan seperti ini.’ Alih-alih, teman-teman yang mulia, ketika duduk [untuk mengajar], aku [menjawab] sesuai dengan maknanya dan dengan apa yang tepat.” Bahwa Yang Mulia Ānanda [dapat] membuat suatu pernyataan demikian, ini dikatakan sebagai suatu kualitas luar biasa Yang Mulia Ānanda.”

Lagi, pada suatu ketika Yang Mulia Sāriputta, Yang Mulia Mahā Moggallāna, dan Yang Mulia Ānanda sedang berdiam di Gunung Salaḷāgāra di Sāvatthī. Pada waktu itu, Yang Mulia Sāriputta bertanya [kepada Ānanda], “Teman Ānanda, selama dua puluh lima tahun pelayananmu kepada Sang Bhagavā, apakah engkau ingat keinginan pernah muncul dalam pikiranmu?”

Yang Mulia Ānanda menjawab: “Yang Mulia Sāriputta, aku [hanya] seorang siswa dalam latihan yang lebih tinggi dan belum meninggalkan keinginan.”

Yang Mulia Sāriputta bertanya lagi:

“Teman Ānanda, aku tidak bertanya kepadamu apakah engkau adalah seorang siswa dalam latihan yang lebih tinggi atau seseorang yang melampaui latihan. Alih-alih, aku bertanya kepadamu apakah engkau ingat keinginan pernah muncul dalam pikiranmu selama dua puluh lima tahun pelayananmu kepada Sang Bhagavā.”

Yang Mulia Sāriputta mengulangi pertanyaan tiga kali: “Teman Ānanda, selama dua puluh lima tahun pelayananmu kepada Sang Bhagavā, apakah engkau ingat keinginan pernah muncul dalam pikiranmu?” Dan tiga kali Yang Mulia Ānanda memberikan jawaban yang sama: “Yang Mulia Sāriputta, aku [hanya] seorang siswa dalam latihan yang lebih tinggi dan belum meninggalkan keinginan.”

Yang Mulia Sāriputta berkata lagi:

“Teman Ānanda, aku tidak bertanya kepadamu apakah engkau adalah seorang siswa dalam latihan yang lebih tinggi atau seseorang yang melampaui latihan. Alih-alih, aku bertanya kepadamu apakah engkau ingat keinginan pernah muncul dalam pikiranmu selama dua puluh lima tahun pelayananmu kepada Sang Bhagavā.”

Kemudian Yang Mulia Mahā Moggallāna berkata: “Teman Ānanda, jawablah pertanyaan itu segera! Jawablah pertanyaan itu segera! Janganlah menyulitkan [bhikkhu] senior yang paling dihormati.”

Kemudian, Yang Mulia Ānanda menjawab:

“Yang Mulia Sāriputta, dari awal dua puluh lima tahun pelayananku kepada Sang Bhagavā aku tidak ingat keinginan pernah muncul dalam pikiranku. Mengapa demikian? [Karena] aku selalu memiliki rasa malu dan segan ketika mendekati Sang Buddha dan teman-temanku yang bijaksana dalam kehidupan suci.”

Bahwa Yang Mulia Ānanda [dapat] membuat suatu pernyataan demikian, ini dikatakan sebagai suatu kualitas luar biasa Yang Mulia Ānanda.

Lagi, pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang berdiam di Gunung Puncak Burung Bangkai dekat Rājagaha. Pada waktu itu, Sang Bhagavā berkata kepada Ānanda: “Ānanda, ketika engkau berbaring, engkau seharusnya berlatih cara berbaring singa.”

Yang Mulia Ānanda menanggapi: “Sang Bhagavā, bagaimanakah cara berbaring singa, raja para binatang?”

Sang Bhagavā menjawab:

“Ānanda, singa, raja para binatang, setelah mencari makanan selama siang hari, memasuki sebuah gua untuk tidur. Ketika ia ingin tidur, ia meletakkan satu kaki di atas kaki lainnya dengan ekor direntangkan di belakang dan berbaring pada sisi kanan. Pada pagi hari, ketika malam berakhir, ia memeriksa tubuhnya sendiri. Jika singa, raja para binatang, melihat tubuhnya tidak lurus, maka ia tidak bergembira. Setelah bangkit dari berbaring, ia pergi keluar gua dan menggeram beberapa kali. Setelah menggeram beberapa kali, ia memeriksa tubuhnya sendiri lagi. Setelah memeriksa tubuhnya sendiri, ia melihat ke sekeliling ke empat arah. Setelah melihat ke sekeliling ke empat arah, ia mengaum tiga kali dan kemudian pergi keluar mencari makanan. Demikianlah cara berbaring singa, raja para binatang.”

Kemudian Yang Mulia Ānanda berkata: “Sang Bhagavā, jika demikian adalah cara berbaring singa, raja para binatang, bagaimanakah cara berbaring seorang bhikkhu?”

Sang Bhagavā menjawab:

“Ānanda, ketika seorang bhikkhu hidup bergantung pada sebuah desa atau kota, di pagi hari, ketika malam berakhir, ia meletakkan jubahnya, mengambil mangkuknya, dan kemudian memasuki desa untuk mengumpulkan dana makanan, dengan tubuhnya terlindungi dengan baik, indera-inderanya terjaga, dan perhatian penuh berkembang. Setelah selesai mengumpulkan dana makanan di desa atau kota, [dan memakan makanannya], ia meletakkan jubah dan mangkuknya, mencuci tangan dan kakinya, dan kemudian pergi ke suatu tempat yang sunyi, dengan membawa sebuah alas duduk dengannya pada bahunya.

“Ia berdiri atau duduk dalam meditasi di bawah sebatang pohon atau di dalam sebuah gubuk kosong, memurnikan pikiran dari rintangan apa pun. Setelah menghabiskan hari berlatih meditasi berjalan atau duduk untuk memurnikan pikiran dari rintangan apa pun, pada waktu jaga pertama dari malam hari ia berlatih lagi meditasi berjalan atau duduk untuk memurnikan pikiran dari rintangan apa pun.

“Setelah berlatih meditasi berjalan atau duduk untuk memurnikan pikiran dari rintangan apa pun selama waktu jaga pertama dari malam hari, pada waktu jaga pertengahan dari malam hari ia memasuki sebuah gubuk untuk tidur. Ia melipat jubah atasnya dalam empat lipatan dan menempatkannya di atas tempat tidur, dan ia melipat jubah luarnya untuk dijadikan bantal.

“Ia berbaring pada sisi kanannya, dengan menempatkan satu kaki di atas kaki lainnya, terus-menerus mempertahankan kejernihan persepsi, perhatian penuh, dan kewaspadaan penuh dalam pikirannya, dan terus-menerus menyadari pemikiran untuk bangun [pada waktu yang tepat].

“Pada waktu jaga terakhir dari malam hari, ia bangun untuk berlatih meditasi berjalan atau duduk untuk memurnikan pikiran dari rintangan apa pun. Ini adalah bagaimana seorang bhikkhu berbaring menurut cara singa.”

Yang Mulia Ānanda berkata: “Sang Bhagavā, ini [sesungguhnya] bagaimana seorang bhikkhu berbaring menurut cara singa.” Yang Mulia Ānanda [kemudian] sering berkata:

“Teman-teman yang mulia, sejak waktu Sang Bhagavā mengajarkanku kiasan cara berbaring singa, aku tidak pernah tidur pada sisi kiriku.”

Bahwa Yang Mulia Ānanda [dapat] membuat suatu pernyataan demikian, ini dikatakan sebagai suatu kualitas luar biasa Yang Mulia Ānanda.

Lagi, pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang berdiam di hutan pohon sāla milik orang-orang Mala Kusināra, yang disebut Upavattana. Pada waktu itu Sang Bhagavā, yang akan mencapai nirvana akhir, berkata:

“Ānanda, pergilah ke tempat di antara pohon sāla kembar dan aturlah sebuah tempat tidur untuk Sang Tathāgata, dengan kepala menghadap ke utara. Sang Tathāgata akan mencapai nirvana akhir selama waktu jaga pertengahan dari malam hari.”

Setelah menerima perintah Sang Tathāgata, Yang Mulia Ānanda pergi menuju pohon [sāla] kembar. Di antara pohon kembar itu, [ia] mengatur sebuah tempat tidur untuk Sang Tathāgata, dengan kepala menghadap ke utara. Setelah mengatur tempat tidur, [ia] kembali kepada Sang Buddha, memberikan penghormatan dengan kepalanya pada kaki Sang Buddha, berdiri pada satu sisi, dan berkata:

“Sang Bhagavā, aku telah mengatur sebuah tempat tidur untuk Sang Tathāgata, di antara pohon [sāla] kembar dengan kepala menghadap ke utara. Semoga Sang Bhagavā sendiri mengetahui waktu yang tepat.”

Kemudian Sang Bhagavā meminta Yang Mulia Ānanda membawanya ke [tempat] di antara pohon sāla kembar. [Sang Buddha] melipat jubah atasnya dalam empat lipatan, membentangkannya pada tempat tidur, melipat jubah luarnya untuk dijadikan bantal, dan kemudian berbaring pada sisi kanan dengan satu kaki di atas kaki lainnya.

Pada saat terakhir [sebelum] nirvana akhir Sang Buddha, Yang Mulia Ānanda, yang telah melayani Sang Buddha [dengan berdiri di belakangnya] dengan sebuah kipas di tangan, sedang mengusap air mata dengan tangannya, berpikir:

“Sebelumnya perkumpulan para bhikkhu dari segala penjuru datang, berharap menemui Sang Bhagavā, melayani beliau, dan memberikan penghormatan kepada beliau. Mereka semua dapat, setiap saat, menemui Sang Bhagavā, melayani beliau, dan memberikan penghormatan kepada beliau. Tetapi ketika mereka mendengar bahwa Sang Bhagavā telah mencapai nirvana akhir, mereka tidak akan lagi datang menemui Sang Bhagavā, melayani beliau, dan memberikan penghormatan kepada beliau. Dan aku juga tidak akan lagi dapat menemui Sang Buddha setiap saat, untuk melayani beliau, dan memberikan penghormatan kepada beliau.”

Kemudian Sang Bhagavā bertanya kepada para bhikkhu, “Di manakah bhikkhu Ānanda sekarang?”

Para bhikkhu berkata:

“Sang Bhagavā, Yang Mulia Ānanda, yang melayani Sang Buddha [dengan berdiri di belakang anda] dengan sebuah kipas di tangan, sedang mengusap air mata dengan tangannya, berpikir, “Sebelumnya perkumpulan para bhikkhu dari segala penjuru datang, berharap menemui Sang Bhagavā, melayani beliau, dan memberikan penghormatan kepada beliau. Mereka semua dapat, setiap saat, menemui Sang Bhagavā, melayani beliau, dan memberikan penghormatan kepada beliau. Tetapi ketika mereka mendengar bahwa Sang Bhagavā telah mencapai nirvana akhir, mereka tidak akan lagi datang menemui Sang Bhagavā, melayani beliau, dan memberikan penghormatan kepada beliau. Dan aku juga tidak akan lagi dapat menemui Sang Buddha setiap saat, untuk melayani beliau, dan memberikan penghormatan kepada beliau.”

Kemudian Sang Bhagavā berkata:

“Ānanda! Janganlah menangis! Janganlah bersedih! Mengapa demikian? Ānanda, engkau telah melayaniku dengan hormat, dengan berlatih cinta-kasih dalam perbuatan jasmani, ucapan, dan pikiranmu sepenuh hati dari awal, dan engkau telah memastikan kebahagiaan dan kenyamananku tanpa batas, tak terbatas, tanpa batasan.

“Ānanda, sehubungan dengan para Tathāgata dari masa lampau, yang bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, [siapa pun] para pelayan yang mereka miliki, tidak ada dari mereka yang melampauimu.

“Ānanda, sehubungan dengan para Tathāgata dari masa depan, yang bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, [siapa pun] para pelayan yang mereka miliki, tidak ada dari mereka yang melampauimu. Ānanda, sehubungan dengan diriku sendiri, Sang Tathāgata dari masa sekarang, yang bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, [siapa pun] para pelayan yang kumiliki, tidak ada dari mereka yang melampauimu.

“Mengapa demikian? [Karena engkau,] Ānanda, terampil dalam mengetahui waktu [yang tepat] dan dalam membedakan dengan benar waktu [yang tepat]. Engkau mengetahui kapan waktu yang tepat untuk mengunjungi Sang Tathāgata dan engkau mengetahui kapan bukan waktu yang tepat untuk mengunjungi Sang Tathāgata; kapan waktu yang tepat bagi perkumpulan para bhikkhu atau perkumpulan para bhikkhuni untuk mengunjungi Sang Tathāgata dan kapan bukan waktu yang tepat bagi perkumpulan para bhikkhu atau perkumpulan para bhikkhuni untuk mengunjungi Sang Tathāgata; kapan waktu yang tepat bagi perkumpulan para umat awam laki-laki dan perempuan untuk mengunjungi Sang Tathāgata dan kapan bukan waktu yang tepat bagi perkumpulan para umat awam laki-laki dan perempuan untuk mengunjungi Sang Tathāgata; kapan waktu yang tepat bagi banyak pertapa non-Buddhis dan brahmana untuk mengunjungi Sang Tathāgata dan kapan bukan waktu yang tepat bagi banyak pertapa non-Buddhis dan brahmana untuk mengunjungi Sang Tathāgata.

“Engkau mengetahui apakah seseorang dari banyak pertapa non-Buddhis dan brahmana dapat berdiskusi dengan Sang Tathāgata, atau apakah seseorang dari banyak pertapa non-Buddhis dan brahmana tidak dapat berdiskusi dengan Sang Tathāgata.

“Engkau mengetahui manakah makanan, jika dimakan, dikecap, dan dicerna oleh Sang Tathāgata, akan membuat beliau tenang dan sehat; dan engkau mengetahui manakah makanan, jika dimakan, dikecap, dan dicerna oleh Sang Tathāgata, tidak akan membuat beliau tenang dan sehat. Engkau mengetahui manakah makanan, jika dimakan, dikecap, dan dicerna oleh Sang Tathāgata, akan menyebabkan beliau mengajarkan Dharma lebih fasih; dan engkau mengetahui manakah makanan, jika dimakan, dikecap, dan dicerna oleh Sang Tathāgata, tidak akan menyebabkan beliau mengajarkan Dharma lebih fasih.

“Lebih lanjut, Ānanda, walaupun engkau tidak memiliki pengetahuan tentang pikiran orang lain, engkau mengetahui dengan baik bahwa Sang Buddha akan bangkit dari duduk bermeditasi pada sore hari untuk mengajar orang-orang, bahwa demikianlah praktek Sang Tathāgata untuk hari ini, atau bahwa demikianlah berdiamnya Sang Tathāgata dalam kebahagiaan di sini dan saat ini. Engkau berkata dengan hati-hati, berdasarkan apa yang dikatakan, mengatakan kebenaran dan bukan sebaliknya.”

Kemudian, dengan bermaksud membuat Yang Mulia Ānanda gembira, Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:

“Seorang raja pemutar-roda memiliki empat kualitas luar biasa.

“Apakah empat hal itu? Ketika suatu perkumpulan khattiya pergi mengunjungi raja pemutar-roda, maka jika ia berdiam diri, mereka bergembira ketika melihatnya; dan jika ia berbicara, mereka bergembira mendengarkannya. Ketika suatu perkumpulan brahmana … perumah tangga … pertapa pergi mengunjungi raja pemutar-roda, maka jika berdiam diri, mereka bergembira ketika melihatnya; dan jika ia berbicara, mereka bergembira mendengarkannya.

“Bhikkhu Ānanda juga memiliki empat kualitas luar biasa. Apakah empat hal itu? Ketika suatu perkumpulan para bhikkhu pergi mengunjungi Ānanda, maka jika ia berdiam diri, mereka bergembira ketika hanya melihatnya; dan jika ia berbicara, mereka bergembira mendengarkan [apa yang ia katakan]. Ketika suatu perkumpulan para bhikkhuni … umat awam laki-laki … umat awam perempuan pergi mengunjungi Ānanda, maka jika ia berdiam diri, mereka bergembira ketika hanya melihatnya; dan jika ia berbicara, mereka bergembira mendengarkan [apa yang ia katakan].

“Lebih lanjut, ketika Ānanda mengajarkan Dharma kepada suatu perkumpulan, terdapat empat kualitas [dalam pengajarannya].

“Apakah empat hal itu? Bhikkhu Ānanda mengajarkan Dharma kepada suatu perkumpulan para bhikkhu sepenuh hati, bukan sebaliknya. Dan, perkumpulan para bhikkhu berpikir, “Semoga Yang Mulia Ānanda berlanjut mengajarkan Dharma. Semoga beliau tidak berhenti [mengajar] di pertengahan jalan.” Perkumpulan para bhikkhu tidak pernah menjadi lelah terhadap pengajaran Dharma-nya sampai bhikkhu Ānanda berdiam diri dengan keinginannya sendiri.

“Ia mengajarkan Dharma kepada suatu perkumpulan para bhikkhuni … umat awam laki-laki … umat awam perempuan sepenuh hati, bukan sebaliknya. Dan mereka berpikir, “Semoga Yang Mulia Ānanda berlanjut mengajarkan Dharma. Semoga beliau tidak berhenti [mengajar] di pertengahan jalan.” Perkumpulan umat awam perempuan tidak pernah menjadi lelah terhadap pengajaran Dharma-nya sampai bhikkhu Ānanda berdiam diri dengan keinginannya sendiri.”

Lagi, pada suatu ketika, tak lama setelah Sang Buddha telah mencapai nirvana akhir, Yang Mulia Ānanda sedang berdiam di antara orang-orang Vajjī, di sebuah desa orang Vajjī. Pada waktu itu, Yang Mulia Ānanda sedang mengajarkan Dharma, dikelilingi oleh tak terhitung ratusan dan ribuan orang. Yang Mulia Vajjiputta juga berada di antara perkumpulan itu. Yang Mulia Vajjiputta berpikir dalam dirinya sendiri:

“Apakah Yang Mulia Ānanda seorang siswa dalam latihan yang lebih tinggi dan belum meninggalkan keinginan? Biarlah aku memasuki konsentrasi sedemikian sehingga aku [dapat] memeriksa pikiran Yang Mulia Ānanda.”

Kemudian Yang Mulia Vajjiputta memasuki konsentrasi sedemikian sehingga ia [dapat] memeriksa pikiran Yang Mulia Ānanda. Dengan cara ini Yang Mulia Vajjiputta mengetahui bahwa Yang Mulia Ānanda masih seorang siswa dalam latihan yang lebih tinggi dan belum meninggalkan keinginan.

Yang Mulia Vajjiputta kemudian bangkit dari konsentrasi dan mengucapkan sebuah syair kepada Yang Mulia Ānanda:

Gunung-gunung dan hutan menenangkan pemikiran-pemikiran
dan membuat nirvana memasuki pikiran.
[Jika engkau], [Ānanda] Gotama, bermeditasi tanpa gangguan,
Segera [engkau] akan merealisasi jalan kedamaian.

Kemudian Yang Mulia Ānanda, setelah menerima ajaran yang diberikan oleh Yang Mulia Vajjiputta, meninggalkan keramaian orang untuk tinggal dalam kesunyian dan berlatih dengan tekun tanpa terganggu.

Setelah meninggalkan keramaian orang untuk tinggal dalam kesunyian dan berlatih dengan tekun, ia mencapai puncak kehidupan suci sepenuhnya, demi tujuan di mana seorang anggota keluarga mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning, meninggalkan rumah demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan. Dalam kehidupan ini juga, ia secara pribadi mencapai mencapai pemahaman dan pencerahan, dan berdiam setelah secara pribadi mencapai realisasi. Ia mengetahui sebagaimana adanya: “Kelahiran telah diakhiri, kehidupan suci telah dikembangkan, apa yang harus dilakukan telah dilakukan. Tidak akan ada kelangsungan lain.”

Yang Mulia Ānanda telah mengetahui Dharma … (dan seterusnya sampai dengan) … mencapai Kearahantaan. Yang Mulia Ānanda berkata:

“Teman-teman yang mulia, ketika aku sedang duduk di tempat tidur dan akan berbaring, ketika kepalaku akan menyentuh bantal, semua noda dihancurkan dan aku mencapai pembebasan pikiran.”

Bahwa Yang Mulia Ānanda [dapat] membuat suatu pernyataan demikian, ini dikatakan sebagai suatu kualitas luar biasa Yang Mulia Ānanda.

Yang Mulia Ānanda juga berkata: “Teman-teman yang mulia, aku akan mencapai nirvana akhir dengan duduk bersila.” Kemudian Yang Mulia Ānanda duduk bersila dan mencapai nirvana akhir. Bahwa Yang Mulia Ānanda [dapat] membuat suatu pernyataan demikian, ini dikatakan sebagai suatu kualitas luar biasa Yang Mulia Ānanda.

Ini adalah apa yang dikatakan Sang Buddha. Setelah mendengarkan perkataan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan mengingatnya dengan baik.

Karma JIgme

Instagram