Pages

SN 18 : Rāhula Saṃyutta [Kelompok Khotbah tentang Rāhula]

Saṃyutta Nikāya


Rāhula Saṃyutta


Kelompok Khotbah tentang Rāhula


Di terjemahkan dari pāḷi ke inggris oleh Bhikkhu Ñāṇamoli dan Bhikkhu Bodhi

Di terjemahkan dari inggris ke indonesia oleh Dhammacita

Nara Sumber pāḷi

[ SN 18.1 - SN 18.22 ]

SN 17 SN 18 SN 19


Paṭhama Rāhula Vagga


SN 18.1 : Cakkhu ādi Sutta [Mata, dan seterusnya]

Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Kemudian Yang Mulia Rāhula mendekati Sang Bhagavā, memberi hormat kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau:

“Yang Mulia, baik sekali jika Sang Bhagavā mengajarkan Dhamma kepadaku secara singkat, sehingga, setelah mendengarkan Dhamma dari Sang Bhagavā, aku dapat berdiam sendirian, terasing, rajin, tekun, dan teguh.”

“Bagaimana menurutmu, Rāhula, apakah mata adalah kekal atau tidak kekal?”—“Tidak kekal, Yang Mulia.”—“Apakah yang tidak kekal itu adalah penderitaan atau kebahagiaan?”—“Penderitaan, Yang Mulia.”—“Apakah yang tidak kekal, penderitaan, dan mengalami perubahan itu layak dianggap sebagai: ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku’?”—“Tidak, Yang Mulia.”

“Apakah telinga … hidung … lidah … badan … pikiran itu adalah kekal atau tidak kekal?”—“Tidak kekal, Yang Mulia.”—“Apakah yang tidak kekal itu adalah penderitaan atau kebahagiaan?”—“Penderitaan, Yang Mulia.”—“Apakah yang tidak kekal, penderitaan, dan mengalami perubahan itu layak dianggap sebagai: ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku’?”—“Tidak, Yang Mulia.”

“Melihat demikian, Rāhula, siswa mulia yang terpelajar mengalami kejijikan terhadap mata, kejijikan terhadap telinga, kejijikan terhadap hidung, kejijikan terhadap lidah, kejijikan terhadap badan, kejijikan terhadap pikiran. Dengan mengalami kejijikan, ia menjadi bosan. Melalui kebosanan [batinnya] terbebaskan. Ketika terbebaskan muncullah pengetahuan: ‘Terbebaskan.’ Ia memahami: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi penjelmaan dalam kondisi makhluk apa pun.’” 


SN 18.1–5 : Cakkhu ādi, Rūpādiārammaṇa, Viññāṇa, Samphassa, Vedanā Sutta [Mata, dan seterusnya]

Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Kemudian Yang Mulia Rāhula mendekati Sang Bhagavā, memberi hormat kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau:

“Yang Mulia, baik sekali jika Sang Bhagavā mengajarkan Dhamma kepadaku secara singkat, sehingga, setelah mendengarkan Dhamma dari Sang Bhagavā, aku dapat berdiam sendirian, terasing, rajin, tekun, dan teguh.”

“Bagaimana menurutmu, Rāhula, apakah mata adalah kekal atau tidak kekal?”—“Tidak kekal, Yang Mulia.”—“Apakah yang tidak kekal itu adalah penderitaan atau kebahagiaan?”—“Penderitaan, Yang Mulia.”—“Apakah yang tidak kekal, penderitaan, dan mengalami perubahan itu layak dianggap sebagai: ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku’?”—“Tidak, Yang Mulia.”

“Apakah telinga … hidung … lidah … badan … pikiran itu adalah kekal atau tidak kekal?”—“Tidak kekal, Yang Mulia.”—“Apakah yang tidak kekal itu adalah penderitaan atau kebahagiaan?”—“Penderitaan, Yang Mulia.”—“Apakah yang tidak kekal, penderitaan, dan mengalami perubahan itu layak dianggap sebagai: ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku’?”—“Tidak, Yang Mulia.”

“Melihat demikian, Rāhula, siswa mulia yang terpelajar mengalami kejijikan terhadap mata, kejijikan terhadap telinga, kejijikan terhadap hidung, kejijikan terhadap lidah, kejijikan terhadap badan, kejijikan terhadap pikiran. Dengan mengalami kejijikan, ia menjadi bosan. Melalui kebosanan [batinnya] terbebaskan. Ketika terbebaskan muncullah pengetahuan: ‘Terbebaskan.’ Ia memahami: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi penjelmaan dalam kondisi makhluk apa pun.’” 


SN 18.1–10 :  Cakkhu ādi – Khandha Sutta [Mata, dan seterusnya]

Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Kemudian Yang Mulia Rāhula mendekati Sang Bhagavā, memberi hormat kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau:
“Yang Mulia, baik sekali jika Sang Bhagavā mengajarkan Dhamma kepadaku secara singkat, sehingga, setelah mendengarkan Dhamma dari Sang Bhagavā, aku dapat berdiam sendirian, terasing, rajin, tekun, dan teguh.”

“Bagaimana menurutmu, Rāhula, apakah mata adalah kekal atau tidak kekal?”—“Tidak kekal, Yang Mulia.”—“Apakah yang tidak kekal itu adalah penderitaan atau kebahagiaan?”—“Penderitaan, Yang Mulia.”—“Apakah yang tidak kekal, penderitaan, dan mengalami perubahan itu layak dianggap sebagai: ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku’?”—“Tidak, Yang Mulia.”

“Apakah telinga … hidung … lidah … badan … pikiran itu adalah kekal atau tidak kekal?”—“Tidak kekal, Yang Mulia.”—“Apakah yang tidak kekal itu adalah penderitaan atau kebahagiaan?”—“Penderitaan, Yang Mulia.”—“Apakah yang tidak kekal, penderitaan, dan mengalami perubahan itu layak dianggap sebagai: ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku’?”—“Tidak, Yang Mulia.”

“Melihat demikian, Rāhula, siswa mulia yang terpelajar mengalami kejijikan terhadap mata, kejijikan terhadap telinga, kejijikan terhadap hidung, kejijikan terhadap lidah, kejijikan terhadap badan, kejijikan terhadap pikiran. Dengan mengalami kejijikan, ia menjadi bosan. Melalui kebosanan [batinnya] terbebaskan. Ketika terbebaskan muncullah pengetahuan: ‘Terbebaskan.’ Ia memahami: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi penjelmaan dalam kondisi makhluk apa pun.’” 


SN 18.2 : Rūpādiārammaṇa Sutta [Bentuk, dan seterusnya]

… “Bagaimana menurutmu, Rāhula, apakah bentuk-bentuk … … suara-suara… bau-bauan … rasa kecapan … objek-objek sentuhan … fenomena pikiran itu adalah kekal atau tidak kekal?”—“Tidak kekal, Yang Mulia.” …

“Melihat demikian, Rāhula, siswa mulia yang terpelajar mengalami kejijikan terhadap bentuk-bentuk … kejijikan terhadap fenomena pikiran. Dengan mengalami kejijikan, ia menjadi bosan … Ia memahami: ‘…tidak ada lagi penjelmaan dalam kondisi makhluk apa pun.’” 


SN 18.3 : Viññāṇa Sutta [Kesadaran]

… “Bagaimana menurutmu, Rāhula, apakah kesadaran-mata … kesadaran-telinga … kesadaran-hidung … kesadaran-lidah … kesadaran-badan … kesadaran-pikiran adalah kekal atau tidak kekal?”—“Tidak kekal, Yang Mulia.” …

“Melihat demikian, Rāhula, siswa mulia yang terpelajar mengalami kejijikan terhadap kesadaran-mata … kejijikan terhadap kesadaran-pikiran. Dengan mengalami kejijikan, ia menjadi bosan … Ia memahami: ‘…tidak ada lagi penjelmaan dalam kondisi makhluk apa pun.’” 


SN 18.4 : Samphassa Sutta [Kontak]

… “Bagaimana menurutmu, Rāhula, apakah kontak-mata … kontak-telinga … kontak-hidung … kontak-lidah … kontak-badan … kontak-pikiran adalah kekal atau tidak kekal?”—“Tidak kekal, Yang Mulia.” …

“Melihat demikian, Rāhula, siswa mulia yang terpelajar mengalami kejijikan terhadap kontak-mata … kejijikan terhadap kontak-pikiran. Dengan mengalami kejijikan, ia menjadi bosan … Ia memahami: ‘…tidak ada lagi penjelmaan dalam kondisi makhluk apa pun.’” 


SN 18.5 : Vedanā Sutta [Perasaan]

… “Bagaimana menurutmu, Rāhula, apakah perasaan yang timbul dari kontak-mata … perasaan yang timbul dari kontak-telinga … perasaan yang timbul dari kontak-hidung … perasaan yang timbul dari kontak-lidah … perasaan yang timbul dari kontak-badan … perasaan yang timbul dari kontak-pikiran adalah kekal atau tidak kekal?”—“Tidak kekal, Yang mulia.” …

“Melihat demikian, Rāhula, siswa mulia yang terpelajar mengalami kejijikan terhadap perasaan yang timbul dari kontak-mata … kejijikan terhadap perasaan yang timbul dari kontak-pikiran. Dengan mengalami kejijikan, ia menjadi bosan … Ia memahami: ‘…tidak ada lagi penjelmaan dalam kondisi makhluk apa pun.’” 


SN 18.6 : Saññā Sutta [Persepsi]

… “Bagaimana menurutmu, Rāhula, apakah persepsi bentuk-bentuk … persepsi suara-suara … persepsi-bau-bauan … persepsi rasa kecapan … persepsi objek sentuhan … persepsi fenomena pikiran adalah kekal atau tidak kekal?”—“Tidak kekal, Yang mulia.” …

“Melihat demikian, Rāhula, siswa mulia yang terpelajar mengalami kejijikan terhadap persepsi bentuk-bentuk … kejijikan terhadap persepsi fenomena-pikiran. Dengan mengalami kejijikan, ia menjadi bosan … Ia memahami: ‘…tidak ada lagi penjelmaan dalam kondisi makhluk apa pun.’” 


SN 18.7 : Sañcetanā Sutta [Kehendak]

… “Bagaimana menurutmu, Rāhula, apakah kehendak sehubungan dengan bentuk-bentuk … kehendak sehubungan dengan suara-suara … kehendak sehubungan dengan bau-bauan … kehendak sehubungan dengan rasa kecapan … kehendak sehubungan dengan objek sentuhan … kehendak sehubungan dengan fenomena pikiran adalah kekal atau tidak kekal?”—“Tidak kekal, Yang mulia.” …
“Melihat demikian, Rāhula, siswa mulia yang terpelajar mengalami kejijikan terhadap kehendak sehubungan dengan bentuk-bentuk … kejijikan terhadap kehendak sehubungan dengan fenomena-pikiran. Dengan mengalami kejijikan, ia menjadi bosan … Ia memahami: ‘…tidak ada lagi penjelmaan dalam kondisi makhluk apa pun.’” 


SN 18.8 : Taṇhā Sutta [Ketagihan]

… “Bagaimana menurutmu, Rāhula, apakah ketagihan pada bentuk-bentuk … ketagihan pada suara-suara … ketagihan pada bau-bauan … ketagihan pada rasa kecapan … ketagihan pada objek sentuhan … ketagihan pada fenomena pikiran adalah kekal atau tidak kekal?”—“Tidak kekal, Yang mulia.” …

“Melihat demikian, Rāhula, siswa mulia yang terpelajar mengalami kejijikan terhadap ketagihan pada bentuk-bentuk … kejijikan terhadap ketagihan pada fenomena-pikiran. Dengan mengalami kejijikan, ia menjadi bosan … Ia memahami: ‘…tidak ada lagi penjelmaan dalam kondisi makhluk apa pun.’” 


SN 18.9 : Dhātu Sutta [Unsur-unsur]

… “Bagaimana menurutmu, Rāhula, apakah unsur tanah … unsur air … unsur panas … unsur angin … unsur ruang … unsur kesadaran adalah kekal atau tidak kekal?”—“Tidak kekal, Yang Mulia.” …

“Melihat demikian, Rāhula, siswa mulia yang terpelajar mengalami kejijikan terhadap unsur tanah … … kejijikan terhadap unsur air … kejijikan terhadap unsur panas ... kejijikan terhadap unsur angin ... kejijikan terhadap unsur ruang … kejijikan terhadap unsur kesadaran. Dengan mengalami kejijikan, ia menjadi bosan … Ia memahami: ‘…tidak ada lagi penjelmaan dalam kondisi makhluk apa pun.’” 


SN 18.10 : Khandha Sutta [Kelompok-kelompok]

…”Bagaimana menurutmu, Rāhula, apakah bentuk … perasaan … persepsi … bentukan-bentukan kehendak … kesadaran adalah kekal atau tidak kekal?”—“Tidak kekal, Yang Mulia.” …

“Melihat demikian, Rāhula, siswa mulia yang terpelajar mengalami kejijikan terhadap bentuk … kejijikan terhadap kesadaran. Dengan mengalami kejijikan, ia menjadi bosan … Ia memahami: ‘…tidak ada lagi penjelmaan dalam kondisi makhluk apa pun.’” 


Dutiya Rāhula Vagga


SN 18.11 : Cakkhuādi Sutta [Mata, dan seterusnya]

Sepuluh sutta ini identik dalam segala hal dengan §§1-10, kecuali bahwa dalam sutta-sutta ini Sang Buddha menanyai Rāhula atas inisiatifNya sendiri, tanpa sebelumnya dimohon untuk mengajarkan. 


SN 18.12 : Rūpādi Sutta [Mata, dan seterusnya]

Sepuluh sutta ini identik dalam segala hal dengan §§1-10, kecuali bahwa dalam sutta-sutta ini Sang Buddha menanyai Rāhula atas inisiatifNya sendiri, tanpa sebelumnya dimohon untuk mengajarkan. 


SN 18.13 : Viññāṇa Sutta [Mata, dan seterusnya]

Sepuluh sutta ini identik dalam segala hal dengan §§1-10, kecuali bahwa dalam sutta-sutta ini Sang Buddha menanyai Rāhula atas inisiatifNya sendiri, tanpa sebelumnya dimohon untuk mengajarkan. 


SN 18.14 : Samphassa Sutta [Mata, dan seterusnya]

Sepuluh sutta ini identik dalam segala hal dengan §§1-10, kecuali bahwa dalam sutta-sutta ini Sang Buddha menanyai Rāhula atas inisiatifNya sendiri, tanpa sebelumnya dimohon untuk mengajarkan. 


SN 18.15 : Vedanā Sutta [Mata, dan seterusnya]

Sepuluh sutta ini identik dalam segala hal dengan §§1-10, kecuali bahwa dalam sutta-sutta ini Sang Buddha menanyai Rāhula atas inisiatifNya sendiri, tanpa sebelumnya dimohon untuk mengajarkan. 


SN 18.16 : Saññā Sutta  [Mata, dan seterusnya]

Sepuluh sutta ini identik dalam segala hal dengan §§1-10, kecuali bahwa dalam sutta-sutta ini Sang Buddha menanyai Rāhula atas inisiatifNya sendiri, tanpa sebelumnya dimohon untuk mengajarkan. 


SN 18.17 : Sañcetanā Sutta [Mata, dan seterusnya]

Sepuluh sutta ini identik dalam segala hal dengan §§1-10, kecuali bahwa dalam sutta-sutta ini Sang Buddha menanyai Rāhula atas inisiatifNya sendiri, tanpa sebelumnya dimohon untuk mengajarkan. 


SN 18.18 : Taṇhā Sutta [Mata, dan seterusnya]

Sepuluh sutta ini identik dalam segala hal dengan §§1-10, kecuali bahwa dalam sutta-sutta ini Sang Buddha menanyai Rāhula atas inisiatifNya sendiri, tanpa sebelumnya dimohon untuk mengajarkan. 


SN 18.19 : Dhātu Sutta [Mata, dan seterusnya]

Sepuluh sutta ini identik dalam segala hal dengan §§1-10, kecuali bahwa dalam sutta-sutta ini Sang Buddha menanyai Rāhula atas inisiatifNya sendiri, tanpa sebelumnya dimohon untuk mengajarkan. 


SN 18.20 : Bandha Sutta [Mata, dan seterusnya]

Sepuluh sutta ini identik dalam segala hal dengan §§1-10, kecuali bahwa dalam sutta-sutta ini Sang Buddha menanyai Rāhula atas inisiatifNya sendiri, tanpa sebelumnya dimohon untuk mengajarkan. 


SN 18.21 : Mānānusaya Sutta [Kecenderungan Tersembunyi]

Di Sāvatthī. Yang Mulia Rāhula mendekati Sang Bhagavā, memberi hormat kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau:

“Yang Mulia, bagaimanakah seseorang mengetahui, bagaimanakah seseorang melihat sehingga, sehubungan dengan jasmani ini dengan kesadaran dan sehubungan dengan seluruh gambaran eksternal, pembentukan-aku, pembentukan-milikku, dan kecenderungan tersembunyi pada keangkuhan tidak lagi muncul di dalam?”

“Bentuk apa pun, Rāhula, apakah di masa lalu, di masa depan, atau di masa sekarang, internal atau eksternal, kasar atau halus, hina atau mulia, jauh atau dekat—seseorang melihat segala bentuk sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai: ‘Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.’

“Perasaan apa pun … Persepsi apa pun … Bentukan kehendak apa pun … Kesadaran apa pun, apakah di masa lalu, di masa depan, atau di masa sekarang, internal atau eksternal, kasar atau halus, hina atau mulia, jauh atau dekat—seseorang melihat segala kesadaran sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai: ‘Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.’

“Ketika seseorang mengetahui dan melihat demikian, Rāhula, maka sehubungan dengan jasmani ini dengan kesadaran dan sehubungan dengan seluruh gambaran eksternal, pembentukan-aku, pembentukan-milikku, dan kecenderungan tersembunyi sehubungan pada keangkuhan tidak lagi muncul di dalam.” 



SN 18.22 : Mānāpagata Sutta [Menyingkirkan]


Di Sāvatthī. Yang Mulia Rāhula mendekati Sang Bhagavā, memberi hormat kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau:

“Yang Mulia, bagaimanakah seseorang mengetahui, bagaimanakah seseorang melihat sehingga, sehubungan dengan jasmani dengan kesadaran ini dan sehubungan dengan seluruh gambaran eksternal, maka pikiran menyingkirkan pembentukan-aku, pembentukan-milikku, dan keangkuhan, telah melampaui pembedaan, dan damai dan terbebaskan dengan baik?”

“Bentuk apa pun, Rāhula, apakah di masa lalu, di masa depan, atau di masa sekarang, internal atau eksternal, kasar atau halus, hina atau mulia, jauh atau dekat—seseorang melihat segala bentuk sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai: ‘Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku,’ ia terbebaskan melalui ketidak-melekatan.

“Perasaan apa pun … Persepsi apa pun … Bentukan kehendak apa pun … Kesadaran apa pun, apakah di masa lalu, di masa depan, atau di masa sekarang, internal atau eksternal, kasar atau halus, hina atau mulia, jauh atau dekat—seseorang melihat segala kesadaran sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai: ‘Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku,’ ia terbebaskan melalui ketidak-melekatan.

“Ketika seseorang mengetahui dan melihat demikian, Rāhula, maka sehubungan dengan jasmani dengan kesadaran ini dan sehubungan dengan seluruh gambaran eksternal, maka pikiran menyingkirkan pembentukan-aku, pembentukan-milikku, dan keangkuhan, telah melampaui pembedaan, dan damai dan terbebaskan dengan baik.” 


Karma JIgme

Instagram