Pages

SN 16 : Kassapa Saṃyutta [Kelompok Khotbah tentang Kassapa]

Saṃyutta Nikāya


Kassapa Saṃyutta


Kelompok Khotbah tentang Kassapa


Di terjemahkan dari pāḷi ke inggris oleh Bhikkhu Ñāṇamoli dan Bhikkhu Bodhi

Di terjemahkan dari inggris ke indonesia oleh Dhammacita

Nara Sumber pāḷi

[ SN 16.1 - SN 16.13 ]

SN 15 SN 16 SN 17


Kassapa Vagga



SN 16.1 : Santuṭṭhi Sutta [Puas]

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, Kassapa ini puas dengan segala jenis jubah, dan ia memuji kepuasan terhadap segala jenis jubah, dan ia tidak terlibat dalam pencarian salah, dalam apa yang tidak layak, demi memperoleh jubah. Jika ia tidak memperoleh jubah ia tidak gelisah, dan jika ia memperoleh jubah ia memakainya tanpa menjadi terikat padanya, tidak menggandrunginya, tidak secara membuta terserap di dalamnya, melihat bahaya di dalamnya, memahami jalan membebaskan diri darinya.

“Para bhikkhu, Kassapa ini puas dengan segala jenis makanan persembahan … dengan segala jenis tempat tinggal … dengan segala jenis obat-obatan … dan jika ia memperolehnya, ia menggunakannya tanpa menjadi terikat padanya, tidak menggandrunginya, tidak secara membuta terserap di dalamnya, melihat bahaya di dalamnya, memahami jalan membebaskan diri darinya.

“Oleh karena itu, para bhikkhu, kalian harus berlatih sebagai berikut: ‘Kami akan puas dengan segala jenis jubah, dan kami akan memuji kepuasan terhadap segala jenis jubah, dan kami tidak akan terlibat dalam pencarian salah, dalam apa yang tidak layak, demi memperoleh jubah. Jika kami tidak memperoleh jubah, kami tidak gelisah, dan jika kami memperoleh jubah, kami akan memakainya tanpa menjadi terikat padanya, tidak menggandrunginya, tidak secara membuta terserap di dalamnya, melihat bahaya di dalamnya, memahami jalan membebaskan diri darinya.

“Kami akan puas dengan segala jenis makanan persembahan … dengan segala jenis tempat tinggal … dengan segala jenis obat-obatan … dan jika kami memperolehnya, kami akan menggunakannya tanpa menjadi terikat padanya, tidak menggandrunginya, tidak secara membuta terserap di dalamnya, melihat bahaya di dalamnya, memahami jalan membebaskan diri darinya.’ Demikianlah kalian harus berlatih.

“Para bhikkhu, Aku akan menasihati kalian dengan teladan Kassapa atau seseorang yang menyerupai Kassapa. Setelah dinasihati, kalian harus berlatih seperti demikian.”




SN 16.2 : Anottāpi Sutta  [Tidak Takut Melakukan Perbuatan Salah]

Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Yang Mulia Mahākassapa dan Yang Mulia Sāriputta sedang berdiam di Bārāṇasī di Taman Rusa di Isipatana. Kemudian, pada suatu malam, Yang Mulia Sāriputta keluar dari keheningan dan mendekati Yang Mulia Mahākassapa. Ia saling bertukar sapa dengan Yang Mulia Mahākassapa dan, ketika mereka mengakhiri ramah-tamah itu, ia duduk di satu sisi dan berkata kepadanya:

“Sahabat, dikatakan bahwa seseorang yang tidak tekun dan tidak takut melakukan perbuatan salah adalah tidak mampu mencapai pencerahan, tidak mampu mencapai Nibbāna, tidak mampu memperoleh keamanan tertinggi dari belenggu; tetapi seseorang yang tekun dan takut melakukan perbuatan salah adalah mampu mencapai pencerahan, mampu mencapai Nibbāna, mampu memperoleh keamanan tertinggi dari belenggu. Dalam cara bagaimanakah ini, sahabat?”

“Di sini, sahabat, seorang bhikkhu tidak membangkitkan semangat dengan berpikir: ‘Jika kondisi buruk yang tidak bermanfaat yang belum muncul menjadi muncul dalam diriku, maka ini akan mengarah pada bahaya bagiku’; juga tidak dengan berpikir: ‘Jika kondisi buruk yang tidak bermanfaat yang telah ada dalam diriku tidak ditinggalkan, maka ini akan mengarah pada bahaya bagiku’; juga tidak dengan berpikir: ‘Jika kondisi bermanfaat yang belum muncul tidak muncul dalam diriku, maka ini akan mengarah pada bahaya bagiku’; juga tidak dengan berpikir: ‘Jika kondisi bermanfaat yang telah ada dalam diriku menjadi lenyap, maka ini akan mengarah pada bahaya bagiku.’ Demikianlah ia tidak tekun.

“Dan bagaimanakah, sahabat, ia tidak takut melakukan perbuatan salah? Di sini, sahabat, seorang bhikkhu tidak menjadi takut pada pikiran: ‘Jika kondisi buruk yang tidak bermanfaat yang belum muncul menjadi muncul dalam diriku, maka ini akan mengarah pada bahaya bagiku’ … juga tidak dengan berpikir: ‘Jika kondisi bermanfaat yang telah muncul dalam diriku menjadi lenyap, maka ini akan mengarah pada bahaya bagiku.’ Demikianlah ia tidak takut melakukan perbuatan salah.

“Dalam cara inilah, sahabat, bahwa seseorang yang tidak tekun dan tidak takut melakukan perbuatan salah tidak mampu mencapai pencerahan, tidak mampu mencapai Nibbāna, tidak mampu memperoleh keamanan tertinggi dari belenggu.

“Dan bagaimanakah, sahabat, seorang yang tekun? Di sini, sahabat, seorang bhikkhu membangkitkan semangat dengan berpikir: ‘Jika kondisi buruk yang tidak bermanfaat yang belum muncul menjadi muncul dalam diriku, maka ini akan mengarah pada bahaya bagiku’ … dan dengan berpikir: ‘Jika kondisi bermanfaat yang telah muncul dalam diriku menjadi lenyap, maka ini akan mengarah pada bahaya bagiku.’ Demikianlah ia tekun.

“Dan bagaimanakah, sahabat, ia takut melakukan perbuatan salah? Di sini, sahabat, seorang bhikkhu menjadi takut pada pikiran: ‘Jika kondisi buruk yang tidak bermanfaat yang belum muncul menjadi muncul dalam diriku, maka ini akan mengarah pada bahaya bagiku’; … dan pada pikiran: ‘Jika kondisi bermanfaat yang telah muncul dalam diriku menjadi lenyap, maka ini akan mengarah pada bahaya bagiku.’ Demikianlah ia takut melakukan perbuatan salah.

“Dalam cara inilah, sahabat, bahwa seseorang yang tekun dan takut melakukan perbuatan salah, mampu mencapai pencerahan, mampu mencapai Nibbāna, mampu memperoleh keamanan tertinggi dari belenggu.”



SN 16.3 : Candūpama Sutta [Bagaikan Bulan]

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, kalian harus mendatangi para keluarga seperti rembulan—menarik mundur badan dan pikiran, selalu bersikap bagaikan pendatang baru, tidak bersikap lancang pada para keluarga. Bagaikan seseorang yang melihat ke dalam sebuah sumur tua, jurang, atau tepi sungai yang curam akan menarik mundur badan dan pikirannya, demikian pula, para bhikkhu, kalian seharusnya mendatangi para keluarga.

“Para bhikkhu, Kassapa mendatangi para keluarga seperti bulan—menarik mundur badan dan pikiran, selalu bersikap bagaikan pendatang baru, tidak bersikap lancang pada para keluarga. Bagaimanakah menurut kalian, para bhikkhu, bhikkhu yang bagaimanakah yang layak mendatangi para keluarga?”

“Yang Mulia, ajaran kami berakar dalam Sang Bhagavā, dituntun oleh Sang Bhagavā, dilindungi oleh Sang Bhagavā. Baik sekali jika Sang Bhagavā sudi menjelaskan makna dari pernyataan ini. Setelah mendengarkan dari Beliau, para bhikkhu akan mengingatnya.”

Kemudian Sang Bhagavā melambaikan tanganNya di udara dan berkata: “Para bhikkhu, bagaikan tangan ini tidak terperangkap dalam ruang, tidak tercengkeram, tidak terikat, demikian pula seorang bhikkhu mendatangi para keluarga dengan pikirannya tidak terperangkap, tidak tercengkeram, dan tidak terikat di tengah-tengah para keluarga, dengan berpikir: ‘Semoga mereka yang menginginkan perolehan mendapatkan perolehan, semoga mereka yang menginginkan jasa memperoleh jasa!’ Ia gembira dan bahagia atas perolehan orang lain sebagaimana ia atas perolehannya sendiri. Seorang bhikkhu demikian adalah layak mendatangi para keluarga.

“Para bhikkhu, ketika Kassapa mendatangi para keluarga, pikirannya tidak terperangkap, tidak tercengkeram, dan tidak terikat di tengah-tengah para keluarga, dengan berpikir: ‘Semoga mereka yang menginginkan perolehan mendapatkan perolehan, semoga mereka yang menginginkan jasa memperoleh jasa!’ Ia gembira dan bahagia atas perolehan orang lain sebagaimana ia atas perolehannya sendiri.

“Bagaimana menurut kalian, para bhikkhu, bagaimanakah ajaran Dhamma seorang bhikkhu dikatakan tidak murni, dan bagaimanakah ajaran Dhamma seorang bhikkhu dikatakan murni?”
“Yang Mulia, ajaran kami berakar dalam Sang Bhagavā …”

“Maka dengarkan dan perhatikanlah, para bhikkhu, Aku akan menjelaskan.”

“Baik, Yang Mulia,” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Seorang bhikkhu mengajarkan Dhamma kepada orang lain dengan pikiran: ‘Oh, semoga mereka mendengarkan Dhamma dariku! Setelah mendengarkan, semoga mereka berkeyakinan pada Dhamma! Setelah berkeyakinan, semoga mereka menunjukkan keyakinan padaku!’ Ajaran Dhamma dari bhikkhu yang demikian adalah tidak murni.

“Tetapi seorang bhikkhu yang mengajarkan Dhamma kepada orang lain dengan pikiran: ‘Dhamma telah dibabarkan dengan sempurna oleh Sang Bhagavā, terlihat langsung, segera, mengundang untuk datang dan melihat, dapat diterapkan, untuk dialami secara pribadi oleh para bijaksana. Oh, semoga mereka mendengarkan Dhamma dariku! Setelah mendengarkan, semoga mereka memahami Dhamma! Setelah memahami, semoga mereka berpraktik sesuai Dhamma!’ Demikianlah ia mengajarkan Dhamma kepada orang lain karena kualitas baik Dhamma; ia mengajarkan Dhamma dengan belas kasihan dan simpati, dengan keprihatinan lembut. Ajaran Dhamma dari bhikkhu demikian adalah murni.

“Para bhikkhu, Kassapa mengajarkan Dhamma kepada orang lain dengan pikiran: ‘Dhamma telah dibabarkan dengan sempurna oleh Sang Bhagavā … Oh, semoga mereka mendengarkan Dhamma dariku! Setelah mendengarkan, semoga mereka memahami Dhamma! Setelah memahami, semoga mereka berpraktik sesuai Dhamma!’ Ia mengajarkan Dhamma kepada orang lain karena kualitas baik Dhamma; ia mengajarkan Dhamma dengan belas kasihan dan simpati, dengan keprihatinan lembut.

“Para bhikkhu, Aku akan menasihati kalian dengan teladan Kassapa atau seseorang yang menyerupai Kassapa. Setelah dinasihati, kalian harus berlatih seperti demikian.”




SN 16.4 : Kulūpaga Sutta [Tamu Para Keluarga]

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, bagaimana menurut kalian, bhikkhu yang bagaimanakah yang layak menjadi tamu para keluarga, dan bhikkhu yang bagaimanakah yang tidak layak menjadi tamu para keluarga?”

“Yang Mulia, ajaran kami berakar dalam Sang Bhagavā …”

Sang Bhagavā berkata sebagai berikut: “Para bhikkhu, seorang bhikkhu mungkin mendatangi para keluarga dengan pikiran: ‘Semoga mereka memberi kepadaku, bukan menahan! Semoga mereka memberiku banyak, bukan sedikit! Semoga mereka memberiku segala yang baik, bukan yang buruk! Semoga mereka memberiku dengan cepat, bukan lambat! Semoga mereka memberiku dengan hormat, bukan dengan tidak hormat!’ Ketika seorang bhikkhu mendatangi para keluarga dengan pikiran demikian, jika mereka tidak memberi, maka ia menjadi sakit hati; sehubungan dengan itu ia mengalami kekecewaan dan ketidaksenangan. Jika mereka memberi sedikit bukan banyak … Jika mereka memberi yang buruk bukan yang baik … Jika mereka memberi dengan lambat bukan dengan cepat … Jika mereka memberi dengan tidak hormat bukan dengan hormat, maka ia menjadi sakit hati; sehubungan dengan itu ia mengalami kekecewaan dan ketidak-senangan. Seorang bhikkhu demikian adalah tidak layak menjadi tamu para keluarga.

“Para bhikkhu, seorang bhikkhu mungkin mendatangi para keluarga dengan pikiran: ‘Ketika berada di antara para keluarga, bagaimana mungkin aku berpikir: “Semoga mereka memberi kepadaku, bukan menahan! … Semoga mereka memberiku dengan hormat, bukan dengan tidak hormat!”?’ Ketika seorang bhikkhu mendatangi para keluarga dengan pikiran demikian, jika mereka tidak memberi … jika mereka memberi dengan tidak hormat bukan dengan hormat, maka ia tidak menjadi sakit hati; sehubungan dengan itu ia tidak mengalami kekecewaan dan ketidak-senangan. Seorang bhikkhu demikian adalah layak menjadi tamu para keluarga.

“Para bhikkhu, Kassapa mendatangi para keluarga dengan pikiran demikian … Demikianlah jika mereka tidak memberi … jika mereka memberi dengan tidak hormat bukan dengan hormat, ia tidak menjadi sakit hati; sehubungan dengan itu ia tidak mengalami kekecewaan dan ketidak-senangan.

“Para bhikkhu, Aku akan menasihati kalian dengan teladan Kassapa atau seseorang yang menyerupai Kassapa. Setelah dinasihati, kalian harus berlatih seperti demikian.”




SN 16.5 : Jiṇṇa Sutta [Tua]


Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Rājagaha di Hutan Bambu, Taman Suaka Tupai. Kemudian Yang Mulia Mahākassapa mendekati Sang Bhagavā, memberi hormat kepada Beliau, dan duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya: “Engkau sudah tua sekarang, Kassapa, dan jubah potongan-kain rami yang telah usang itu tentu membebanimu. Oleh karena itu engkau harus mengenakan jubah yang dipersembahkan oleh para perumah tangga, Kassapa, menerima undangan makan, dan menetap di dekatKu.”

“Sejak lama, Yang Mulia, aku telah menjadi penghuni hutan dan memuji perbuatan menetap di hutan; aku telah menjadi pemakan makanan yang dipersembahkan dan memuji perbuatan memakan makanan persembahan; aku adalah pemakai jubah potongan-kain dan memuji perbuatan memakai jubah potongan-kain; aku mengenakan jubah tiga potong dan memuji perbuatan mengenakan jubah tiga potong; aku memiliki sedikit keinginan dan memuji sedikitnya keinginan; aku puas dan memuji kepuasan; aku mengasingkan diri dan memuji pengasingan; aku menjauhi pergaulan dan memuji perbuatan menjauhi pergaulan; aku bersemangat dan memuji perbuatan membangkitkan semangat.”
“Dengan mempertimbangkan apakah, Kassapa, engkau sejak lama menjadi penghuni hutan … dan memuji perbuatan membangkitkan semangat?”

“Mempertimbangkan dua manfaat, Yang Mulia. Untuk diriku aku melihat tempat tinggal yang nyaman dalam kehidupan ini, dan aku berbelas kasihan kepada generasi mendatang, dengan berpikir, ‘Semoga generasi mendatang mengikuti teladanku!” Karena ketika mereka mendengar, ‘Siswa Sang Buddha yang tercerahkan sejak lama adalah penghuni hutan dan memuji perbuatan menetap di hutan … bersemangat dan memuji perbuatan membangkitkan semangat,’ kemudian mereka akan mempraktikkan sesuai dengan itu, dan itu akan menuntun menuju kesejahteraan dan kebahagiaan mereka untuk waktu yang lama. Mempertimbangkan dua manfaat ini, Yang Mulia, aku sejak lama telah menjadi penghuni hutan … dan memuji perbuatan membangkitkan semangat.”

“Bagus, bagus, Kassapa! Engkau mempraktikkan demi kesejahteraan dan kebahagiaan banyak makhluk, demi belas kasihan kepada dunia, demi kebaikan, kesejahteraan, dan kebahagiaan para deva dan manusia. Oleh karena itu, Kassapa, kenakanlah jubah potongan-kain rami yang telah usang, berjalanlah menerima persembahan makanan, dan menetaplah di hutan.”




SN 16.6 : Ovāda 1 Sutta [ Nasihat (1)]

Di Rājagaha di Hutan Bambu. Yang Mulia Mahākassapa mendekati Sang Bhagavā, memberi hormat kepada Beliau, dan duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya: “Nasihatilah para bhikkhu, Kassapa, berikan mereka sebuah khotbah Dhamma. Apakah Aku yang harus menasihati para bhikkhu, Kassapa, atau engkau. Apakah Aku yang harus memberikan sebuah khotbah Dhamma atau engkau.”

“Yang Mulia, para bhikkhu saat ini sulit ditegur, dan mereka memiliki kualitas yang membuat mereka sulit ditegur. Mereka tidak sabar dan tidak menerima instruksi dengan hormat. Di sini, Yang Mulia, aku melihat seorang bhikkhu bernama Bhaṇḍa, murid Ānanda, dan seorang bhikkhu bernama Abhiñjika, murid Anuruddha, saling bersaing satu sama lain sehubungan dengan pelajaran mereka, dengan mengatakan: ‘Marilah, bhikkhu, siapakah yang dapat berbicara lebih banyak? Siapakah yang dapat berbicara lebih baik? Siapakah yang dapat berbicara lebih lama?’”

Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada seorang bhikkhu sebagai berikut: “Pergilah, bhikkhu, beritahu Bhikkhu Bhaṇḍa dan Bhikkhu Abhiñjika atas namaKu bahwa Sang Guru memanggil mereka.”

“Baik, Yang Mulia,” bhikkhu itu menjawab, dan ia mendatangi kedua bhikkhu itu dan memberitahu mereka: “Sang Guru memanggil Yang Mulia.”

“Baik, Sahabat,” kedua bhikkhu itu menjawab, dan mereka mendatangi Sang Bhagavā, memberi hormat kepada Beliau, dan duduk di satu sisi. Sang Bhagavā berkata kepada mereka: “Benarkah, bhikkhu, bahwa kalian saling bersaing satu sama lain sehubungan dengan pelajaran kalian, tentang siapa yang dapat berbicara lebih banyak, siapa yang dapat berbicara lebih baik, siapa yang dapat berbicara lebih lama?”

“Benar, Yang Mulia.”

“Pernahkah kalian mendengarkan Aku mengajarkan Dhamma sebagai berikut: ‘Mari, para bhikkhu, bersainglah satu sama lain sehubungan dengan pelajaranmu, dan lihat siapa yang dapat berbicara lebih banyak, siapa yang dapat berbicara lebih baik, siapa yang dapat berbicara lebih lama’?”

“Tidak, Yang Mulia.”

“Kalau begitu jika kalian tidak pernah mendengarkan Aku mengajarkan Dhamma demikian, apakah yang kalian, manusia tidak tahu diri, ketahui dan lihat, setelah meninggalkan keduniawian dalam Dhamma dan Disiplin yang telah dibabarkan dengan sempurna, kalian saling bersaing satu sama lain sehubungan dengan pelajaran kalian, tentang siapa yang dapat berbicara lebih banyak, siapa yang dapat berbicara lebih baik, siapa yang dapat berbicara lebih lama?”

Kemudian kedua bhikkhu itu bersujud dengan kepala mereka di kaki Sang Bhagavā dan berkata: “Yang Mulia, kami telah melakukan pelanggaran—kami begitu bodoh, begitu bingung, begitu tidak selayaknya—karena, setelah meninggalkan keduniawian dalam Dhamma dan Disiplin yang telah dibabarkan dengan sempurna, kami saling bersaing satu sama lain sehubungan dengan pelajaran kami, tentang siapa yang dapat berbicara lebih banyak, siapa yang dapat berbicara lebih baik, siapa yang dapat berbicara lebih lama. Yang Mulia, sudilah Bhagavā memaafkan kami atas pelanggaran kami yang terlihat sebagai pelanggaran demi pengendalian di masa depan.”

“Tentu saja, bhikkhu, kalian telah melakukan pelanggaran—begitu bodoh, begitu bingung, begitu tidak selayaknya—karena, setelah meninggalkan keduniawian dalam Dhamma dan Disiplin yang telah dibabarkan dengan sempurna, kalian saling bersaing satu sama lain sehubungan dengan pelajaran kalian … Tetapi karena kalian melihat pelanggaran kalian sebagai pelanggaran dan melakukan perbaikan sesuai dengan Dhamma, maka kami memaafkan kalian sehubungan dengan hal ini. Karena adalah pertumbuhan dalam Disiplin Para Mulia ini ketika seseorang melihat pelanggarannya sebagai pelanggaran, melakukan perbaikan sesuai dengan Dhamma, dan menjalani pengendalian di masa depan.”




SN 16.7 : Ovāda 2 Sutta [Nasihat (2)]

Di Rājagaha di Hutan Bambu. Yang Mulia Mahākassapa mendekati Sang Bhagavā, memberi hormat kepada Beliau, dan duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya: ‘Nasihatilah para bhikkhu, Kassapa, berikan mereka sebuah khotbah Dhamma. Apakah Aku yang harus menasihati para bhikkhu, Kassapa, atau engkau. Apakah Aku yang harus memberikan sebuah khotbah Dhamma atau engkau.”

“Yang Mulia, para bhikkhu saat ini sulit ditegur, dan mereka memiliki kualitas yang membuat mereka sulit ditegur. Mereka tidak sabar dan tidak menerima instruksi dengan hormat. Yang Mulia, bagi seseorang yang tidak berkeyakinan sehubungan dengan kondisi-kondisi bermanfaat, tidak memiliki rasa malu, tidak takut melakukan perbuatan salah, tidak bersemangat, dan tidak bijaksana, apakah siang atau malam hanya kemunduran yang diharapkan sehubungan dengan kondisi-kondisi bermanfaat, bukan kemajuan. Bagaikan, selama dwimingguan gelap, apakah siang atau malam bulan memudar dalam warna, lingkaran, dan kecerahannya, dalam diameter dan kelilingnya, demikian pula, Yang Mulia, bagi seseorang yang tidak berkeyakinan sehubungan dengan kondisi-kondisi bermanfaat, tidak memiliki rasa malu, tidak takut melakukan pelanggaran, tidak bersemangat, dan tidak bijaksana, apakah siang atau malam hanya kemunduran yang diharapkan sehubungan dengan kondisi-kondisi bermanfaat, bukan kemajuan.

“Seseorang yang tidak berkeyakinan, Yang Mulia: ini adalah kasus kemunduran. Seseorang yang tidak memiliki rasa malu … yang tidak takut melakukan perbuatan salah … yang malas … yang tidak bijaksana … marah … dengki: ini adalah kasus kemunduran. Ketika tidak ada para bhikkhu yang menasihati: ini adalah kasus kemunduran.

“Yang Mulia, bagi seseorang yang berkeyakinan sehubungan dengan kondisi-kondisi bermanfaat, memiliki rasa malu, takut melakukan perbuatan salah, bersemangat, dan bijaksana, apakah siang atau malam hanya kemajuan yang diharapkan sehubungan dengan kondisi-kondisi bermanfaat, bukan kemunduran. Bagaikan, selama dwimingguan terang, apakah siang atau malam bulan berkembang dalam warna, lingkaran, dan kecerahannya, dalam diameter dan kelilingnya, demikian pula, Yang Mulia, bagi seseorang yang berkeyakinan sehubungan dengan kondisi-kondisi bermanfaat, memiliki rasa malu, takut melakukan perbuatan salah, bersemangat, dan bijaksana, apakah siang atau malam hanya kemajuan yang diharapkan sehubungan dengan kondisi-kondisi bermanfaat, bukan kemunduran.

“Seseorang yang berkeyakinan, Yang Mulia: ini adalah kasus ketidak-munduran. Seseorang yang memiliki rasa malu … yang takut melakukan perbuatan salah … yang bersemangat … yang bijaksana … tanpa kemarahan … tanpa kedengkian: ini adalah kasus ketidak-munduran. Ketika ada para bhikkhu yang menasihati: ini adalah kasus ketidak-munduran.”

“Bagus, bagus, Kassapa!”

Kemudian Sang Buddha mengulangi keseluruhan pernyataan Yang Mulia Mahākassapa.




SN 16.8 : Ovāda 3 Sutta [Nasihat (3)]

Di Rājagaha di Hutan Bambu. Yang Mulia Mahākassapa mendekati Sang Bhagavā, memberi hormat kepada Beliau, dan duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya: ‘Nasihatilah para bhikkhu, Kassapa, berikan mereka sebuah khotbah Dhamma. Apakah Aku yang harus menasihati para bhikkhu, Kassapa, atau engkau. Apakah Aku yang harus memberikan sebuah khotbah Dhamma atau engkau.”

“Yang Mulia, para bhikkhu saat ini sulit ditegur, dan mereka memiliki kualitas yang membuat mereka sulit ditegur. Mereka tidak sabar dan tidak menerima instruksi dengan hormat.”

“Demikianlah, Kassapa, di masa lampau para bhikkhu senior adalah penghuni hutan dan memuji perbuatan menetap di hutan; mereka adalah pemakan makanan persembahan dan memuji perbuatan memakan makanan persembahan; mereka adalah pemakai jubah potongan-kain dan memuji perbuatan mengenakan jubah potongan-kain; mereka adalah pemakai jubah tiga potong dan memuji pemakaian jubah tiga potong; mereka memiliki sedikit keinginan dan memuji sedikitnya keinginan; mereka puas dan memuji kepuasan; mereka jauh dari pergaulan dan memuji perbuatan menjauhi pergaulan; mereka bersemangat dan memuji perbuatan membangkitkan semangat.

“Kemudian, ketika seorang bhikkhu adalah penghuni hutan dan memuji perbuatan menetap di hutan … … ketika ia bersemangat dan memuji perbuatan membangkitkan semangat, para bhikkhu senior akan mengundangnya untuk duduk dan berkata: ‘Marilah, bhikkhu. Siapakah nama bhikkhu ini? Ini adalah bhikkhu yang unggul. Bhikkhu ini tekun dalam latihan. Marilah, bhikkhu, ini tempat duduk, silahkan duduk.’ Kemudian para bhikkhu yang baru ditahbiskan akan berpikir: ‘Sepertinya bahwa ketika seorang bhikkhu adalah penghuni hutan dan memuji perbuatan menetap di hutan … ketika ia bersemangat dan memuji perbuatan membangkitkan semangat, para bhikkhu senior akan mengundangnya untuk duduk ….’ Mereka akan mempraktikkan sesuai dengan itu, dan itu akan menuntun menuju kesejahteraan dan kebahagiaan mereka untuk waktu yang lama.

“Tetapi sekarang, Kassapa, para bhikkhu senior tidak lagi menetap di hutan dan tidak memuji perbuatan menetap di hutan … … mereka tidak lagi bersemangat dan tidak memuji perbuatan membangkitkan semangat. Sekarang adalah bhikkhu yang terkenal dan termasyhur, seorang yang memperoleh jubah, dana makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan, yang diundang untuk duduk oleh para bhikkhu senior, dengan mengatakan: ‘Marilah, bhikkhu. Siapakah nama bhikkhu ini? Ini adalah bhikkhu yang unggul. Bhikkhu ini tekun dalam membina hubungan dengan saudara-saudaranya dalam kehidupan suci. Marilah, bhikkhu, ini tempat duduk, silahkan duduk.’ Kemudian para bhikkhu yang baru ditahbiskan akan berpikir: ‘Sepertinya bahwa ketika seorang bhikkhu menjadi terkenal dan termasyhur, seorang yang memperoleh jubah, dana makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan, maka para bhikkhu senior akan mengundangnya untuk duduk ….’ Mereka akan mempraktikkan sesuai dengan itu, dan itu akan menuntun menuju bahaya dan penderitaan mereka untuk waktu yang lama.

“Jika, Kassapa, seseorang yang berkata benar mengatakan: ‘Mereka yang menjalani kehidupan suci telah dihancurkan oleh kehancuran dari mereka yang menjalani kehidupan suci, mereka yang menjalani hidup suci telah ditaklukkan oleh penaklukan dari mereka yang menjalani kehidupan suci; demikianlah seorang yang berkata benar mengatakan hal ini.” 



SN 16.9: Jhānābhiññā Sutta [Jhāna dan Pengetahuan Langsung]


Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, sejauh apa pun Aku menginginkan, dengan terasing dari kenikmatan indria, terasing dari kondisi-kondisi tidak bermanfaat, Aku masuk dan berdiam dalam jhāna pertama, yang disertai dengan pemikiran dan pemeriksaan, dengan sukacita dan kebahagiaan yang timbul dari keterasingan. Kassapa juga, sejauh apa pun ia menginginkan, dengan terasing dari kenikmatan indria, terasing dari kondisi-kondisi tidak bermanfaat, masuk dan berdiam dalam jhāna pertama.

“Para bhikkhu, sejauh apa pun Aku menginginkan, dengan meredanya pemikiran dan pemeriksaan, Aku masuk dan berdiam dalam jhāna ke dua, yang memiliki keyakinan internal dan keterpusatan pikiran, tanpa pemikiran dan pemeriksaan, dan memiliki sukacita dan kebahagiaan yang timbul dari konsentrasi. Kassapa juga, sejauh apa pun ia menginginkan, dengan meredanya pemikiran dan pemeriksaan, masuk dan berdiam dalam jhāna ke dua.

“Para bhikkhu, sejauh apa pun Aku menginginkan, dengan meluruhnya sukacita, Aku berdiam dalam keseimbangan, dan dengan penuh perhatian dan pemahaman jernih, Aku mengalami kebahagiaan jasmani; Aku masuk dan berdiam dalam jhāna ke tiga yang dinyatakan oleh para mulia: ‘Ia seimbang, penuh perhatian, seorang yang berdiam dengan bahagia.’ Kassapa juga, sejauh apa pun ia menginginkan, masuk dan berdiam dalam jhāna ke tiga.

“Para bhikkhu, sejauh apa pun Aku menginginkan, dengan melepaskan kenikmatan dan kesakitan, dan dengan lenyapnya kegembiraan dan ketidak-senangan sebelumnya, Aku masuk dan berdiam dalam jhāna ke empat, yang tidak menyakitkan juga tidak menyenangkan dan termasuk pemurnian perhatian melalui keseimbangan. Kassapa juga, sejauh apa pun ia menginginkan, masuk dan berdiam dalam jhāna ke empat.

“Para bhikkhu, sejauh apa pun Aku menginginkan, dengan melampaui persepsi bentuk, dengan lenyapnya persepsi kontak indria, dengan tanpa perhatian pada persepsi yang beraneka-ragam, menyadari bahwa ruang adalah tanpa batas, Aku masuk dan berdiam dalam landasan ruang tanpa batas. Kassapa juga, sejauh apa pun ia menginginkan, masuk dan berdiam dalam landasan ruang tanpa batas.

“Para bhikkhu, sejauh apa pun Aku menginginkan, dengan melampaui landasan ruang tanpa batas, menyadari bahwa kesadaran adalah tanpa batas, Aku masuk dan berdiam dalam landasan kesadaran tanpa batas. Kassapa juga, sejauh apa pun ia menginginkan, masuk dan berdiam dalam landasan kesadaran tanpa batas.

“Para bhikkhu, sejauh apa pun Aku menginginkan, dengan melampaui landasan kesadaran tanpa batas, menyadari bahwa ‘tidak ada apa-apa,’ Aku masuk dan berdiam dalam landasan kekosongan. Kassapa juga, sejauh apa pun ia menginginkan, masuk dan berdiam dalam landasan kekosongan.
“Para bhikkhu, sejauh apa pun Aku menginginkan, dengan melampaui landasan kekosongan, Aku masuk dan berdiam dalam landasan bukan-persepsi juga bukan bukan-persepsi. Kassapa juga, sejauh apa pun ia menginginkan, masuk dan berdiam dalam landasan bukan-persepsi juga bukan bukan-persepsi.

“Para bhikkhu, sejauh apa pun Aku menginginkan, dengan melampaui landasan bukan-persepsi juga bukan bukan-persepsi, Aku masuk dan berdiam dalam lenyapnya persepsi dan perasaan. Kassapa juga, sejauh apa pun ia menginginkan, masuk dan berdiam dalam lenyapnya persepsi dan perasaan.

“Para bhikkhu, sejauh apa pun Aku menginginkan, Aku mengerahkan berbagai kekuatan spiritual: dari satu, Aku menjadi banyak; dari banyak, Aku menjadi satu; Aku muncul dan lenyap; Aku berjalan tanpa rintangan menembus tembok, menembus benteng, menembus gunung seolah-olah menembus ruang kosong; Aku masuk dan keluar dari tanah seolah-olah di air; Aku berjalan di atas air tanpa tenggelam seolah-olah di atas tanah; duduk bersila, Aku melayang di angkasa bagaikan burung; dengan tanganKu Aku menyentuh dan menepuk bulan dan matahari begitu kuat dan perkasa; Aku mengerahkan kemahiran dengan tubuh hingga sejauh alam brahmā. Kassapa juga, sejauh apa pun ia menginginkan, mengerahkan berbagai jenis kekuatan spiritual.

“Para bhikkhu, sejauh apa pun Aku menginginkan, dengan unsur telinga dewa yang murni dan melampaui manusia, Aku mendengarkan kedua jenis suara, alam surga dan alam manusia, suara yang jauh maupun yang dekat. Kassapa juga, sejauh apa pun ia menginginkan, dengan unsur telinga dewa, yang murni dan melampaui manusia, mendengarkan kedua jenis suara. 

“Para bhikkhu, sejauh apa pun Aku menginginkan, Aku memahami pikiran makhluk-makhluk dan orang-orang lain, setelah melingkupinya dengan pikiranKu sendiri. Aku memahami pikiran dengan nafsu sebagai pikiran dengan nafsu; pikiran tanpa nafsu sebagai pikiran tanpa nafsu; pikiran dengan kebencian sebagai pikiran dengan kebencian; pikiran tanpa kebencian sebagai pikiran tanpa kebencian; pikiran dengan delusi sebagai pikiran dengan delusi; pikiran tanpa delusi sebagai pikiran tanpa delusi; pikiran mengerut sebagai pikiran mengerut dan pikiran kacau sebagai pikiran kacau; pikiran luhur sebagai pikiran luhur dan pikiran tidak luhur sebagai pikiran tidak luhur; pikiran terlampaui sebagai pikiran terlampaui dan pikiran tidak terlampaui sebagai pikiran tidak terlampaui; pikiran terkonsentrasi sebagai pikiran terkonsentrasi dan pikiran tidak terkonsentrasi sebagai pikiran tidak terkonsentrasi; pikiran terbebaskan sebagai pikiran terbebaskan dan pikiran tidak terbebaskan sebagai pikiran tidak terbebaskan. Kassapa juga, sejauh apa pun ia menginginkan, memahami pikiran makhluk-makhluk dan orang-orang lain, setelah melingkupinya dengan pikirannya sendiri.

“Para bhikkhu, sejauh apa pun Aku menginginkan, Aku mengingat banyak kehidupan lampau, yaitu satu kelahiran, dua kelahiran, tiga kelahiran, empat kelahiran, lima kelahiran, sepuluh kelahiran, dua puluh kelahiran, tiga puluh kelahiran, empat puluh kelahiran, lima puluh kelahiran, seratus kelahiran, seribu kelahiran, seratus ribu kelahiran, banyak kappa penyusutan-dunia, banyak kappa pengembangan-dunia, banyak kappa penyusutan dan pengembangan dunia sebagai berikut: ‘Di sana Aku bernama ini, berasal dari suku ini, berpenampilan seperti ini, makananKu seperti ini, Aku mengalami kesenangan dan kesakitan seperti ini, umur kehidupanKu adalah selama ini; meninggal dunia dari sana, Aku terlahir kembali di tempat lain, dan di sana Aku bernama ini, berasal dari suku ini, berpenampilan seperti ini, makananKu seperti ini, Aku mengalami kesenangan dan kesakitan seperti ini, umur kehidupanKu adalah selama ini; meninggal dunia dari sana, Aku terlahir kembali di sini.’ Demikianlah Aku mengingat banyak kehidupan lampau dengan berbagai cara dan rinciannya. Kassapa juga, sejauh apa pun ia menginginkan, mengingat banyak kehidupan lampau dengan berbagai cara dan rinciannya.

Para bhikkhu, sejauh apa pun Aku menginginkan, dengan mata dewa, yang murni dan melampaui manusia, Aku melihat makhluk-makhluk meninggal dunia dan terlahir kembali, hina dan mulia, berpenampilan baik dan berpenampilan buruk, kaya dan miskin, dan Aku mengetahui bagaimana makhluk-makhluk mengembara sesuai dengan kamma mereka, sebagai berikut: ‘Makhluk-makhluk ini yang melakukan perbuatan jahat melalui jasmani, ucapan, dan pikiran, yang mencela para mulia, menganut pandangan salah dan melakukan tindakan berdasarkan atas pandangan salah, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, telah terlahir kembali di alam sengsara, alam yang buruk, alam rendah, di neraka; tetapi makhluk-makhluk ini yang melakukan perbuatan baik melalui jasmani, ucapan, dan pikiran, yang tidak mencela para mulia, menganut pandangan benar dan melakukan tindakan berdasarkan atas pandangan benar, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, telah terlahir kembali di alam yang baik, alam surga.’ Demikianlah dengan mata dewa, yang murni dan melampaui manusia, Aku melihat kematian dan kelahiran makhluk-makhluk, hina dan mulia, berpenampilan baik dan berpenampilan buruk, kaya dan miskin, dan Aku mengetahui bagaimana makhluk-makhluk mengembara sesuai dengan kamma mereka. Kassapa juga, sejauh apa pun ia menginginkan, dengan mata dewa, yang murni dan melampaui manusia, melihat makhluk-makhluk meninggal dunia dan terlahir kembali, hina dan mulia, berpenampilan baik dan berpenampilan buruk, kaya dan miskin, dan ia mengetahui bagaimana makhluk-makhluk mengembara sesuai dengan kamma mereka.

“Para bhikkhu, dengan hancurnya noda-noda, dalam kehidupan ini Aku masuk dan berdiam dalam kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dengan merealisasikannya untuk diriKu sendiri dengan pengetahuan langsung. Kassapa juga, dengan hancurnya noda-noda, dalam kehidupan ini masuk dan berdiam dalam kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dengan merealisasikannya untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung.”



SN 16.10 : Bhikkhunūupassaya Sutta [Tempat Tinggal Bhikkhunī ]

Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Yang Mulia Mahākassapa sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Pada suatu pagi, Yang Mulia Ānanda merapikan jubah dan, membawa mangkuk dan jubah, ia mendekati Yang Mulia Mahākassapa dan berkata: “Marilah, Yang Mulia Kassapa, kita pergi ke tempat tinggal para bhikkhunī.”

“Engkau pergilah, sahabat Ānanda, engkau adalah orang sibuk dengan banyak tugas.”

Untuk ke dua kalinya Yang Mulia Ānanda berkata kepada Yang Mulia Mahākassapa: “Marilah, Yang Mulia Kassapa, kita pergi ke tempat tinggal para bhikkhunī.”

“Engkau pergilah, sahabat Ānanda, engkau adalah orang sibuk dengan banyak tugas.”

Untuk ke tiga kalinya Yang Mulia Ānanda berkata kepada Yang Mulia Mahākassapa: “Marilah, Yang Mulia Kassapa, kita pergi ke tempat tinggal para bhikkhunī.”

Maka, pada pagi hari itu, Yang Mulia Mahākassapa merapikan jubah dan, membawa mangkuk dan jubahnya, pergi ke kediaman para bhikkhunī bersama dengan Yang Mulia Ānanda. Ketika ia tiba, ia duduk di tempat yang telah disediakan. Kemudian sejumlah bhikkhunī mendatangi Yang Mulia Mahākassapa, memberi hormat kepadanya, dan duduk di satu sisi. Ketika mereka duduk di sana, Yang Mulia Mahākassapa memberikan instruksi, menasihati, menginspirasi, dan menggembirakan para bhikkhunī itu dengan khotbah Dhamma, setelah itu ia bangkit dari duduknya dan pergi.

Kemudian Bhikkhunī Thullatissā, karena tidak senang, mengungkapkan ketidak-senangannya sebagai berikut: “Bagaimana mungkin Guru Mahākassapa berpikir untuk membabarkan Dhamma di depan Guru Ānanda, sang bijaksana dari Videhi?—ini bagaikan seorang penjual-jarum yang berpikir untuk dapat menjual jarum kepada seorang pembuat-jarum!”

Pernyataan Bhikkhunī Thullatissā ini terdengar oleh Yang Mulia Mahākassapa dan ia berkata kepada Yang Mulia Ānanda: “Bagaimana ini, Sahabat Ānanda, apakah aku si penjual-jarum dan engkau si pembuat-jarum, atau aku adalah pembuat-jarum dan engkau adalah penjual-jarum?”

“Sabarlah, Yang Mulia Kassapa, perempuan memang dungu.”

“Tunggu dulu, Sahabat Ānanda! Jangan memberi kesempatan pada Saṅgha untuk memeriksamu lebih jauh. Bagaimana menurutmu, Sahabat Ānanda, apakah engkau yang oleh Sang Bhagavā ditampilkan di depan para Bhikkhu Saṅgha, dengan mengatakan: ‘Para bhikkhu, sejauh apa pun Aku menginginkan, dengan terasing dari kenikmatan indria, terasing dari kondisi-kondisi tidak bermanfaat, Aku masuk dan berdiam dalam jhāna pertama, yang disertai dengan pemikiran dan pemeriksaan, dengan sukacita dan kebahagiaan yang timbul dari keterasingan. Ānanda juga, sejauh apa pun ia menginginkan, dengan terasing dari kenikmatan indria, terasing dari kondisi-kondisi tidak bermanfaat, masuk dan berdiam dalam jhāna pertama.’?”

“Bukan, Yang Mulia.”

“Akulah orangnya, sahabat, yang oleh Sang Bhagavā ditampilkan di depan para Bhikkhu Saṅgha, dengan mengatakan: ‘Para bhikkhu, sejauh apa pun Aku menginginkan … Aku masuk dan berdiam dalam jhāna pertama .... Kassapa juga, sejauh apa pun ia menginginkan, dengan terasing dari kenikmatan indria, terasing dari kondisi-kondisi tidak bermanfaat, masuk dan berdiam dalam jhāna pertama.’

Tanya-jawab yang sama diulangi untuk pencapaian meditatif lainnya dan enam pengetahuan langsung, seperti dalam sutta sebelumnya.

“Akulah orangnya, sahabat, yang oleh Sang Bhagavā ditampilkan di depan para Bhikkhu Saṅgha, dengan mengatakan: ‘Para bhikkhu, dengan hancurnya noda-noda, dalam kehidupan ini Aku masuk dan berdiam dalam kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dengan merealisasikannya untuk diriKu sendiri dengan pengetahuan langsung. Kassapa juga, dengan hancurnya noda-noda, dalam kehidupan ini masuk dan berdiam dalam kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dengan merealisasikannya untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung.’

“Sahabat, seseorang mungkin saja berpikir bahwa enam pengetahuan langsung yang kumiliki dapat disembunyikan sebagaimana usaha untuk menyembunyikan seekor gajah setinggi tujuh atau tujuh setengah cubit dengan sehelai daun palem.”

Tetapi Bhikkhunī Thullatissā jatuh dari kehidupan suci.




SN 16.11 : Cīvara Sutta [Jubah]

Pada suatu ketika Yang Mulia Mahākassapa sedang menetap di Rājagaha di Hutan Bambu, Taman Suaka Tupai. Pada saat itu Yang Mulia Ānanda sedang melakukan perjalanan di Dakkhiṇāgiri bersama dengan sejumlah besar Saṅgha para bhikkhu. Pada saat itu tiga puluh bhikkhu—murid Yang Mulia Ānanda—sebagian besar dari mereka adalah para pemuda, telah meninggalkan latihan dan kembali ke kehidupan yang lebih rendah.

Setelah Yang Mulia Ānanda mengembara di Dakkhiṇāgiri selama yang ia inginkan, ia kembali ke Rājagaha, di Hutan Bambu, Taman Suaka Tupai. Ia mendekati Yang Mulia Mahākassapa, memberi hormat kepadanya, dan duduk di satu sisi, dan Yang Mulia Mahākassapa berkata kepadanya: “Sahabat Ānanda, untuk berapa alasankah Sang Bhagavā menetapkan aturan bahwa para bhikkhu tidak boleh makan di antara para keluarga dalam kelompok yang lebih dari tiga orang?”

“Sang Bhagavā menetapkan aturan ini untuk tiga alasan, Yang Mulia Kassapa: untuk mengekang orang-orang yang berperilaku buruk dan demi kenyamanan bhikkhu-bhikkhu berperilaku baik, [dengan niat,] ‘Semoga mereka yang berkeinginan buruk, dengan membentuk kelompok, tidak melakukan perbuatan memecah-belah Saṅgha!’; dan karena bersimpati terhadap para keluarga. Untuk tiga alasan inilah, Yang Mulia Kassapa, Sang Bhagavā menetapkan aturan ini.”

“Kalau begitu mengapa, Sahabat Ānanda, engkau mengembara bersama para bhikkhu muda ini yang tidak terkendali indria-nya, yang makan berlebihan, dan tidak menekuni keawasan? Seseorang akan menganggap engkau berjalan menginjak-injak tanaman; seseorang akan menganggap engkau mengembara menghancurkan para keluarga. Pengikutmu terpecah, Sahabat Ānanda, para pengikut mudamu bercerai-berai. Tetapi anak muda ini masih tidak mengetahui kapasitasnya!”

“Rambut putih telah tumbuh di kepalaku, Yang Mulia Kassapa. Dapatkah kami terbebaskan dari sebutan anak-muda oleh Yang Mulia Mahākassapa?”

“Sahabat Ānanda, adalah karena engkau mengembara bersama para bhikkhu muda ini, yang tidak terkendali indria-nya … Tetapi anak muda ini masih tidak mengetahui kapasitasnya!”

Bhikkhunī Thullanandā mendengarkan hal ini: “Guru Mahākassapa menegur Guru Ānanda, sang bijaksana dari Videhi, dengan menyebutnya anak-muda.” Kemudian, karena tidak senang akan hal ini, ia mengungkapkan ketidak-senangannya sebagai berikut: “Bagaimana mungkin, Guru Mahākassapa, yang sebelumnya adalah pengikut sekte lain, berpikir untuk menegur Guru Ānanda, sang bijaksana dari Videhi, dengan menyebutnya anak-muda?”

Yang Mulia Mahākassapa mendengar Bhikkhunī Thullanandā mengungkapkan pernyataan ini dan berkata kepada Yang Mulia Ānanda: “Sahabat Ānanda, Bhikkhunī Thullanandā pasti membuat pernyataan ini secara kasar, tanpa pertimbangan. Karena sejak aku mencukur rambut dan janggut, mengenakan jubah kuning, dan meninggalkan kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah, aku tidak ingat pernah mengakui guru mana pun selain Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna.

“Di masa lalu, sahabat, ketika aku masih menjadi seorang perumah tangga, aku berpikir: ‘Kehidupan rumah tangga adalah penjara, jalan berdebu, meninggalkan keduniawian adalah bagaikan ruang terbuka. Tidaklah mudah bagi seseorang yang tinggal dalam rumah untuk menjalani kehidupan suci yang sempurna, benar-benar sempurna, bagaikan kulit kerang yang digosok. Biarlah aku mencukur rambut dan janggutku, mengenakan jubah kuning, dan meninggalkan kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah.’ Beberapa waktu kemudian aku memiliki sebuah jubah luar dari kain potongan-kain; kemudian, meniru mereka para Arahant di dunia ini [sebagai teladan], aku mencukur rambut dan janggutku, mengenakan jubah kuning, dan pergi dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah.

“Ketika aku pergi meninggalkan kehidupan tanpa rumah, aku sedang berjalan di sepanjang jalan ketika aku melihat Sang Bhagavā sedang duduk di Altar Bahuputta antara Rājagaha dan Nālandā. Setelah melihat Beliau, aku berpikir: ‘Jika aku akan bertemu Guru, maka hanya Sang Bhagavā sendirilah yang akan kutemui. Jika aku akan bertemu Yang Sempurna, maka hanya Sang Bhagavā sendirilah yang akan kutemui. Jika aku akan bertemu Yang Tercerahkan Sempurna, maka hanya Sang Bhagavā sendirilah yang akan kutemui.’ Kemudian aku bersujud di sana di kaki Sang Bhagavā dan berkata kepadaNya: ‘Yang Mulia, Sang Bhagavā adalah Guruku, aku adalah siswaNya. Yang Mulia, Sang Bhagavā adalah Guruku, aku adalah siswaNya.’

“Ketika aku mengatakan hal ini, Sang Bhagavā berkata kepadaku: ‘Kassapa, jika seseorang yang tidak mengetahui dan tidak melihat harus mengatakan kepada seorang siswa yang begitu berpikiran teguh sepertimu: “Aku mengetahui, aku melihat,” maka kepalanya akan pecah. Tetapi dengan mengetahui, Aku katakan, “Aku mengetahui”; dengan melihat, Aku katakan, “Aku melihat.”

“‘Oleh karena itu, Kassapa, engkau harus berlatih sebagai berikut: “Aku akan membangkitkan rasa malu dan takut melakukan perbuatan salah terhadap para senior, terhadap yang baru ditahbiskan, dan terhadap yang berstatus menengah.” Demikianlah engkau harus berlatih.

“‘Oleh karena itu, Kassapa, engkau harus berlatih sebagai berikut: “Kapanpun aku mendengarkan Dhamma yang berhubungan dengan hal-hal bermanfaat, aku akan mendengarkan dengan sungguh-sungguh, memperhatikannya sebagai hal yang penting, mengarahkan segala pikiran padanya.” Demikianlah engkau harus berlatih.

“‘Oleh karena itu, Kassapa, engkau harus berlatih sebagai berikut: “Aku tidak akan pernah melepaskan perhatian yang diarahkan pada jasmani yang berhubungan dengan kegembiraan.” Demikianlah engkau harus berlatih.’

“Kemudian, setelah memberikan nasihat ini, Sang Bhagavā bangkit dari dudukNya, dan pergi. Selama tujuh hari, sahabat, aku memakan makanan persembahan penduduk sebagai penghutang, tetapi pada hari ke delapan pengetahuan tertinggi muncul.

“Kemudian, sahabat, Sang Bhagavā turun dari jalan dan pergi ke bawah sebatang pohon. Aku melipat-empat jubah luarku yang bertambalan dan berkata kepada Beliau: ‘Yang Mulia, sudilah Bhagavā duduk di sini. Hal ini akan membawa kesejahteraan dan kebahagiaanku untukku dalam waktu yang lama.’ Sang Bhagavā duduk di tempat yang telah disediakan dan berkata kepadaku: ‘Jubah luarmu yang bertambalan ini halus, Kassapa.’—‘Yang Mulia, sudilah Bhagavā menerima jubah luarku yang bertambalan, demi belas kasihMu.’—‘Dan maukah engkau mengenakan jubahKu yang terbuat dari potongan-kain rami dan telah usang ini?—‘Aku mau, Yang Mulia.’ Demikianlah aku mempersembahkan jubah luarku yang bertambalan kepada Sang Bhagavā dan menerima dariNya jubah potongan-kain rami usang.

“Jika, sahabat, seorang yang berkata benar dapat mengatakan mengenai siapa pun: ‘Ia adalah putra Sang Bhagavā, lahir dari dadaNya, lahir dari mulutNya, lahir dari Dhamma, diciptakan oleh Dhamma, pewaris Dhamma, penerima jubah rami usang,’ akulah orang yang dimaksudkan oleh seorang yang berkata benar itu.

“Sahabat, sejauh apa pun aku menginginkan, dengan terasing dari kenikmatan indria, terasing dari kondisi-kondisi tidak bermanfaat, aku masuk dan berdiam dalam jhāna pertama, yang disertai dengan pemikiran dan pemeriksaan, dengan sukacita dan kebahagiaan yang timbul dari keterasingan … seperti pada §9, hingga:

“Sahabat, dengan hancurnya noda-noda, dalam kehidupan ini aku masuk dan berdiam dalam kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dengan merealisasikannya untuk diriku dengan pengetahuan langsung.

“Sahabat, seseorang mungkin saja berpikir bahwa enam pengetahuan langsung yang kumiliki dapat disembunyikan sebagaimana usaha untuk menyembunyikan seekor gajah setinggi tujuh atau tujuh setengah cubit dengan sehelai daun palem.”

Tetapi Bhikkhunī Thullanandā jatuh dari kehidupan suci.



SN 16.12: Tathāgata parammaraṇa Sutta [Setelah Kematian]

Pada suatu ketika Yang Mulia Mahākassapa dan Yang Mulia Sāriputta sedang berdiam di Bārāṇasī di Taman Rusa di Isipatana. Pada suatu malam, Yang Mulia Sāriputta keluar dari keheningan dan mendekati Yang Mulia Mahākassapa. Ia saling bertukar sapa dengan Yang Mulia Mahākassapa dan, setelah mereka mengakhiri ramah-tamah itu, ia duduk di satu sisi dan berkata kepadanya:

“Bagaimanakah, Sahabat Kassapa, apakah Tathāgata ada setelah kematian?”

“Sang Bhagavā, sahabat, tidak menyatakan ini: ‘Sang Tathāgata ada setelah kematian.’”

“Kalau begitu, bagaimanakah, Sahabat Kassapa, apakah Tathāgata tidak ada setelah kematian?”

“Sang Bhagavā, sahabat, tidak menyatakan ini: ‘Sang Tathāgata tidak ada setelah kematian.’”

“Kalau begitu, bagaimanakah, sahabat, apakah Tathāgata ada dan juga tidak ada setelah kematian?”

“Sang Bhagavā, sahabat, tidak menyatakan ini: ‘Sang Tathāgata ada dan juga tidak ada setelah kematian.’”

“Kalau begitu, bagaimanakah, Sahabat Kassapa, apakah Tathāgata bukan ada dan juga bukan tidak-ada setelah kematian?”

“Sang Bhagavā, sahabat, tidak menyatakan ini: ‘Sang Tathāgata bukan ada dan juga bukan tidak-ada setelah kematian.’”

“Mengapakah Sang Bhagavā tidak menyatakan ini, sahabat?”

“Karena tidak bermanfaat, tidak ada hubungannya dengan dasar-dasar kehidupan suci, dan tidak menuntun menuju kejijikan, menuju kebosanan, menuju lenyapnya, menuju kedamaian, menuju pengetahuan langsung, menuju pencerahan, menuju Nibbāna. Oleh karena itu Sang Bhagavā tidak menyatakan ini.”

“Dan apakah, sahabat, yang telah dinyatakan oleh Sang Bhagavā?”

“Sang Bhagavā, Sahabat, telah menyatakan: ‘Ini adalah penderitaan,’ dan ‘Ini adalah asal-mula penderitaan,’ dan ‘Ini adalah lenyapnya penderitaan,’ dan ‘Ini adalah jalan menuju lenyapnya penderitaan.’”

“Dan mengapakah, sahabat, Sang Bhagavā menyatakan ini?”

“Karena, sahabat, ini bermanfaat, berhubungan dengan dasar-dasar kehidupan suci, dan menuntun menuju kejijikan, menuju kebosanan, menuju lenyapnya, menuju kedamaian, menuju pengetahuan langsung, menuju pencerahan, menuju Nibbāna. Oleh karena itu Sang Bhagavā menyatakan ini.” 



SN 16.13 : Saddhamma­patirūpaka Sutta [Tiruan Dhamma Sejati]

Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Kemudian Yang Mulia Mahākassapa mendekati Sang Bhagavā, memberi hormat kepadanya, duduk di satu sisi dan berkata kepadanya:

“Yang Mulia, apakah alasan, apakah penyebab, mengapa sebelumnya terdapat sedikit aturan latihan tetapi banyak bhikkhu mencapai pengetahuan tertinggi, sedangkan sekarang ada lebih banyak aturan latihan namun lebih sedikit bhikkhu yang mencapai pengetahuan tertinggi?”

“Memang demikian, Kassapa. Ketika makhluk-makhluk merosot dan Dhamma sejati mulai memudar maka terdapat lebih banyak aturan latihan tetapi lebih sedikit bhikkhu yang mencapai pengetahuan tertinggi. Kassapa, Dhamma sejati tidak akan lenyap selama tiruan dari Dhamma sejati tidak muncul. Tetapi ketika tiruan Dhamma sejati muncul di dunia ini, maka Dhamma sejati lenyap.

“Bagaikan, Kassapa, emas tidak akan lenyap selama tiruan emas tidak muncul di dunia ini, tetapi ketika tiruan emas muncul maka emas sejati lenyap, demikian pula, Dhamma sejati tidak akan lenyap selama tiruan dari Dhamma sejati tidak muncul. Tetapi ketika tiruan Dhamma sejati muncul di dunia ini, maka Dhamma sejati lenyap.

“Bukan karena unsur tanah, Kassapa, yang menyebabkan Dhamma sejati lenyap, juga bukan unsur air, juga bukan unsur panas, juga bukan unsur angin. Adalah orang-orang tidak tahu diri ini yang muncul di sini yang menyebabkan Dhamma sejati lenyap.

“Dhamma sejati tidak lenyap seketika bagaikan kapal tenggelam. Terdapat, Kassapa lima faktor perusak yang mengarah pada rusaknya dan lenyapnya Dhamma sejati. Apakah lima itu? Di sini para bhikkhu, para bhikkhunī, umat awam laki-laki, umat awam perempuan berdiam tanpa penghormatan dan kesopanan terhadap Sang Guru; mereka berdiam tanpa penghormatan dan kesopanan terhadap Dhamma; mereka berdiam tanpa penghormatan dan kesopanan terhadap Saṅgha; mereka berdiam tanpa penghormatan dan kesopanan terhadap latihan; mereka berdiam tanpa penghormatan dan kesopanan terhadap konsentrasi. Ini, Kassapa, adalah lima faktor perusak yang mengarah pada rusaknya dan lenyapnya Dhamma sejati.

“Ada lima faktor, Kassapa, yang mengarah pada kelangsungan Dhamma sejati, pada ketidak-rusakannya dan ketidak-lenyapannya. Apakah lima ini? Di sini para bhikkhu, para bhikkhunī, umat awam laki-laki, umat awam perempuan berdiam dengan penuh penghormatan dan kesopanan terhadap Sang Guru; mereka berdiam dengan penuh penghormatan dan kesopanan terhadap Dhamma; mereka berdiam dengan penuh penghormatan dan kesopanan terhadap Saṅgha; mereka berdiam dengan penuh penghormatan dan kesopanan terhadap latihan; mereka berdiam dengan penuh penghormatan dan kesopanan terhadap konsentrasi. Ini, Kassapa, adalah lima faktor yang mengarah pada kelangsungan Dhamma sejati, pada ketidak-rusakannya dan ketidak-lenyapannya.” 

Karma JIgme

Instagram