Pages

SN 17 : Lābhasakkāra Saṃyutta [Kelompok Khotbah tentang Perolehan dan Kehormatan]

Saṃyutta Nikāya


Lābhasakkāra Saṃyutta


Kelompok Khotbah tentang Perolehan dan Kehormatan


Di terjemahkan dari pāḷi ke inggris oleh Bhikkhu Ñāṇamoli dan Bhikkhu Bodhi

Di terjemahkan dari inggris ke indonesia oleh Dhammacita

Nara Sumber pāḷi

[ SN 17.1 - SN 17.43 ]

SN 16 SN 17 SN 18


Dāruṇa Vagga

 SN 17.1 : Dāruṇa Sutta [Menakutkan]

Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Di sana, Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu!” 

“Yang Mulia!” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Para bhikkhu, sungguh menakutkan perolehan, kehormatan, dan pujian itu, pahit, busuk, menghalangi untuk mencapai keamanan tertinggi dari belenggu. Oleh karena itu, para bhikkhu, kalian harus berlatih sebagai berikut: ‘Kami akan meninggalkan perolehan, kehormatan, dan pujian yang telah muncul, dan kami tidak akan membiarkan perolehan, kehormatan, dan pujian yang telah muncul, bertahan menguasai pikiran kami.’ Demikianlah kalian harus berlatih.” 



SN 17.2 :  Balisa Sutta [Mata Kail]

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, sungguh menakutkan perolehan, kehormatan, dan pujian itu, pahit, busuk, menghalangi untuk mencapai keamanan tertinggi dari belenggu. Misalnya seorang nelayan melemparkan mata kail berumpan ke dalam danau yang dalam, dan seekor ikan yang sedang mencari makanan menelannya. Ikan itu, setelah menelan mata kail si nelayan, akan menemui kemalangan dan bencana, dan si nelayan dapat melakukan apa pun yang ia inginkan terhadap ikan itu.

“‘Nelayan’, para bhikkhu: ini adalah sebutan untuk Māra Si Jahat. ‘Mata kail berumpan’: ini adalah sebutan bagi perolehan, kehormatan, dan pujian. Bhikkhu mana pun yang menyukai dan menikmati perolehan, kehormatan, dan pujian yang telah muncul disebut bhikkhu yang telah menelan mata kail berumpan, yang telah menemui kemalangan dan bencana, dan Si Jahat dapat melakukan apa pun yang ia inginkan terhadapnya. Sungguh menakutkan, para bhikkhu, perolehan, kehormatan, dan pujian itu, pahit, busuk, menghalangi untuk mencapai keamanan tertinggi dari belenggu. Oleh karena itu, para bhikkhu, kalian harus berlatih sebagai berikut: ‘Kami akan meninggalkan perolehan, kehormatan, dan pujian yang telah muncul dan kami tidak akan membiarkan perolehan, kehormatan, dan pujian yang telah muncul, bertahan menguasai pikiran kami.’ Demikianlah kalian harus berlatih.” 



SN 17.6 : Asanivicakka Sutta [Halilintar]

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, sungguh menakutkan perolehan, kehormatan, dan pujian itu … Siapakah yang akan disambar oleh halilintar, para bhikkhu? Seorang pelajar yang memperoleh perolehan, kehormatan, dan pujian selagi ia belum mencapai tujuannya.

“‘Halilintar,’ para bhikkhu: ini adalah sebutan untuk perolehan, kehormatan, dan pujian. Sungguh menakutkan, para bhikkhu, perolehan, kehormatan, dan pujian itu … Demikianlah kalian harus berlatih.” 


SN 17.7 : Diddhavisalla Sutta[Anak Panah Beracun]

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, sungguh menakutkan perolehan, kehormatan, dan pujian itu … Siapakah yang akan ditembus oleh anak panah yang dilumuri racun, para bhikkhu? Seorang pelajar yang memperoleh perolehan, kehormatan, dan pujian selagi ia belum mencapai tujuannya.

“‘Anak panah,’ para bhikkhu: ini adalah sebutan untuk perolehan, kehormatan, dan pujian. Sungguh menakutkan, para bhikkhu, perolehan, kehormatan, dan pujian itu … Demikianlah kalian harus berlatih.” 



SN 17.8 : Sigāla Sutta [Serigala]

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, sungguh menakutkan perolehan, kehormatan, dan pujian itu … Apakah kalian mendengar seekor serigala tua melolong ketika malam berlalu?”

“Ya, Yang Mulia.”

“Serigala tua itu menderita penyakit yang disebut kudisan. Ia tidak dapat merasa nyaman apakah ia pergi ke gua, atau ke bawah pohon, atau ke ruang terbuka. Ke mana pun ia berjalan, di mana pun ia berdiri, di mana pun ia duduk, di mana pun ia berbaring, di sana ia menemui kemalangan dan bencana. Demikian pula, para bhikkhu, seorang bhikkhu yang pikirannya digoda dan dikuasai oleh perolehan, kehormatan, dan pujian, tidak merasa nyaman apakah ia berjalan ke gubuk kosong, atau ke bawah pohon, atau ke ruang terbuka. Ke mana pun ia berjalan, di mana pun ia berdiri, di mana pun ia duduk, di mana pun ia berbaring, di sana ia menemui kemalangan dan bencana. Sungguh menakutkan, para bhikkhu, perolehan, kehormatan, dan pujian itu … Demikianlah kalian harus berlatih.” 




SN 17.9 : Veramba Sutta [Angin Badai]

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, sungguh menakutkan perolehan, kehormatan, dan pujian itu … Para bhikkhu, tinggi di angkasa angin yang disebut badai sedang bertiup. Jika seekor burung terbang ke sana, angin badai itu akan menghempaskannya, dan ketika ia terhempas oleh angin badai itu, kakinya bergerak ke satu arah, sayapnya ke arah lain, kepalanya ke arah lain lagi, dan badannya ke arah lain lagi. Demikian pula, para bhikkhu, seorang bhikkhu di sini yang pikirannya digoda dan dikuasai oleh perolehan, kehormatan, dan pujian merapikan jubah di pagi hari dan, dengan membawa mangkuk dan jubahnya, memasuki desa atau kota untuk menerima dana makanan dengan jasmani, ucapan, dan pikiran tidak terkendali, tanpa perhatian murni, dengan indria tidak terkendali. Ia melihat perempuan di sana yang berpakaian minim dan nafsu menguasai pikirannya. Dengan pikirannya dikuasai oleh nafsu ia meninggalkan latihan dan kembali ke kehidupan yang lebih rendah. Beberapa orang mengambil jubahnya, orang lain mengambil mangkuknya, orang lain lagi mengambil alas duduknya, orang lain lagi mengambil kotak jarumnya, bagaikan burung yang dihempaskan oleh angin badai. Sungguh menakutkan, para bhikkhu, perolehan, kehormatan, dan pujian itu … Demikianlah kalian harus berlatih.” 



SN 17.10 : Sagātha Sutta [Dengan Syair]


Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, sungguh menakutkan perolehan, kehormatan, dan pujian itu … Para bhikkhu, Aku melihat beberapa orang di sini yang pikirannya digoda dan dikuasai oleh kehormatan; dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, terlahir kembali di alam sengsara, di alam yang buruk, di alam rendah, di neraka. Kemudian Aku melihat beberapa orang lainnya di sini yang pikirannya digoda dan dikuasai oleh ketidak-hormatan … terlahir kembali di alam sengsara … Kemudian Aku melihat beberapa orang lainnya lagi di sini yang pikirannya digoda dan dikuasai oleh kehormatan dan juga ketidak-hormatan; dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, terlahir kembali di alam sengsara, di alam yang buruk, di alam rendah, di neraka. Sungguh menakutkan, para bhikkhu, perolehan, kehormatan, dan pujian itu … Demikianlah kalian harus berlatih.”

Ini adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Setelah mengatakan hal ini, Yang Sempurna, Sang Guru, lebih jauh lagi mengatakan:

“Apakah ia menerima kehormatan,
Menerima ketidak-hormatan, atau menerima keduanya,
Konsentrasinya tidak goyah
Ketika ia berdiam dalam kondisi tanpa batas.
Ketika ia bermeditasi dengan tekun,
Seorang bijaksana berpandangan terang yang berpandangan halus
Gembira dalam hancurnya kemelekatan,
Mereka menyebutnya seorang manusia sempurna yang sesungguhnya.” 




Pāti Vagga

SN 17.11 : Suvaṇṇapāti Sutta [Mangkuk Emas]


Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, sungguh menakutkan perolehan, kehormatan, dan pujian itu … Para bhikkhu, Aku mengetahui seseorang di sini yang pikirannya telah Kulingkupi dengan pikiranKu: ‘Yang Mulia ini tidak akan mengatakan kebohongan dengan sengaja bahkan demi sebuah mangkuk emas yang penuh terisi bubuk perak.’ Namun beberapa saat kemudian Aku melihatnya, dengan pikirannya digoda dan dikuasai oleh perolehan, kehormatan, dan pujian, ia mengatakan kebohongan dengan sengaja. Sungguh menakutkan, para bhikkhu, perolehan, kehormatan, dan pujian itu … Demikianlah kalian harus berlatih.” 



SN 17.11–20 : Suvaṇṇapāti – Janapadakalyāṇi Sutta [Mangkuk Emas]

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, sungguh menakutkan perolehan, kehormatan, dan pujian itu … Para bhikkhu, Aku mengetahui seseorang di sini yang pikirannya telah Kulingkupi dengan pikiranKu: ‘Yang Mulia ini tidak akan mengatakan kebohongan dengan sengaja bahkan demi sebuah mangkuk emas yang penuh terisi bubuk perak.’ Namun beberapa saat kemudian Aku melihatnya, dengan pikirannya digoda dan dikuasai oleh perolehan, kehormatan, dan pujian, ia mengatakan kebohongan dengan sengaja. Sungguh menakutkan, para bhikkhu, perolehan, kehormatan, dan pujian itu … Demikianlah kalian harus berlatih.” 


SN 17.12 : Rūpiyapāti Sutta [Mangkuk Perak]

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, sungguh menakutkan perolehan, kehormatan, dan pujian itu … Para bhikkhu, Aku mengetahui seseorang di sini yang pikirannya telah Kulingkupi dengan pikiranKu: ‘Yang Mulia ini tidak akan mengatakan kebohongan dengan sengaja bahkan demi sebuah mangkuk perak yang penuh terisi bubuk emas.’ Namun beberapa saat kemudian Aku melihatnya, dengan pikirannya digoda dan dikuasai oleh perolehan, kehormatan, dan pujian, ia mengatakan kebohongan dengan sengaja. Sungguh menakutkan, para bhikkhu, perolehan, kehormatan, dan pujian itu … Demikianlah kalian harus berlatih.”


SN 17.13 : Suvaṇṇanikkha Sutta [Suvaṇṇanikkha, dan seterusnya]


Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, sungguh menakutkan perolehan, kehormatan, dan pujian itu … Para bhikkhu, Aku mengetahui seseorang di sini yang pikirannya telah Kulingkupi dengan pikiranKu: ‘Yang Mulia ini tidak akan mengatakan kebohongan dengan sengaja bahkan demi satu suvaṇṇanikkha … bahkan demi seratus suvaṇṇanikkha … bahkan demi satu siṅginikkha
… demi seratus siṅginikkha … demi tanah yang penuh emas … demi imbalan materi apa pun … demi hidupnya … demi perempuan paling cantik di negeri ini. Namun beberapa saat kemudian Aku melihatnya, dengan pikirannya digoda dan dikuasai oleh perolehan, kehormatan, dan pujian, ia mengatakan kebohongan dengan sengaja. Sungguh menakutkan, para bhikkhu, perolehan, kehormatan, dan pujian itu … Demikianlah kalian harus berlatih.” 


SN 17.14 Suvaṇṇa­nikkhasata Sutta [Suvaṇṇanikkha, dan seterusnya]

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, sungguh menakutkan perolehan, kehormatan, dan pujian itu … Para bhikkhu, Aku mengetahui seseorang di sini yang pikirannya telah Kulingkupi dengan pikiranKu: ‘Yang Mulia ini tidak akan mengatakan kebohongan dengan sengaja bahkan demi satu suvaṇṇanikkha … bahkan demi seratus suvaṇṇanikkha … bahkan demi satu siṅginikkha
… demi seratus siṅginikkha … demi tanah yang penuh emas … demi imbalan materi apa pun … demi hidupnya … demi perempuan paling cantik di negeri ini. Namun beberapa saat kemudian Aku melihatnya, dengan pikirannya digoda dan dikuasai oleh perolehan, kehormatan, dan pujian, ia mengatakan kebohongan dengan sengaja. Sungguh menakutkan, para bhikkhu, perolehan, kehormatan, dan pujian itu … Demikianlah kalian harus berlatih.” 


SN 17.15 : Siṅgīnikkha Sutta [Suvaṇṇanikkha, dan seterusnya]

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, sungguh menakutkan perolehan, kehormatan, dan pujian itu … Para bhikkhu, Aku mengetahui seseorang di sini yang pikirannya telah Kulingkupi dengan pikiranKu: ‘Yang Mulia ini tidak akan mengatakan kebohongan dengan sengaja bahkan demi satu suvaṇṇanikkha … bahkan demi seratus suvaṇṇanikkha … bahkan demi satu siṅginikkha
… demi seratus siṅginikkha … demi tanah yang penuh emas … demi imbalan materi apa pun … demi hidupnya … demi perempuan paling cantik di negeri ini. Namun beberapa saat kemudian Aku melihatnya, dengan pikirannya digoda dan dikuasai oleh perolehan, kehormatan, dan pujian, ia mengatakan kebohongan dengan sengaja. Sungguh menakutkan, para bhikkhu, perolehan, kehormatan, dan pujian itu … Demikianlah kalian harus berlatih.” 


SN 17.16 : Siṅgīnikkhasata Sutta [Suvaṇṇanikkha, dan seterusnya]


Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, sungguh menakutkan perolehan, kehormatan, dan pujian itu … Para bhikkhu, Aku mengetahui seseorang di sini yang pikirannya telah Kulingkupi dengan pikiranKu: ‘Yang Mulia ini tidak akan mengatakan kebohongan dengan sengaja bahkan demi satu suvaṇṇanikkha … bahkan demi seratus suvaṇṇanikkha … bahkan demi satu siṅginikkha
… demi seratus siṅginikkha … demi tanah yang penuh emas … demi imbalan materi apa pun … demi hidupnya … demi perempuan paling cantik di negeri ini. Namun beberapa saat kemudian Aku melihatnya, dengan pikirannya digoda dan dikuasai oleh perolehan, kehormatan, dan pujian, ia mengatakan kebohongan dengan sengaja. Sungguh menakutkan, para bhikkhu, perolehan, kehormatan, dan pujian itu … Demikianlah kalian harus berlatih.” 


SN 17.17 : Paṭhavi Sutta [Suvaṇṇanikkha, dan seterusnya]

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, sungguh menakutkan perolehan, kehormatan, dan pujian itu … Para bhikkhu, Aku mengetahui seseorang di sini yang pikirannya telah Kulingkupi dengan pikiranKu: ‘Yang Mulia ini tidak akan mengatakan kebohongan dengan sengaja bahkan demi satu suvaṇṇanikkha … bahkan demi seratus suvaṇṇanikkha … bahkan demi satu siṅginikkha
… demi seratus siṅginikkha … demi tanah yang penuh emas … demi imbalan materi apa pun … demi hidupnya … demi perempuan paling cantik di negeri ini. Namun beberapa saat kemudian Aku melihatnya, dengan pikirannya digoda dan dikuasai oleh perolehan, kehormatan, dan pujian, ia mengatakan kebohongan dengan sengaja. Sungguh menakutkan, para bhikkhu, perolehan, kehormatan, dan pujian itu … Demikianlah kalian harus berlatih.” 



SN 17.18 : Kiñcikkha Sutta [Suvaṇṇanikkha, dan seterusnya]

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, sungguh menakutkan perolehan, kehormatan, dan pujian itu … Para bhikkhu, Aku mengetahui seseorang di sini yang pikirannya telah Kulingkupi dengan pikiranKu: ‘Yang Mulia ini tidak akan mengatakan kebohongan dengan sengaja bahkan demi satu suvaṇṇanikkha … bahkan demi seratus suvaṇṇanikkha … bahkan demi satu siṅginikkha
… demi seratus siṅginikkha … demi tanah yang penuh emas … demi imbalan materi apa pun … demi hidupnya … demi perempuan paling cantik di negeri ini. Namun beberapa saat kemudian Aku melihatnya, dengan pikirannya digoda dan dikuasai oleh perolehan, kehormatan, dan pujian, ia mengatakan kebohongan dengan sengaja. Sungguh menakutkan, para bhikkhu, perolehan, kehormatan, dan pujian itu … Demikianlah kalian harus berlatih.” 



SN 17.19 : Jīvita Sutta [Suvaṇṇanikkha, dan seterusnya]

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, sungguh menakutkan perolehan, kehormatan, dan pujian itu … Para bhikkhu, Aku mengetahui seseorang di sini yang pikirannya telah Kulingkupi dengan pikiranKu: ‘Yang Mulia ini tidak akan mengatakan kebohongan dengan sengaja bahkan demi satu suvaṇṇanikkha … bahkan demi seratus suvaṇṇanikkha … bahkan demi satu siṅginikkha
… demi seratus siṅginikkha … demi tanah yang penuh emas … demi imbalan materi apa pun … demi hidupnya … demi perempuan paling cantik di negeri ini. Namun beberapa saat kemudian Aku melihatnya, dengan pikirannya digoda dan dikuasai oleh perolehan, kehormatan, dan pujian, ia mengatakan kebohongan dengan sengaja. Sungguh menakutkan, para bhikkhu, perolehan, kehormatan, dan pujian itu … Demikianlah kalian harus berlatih.” 



SN 17.20 : Janapadakalyāṇi Sutta [Suvaṇṇanikkha, dan seterusnya]

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, sungguh menakutkan perolehan, kehormatan, dan pujian itu … Para bhikkhu, Aku mengetahui seseorang di sini yang pikirannya telah Kulingkupi dengan pikiranKu: ‘Yang Mulia ini tidak akan mengatakan kebohongan dengan sengaja bahkan demi satu suvaṇṇanikkha … bahkan demi seratus suvaṇṇanikkha … bahkan demi satu siṅginikkha
… demi seratus siṅginikkha … demi tanah yang penuh emas … demi imbalan materi apa pun … demi hidupnya … demi perempuan paling cantik di negeri ini. Namun beberapa saat kemudian Aku melihatnya, dengan pikirannya digoda dan dikuasai oleh perolehan, kehormatan, dan pujian, ia mengatakan kebohongan dengan sengaja. Sungguh menakutkan, para bhikkhu, perolehan, kehormatan, dan pujian itu … Demikianlah kalian harus berlatih.” 



Mātugāma Vagga


SN 17.21 : Mātugāma Sutta [Seorang Perempuan]

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, sungguh menakutkan perolehan, kehormatan, dan pujian itu … Para bhikkhu, bahkan walaupun seorang perempuan, ketika seseorang sedang sendirian bersamanya, tidak akan terus-menerus menguasai pikirannya, akan tetapi perolehan, kehormatan, dan pujian, akan selalu menguasai pikirannya. Sungguh menakutkan, para bhikkhu, perolehan, kehormatan, dan pujian itu … Demikianlah kalian harus berlatih.” 


SN 17.22 : Janapadakalyāṇi Sutta  [Perempuan Paling Cantik di Seluruh Negeri]

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, sungguh menakutkan perolehan, kehormatan, dan pujian itu … Para bhikkhu, bahkan walaupun seorang perempuan paling cantik di seluruh negeri, ketika seseorang sedang sendirian bersamanya, tidak akan terus-menerus menguasai pikirannya, tetapi perolehan, kehormatan, dan pujian, akan selalu menguasai pikirannya. Sungguh menakutkan, para bhikkhu, perolehan, kehormatan, dan pujian itu … Demikianlah kalian harus berlatih.” 


SN 17.23 : Ekaputta Sutta [Putra Tunggal]

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, sungguh menakutkan perolehan, kehormatan, dan pujian itu … Seorang umat awam perempuan yang berkeyakinan, yang dengan benar mengharapkan putra tunggalnya, yang ia sayangi dan cintai, akan mengharapkannya sebagai berikut: ‘Anakku, engkau harus menjadi seperti Citta si perumah tangga dan Hatthaka dari Āḷavaka’—karena mereka ini adalah teladan dan kriteria sebagai siswa laki-laki yang adalah para umat awam, yaitu, Citta si perumah tangga dan Hatthaka dari Āḷavaka. ‘Tetapi, anakku, jika engkau meninggalkan kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah, maka engkau harus menjadi seperti Sāriputta dan Moggallāna’—karena mereka ini adalah teladan dan kriteria sebagai siswa laki-laki yang adalah para bhikkhu, yaitu, Sāriputta dan Moggallāna. ‘Sementara, anakku, engkau adalah seorang pelajar, seorang yang belum mencapai tujuannya, semoga perolehan, kehormatan, dan pujian tidak mendatangimu!’

“Para bhikkhu, jika perolehan, kehormatan, dan pujian mendatangi seorang bhikkhu selagi ia masih menjadi seorang pelajar, seorang yang belum mencapai tujuan, ini adalah rintangan baginya. Sungguh menakutkan, para bhikkhu, perolehan, kehormatan, dan pujian itu … Demikianlah kalian harus berlatih.” 


SN 17.24 : Ekadhītu Sutta [Putri Tunggal]

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, sungguh menakutkan perolehan, kehormatan, dan pujian itu … Seorang umat awam perempuan yang berkeyakinan, yang dengan benar mengharapkan putri tunggalnya, yang ia sayangi dan cintai, akan mengharapkannya sebagai berikut: ‘Anakku, engkau harus menjadi seperti Khujjuttarā si umat awam dan Veḷukaṇḍakiyā, ibu Nanda’—karena mereka ini adalah teladan dan kriteria sebagai siswa perempuan yang adalah para umat awam, yaitu, Khujjuttarā si umat awam dan Veḷukaṇḍakiyā, ibu Nanda. ‘Tetapi, anakku, jika engkau meninggalkan kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah, maka engkau harus menjadi seperti Bhikkhunī Khemā dan Uppalavaṇṇā’—karena mereka ini adalah teladan dan kriteria sebagai siswa perempuan yang adalah para bhikkhunī, yaitu, Khemā dan Uppalavaṇṇā. ‘Sementara, anakku, engkau adalah seorang pelajar, seorang yang belum mencapai tujuannya, semoga perolehan, kehormatan, dan pujian tidak mendatangimu!’

“Para bhikkhu, jika perolehan, kehormatan, dan pujian mendatangi seorang bhikkhunī selagi ia adalah seorang pelajar, seorang yang belum mencapai tujuan, ini adalah rintangan baginya. Sungguh menakutkan, para bhikkhu, perolehan, kehormatan, dan pujian itu … Demikianlah kalian harus berlatih.” 


SN 17.25 : Samaṇabrāhmaṇa 1 Sutta [Petapa dan Brahmana (1) ]

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, para petapa atau brahmana itu yang tidak memahami sebagaimana adanya kepuasan, bahaya, dan jalan membebaskan diri dalam hal perolehan, kehormatan, dan pujian: mereka ini tidak Kuanggap sebagai petapa di antara para petapa atau brahmana di antara para brahmana, dan para mulia ini tidak, dengan merealisasikannya untuk diri mereka sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini masuk dan berdiam dalam tujuan pertapaan atau tujuan kebrahmanaan.

“Tetapi, para bhikkhu, para petapa dan brahmana itu yang memahami sebagaimana adanya kepuasan, bahaya, dan jalan membebaskan diri dalam hal perolehan, kehormatan, dan pujian: mereka ini Kuanggap sebagai petapa di antara para petapa dan brahmana di antara para brahmana, dan para mulia ini, dengan merealisasikannya untuk diri mereka sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini masuk dan berdiam dalam tujuan pertapaan dan tujuan kebrahmanaan.” 



SN 17.26 : Samaṇabrāhmaṇa 2 Sutta [Petapa dan Brahmana (2)]

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, para petapa atau brahmana itu yang tidak memahami sebagaimana adanya asal-mula dan lenyapnya, kepuasan, bahaya, dan jalan membebaskan diri dalam hal perolehan, kehormatan, dan pujian: mereka ini tidak Kuanggap sebagai petapa di antara para petapa …

“Tetapi, para bhikkhu, para petapa dan brahmana itu yang memahami hal-hal ini: mereka ini Kuanggap sebagai petapa di antara para petapa dan brahmana di antara para brahmana, dan para mulia ini, dengan merealisasikannya untuk diri mereka sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini masuk dan berdiam dalam tujuan pertapaan dan tujuan kebrahmanaan.” 


SN 17.27 : Samaṇabrāhmaṇa 3 Sutta [Petapa dan Brahmana (3)]

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, para petapa atau brahmana itu yang tidak memahami perolehan, kehormatan, dan pujian, asal-mulanya, lenyapnya, dan jalan menuju lenyapnya: mereka ini tidak Kuanggap sebagai petapa di antara para petapa …

“Tetapi, para bhikkhu, para petapa dan brahmana itu yang memahami hal-hal ini: mereka ini Kuanggap sebagai petapa di antara para petapa dan brahmana di antara para brahmana, dan para mulia ini, dengan merealisasikannya untuk diri mereka sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini masuk dan berdiam dalam tujuan pertapaan dan tujuan kebrahmanaan.” 



SN 17.28 : Chavi Sutta [Kulit]

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, sungguh menakutkan perolehan, kehormatan, dan pujian itu … Perolehan, kehormatan, dan pujian memotong menembus kulit luar, kemudian menembus kulit dalam, kemudian menembus daging, kemudian menembus urat, kemudian menembus tulang. Setelah menembus tulang, ia langsung ke sumsum. Sungguh menakutkan, para bhikkhu, perolehan, kehormatan, dan pujian itu … Demikianlah kalian harus berlatih.” 



SN 17.29 : Vālarajju Sutta [Tali]

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, sungguh menakutkan perolehan, kehormatan, dan pujian itu … Perolehan, kehormatan, dan pujian memotong menembus kulit luar, kemudian menembus kulit dalam, kemudian menembus daging, kemudian menembus urat, kemudian menembus tulang. Setelah menembus tulang, ia langsung ke sumsum. Misalnya, para bhikkhu, seorang kuat mengikat kaki seseorang dengan tali yang terbuat dari ekor kuda yang kuat dan menariknya kuat-kuat. Tali itu akan memotong menembus kulit luar, kemudian menembus kulit dalam, kemudian menembus daging, kemudian menembus urat, kemudian menembus tulang. Setelah menembus tulang, ia langsung ke sumsum. Demikian pula, para bhikkhu, perolehan, kehormatan, dan pujian memotong menembus kulit luar … ia langsung ke sumsum. Sungguh menakutkan, para bhikkhu, perolehan, kehormatan, dan pujian itu … Demikianlah kalian harus berlatih.” 



SN 17.30 : Khīṇāsava­bhikkhu Sutta [Bhikkhu]

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, perolehan, kehormatan, dan pujian, Aku katakan, adalah rintangan bahkan bagi seorang bhikkhu yang adalah seorang Arahant, seorang dengan noda-noda dihancurkan.”
Ketika hal ini dikatakan, Yang Mulia Ānanda bertanya kepada Sang Bhagavā: “Mengapa, Yang Mulia, perolehan, kehormatan, dan pujian adalah rintangan bahkan bagi seorang bhikkhu yang adalah seorang Arahant, seorang dengan noda-noda dihancurkan?”

“Aku tidak mengatakan, Ānanda, bahwa perolehan, kehormatan, dan pujian adalah rintangan bagi kebebasan pikirannya yang tidak tergoyahkan. Tetapi Aku mengatakan perolehan, kehormatan, dan pujian itu adalah rintangan bagi [pencapaian] kediaman menyenangkan dalam kehidupan ini yang dicapai oleh seseorang yang berdiam dengan tekun, rajin, dan teguh. Sungguh menakutkan, Ānanda, perolehan, kehormatan, dan pujian itu, pahit, busuk, menghalangi untuk mencapai keamanan tertinggi dari belenggu. Oleh karena itu, Ānanda, kalian harus berlatih sebagai berikut: ‘Kami akan meninggalkan perolehan, kehormatan, dan pujian yang telah muncul, dan kami tidak akan membiarkan perolehan, kehormatan, dan pujian yang telah muncul, bertahan menguasai pikiran kami.’ Demikianlah kalian harus berlatih.” 


Saṅghabheda Vagga

SN 17.31 : Saṅghabheda Sutta [Perpecahan]


Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, sungguh menakutkan, perolehan, kehormatan, dan pujian itu … Karena pikirannya digoda dan dikuasai oleh perolehan, kehormatan, dan pujian, Devadatta memicu perpecahan dalam Saṅgha. Sungguh menakutkan, para bhikkhu, perolehan, kehormatan, dan pujian itu … Demikianlah kalian harus berlatih.”



SN 17.32 : Kusalamūla­samuccheda Sutta [Akar Bermanfaat]

… “Karena pikirannya digoda dan dikuasai oleh perolehan, kehormatan, dan pujian, akar bermanfaat Devadatta terpotong …” 



SN 17.33 : Kusaladhamma­samuccheda Sutta [Sifat yang Bermanfaat]


… “Karena pikirannya digoda dan dikuasai oleh perolehan, kehormatan, dan pujian, sifat bermanfaat Devadatta terpotong …” 




SN 17.34 : Sukkadhamma­samuccheda Sutta [Bakat Cerah]


… “Karena pikirannya digoda dan dikuasai oleh perolehan, kehormatan, dan pujian, bakat cerah Devadatta terpotong …” 



SN 17.35 : Attavadha Sutta [Tidak Lama Setelah Ia Pergi]

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Rājagaha di Gunung Puncak Hering tidak lama setelah Devadatta pergi. Di sana, dengan merujuk pada Devadatta, Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut:

“Para bhikkhu, perolehan, kehormatan, dan pujian yang diterima Devadatta muncul untuk kejatuhan dan kehancurannya sendiri. Bagaikan sebatang pohon pisang, bambu, atau buluh yang menghasilkan buah akan mengalami kejatuhan dan kehancuran, demikian pula dengan perolehan, kehormatan, dan pujian yang diterima Devadatta muncul untuk kejatuhan dan kehancurannya sendiri. Bagaikan seekor bagal yang hamil akan mengalami kejatuhan dan kehancuran, demikian pula dengan perolehan, kehormatan, dan pujian yang diterima Devadatta muncul untuk kejatuhan dan kehancurannya sendiri. Sungguh menakutkan, para bhikkhu, perolehan, kehormatan, dan pujian itu … Demikianlah kalian harus berlatih.”

Ini adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Setelah mengatakan ini, Yang Sempurna, Sang Guru, lebih lanjut mengatakan ini:

“Bagaikan buahnya sendiri yang membawa kehancuran
Pada pohon pisang, bambu, dan buluh,
Bagaikan janinnya menghancurkan bagal,
Demikian pula kehormatan menghancurkan orang jahat.” 



SN 17.36 : Pañcarathasata Sutta [Lima Ratus Kereta]

Sewaktu menetap di Rājagaha di Hutan Bambu, Taman Suaka Tupai. Pada saat itu Pangeran Ajātasattu sedang pergi untuk melayani Devadatta pada pagi dan malam hari dengan lima ratus kereta dan memberikan persembahan makanan yang dibawa kepadanya dalam lima ratus mangkuk. Kemudian sejumlah bhikkhu mendatangi Sang Bhagavā, memberi hormat kepada Beliau duduk di satu sisi, dan melaporkan hal ini kepada Sang Bhagavā. [Sang Bhagavā berkata:]

“Para bhikkhu, jangan iri terhadap perolehan, kehormatan, dan pujian yang diterima Devadatta. Selama Pangeran Ajātasattu melayani Devadatta pada pagi dan malam hari dengan lima ratus kereta dan memberikan persembahan makanan yang dibawa kepadanya dalam lima ratus mangkuk, hanya kemunduran yang diharapkan Devadatta sehubungan dengan kondisi-kondisi bermanfaat, bukan kemajuan.

“Bagaikan seekor anjing liar menjadi semakin liar ketika mereka memercikkan empedu di hidungnya, demikian pula, para bhikkhu, selama Pangeran Ajātasattu melayani Devadatta … hanya kemunduran yang diharapkan Devadatta sehubungan dengan kondisi-kondisi bermanfaat, bukan kemajuan. Sungguh menakutkan, para bhikkhu, perolehan, kehormatan, dan pujian itu … Demikianlah kalian harus berlatih.”



SN 17.37 : Mātu Sutta [Ibu, dan seterusnya]

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, sungguh menakutkan perolehan, kehormatan, dan pujian itu, pahit, busuk, menghalangi untuk mencapai keamanan tertinggi dari belenggu. Para bhikkhu, Aku mengetahui seseorang di sini yang pikirannya telah Kulingkupi dengan pikiranKu: ‘Yang Mulia ini tidak akan mengatakan kebohongan dengan sengaja bahkan demi ibunya … bahkan demi ayahnya … bahkan demi saudara laki-lakinya … saudara perempuannya … putranya … putrinya … istrinya.’ Namun beberapa saat kemudian Aku melihatnya, dengan pikirannya digoda dan dikuasai oleh perolehan, kehormatan, dan pujian, ia mengatakan kebohongan dengan sengaja. Sungguh menakutkan, para bhikkhu, perolehan, kehormatan, dan pujian itu, pahit, busuk, menghalangi untuk mencapai keamanan tertinggi dari belenggu. Oleh karena itu, para bhikkhu, kalian harus berlatih sebagai berikut: ‘Kami akan meninggalkan perolehan, kehormatan, dan pujian yang telah muncul dan kami tidak akan membiarkan perolehan, kehormatan, dan pujian yang telah muncul, bertahan menguasai pikiran kami.’ Demikianlah kalian harus berlatih.”



SN 17.38 : Pitu Sutta [Ibu, dan seterusnya]

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, sungguh menakutkan perolehan, kehormatan, dan pujian itu, pahit, busuk, menghalangi untuk mencapai keamanan tertinggi dari belenggu. Para bhikkhu, Aku mengetahui seseorang di sini yang pikirannya telah Kulingkupi dengan pikiranKu: ‘Yang Mulia ini tidak akan mengatakan kebohongan dengan sengaja bahkan demi ibunya … bahkan demi ayahnya … bahkan demi saudara laki-lakinya … saudara perempuannya … putranya … putrinya … istrinya.’ Namun beberapa saat kemudian Aku melihatnya, dengan pikirannya digoda dan dikuasai oleh perolehan, kehormatan, dan pujian, ia mengatakan kebohongan dengan sengaja. Sungguh menakutkan, para bhikkhu, perolehan, kehormatan, dan pujian itu, pahit, busuk, menghalangi untuk mencapai keamanan tertinggi dari belenggu. Oleh karena itu, para bhikkhu, kalian harus berlatih sebagai berikut: ‘Kami akan meninggalkan perolehan, kehormatan, dan pujian yang telah muncul dan kami tidak akan membiarkan perolehan, kehormatan, dan pujian yang telah muncul, bertahan menguasai pikiran kami.’ Demikianlah kalian harus berlatih.”


SN 17.39 : Bhātu Sutta [Ibu, dan seterusnya]

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, sungguh menakutkan perolehan, kehormatan, dan pujian itu, pahit, busuk, menghalangi untuk mencapai keamanan tertinggi dari belenggu. Para bhikkhu, Aku mengetahui seseorang di sini yang pikirannya telah Kulingkupi dengan pikiranKu: ‘Yang Mulia ini tidak akan mengatakan kebohongan dengan sengaja bahkan demi ibunya … bahkan demi ayahnya … bahkan demi saudara laki-lakinya … saudara perempuannya … putranya … putrinya … istrinya.’ Namun beberapa saat kemudian Aku melihatnya, dengan pikirannya digoda dan dikuasai oleh perolehan, kehormatan, dan pujian, ia mengatakan kebohongan dengan sengaja. Sungguh menakutkan, para bhikkhu, perolehan, kehormatan, dan pujian itu, pahit, busuk, menghalangi untuk mencapai keamanan tertinggi dari belenggu. Oleh karena itu, para bhikkhu, kalian harus berlatih sebagai berikut: ‘Kami akan meninggalkan perolehan, kehormatan, dan pujian yang telah muncul dan kami tidak akan membiarkan perolehan, kehormatan, dan pujian yang telah muncul, bertahan menguasai pikiran kami.’ Demikianlah kalian harus berlatih.”



SN 17.40 : Bhagini Sutta [Ibu, dan seterusnya]

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, sungguh menakutkan perolehan, kehormatan, dan pujian itu, pahit, busuk, menghalangi untuk mencapai keamanan tertinggi dari belenggu. Para bhikkhu, Aku mengetahui seseorang di sini yang pikirannya telah Kulingkupi dengan pikiranKu: ‘Yang Mulia ini tidak akan mengatakan kebohongan dengan sengaja bahkan demi ibunya … bahkan demi ayahnya … bahkan demi saudara laki-lakinya … saudara perempuannya … putranya … putrinya … istrinya.’ Namun beberapa saat kemudian Aku melihatnya, dengan pikirannya digoda dan dikuasai oleh perolehan, kehormatan, dan pujian, ia mengatakan kebohongan dengan sengaja. Sungguh menakutkan, para bhikkhu, perolehan, kehormatan, dan pujian itu, pahit, busuk, menghalangi untuk mencapai keamanan tertinggi dari belenggu. Oleh karena itu, para bhikkhu, kalian harus berlatih sebagai berikut: ‘Kami akan meninggalkan perolehan, kehormatan, dan pujian yang telah muncul dan kami tidak akan membiarkan perolehan, kehormatan, dan pujian yang telah muncul, bertahan menguasai pikiran kami.’ Demikianlah kalian harus berlatih.” 



SN 17.41 :  Putta Sutta [Ibu, dan seterusnya]


Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, sungguh menakutkan perolehan, kehormatan, dan pujian itu, pahit, busuk, menghalangi untuk mencapai keamanan tertinggi dari belenggu. Para bhikkhu, Aku mengetahui seseorang di sini yang pikirannya telah Kulingkupi dengan pikiranKu: ‘Yang Mulia ini tidak akan mengatakan kebohongan dengan sengaja bahkan demi ibunya … bahkan demi ayahnya … bahkan demi saudara laki-lakinya … saudara perempuannya … putranya … putrinya … istrinya.’ Namun beberapa saat kemudian Aku melihatnya, dengan pikirannya digoda dan dikuasai oleh perolehan, kehormatan, dan pujian, ia mengatakan kebohongan dengan sengaja. Sungguh menakutkan, para bhikkhu, perolehan, kehormatan, dan pujian itu, pahit, busuk, menghalangi untuk mencapai keamanan tertinggi dari belenggu. Oleh karena itu, para bhikkhu, kalian harus berlatih sebagai berikut: ‘Kami akan meninggalkan perolehan, kehormatan, dan pujian yang telah muncul dan kami tidak akan membiarkan perolehan, kehormatan, dan pujian yang telah muncul, bertahan menguasai pikiran kami.’ Demikianlah kalian harus berlatih.” 



SN 17.42: Dhītu Sutta  [ Ibu, dan seterusnya]

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, sungguh menakutkan perolehan, kehormatan, dan pujian itu, pahit, busuk, menghalangi untuk mencapai keamanan tertinggi dari belenggu. Para bhikkhu, Aku mengetahui seseorang di sini yang pikirannya telah Kulingkupi dengan pikiranKu: ‘Yang Mulia ini tidak akan mengatakan kebohongan dengan sengaja bahkan demi ibunya … bahkan demi ayahnya … bahkan demi saudara laki-lakinya … saudara perempuannya … putranya … putrinya … istrinya.’ Namun beberapa saat kemudian Aku melihatnya, dengan pikirannya digoda dan dikuasai oleh perolehan, kehormatan, dan pujian, ia mengatakan kebohongan dengan sengaja. Sungguh menakutkan, para bhikkhu, perolehan, kehormatan, dan pujian itu, pahit, busuk, menghalangi untuk mencapai keamanan tertinggi dari belenggu. Oleh karena itu, para bhikkhu, kalian harus berlatih sebagai berikut: ‘Kami akan meninggalkan perolehan, kehormatan, dan pujian yang telah muncul dan kami tidak akan membiarkan perolehan, kehormatan, dan pujian yang telah muncul, bertahan menguasai pikiran kami.’ Demikianlah kalian harus berlatih.” 


SN 17.43 : Pajāpati Sutta [ Ibu, dan seterusnya]

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, sungguh menakutkan perolehan, kehormatan, dan pujian itu, pahit, busuk, menghalangi untuk mencapai keamanan tertinggi dari belenggu. Para bhikkhu, Aku mengetahui seseorang di sini yang pikirannya telah Kulingkupi dengan pikiranKu: ‘Yang Mulia ini tidak akan mengatakan kebohongan dengan sengaja bahkan demi ibunya … bahkan demi ayahnya … bahkan demi saudara laki-lakinya … saudara perempuannya … putranya … putrinya … istrinya.’ Namun beberapa saat kemudian Aku melihatnya, dengan pikirannya digoda dan dikuasai oleh perolehan, kehormatan, dan pujian, ia mengatakan kebohongan dengan sengaja. Sungguh menakutkan, para bhikkhu, perolehan, kehormatan, dan pujian itu, pahit, busuk, menghalangi untuk mencapai keamanan tertinggi dari belenggu. Oleh karena itu, para bhikkhu, kalian harus berlatih sebagai berikut: ‘Kami akan meninggalkan perolehan, kehormatan, dan pujian yang telah muncul dan kami tidak akan membiarkan perolehan, kehormatan, dan pujian yang telah muncul, bertahan menguasai pikiran kami.’ Demikianlah kalian harus berlatih.” 





Karma JIgme

Instagram