Penghormatan kepada Pangeran Muda Manjusri.
Ada sesuatu yang harus dipahami dengan baik , kemudian dilepaskan sepenuhnya dan juga ada sesuatu yang lain harus dipahami melalui persepsi langsung. Oleh sebab itu, risalah ini disusun dengan harapan untuk membedakan kedua karakteristik ini.
Jika semua hal ini dapat dirangkum , maka semua ini dapat dipahami dalam dua aspek , karena semua hal dapat diklasifikasikan sebagai fenomena dan esensi fenomena dimana yang dapat diklasifikasikan sebagai fenomena itu merupakan siklus eksistensi sedangkan esensi fenomena dapat diklasifikasikan sebagai melampaui semua penderitaan dari tiga jalan.
Disini , fenomena itu didefinisikan sebagai apapun yang muncul dari dualitas dan benda yang diekspresikan dengan cara apapun atau dengan kata lain merupakan kemunculan dari imajinasi yang keliru. Sesuatu hal ini muncul, tetapi juga tidak eksis . Oleh sebab itu ,hal ini merupakan kekeliruan. Demikian juga , semua hal ini merupakan ketiadaan eksistensi yang mapan dalam realitas dan tanpa referensi dalam semua [aspek] karena hal ini hanya konsep. Oleh sebab itu , merupakan imajiner.
Selanjutnya, esensi fenomena diklasifikasikan sebagai demikian apa adanya, dimana tidak memiliki perbedaan antara yang menggengam [yang mengetahui] dan yang digengam, [yang diketahui] ataupun [antara] objek yang diekspresikan dan yang mengekspresikan [objek ini].
Kekeliruan ini disebabkan oleh salah satu dari dua aspek ini yakni : kemunculan dari sesuatu yang tidak eksis , yang juga merupakan penyebab dari penderitaan seperti mengamati objek ilusif gajah dan sebagainya, ataupun disebabkan oleh sesuatu yang eksis namun tidak teramati.
Jika salah satu dari dua aspek ini yakni : ketiadaan eksistensi dan kemunculan ini tidak eksis, maka kekeliruan, dan ketidak kekeliruan dan juga kemurnian dan ketidak murnian tidak akan mengikuti
Kedua hal ini bukan satu ataupun sesuatu yang berbeda karena ada perbedaan dan juga tidak ada perbedaan dalam hal eksistensi dan ketiadaan eksistensi.
Realisasi fenomena melalui enam aspek yang tidak tertandingi yakni : pemahaman mengenai [1 ] karakteristik yang mendefinisikannya [2] dasar rasionil, [3] eksistensi bukan sebagai satu ataupun yang berbeda, [4] ranah [5] mutual dan bukan mutual, dan [6] ketiadaan eksistensi dari yang muncul sebagai yang menggengam [yang mengetahui] dan yang digengam, [yang diketahui]
Dari ke enam aspek ini , [1] karakteristik yang mendefinisikannya [2] dasar rasionil, [3] eksistensi bukan sebagai satu ataupun yang berbeda telah dijelaskan dan diuraikan dengan singkat [di atas].
Selama seseorang masih berdiam dalam siklus eksistensi dimanapun maka akan ada ranah dalam setiap hal yang dialaminya , Ranah ini terdiri dari terdiri dari ranah makhluk hidup [sattva dhātu] dan ranah dunia eksternal yang berfungsi seperti wadah .
Ranah dunia eksternal yang berfungsi seperti wadah ini merupakan pengalaman yang dialami oleh kesadaran masing masing individual dan disebut sebagai pengalaman mutual [bersama].
Ranah makhluk hidup dapat merupakan pengalaman yang hanya dialami oleh kesadaran individual itu sendiri dan juga pengalaman yang dialami oleh kesadaran masing masing invidual . oleh karena itu disebut sebagai pengalaman bukan mutual [bukan bersama] dan pengalaman mutual [bersama].
Kelahiran, perilaku, dukungan, penaklukan, kualitas kebajikan , dan kekurangan [cacat] merupakan interaksi antara individual yang satu dengan lainnya berdasarkan hubungan dominasi timbal balik. Dalam hal ini disebut sebagai pengalaman mutual [bersama]
Sedangkan kediaman , kesadaran, impuls dari tindakan, kebahagiaan, penderitaan, kematian , transisi, kelahiran, ikatan, dan pembebasan ini merupakan pengalaman individual itu sendiri maka disebut sebagai pengalaman bukan mutual [bersama]
Apapun yang muncul sebagai sesuatu yang dapat digengam termasuk dalam pengalaman mutual [bersama] dan objek yang digengam secara eksternal juga merupakan kesadaran yang menggengam, tetapi dalam hal ini tidak ada objek yang terpisah dari kognisi itu sendiri karena merupakan pengalaman mutual [bersama]
Objek yang digengam [dengan referensi merupakan kesadaran] itu tidak termasuk dalam pengalaman mutual [bersama] .Demikian juga pikiran dan sebagainya tidak saling melayani sebagai objek dari [dua jenis] kesadaran yang juga merupakan yang menggengam , [sementara] baik dalam ekuanimitas ataupun diluar ekuanimitas dari meditatif. Karena bagi yang tidak dalam ekuanimitas meditatif , hal ini merupakan konsepsi mereka sendiri yang muncul sedangkan bagi yang berada dalam ekuanimitas meditatif , hal ini merupakan pantulan dari [pikiran yang lain] yang muncul dalam [bentuk dari ] objek pengalaman dari samadhi.
Jika telah dimapankan bahwa sesuatu yang muncul sebagai yang digengam itu tidak eksis, maka ini juga akan dimapankan bahwa sesuatu yang muncul sebagai yang menggengam itu juga tidak eksis. Berdasarkan hal ini , realisasi dari ketiadaan eksistensi dari sesuatu yang muncul sebagai yang menggengam dan yang digengam juga telah dimapankan karena kemapanan yang timbul dari hal tersebut tidak memiliki awal [permulaan] . Sementara dualitas itu tidak mapan dengan sempurna dan hanya diketahui secara umum.
Realisasi esensi dari fenomena terdiri dari enam fase yang tidak tertandingi yakni : realisasi dari : [1] karakteristik definitif [2] landasan [3] kepastian [4] pengetahuan [5] kesadaran penuh dan [6] kesempurnaan transformasi.
Karakteristik definitif dapat dirangkum sebagai : demikian apa adanya
Landasan [lokasi dimana dapat menemukan esensi] terdiri dari semua fenomena , risalah dan kumpulan kata-kata dari semua koleksi sutra yang merepresentasikan dua belas aspek uraian dari Buddha.
Kepastian mengacu pada jalan [mārga] yang digunakan dalam melatih diri melalui pengarahan kesadaran dengan tepat dan selaras dengan koleksi sutra dari Mahayana melalui jalan akumulasi [sambhāramārga] dan jalan penyatuan [prayogamārga]
Pengetahuan mengacu pada realisasi dan pengalaman demikian apa adanya melalui jalan pengamatan [darśanamārga] karena pandangan benar telah tercapai melalui pelatihan diri dengan persepsi langsung.
Kesadaran penuh [smrti] mengacu pengamatan mendalam terhadap realitas melalui jalan kontemplasi [bhāvanāmārga] yang selaras dengan faktor menuju penggugahan dengan tujuan untuk mengeliminasi semua noda.
Kesempurnaan transformasi mengacu pada demikian apa adanya yang telah terbebaskan dari semua noda dimana semua yang muncul itu hanya demikian apa adanya dan juga disebut sebagai jalan bebas dari semua latihan [aśaikṣamārga]
Esensi mengacu pada demikian apa adanya yang bebas dari semua noda , dimana esensi juga termasuk penderitaan yang bersifat adventif dan demikian apa adanya ,kedua hal ini sebenarnya juga tidak muncul ataupun muncul secara berurutan.
Entitas mengacu pada transformasi kesadaran yakni transformasi dari kesadaran atau ranah dunia eksternal yang berfungsi seperti wadah ke demikian apa adanya, transformasi dari ranah landasan fenomena [dharmadhatu] dari koleksi sutra ke demikian apa adanya , dan transformasi pengetahuan yakni ranah makhluk hidup [sattvadhatu] yang bukan mutual [bersama] ke demikian apa adanya.
Prasyarat mengacu pada kualitas kebajikan dari fitur perbedaan dalam pujian aspirasi yang sebelumnya [yang lalu] , fitur perbedaan dalam objek yang difokuskan yakni ajaran Mahayana, dan fitur perbedaan dalam pelatihan diri melalui sepuluh tingkatan [dasabhumi]
Landasan terdiri dari empat aspek yang mengacu pada kualitas kebajikan dari ajaran Mahayana, aspirasi , memasuki kepastian [dalam jalan], dan pencapaian akumulasi.
Pelepasan nimitta terdiri dari empat aspek yang mengacu pada pelepasan nimitta yang berkaitan dengan faktor antagonis [ketidaksesuaian], faktor yang berhubungan dengan usaha perbaikan, demikian apa adanya dan realisasi dimana melalui [keempat] aspek yang telah disebutkan ini , secara bertahap dapat diuraikan kembali sebagai pelepasan nimitta kasar, menengah halus, dan yang berhubungan dengan lamanya waktu [durasi] .
Kontemplasi yang tepat, juga terdiri dari empat aspek yang mengacu pada kontemplasi yang tepat dengan pengamatan, kontemplasi yang tepat tanpa pengamatan, kontemplasi yang tepat dengan tanpa fokus pada pengamatan, dan kontemplasi yang tepat dengan fokus pada tanpa pengamatan.
Karakteristik definitif terdiri dari tiga aspek yakni : berdasarkan kediaman dari esensi fenomena karena kediaman dari esensi fenomena itu bukan dualisme dan tidak dapat diungkapkan, juga berdasarkan ketiada munculan karena sesuatu yang muncul sebagai dualitas, berikut dengan cara mengekspresikannya, landasan indriya, objek, kesadaran, ataupun elemen dari wadah ini tidak eksis . Dengan cara seperti ini , karakteristik yang mendefinisikannya ini diuraikan dengan terperinci seperti yang dijelaskan dalam berbagai sutra:
"Kebijaksanaan tanpa konseptual itu tidak dapat digengam , tidak dapat dibuktikan, tanpa pijakan, tanpa kemunculan, tanpa kesadaran dan tanpa landasan. Hal ini mengacu pada kualitas kebajikan dari kemunculan karena semua fenomena terlihat seperti ditengah angkasa [ruang] dan karena semua fenomena terkondisi terlihat seperti ilusi dan sebagainya.
Manfaat terdiri dari empat aspek yang mengacu pada kualitas kebajikan dari kesempurnaan pencapaian Dharmakaya , mengacu pada kualitas kebajikan dari pencapaian kondisi kebahagiaan tertinggi , mengacu pada kualitas kebajikan dari pencapaian penguasaan atas semua pengamatan, dan mengacu pada kualitas kebajikan dari pencapaian penguasaan atas semua instruksi.
Kesempurnaan pengetahuan terdiri dari empat aspek yang mengacu pada kesempurnaan pengetahuan mengenai faktor yang berhubungan dengan usaha perbaikan , kesempurnaan pengetahuan mengenai karakteristik, kesempurnaan pengetahuan mengenai perbedaan , dan kesempurnaan pengetahuan mengenai [lima] fungsi.
Berikut kesempurnaan pengetahuan mengenai faktor yang berhubungan dengan usaha perbaikan mengacu pada kebijaksanaan tanpa konseptual , yakni, faktor yang berhubungan dengan usaha perbaikan pada kemelekatan terhadap lima aspek ini : fenomena, individual, transformasi, perbedaan, dan penyangkalan - dalam hal yang berkaitan dengan realitas dari intrinsitik.
kesempurnaan pengetahuan mengenai karakteristik mengacu pada karakteristik spesifik yang mengesampingkan [meninggalkan] kelima aspek ini yakni : pengarahan kesadaran yang tidak tepat, transendensi, kesempurnaan peredaan [ketenangan], intrinsitik [tanpa konseptual], dan kemelekatan pada manifestasi nimitta.
kesempurnaan pengetahuan mengenai perbedaan mengacu pada fitur spesifik dari lima aspek yakni tanpa konseptual, tanpa batasan, tanpa kediaman, durasi daya tahan, dan tidak tertandingi.
kesempurnaan pengetahuan mengenai fungsi mengacu pada fitur perbedaan fungsi yang mengacu pada lima aspek yakni menjauhi konseptual , memberikan kebahagiaan yang tak tertandingi, bebas dari penghalang penderitaan dan kognitif, mengakses semua aspek dari objek yang dapat diketahui melalui kebijaksanaan yang telah dicapai, dan memurnikan ranah buddha, mematangkan [spiritual] semua makhluk hidup, dan pencapaian pengetahuan semua aspek.
Sedangkan untuk realisasi pengarahan kesadaran, seperti yang dikatakan bahwa untuk para bodhisattva yang ingin memahami kebijaksanaan tanpa konseptual seharusnya mengarahkan kesadarannya sebagai berikut: karena tidak mengetahui mengenai demikian apa adanya maka imajinasi keliru yang disebut sebagai : semua benih yang merupakan penyebab dari yang bukan realitas itu muncul sebagai dualitas menjadi terkondisi dan juga semua yang berbasis pada aspek ini akan berbeda. Inilah yang menyebabkan sebab dan kondisi muncul, tetapi hal ini juga tidak nyata. Berdasarkan kualitas kebajikan dalam kemunculannya yang sedemikian rupa maka instrinsitik [esensi] itu tidak muncul. Berdasarkan kualitas kebajikan dalam ketidakmunculan ini maka instrinsitik [esensi] dari fenomena juga tidak muncul. Pada saat bodhisattva mengarahkan kesadaran pada semua hal ini dengan metoda yang tepat maka mereka akan memahami kebijaksanaan tanpa konseptual.
Berdasarkan kualitas kebajikan dari pengamatan dengan metoda seperti ini maka mereka menyadari bahwa mereka berfokus pada “hanya “ kesadaran . Berdasarkan kualitas kebajikan dari pengamatan yang berfokus pada ““hanya “ kesadaran maka mereka memahami bahwa semua titik referensi itu tidak dapat diamati. Berdasarkan kualitas kebajikan dari tidak mengamati semua titik referensi maka mereka memahami bahwa “ hanya “ kesadaran juga tidak dapat diamati. Berdasarkan kualitas kebajikan dari tidak mengamati kesadaran maka mereka memahami bahwa perbedaan antara kedua ini [titik referensi dan kesadaran] juga tidak dapat diamati. Dengan demikian , maka juga tidak ada perbedaan dalam pengamatan diantara kedua ini dan inilah yang disebut sebagai : kebijaksanaan tanpa konseptual dimana objek dan pengamatan , juga tidak mapan karena ini dikarakterisasikan dengan tidak mengamati nimitta apapun .
Realisasi tahapan pelatihan terdiri empat aspek yang mengacu pada pelatihan melalui aspirasi pada tahapan yang berkaitan dengan aspirasi [ tahapan ini merupakan fase kepastian], mengacu pada pelatihan kesadaran diskriminatif pada tahapan [bhumi] pertama [tahapan ini merupakan fase pengetahuan] , mengacu pada pelatihan kontemplasi melalui enam tahapan [bhumi] yang tidak murni dan juga melalui tiga tahapan [ bhumi] yang murni [tahapan ini merupakan fase kesadaran penuh], dan mengacu pada pelatihan yang telah menyempurnakan tahapan [bhumi] karena aktivitas Buddha itu tanpa daya dan tanpa gangguan [ tahapan ini merupakan fase kesempurnaan transformasi.].
Kekurangan [cacat] , [akan terjadi] jika tidak ada transformasi landasan dan terdiri dari empat aspek yakni : kekurangan dukungan dalam berhentinya penderitaan , kekurangan dukungan dalam memasuki jalan [marga] , kekurangan dukungan dalam menyajikan istilah konvensional untuk seseorang yang telah mencapai nirvana dan kekurangan dukungan dalam menyajikan istilah konvensional untuk untuk perbedaan antara ketiga jenis penggugahan.
Sedangkan yang berlawanan dengan empat aspek dari realisasi kekurangan diatas, karena adanya transformasi landasan ini , dikenal sebagai manfaat yang terdiri dari empat aspek.
Demikianlah pemahaman mengenai sepuluh aspek dalam merealisasikan transformasi landasan .
Ketiadaan eksistensi dari fenomena ini seperti ilusi, mimpi, dan sebagainya sedangkan landasan transformasi itu seperti ruang, emas, air, dan sebagainya.
Akhir dari Perbedaan antara fenomena dan esensi fenomena yang disusun oleh Yang Mulia Maitreya. Diterjemahkan ke dalam bahasa Tibetan , diedit dan disempurnakan oleh kepala vihara dari India yang bernama Pandita Santibhadra dan editor , penerjemah besar yang telah ditasbihkan sebagai bhiksu yang bernama : Tsaltrim Gyalwa. Risalah ini direvisi dan disempurnakan kembali oleh kepala vihara muda dari Kashmir yang bernama pandita Parahita dan editor , penerjemah besar yang telah ditasbihkan sebagai bhiksu yang bernama Gádor di ruang pelatihan diri vihara Toling.
Risalah ini diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh Karma Jigme