Pages

T 270 - 大法鼓經 [ Sūtra mahāyāna yang bernama genderang Dharma agung]

大正新脩大藏經

Taishō Shinshū Daizōkyō

法華部

Teratai


T 270


大法鼓經


आर्य-महाभेरीहारक-परिवर्त-नाम-महायान-सूत्र


ārya-mahābherīhāraka-parivarta-nāma-mahāyāna-sūtra


Sūtra mahāyāna yang bernama genderang Dharma agung


Diterjemahkan oleh Guṇabhadra


Nara Sumber dalam Chinese
Diterjemahkan dari Inggriske dalam Bahasa Indonesia oleh : Idawaty Ho


T 269 T 270 T 271




[0290b15] Demikianlah yang telah saya dengar :

[0290b15] Pada suatu ketika, Buddha sedang berdiam di Kebun Anathapindika, Taman Jetavana, Kota Śrāvastī, bersama dengan : 500 bhiksu agung, juga 100.000 Bodhisattva Mahasattva dan  sejumlah besar dewa, naga, yaksa, dan gandharva. Juga hadir 100.000 upasaka dan upasika. 

Hadir pula Raja Brahma - penguasa dari dunia Saha ini, jugaSakra - Raja Dewa, Empat Raja Dewa Langit, beserta dengan pengikut mereka masing-masing.

Dari dunia-dunia di sepuluh penjuru alam semesta datang pula tak terhitung bhikṣu, bhikṣuṇī, upāsaka, dan upāsikā, juga Bodhisattva.

[0290b20] Pada saat itu, Tathāgata membabarkan Dharma sebagai berikut kepada empat kelompok muridNya :

“Dengan adanya keberadaan, 
maka terdapat penderitaan dan kegembiraan. 
Dengan tiadanya keberadaan, 
maka tidak terdapat penderitaan maupun kegembiraan, 
Oleh karena itu, menjauhkan diri dari penderitaan dan kegembiraan 
adalah kebahagiaan tertinggi dari nirvana. “

[0290b23] Semua 500 bhiksu Sravaka yang hadir adalah Arhat.Mereka telah menghentikan kekotoran batin [klesa]dan kebocoran batin [asrava]mereka, batin mereka telah mencapai keleluasaan dan kebebasan.Laksana naga yang besar, dengan terbebaskannya batin mereka dan terbukanya kebijaksanaan mereka, mereka telah menyelesaikan upaya mereka [untuk mencapai kearahatan]. Dengan telah dilepaskannya beban berat mereka, mereka telah memperoleh manfaat bagi diri mereka sendiri yaitumengakhiri ikatanakan keberadaan. Terbebaskan atas dasar pengetahuan sejati, mereka telah mencapai paramita tertinggi dan kendali penuh akan batin mereka.

Dari antara mereka yang ‘masih harus belajar[śaikṣa],ada tak terhitung yang telah mencapai buah [Sravaka], menjadi Srotāpanna, Sakṛdāgāmin, atau Anāgāmin. Tak terhitung bhikṣu, walaupun mereka masih memiliki klesa, telah sampai pada suatu pencapaian.

Juga telah datang dari banyak dunia di sepuluh penjuru alam semesta, tak terhitung Bodhisattva-Mahāsattva yang telah mencapai pahala kebajikan yang tak terhingga. Jumlah mereka adalah di luar perhitungan atau analogi, tidak dapat diketahui oleh para Sravaka atau pun Pratyekabuddha. Di luarBodhisattva-Mahasattva pemimpin seperti Mañjuśrī, Mahāvikrāmin, Avalokiteśvara dan Maitreya, ada tidak terhingga Bodhisattva-Mahāsattva pemimpin,laksana rerumputan dan pepohonan yang tumbuh di atas bumi. Demikian pula halnya dengan Bodhisattva yang datang dari penjuru lainnya, adalah tidak terhitung jumlahnya.

[0290c05] Juga hadir pada saat itu, Bhikṣuṇī Kṣema, beserta dengan satu kelompok bhikṣuṇī.Juga hadir Nyonya Viśākhā dan Ratu Mallikā, beserta dengan pelayan mereka yang tak terhitung jumlahnya.Tetua Sudatta juga hadir beserta dengan tak terhitung upāsaka .Di antara tak terhitung mahluk yang hadir dalam persamuan tersebut,

[0290c08] Bhagavan memperkenalkan Pintu Dharma Eksistensi dan Non-eksistensi.

[0290c10] Sementara itu, Raja Prasenajit, begitu bangun dari tidurnya, berpikir:
 “Saya seharusnya pergi mengunjungi Bhagavan.” 

Setelah berpikir demikian, ia langsung berangkat ke tempat Buddha berada, dengan genderang ditabuh dan terompet cangkang kerang ditiup. 

[0290c12] Walaupun mengetahui hal ini, Bhagavan tetap bertanya,
 “Ānanda, mengapa ada suara genderang dan terompet cangkang kerang?”

[0290c13] Ānanda menjawab Buddha, 
“Raja Prasenajit sedang dalam perjalanan mengunjungi Buddha. Oleh karena itu ada suara genderang dan terompet cangkang kerang.”

[0290c14] Buddha mengatakan kepada Ānanda, 
“Kamu juga sebaiknya menabuh Genderang Dharma Agung karena sekarang Saya akan menuturkan “Sūtra Genderang Dharma Agung”

[0290c15]  Ānanda bertanya kepada Buddha,
 “Saya belum pernah mendengar nama sutra ini. Mengapa dinamakan Sutra Genderang Dharma Agung?”

[0290c17] Buddha memberitahukan kepadaĀnanda, 
“Bagaimana mungkin kamu dapat mengetahuinya? Bahkan tidak ada satu Bodhisattva-Mahāsattvadalam persamuan ini pun yang mengetahui sutra dengan enam suku kata [dalam Sanskrit] ini, apalagi kamu.”

[0290c19] Ānanda berkata kepada Buddha,
 “Ini belum pernah ada sebelumnya. Nama dari Dharma ini benar-benar sulit untuk diketahui.”

[0290c20]  “Demikianlah, Ānanda, faktanya memang tidak berbeda dari pernyataanmu.Ānanda, Sūtra Genderang Dharma Agung ini, seperti mekarnya pohon udumbara, adalah langka di dunia.”

[0290c21]  Ānanda bertanya kepada Buddha
 “Apakah tidak semua Buddha memiliki Dharma ini ?”

[0290c22] Buddha memberitahukan kepada Ānanda, 
“Buddha di masa lampau, masa kini dan akan datang semuanya memiliki Dharma ini.”

[0290c23]  Ānanda bertanya kepada Buddha, 
“Jika demikian halnya, mengapa Bodhisattva-bodhisattva ini, pahlawan di antara manusia, semuanya datang berkumpul di sini? Mengapa Tathāgata mereka tidak membabarkan Dharma ini di tempat mereka sendiri?”

[0290c25 ] Buddha memberitahukan kepada Ānanda, 
“Misalnya,seorang bhiksu āraṇyaka [hidup di hutan] tinggal sendirian di gua di atas gunung. Dalam perjalanannya menuju ke desa untuk menerima dana makanan dari umat, ia melihat berbagai mayat dari manusia dan hewan. Setelah melihat hal ini, ia merasa muak dan kembali lagi ke tempat asalnya tanpa makanan, seraya berpikir, ‘Sungguh menyedihkan, saya juga pasti akan berakhir seperti mereka”. Kemudian ia merasa bahagia, seraya berpikir,” Saya seharusnya pergi lagi ke sana mengobservasi mayat-mayat tersebut untuk memperkuat kejemuan saya”.Sekali lagi ia berjalan menuju desa tersebut, dengan niat memperhatikan dengan seksama mayat-mayat tersebut agar dapat memperkuat persepsinya tentang ketidakmurnian tubuh. Melihat mayat-mayat tersebut, ia terus mengobservasinya. Akhirnya, ia mencapai buah kesucian, menjadi seorang Arhat.

[0291a01] Buddha di dunia yang lain tidak mengajarkan ketidakpermanenan, dukkha, kekosongan atau ketidakmurnian. Mengapa? Karena Dharma di Buddha kshetra lain tersebu tharuslah sesuai demikian adanya. Tathāgata-tathagata tersebut berkata kepada Bodhisattva mereka, ‘Betapa menakjubkan! Śākyamuni, Bhagavan, mengambil jalur yang berat, muncul di dunia yang penuh dengan lima kekeruhan. Demi kepentingan para mahluk yang menderita, menggunakan berbagai pendekatan yang trampil, Beliau membabarkan Sutra Genderang Dharma Agung. Oleh karena itu, pria berbudi, kamu hendaknya juga belajar hal yang serupa.“ 

Bohisattva-bodhisattva tersebut telah datang ke persamuan ini, karena semuanya ingin melihatKu dan memberi penghormatan kepadaKu.Setelah datang ke persamuan ini, mereka akan mencapai “Tahapan Kediaman” [bhumi] tingkat yang pertama bahkan hingga tingkat ke sepuluh [dari rangkaian tahapan spiritual bodhisattva menuju ke ke-buddha-an]. Oleh karena itu, Sutra Genderang Dharma Agung ini adalah sangat sulit dijumpai. Demi mendengar Dharma ini, tak terhitung bodhisattva agung dari dunia lain di sepuluh penjuru alam semesta telah datang berkumpul di sini”.

[0291a09] Ānanda berkata kepada Buddha,
 “Baik sekali !Baiksekali ! [sadhu ! sadhu !] Semua yang menghadiri persamuan ini akan menerima manfaat. Mereka akan menerima Dharma yang sulit didapat dari sutra ini.”

[0291a11] Buddha berkata kepada Ānanda, 
“Sutra dengan makna yang mendalam seperti ini bukanlah sesuatu yang dapat diterima oleh semua kalangan. Oleh karena itu, kamu tidak seharusnya mengatakan bahwa semua yang hadir di sini akan menerima manfaat.”

[0291a12] Ananda bertanya kepada Buddha,
”Mengapa tidak semua yang hadir akan mendapatkan manfaat?”

[0291a13] Buddha mengatakan kepada  Ānanda,
 “Sūtra ini adalah gudang dharma rahasia pengetahuan milik para Tathāgata. Ia sangat mendalam dan menakjubkan, sulit untuk dimengerti dan sulit untuk dipercayai. Oleh karena itu, Ānanda, kamu tidak seharusnya mengatakan bahwa semua yang hadir di sini akan menerima manfaat.

[0291a15]   Ānanda berkata kepada Buddha, 
“Kalau begitu, ia tidak sama dengan saat Raja Prasenajit menabuh genderang perang besar untuk memulai peperangan ? Saat suaranya terdengar, semua panah [musuh] terjatuh.”

 [0291a17]  Buddha berkata kepada Ānanda,
 “Saat Raja Prasenajit menabuh genderang perang, tidak semua suka mendengar suara genderang tersebut. Mereka yang penakut, ngeri akan kematian atau mendekati kematian. 
Memang benar, Ānanda, nama sutra ini adalah pintu dharma yang tidak dapat dipercaya oleh Dua Kendaraan [Sravaka dan Pratekyabuddha].

[0291a20]  Oleh karena itu, Ānanda, layaknya genderang perang yang besar dipukul hanya oleh sang raja sebelum bertarung dalam peperangan, demikian pula halnya genderang dharma agung ini, rahasia pengetahuan di antara para Buddha, dibabarkan hanya oleh seorang Buddha yang muncul di dunia.”

[0291a22] Kemudian Bhagavan bertanya kepada Mahākāśyapa,
 “Para bhikṣu di sini, telah dengan kuat meninggalkan semua sampah dan sekam, mereka murni dan seragam. Apakah mereka mampu mendengar Sutra Genderang Dharma Agung ini ?”

[0291a23] Mahākāśyapa menjawab Buddha,
 “Apabila ada bhikṣu yang telah melanggar sila atau vinaya, mereka pasti ditegur oleh Mahāmaudgalyāyana. Bahkan saya pun tidak akan sejalan dengan bhiksu semacam itu, apalagi Bhagavan. Massa yang hadir dalam persamuan ini ibarat hutan pohon cendana, suci dan tidak beragam.

[0291a26] Buddha berkata kepada Mahākāśyapa,
 “Massa yang hadir dalam persamuan ini semuanya adalah murni dan seragam. Namun mereka tidak memiliki pemahaman yang baik akan pernyataan-pernyataan tersiratyang akan Aku jelaskan.”

[0291a28] Mahākāśyapa bertanya kepada Buddha,
 “Apa maksudnya pernyataan-pernyataan yang tersirat?”

[0291a28] Buddha memberitahukan kepada Mahākāśyapa,
“Mengatakan bahwa Tathāgata memasuki nirvana yang final adalah memberikan pernyataan yang tersirat. Sebenarnya, Tathāgata berdiam secara langgeng, tidak akan punah, karena parinirvana bukanlah suatu dharma penghancuran. 

Sutra ini meninggalkan pendekatan yang tersirat dan menguakkan secara menyeluruh arti eksplisit [jelas, gamblang, tidak berbelit-belit] melalui banyak sekali sebab dan kondisi. Oleh karena itu, Mahākāśyapa, kamu sebaiknya meninjaukembali massa dalam jumlah besar ini.”

[0291b27] Mahākāśyapa sekali lagi meninjau mereka yang hadir dan alasan mereka untuk hadir. Dalam satu ksana, makhluk yang memiliki keyakinan yang rendah, Sravaka, Pratyekabuddha dan Bodhisattva pemula yang menganggap diri mereka tidak sanggup menerimanya, saat itu memiliki pemikiran untuk mundur. 

Sebagai perumpamaan, seorang pria bernama  ‘Ribuan Pria Kuat’ berdiri di antara sejumlah besar pria-pria kuat yang dimiliki oleh keluarga kerajaan. Dengan menabuh genderang, ia menyerukan, “Siapa yang mampu bergulat denganku?” Yang merasa tidak sanggup, tetap diam seraya berpikir, “Saya tidak punya kemampuan bergulat dengannya. Saya bisa saja terluka atau bahkan kehilangan nyawa saya.”

Orang yang tidak mempunyai satu orang penantang pun yang berani berkelahi dengannya, adalah orang yang benar-benar pemberani dan sangat kuat, yang dapat menegakkan bendera kemenangan nan agung.

Oleh karena itu, mahluk yang tidak mampu, Sravaka, Pratyekabuddha, dan Bodhisattva pemula, masing-masing berpikir,” Saya tidak mampu mendengar atau menerima Dharma ini, yang mengatakan bahwa Tathāgata telah memasuki parinirvāṇa dan bahwa Beliau berdiam secara langgeng, tidak akan punah.”

Mendengar apa yang belum pernah mereka dengar sebelumnya di tengah massa ini, mereka meninggalkan tempat duduknya dan pergi. Mengapa? Karena mereka telah berlatih dalam jangka waktu panjang dalam pandangan akan kekosongan berkaitan dengan parinirvāṇa. Begitu mendengar sutra nan murni, yang bebas dari ketidakjelasan ini, mereka meninggalkan tempat duduknya dan pergi

[0291b15.] Di antara para Sravaka, Pratyekabuddha, dan Bodhisattva pemula, yang datang dari dunia-dunia lain di sepuluh penjuru alam semesta, dari skala jutaan koti, hanya satu bagian yang tersisa. Bodhisattva-Mahāsattva yang tetap tinggal di persamuan, yakin akan keberadaan yang langgeng dan ketidakberubahan dari dharmakaya [tubuh dharma]. Mereka kemudian dapat menerima dan menjungjung semua sutra yang berkaitan dengan gudang Tathagata. Mereka juga dapat menerangkan kepada dan menentramkan dunia, membuat yang lain memahami semua pernyataan yang tersirat [dalam sutra-sutra tersebut]. Mereka dapat memahami dengan baik sutra-sutra yang memiliki makna definitif bertolak belakang dengan sutra-sutra yang memiliki makna non-definitif.Mereka dapat menundukkan para mahluk yang melanggar larangan, dan mereka semua dapat menghormati dan melayani para suciwan nan budiman. Dengan keyakinan murni yang besar terhadap Mahayana, mereka tidak akan menganggap Dua Kendaraan sebagai yang istimewa. Mereka hanya akanmenyuarakan sutra-sutra mahavaipulya, bukan sutra-sutra jenis lain. Mereka hanya akan menyuarakan bahwa Tathāgata berada dalam kelanggengan dan bahwa gudang Tathāgata itu ada, tanpa meninggalkan sunyata – bukan hanya kekosongan akan pandangan tentang diri, tapi juga kekosongan akan tiada sifat inheren dari semua dharma samskrta [dharma yang berkondisi].

[0291b25]  Buddha mengintruksikan kepada Mahākāśyapa, 
“Tanyakanlah kepada mereka yang berada di dalam massa dalam jumlah yang sangat besar tersebut sekali lagi, apakah mereka ingin mendengarkan Sutra Genderang Dharma Agung ini - suatu sutra mahayana yang sulit dipercaya, dari satu kendaraan [Ekayana] yang luas. Tanyakanlah kepada mereka semua mengenai hal ini sebanyak tiga kali.”

[0291b26]  Mahākāśyapa berkata kepada Buddha, “Sadhu, Bhagavan.”

Dengan segera ia bangkit dari tempat duduknya, memperlihatkan sebelah bahu kanannya, berlutut dengan lutut kanannya, beranjali di bawah kaki Buddha. Ia kemudian mengelilingi Buddha tiga kali dan kemudian bertanya kepada massa yang hadir,  

“Apakah kalian semua ingin mendengarkan Sutra Genderang Dharma Agung ini? Tathāgata sekarang akan membabarkan kepada kalian semua tentang Satu Kendaraan, Mahāyāna, yang mengungguli kendaraan dari Sravaka dan Pratyekabuddha.”

Tiga kali ia bertanya demikian, dan mereka semua menjawab,
“Kami semua akandengan senang hati mendengarkannya. Ya, Mahākāśyapa, kami semua telah datang ke tempat ini untuk mendengarkan Dharma ini.Sadhu, bersimpatilah terhadap kami. Semoga Buddha membabarkan kepada kami semua, Sutra Genderang Dharma Agung !”

 [0291c04]   Kāśyapa selanjutnya bertanya, 
“Mengapa kalian semua mempercayainya?”

[0291c04]  Mereka kemudian menjawab, 
“Sebagai perumpamaan, seorang pemuda berumur 20-an tahun memiliki seorang anak berumur 100 tahun. Apabila Buddha mengatakan demikian, kamiakan mempercayainya demikian. Lebih percaya lagi kami, pada Dharma sejati yang akan Beliau babarkan. Mengapa? Karena Tathāgata bertindak sesuai dengan perkataanNya.Mata murni Tathāgata bercahaya, sepenuhnya bebas dari rintangan. Melihat dengan mata BuddhaNya, Beliau mengetahui batin kami.” 

[0291c08] Kāśyapa memuji, “Sadhu! Sadhu! Kalian para budiman mampu mendengar Sutra Genderang Dharma Agung, mempertahankan dan membabarkannya.” 

 [0291c09]  Buddha memberitahukan kepada kepada Kāśyapa,
 “Sebagai perumpamaan, seorang pria yang hanya berusia 20 tahun memiliki putra berusia 100 tahun. Sutra Genderang Dharma Agung menyampaikan ajaran serupa. Mengapa? Karena Tathāgata memasuki parinirvāṇa dan masih berdiam secara langgeng.Tidak ada sesuatu yang memiliki diri, namun Tathāgata tetap bicara tentang diri juga.”

[0291c12]  Mereka kemudian memberi tanggapan,
 “Hanya Buddha yang dapat mengetahui. Apapun yang Buddha katakan, kami akan menerima, dan mempertahankannya demikian.”

[0291c14] Kāśyapa bertanyakepada Buddha,
“Saya berharap Bhagavan akan membabarkan Sutra Genderang Dharma Agung, menabuh genderang Dharma agung, meniupterompet cangkang kerang Dharma agung.”

[0291c15]Buddha berkata,
 “Sadhu! Sadhu! Kāśyapa, kamu sekarang ingin mendengarkan Aku membabarkan Sutra Genderang Dharma Agung ?

[0291c16]  Kāśyapa menjawab Buddha,
 “Sudah pasti saya akan menerima ajaranMu. Mengapa? Karena Tathāgata memandang saya dengan tinggi dan memperlakukan saya dengan hormat. Seperti apa? Buddha pernah berkata kepada saya,”Mari ke sini dan duduk bersama dengan Aku”.Karena sebab ini, saya sudah sepantasnya mengakui kebaikan Beliau”.

[0291c18]  Buddha berkata, 
“Sadhu !Kāśyapa, untuk suatu alasan yang baik, Saya memperlakukanmu dengan hormat.Sebagai contoh, Raja Prasenajit memperlakukan empat jenis pasukan bersenjatanya dengan baik.Saat mereka berperang, mereka menabuh genderang perang besar dan meniup terompet cangkang kerang perang yang besar, bertahan melawan musuh.Oleh karena pemeliharaan yang baik dari raja, mereka berperangdengan gigih, mengalahkan musuh untuk tujuan membawa kedamaian bagi negeri.Oleh karena itu, bhikṣu, setelah parinirvāṇaKu, Mahākāśyapa harus menjaga dan mempertahankan Sutra Genderang Dharma Agung ini.Untuk sebab ini, Saya membiarkannya menggunakan separuh dari tempat dudukKu. Dengan demikian, ia harus meneruskan JalanKu. Setelah parinirvāṇaKu, ia akan mampu menguraikan Sutra Genderang Dharma Agung ini secara luas.”


[0291c25] Kāśyapa berkata kepada Buddha,
 “Saya adalah putra tertua yang lahir dari mulut Bhagavan.”

[0291c26]  Buddha memberitahukan kepada para bhikṣu,
 “Sebagai perumpamaan, Raja Prasenajit mengajarkan putra-putranya untuk mendalami lima studi, agar suatu hari mereka mampu melanjutkan garis kerajaan. Oleh karena itu, bhikṣu, setelah parinirvāṇaKu, dengan cara yang sama, bhikṣu Kāśyapa akan menjaga dan mempertahankan sutra ini”.

[0291c29]   “Selain itu, Kāśyapa, misalkan, Raja Prasenajit dan raja-raja lain itu bermusuhan, dan mereka bertempur satu terhadap yang lainnya. Dalam waktu tersebut, prajuritnya dalam 4 jenis pasukan perang – gajah, kavaleri, kereta, dan infanteri—begitu mendengar suara genderang agung, tidak memiliki ketakutan sama sekali, dan mereka memegang kuat perisai dan senjata mereka. Sang raja, didasari atas kebaikan hatinya, secara teratur menganugerahkan makanan yang baik kepada mereka. Sebagai tambahan, selama perang, mereka juga dianugerahkan banyak permata bahkan kota-kota.Apabila mereka telah mengalahkan musuh, mereka masing-masing dimahkotai dengan selendang sutra putih, dihias bagaikan raja.Apabila diantara bhiksu-bhiksu dan bhiksuni-bhiksuni SravakaKu, juga upāsakadan upāsikā, ada diantara mereka yang mempelajari sila Pratimoksa dan berhasil dalam melaksanakan aturan-aturan tersebut, Tathāgata akan memberikan mereka kedamaian dan kegembiraan dari kehidupan sebagai manusia atau kehidupan surgawi. Apabila ada diantara mereka yang telah mencapai pahala yang besar dengan mengalahkan empat macam mara, Tathāgata akan memahkotai kepala mereka dengan selendang sutra putih kebebasan, yang terbuat dari Empat Kebenaran Mulia. Apabila ada diantara mereka yang, dengan peningkatan keyakinan dan pemahaman, mencari gudang ke-buddha-an, diri sejati, dan dharmakaya yang berdiam secara langgeng, Tathāgata akan mengucurkan air sarvajna [kebijaksanaan menyeluruh] di kepala mereka dan memahkotai mereka dengan selendang sutra putih dari Mahayana.Mahākāśyapa, dalam hal serupa, Aku sekarang memahkotai kepalamu dengan selendang sutra putih dari Mahayana. Kamu harus menjaga dan mempertahankan sutra ini di tempat-tempat di mana akan ada tidak terhingga Buddha yang akan datang. Kāśyapa, ketahuilah bahwa, setelah parinirvāṇaKu, kamu mampu menjaga dan mempertahankan sutra ini.”

[0292a13]  Kāśyapa berkata kepada Buddha,
 “Akan terjadi sebagaimana Buddha perintahkan.” 

[0292a14] Ia kemudian berkata kepada Buddha, 
“Mulai hari ini, dan setelah parinirvāṇa-Mu, saya akan menjaga, mempertahankan dan membabarkan sutra ini secara luas.”

[0292a16]  Buddha berkata kepada Kāśyapa, 
“Sadhu ! Sadhu! Saya sekarang akan membabarkan kepadamu Sutra Genderang Dharma Agung”.

[0292a17]  Lalu para dewa, naga di langit memuji dengan satu suara 
“Sadhu! Sadhu! Kāśyapa, hari ini para dewa mencurahkan bunga-bunga surgawi, dan raja naga mencurahkan nektar manis dan bubuk dupa halus. Untuk menenangkan dan menyenangkan semua mahluk hidup, kamu seharusnya dijadikan sebagai putra tertua dalam Dharma oleh Bhagavan.”

[0292a20] Selanjutnya jumlah besar dewa dan naga, dengan suara satu suara, menuturkan dalam gatha:

“Sebagaimana raja dari kota Śrāvastī
Menabuh genderang perang dan 
Meniup terompet cangkang kerang perang,
Raja Dharma di Taman Jetavana 
Menabuh genderang Dharma agung.”


[0292a23] Buddha berkata kepada Kāśyapa, 
“Hendaknya kamu menggunakan pertanyaan sebagai tongkat genderang untuk menabuh genderang Dharma agung. Tathāgata, Raja Dharma, akan menerangkannya kepadamu. Raja dari para dewa akan menyelesaikan keraguanmu.”
   
[0292a25] Kemudian Bhagavan berkata kepada Mahākāśyapa, 
“Ada seorang bhikṣu bernama “Keyakinan akan Mahavaipulya”. Apabila di antara empat jenis muridKu, ada yang mendengar namanya, maka panah keserakahan, kemarahan, dan kebodohan batin semuanya akan tercabut. Mengapa? Kāśyapa, Raja Prasenajit memiliki seorang tabib bernama “Obat Unggul”, putra dari Jiva. Saat Raja Prasenajit sedang bertempur dengan musuh negerinya, ia mengatakan kepada “ObatUnggul, “Lekas bawakan saya obat yang dapat mencabut panah bagi para mahluk [yang tertusuk panah]. Kemudian “Obat Unggul”membawa obat anti racun, dan raja mengolesi genderang perang dengan obat tersebut. Ia menabuh genderang selagi mengolesinya dengan obat dan meliputinya denganasap dari obat yang dibakar. Apabila ada mahluk yang berada di dalam jarak satu atau dua yojana tertusuk panah kemudian mendengar suara genderang, maka panah mereka akan tercabut. 

“Oleh karena itu, Kāśyapa, apabila ada yang mendengar nama bhikṣu “Keyakinan akan Mahāvaipulya”, maka panah keserakahan, kemarahan dan kebodohan batin mereka akan tercabut semua. Mengapa? Karena bhikṣu tersebut telah menyiarkan Dharma sejati melalui sutra ini dan memperoleh buah besar ini sebagai pencapaian saat ini.Mahākāśyapa, hendaknya kamu catat bahwa bahkan dengan batin yang tidak terkonsentrasi menabuh genderang yang biasa saja yang telah diolesi oleh obat tanpa konsentrasi dan diliputi oleh asapnya, juga memiliki kekuatan semacam itu untuk memberi manfaat kepada para mahluk. Apalagi para mahluk yang mendengar nama Bodhisattva-Mahāsattva atau nama bhiksu “Keyakinan akan Mahāvaipulya” dapat menyingkirkan tiga racun mereka.

[0292b08] Kāśyapa berkata kepada Buddha, 
“Apabila mendengar nama seorang Bodhisattva dapat menyingkirkan panah tiga racun dari para mahluk, akan lebih efektif bila mereka memuji nama dan kebajikan dari Bhagavan dengan melafalkan, ‘Namo Śākyamuni.’ Apabila memuji nama dan kebajikan Śākyamuni dapat mencabut panah tiga racun dari para mahluk, akan lebih efektif lagi apabila mereka mendengar Sutra Genderang Dharma Agung ini dan membabarkan kalimat-kalimat dan gatha dari sutra ini untuk menentramkan yang lain. Selain itu, apabila mereka menyiarkannya secara luas, akan mustahil bila panah tiga racun mereka tidak dapat dicabut. 

[0292b14] Buddha berkata kepada Kāśyapa,
 “Seperti yang telah Aku katakan, bhikṣu yang menjalankan sila mereka secara murni dapat mewujudkan harapan mereka sesuai dengan keinginannya karena didukung oleh ikar asli mereka. Semua Buddhamemiliki Dharma ini, sebagaimana diajarkan dalam Sutra Genderang Dharma Agung, dharma tersebut, yang [pada kenyataan sebenarnya] tidaklah diciptakan [melalui sebab dan kondisi], tidak muncul juga tidak lenyap.

 Oleh karena itu Kāśyapa, di kehidupan yang akan datang, kamu akan seperti Aku. Mengapa? Karena apabila empat kelompok muridmu mendengar namamu, panah tiga racun mereka akan tercabut.

 Oleh karena itu, Kāśyapa, hendaknya kamu memohon Sutra Genderang Dharma Agung, dan kemudian, setelah parinirvāṇaKu, menjaga, mempertahankannya untuk jangka waktu yang lama di dunia.”

[0292b19] Kāśyapa bertanya kepada Buddha,
 “Sadhu  Bhagavan, mohon Bhagavan membabarkan Sutra Genderang Dharma Agung untuk saya.”

[0292b20] Buddha berkata kepada Kāśyapa, 
“Kamu sebaiknya tidak meninggalkan satu pertanyaan pun mengenai Sutra Genderang Dharma Agung ini”.

 [0292b21] Kāśyapa berkata kepada Buddha,
 “Sadhu !Bhagavan, saya akan bertanya mengenai keraguan saya. Bhagavan mengatakan, “Dengan adanya keberadaan, maka terdapat penderitaan dan kegembiraan. Dengan tiadanya keberadaan, maka tidak ada penderitaan maupun kegembiaraan.”Apa maksudnya ?”

 [0292b23] Buddha memberitahukan kepada Kāśyapa,
 “Tanpa keberadaan artinya kebahagiaan tertinggi dari parinirvana. Oleh karena itu, setelah meninggalkan penderitaan maupun kegembiraan, seseorang memperoleh kebahagiaan tertinggi dari parinirvāṇa.Penderitaan dan kegembiraan artinya di sana ada keberadaan. Tanpa keberadaan, maka tidak ada penderitaan maupun kegembiraan.Oleh karena itu, mereka yang ingin mencapai parinirvāṇa harus mencari pengakhiran dari keberadaan.”

[0292b27] Selanjutnya, Bhagavan mengucapkan gatha seperti ini untuk menjelaskan kembali pemahaman akan hal ini:

“Keberadaan adalah tidak permanen,
Juga bukan tidak akan berubah.
Dengan adanya keberadaan, terdapat penderitaan dan kegembiraan,
Tanpa keberadaan, tidak ada penderitaan dan kegembiraan.

Tidak berbuat [yang menyebabkan kelahiran kembali selanjutnya] tidak membawa penderitaan maupun kegembiraan;
Berbuat [yang menyebabkan kelahiran kembali selanjutnya] membawa penderitaan dan kegembiraan.
Jangan bersenang hati dalam samskrta dharma [dharma yang berkondisi]
Juga jangan terlibat dengannya.

Apabila seseorang memperoleh kegembiraan,
ia malahan akan jatuh pada penderitaan.
Sebelum mencapai nirvana, 
seseorang tidak tinggal di dalam kedamaian maupun kebahagiaan.”

[0292c06]  Kemudian Kāśyapa menjawab dalam gatha :

“Apabila para mahluk hidup tidak mengefektifkan keberadaan mereka,
Nirvāṇa akan menjadi kebahagiaan tertinggi mereka.
Kebahagiaan itu hanyalah sekedar nama. 
Karena tidak ada seseorang yang mengalami kebahagiaan.”

 [0292c09]  Kemudian Bhagavan kembali menuturkan lewat gatha :

“Pembebasan yang kekal bukanlah sekedar nama,
Bentuk menakjubkan [dari Buddha] tidak diragukan lagi,
Hal ini bukanlah lingkup kemampuan dari Sravaka ataupun Pratyekabuddha,
juga bukan lingkup kemampuanBodhisattva.”

 [0292c12] Kāśyapa bertanya kepada Buddha, 
“Bhagavan, mengapa Engkau berbicara tentang bentuk, kemudian mengatakan bahwa ia berdiam secara langgeng?”

 [0292c12] Buddha memberitahukan kepada Kāśyapa,
 “Saya akan memberikan perumpamaan untukmu. Seseorang datang dari Mathurā di selatan. Seseorang lain bertanya kepadanya, ‘Dari mana kamu datang ?’ Ia menjawab, ‘Dari Mathurā.’ Ia selanjutnya ditanya lagi, ‘Di mana Mathurāitu ?’ Lalu orang ini menunjuk ke selatan.Kāśyapa, akankah penanya tersebut tidak mempercayainya?Mengapa? Karena orang ini telah melihat dirinya sendiri datang dari selatan. Oleh karena itu, Kāśyapa, karena Aku telah melihatnya, kamu sebaiknya percaya padaKu.”

[0292c18]  KemudianBhagavan sekali lagi mengucapkan melalui gatha :

“Sebagai perumpamaan, ada seseorang 
yang menunjukkan jarinya ke langit.
Saya sekarang juga melakukan hal yang sama,
yang memberitahukan pembebasan lewat istilah.

Seperti halnya seseorang
yang datang dari tempat yang jauh di selatan,
Saya juga sekarang melakukan hal yang sama,
yang datang dari nirvāṇa.

[0292c23]  “Namun demikian, Kāśyapa, mereka yang memahami maknanya, tidak memerlukan sebab dan kondisi. Apabila mereka tidak memahami maknanya, mereka memerlukan sebab dan kondisi. Sungguh, Kāśyapa, para Buddha-Bhagavānsenantiasa mengindikasikan pembebasan lewat tak terhitung sebab dan kondisi.”

 [0292c25]   Kāśyapa bertanya kepada Buddha,
 “Apa yang dimaksudkan dengan sebab?”

 [0292c25]  Buddha berkata kepada Kāśyapa,
 “Sebab adalah alasan.”

[0292c26] Kāśyapa bertanya kepada Buddha, 
“Apa yang dimaksudkan dengan kondisi ?”

[0292c26]  Buddha berkata kepada Kāśyapa,
 “Kondisi adalah faktor yang mendukung.”

[0292c27]  Kāśyapa bertanya kepada Buddha, 
“Saya berharap agar Engkau dapat menjelaskan lebih lanjut dengan suatu perumpamaan.”

 [0292c28]   Buddha berkata kepada Kāśyapa, 
“Misalnya, seorang anak lahir dari orang tua. Sang ibu adalah sebab, dan sang ayah adalah kondisi. Oleh karena itu, suatu dharma yang lahir melalui sebab dan kondisi disebut suatu bentukan.”

 [0293a01] Kāśyapa bertanya kepada Buddha,
 “Apa yang dimaksudkan dengan bentukan”

 [0293a01] Buddha berkata kepada Kāśyapa,
 “Bentukan itu merujuk pada bentukan dunia.”

 [0293a02] Kāśyapa bertanya kepada Buddha, 
“Apa yang dimaksudkan dengan dunia?”

[0293a03] Buddha berkata kepada Kāśyapa,
 “Ia terbentuk dari kumpulan mahluk hidup.”

[0293a03] Kāśyapa bertanya kepada Buddha,
 “Apa yang dimaksudkan dengan mahluk hidup?”

[0293a04] Buddha berkata kepada Kāśyapa, 
“Mahluk hidup terbentuk dari kumpulan dharma.”

[0293a04]  Kāśyapa bertanya kepada Buddha,
 “Apa yang dimaksudkan dengan dharma?”

 [0293a06] Buddha berkata kepada Kāśyapa, 
“Non-dharma adalah dharma, dan dharma adalah non-dharma. Ada dua jenis dharma. Apakah itu? Saṁskṛta dan asaṁskṛta; bentukdan non-bentuk.Tidak ada jenis ketiga.”

[0293a08] Kāśyapa bertanya kepada Buddha
 “Seperti apa itu dharma?”

 [0293a08] Buddha berkata kepada Kāśyapa, 
“Dharma adalah tidak berbentuk.”

[0293a09] Kāśyapa bertanya kepada Buddha
, “Seperti apa itu non-dharma?”

[0293a09] Buddha berkata kepada Kāśyapa, 
“Non-dharma juga adalah tidak berbentuk.”

[0293a10] Kāśyapa bertanya kepada Buddha,
 “Apabila baik dharma maupun non-dharma tidak mempunyai bentuk ataupun penampakan, lalu apa itu dharma dan apa itu non-dharma?”

[0293a11] Buddha berkata kepada Kāśyapa, 
“Dharma adalah nirvāṇa, dan non-dharma adalah saṁsāra.”

[0293a12]  Kāśyapa bertanya kepada Buddha, 
“Apabila baik dharma dan non-dharma tidak memiliki bentuk ataupun penampakan, bagaimana, apa, dan mengapa mereka yang arif mengetahui tentang penampakannya?”

[0293a14] Buddha berkata kepada Kāśyapa, 
“Melalui roda kelahiran dan kematian mereka, para mahluk hidup yang mengembangkan berbagai macam kebajikan dan akar kebaikan yang murni berada di jalan yang benar. Apabila mereka menjalankan dharma semacam itu, penampakan yang murni akan muncul. Mereka yang menjalankan dharma semacam itu adalah mahluk hidup dharma. Apabila mereka menjalankan non-dharma, penampakan tidak murni akan muncul. Mereka yang menjalankan non-dharma semacam itu adalah mahluk hidup non-dharma.”

 [0293a19] Kāśyapa bertanya kepada Buddha,
 “Bhagavan, apa yang dimaksudkan dengan mahluk hidup?”

[0293a19]  Buddha berkata kepada Kāśyapa, 
“Suatu mahluk terbentuk dari kumpulan empat unsur – tanah, air, api dan angin – juga panca indrya, Dua belas rantai sebab musabab berkesinambungan, penerimaan sensori, pencerapan, pikiran, batin, kecakapan mental, dan kesadaran mental. Ia dinamakan dharma mahluk hidup. Kāśyapa, ketahuilah bahwa ini berarti semua dharma.”

[0293a23]  Kāśyapa bertanya kepada Buddha, 
“Yang mana dari komponen dharma tersebut tadi yang merupakan mahluk hidup?”

[0293a24] Buddha berkata kepada Kāśyapa, 
“Tidak ada satu komponen tunggal pun dari semua komponen tersebut yang dapat disebut sebagai mahluk hidup. Mengapa? Kāśyapa, ambil contoh genderang Raja Prasenajit, apakah itu genderang?”

 [0293a25]  Kāśyapa menjawab Buddha, 
“Yang dinamakan genderang itu termasuk suatu membran, kayu dan tongkat genderang. Kumpulan dari tiga dharma tersebut dinamakan genderang.”

[0293a27]  Buddha berkata kepada Kāśyapa, 
“Demikian halnya suatu konstruksi dengan kumpulan dharma dinamakan mahluk hidup.”

[0293a28]  Kāśyapa bertanya kepada Buddha,
 “Apakah genderang penghasil suara itu bukan genderang?”

[0293a28] Buddha berkata kepada Kāśyapa
, “Di samping genderang penghasil suara, genderang lain menghasilkan suara yang akan dibawa oleh angin.”

[0293a29] Kāśyapa bertanya kepada Buddha,
 “Apakah genderang itu suatu dharma atau non-dharma?”

[0293b01]  Buddha berkata kepada Kāśyapa,
 “Genderang bukanlah suatu dharma maupun non-dharma.”

[0293b02]  Kāśyapa bertanya kepada Buddha, 
“Apakah namanya?”

[0293b02]  Buddha berkata kepada Kāśyapa,
 “Apa yang bukan suatu dharma maupun non-dharma disebut dharma non-spesifik.”

[0293b03]  Kāśyapa berkata kepada, Buddha
 “Termasuk dharma non-spesifik, berarti ada tiga jenis dharma di dunia.”

[0293b04]  Buddha berkata kepada Kāśyapa, 
“Contoh untuk penampakan dari yang non-spesifik adalah seseorang itu bukanlah pria maupun wanita. Orang semacam itu disebut bukan-pria. Genderang itu non-spesifik dalam cara yang sama.”

 [0293b05] Kāśyapa bertanya kepada Buddha,
 “Seperti yang Bhagavan katakan, seorang anak itu lahir dari penyatuan orang tuanya. Apabila mereka tidak mempunyai benih untuk terbentuknya mahluk hidup, mereka bukanlah sebab dan kondisi orang tua.”

[0293b07]  Buddha berkata kepada Kāśyapa, 
“Yang tidak memiliki benih untuk terbentuknya mahluk hidup disebut nirvāṇa. Demikian juga halnya bukan-pria yang agung dan langgeng.Sebagai perumpamaan, saat Raja Prasenajit memerangi negara musuh, prajuritnya yang memakan jamuan tidaklah dipanggil pria-apabila mereka bukanlah pemberani. Oleh karena itu, mereka yang tidak memiliki benih untuk terbentuknya mahluk hidup, tidak disebut orang tua, juga bukan bukan-priayang agung yang langgeng.”

 [0293b13]   Kāśyapa bertanya kepada Buddha,
 “Bhagavan, ada kusala dharma, akusala dharma, dan dharma yang netral. Apakah itu dharma yang kusala, akusala dan netral?”

[0293b14]  Buddha berkata kepada Kāśyapa, 
“Yang dialami adalah kebahagiaan adalah kusala dharma. Yang dialami adalah penderitaanitu akusala dharma.Yang dialami bukan kebahagiaan maupun penderitaan adalah dharma yang netral.Mahluk hidup senantiasa berhubungan dengan tiga jenis dharma ini. Pengalaman yang membahagiakan berkaitan dengan kehidupan dari para dewa dan manusia yang terpuaskan lima keinginannya sebagai akibat dari pahala kebajikan mereka. Pengalaman yang menyengsarakan berkaitan [dengan kehidupan dari] penghuni neraka, binatang, setan kelaparan atau asura. Pengalaman berupa”bukan kebahagiaan juga bukan penderitaan” adalah seperti penyakit kulit yang ringan.”

 [0293b18] Kāśyapa berkata kepada Buddha, 
“Ini tidak benar.”

 [0293b19] Buddha berkata kepada Kāśyapa, 
“Kebahagiaan sebagai akibat dari penderitaan, dan penderitaan sebagai akibat dari penderitaan, juga disebut pengalaman yang netral.”

[0293b20] Kāśyapa bertanya kepada Buddha,
 “Apakah perumpamaannya ?”

 [0293b20]  Buddha berkata kepada Kāśyapa, 
“Contohnya, seseorang menjadi sakit karena mengkonsumsi makanan. Makan itu adalah menyenangkan, tetapi penyakit adalah penderitaan. Seperti penyakit kulit ringan, ini disebut sebagai pengalaman yang netral.”

[0293b22] Kāśyapa berkata kepada,
 “Apabila baik kebahagiaan maupun penderitaan dapat disebut sebagai suatu pengalaman yang netral, maka orang tua melahirkan seorang anak juga adalah suatu pengalaman netral.”

[0293b23] Buddha berkata kepada Kāśyapa, 
“Ini tidak benar.”

[0293b23]  Kāśyapa bertanya kepada Buddha,
 “Apakah perumpamaannya?”

[0293b24]  Buddha berkata kepada Kāśyapa, 
“Dewa-dewa tanpa bentuk dalam alam surga “bukan pencerapan maupun bukan tidak pencerapan” dan dewa-dewa berbentuk di alam surga “Tanpa pencerapan” tetap tunduk pada hukum karma. Begitu juga halnya dengan kebaikan.”

[0293b25] Kāśyapa berkata kepada Buddha,
 “Bhagavan, sebagaimana yang telah Buddha katakan, mereka yang memiliki penerimaan sensori dan pencerapan adalah mahluk hidup. Lalu, dewa-dewa tanpa bentuk di alam surga “bukan pencerapan maupun bukan tidak pencerapan” pastinya bukanlah mahluk hidup.”

 [0293b27]  Buddha berkata kepada Kāśyapa,
 “Mereka masih mempunyai proses mental. Dharma dari mahluk hidup yang saya gambarkan itu tidak termasuk dewa-dewa berbentuk di alam surga “Tanpa Pencerapan.”

[0293b28] Kāśyapa bertanya kepada Buddha,
 “Apakah mahluk hidup itu berbentuk atau tidak berbentuk?”

[0293b29] Buddha berkata kepada Kāśyapa, 
“Mahluk hidup adalah bukan berbentuk juga bukan tidak berbentuk.Mereka yang memenuhi kriteria dharma ini disebut mahluk hidup.”

[0293c01] Kāśyapa berkata kepada Buddha, 
“Apabila ada mahluk hidup yang terbentuk karena dharma yang berbeda, dewa-dewa tanpa bentuk seharusnya tidak termasuk di dalamnya. Lalu, seharusnya tidak ada dua alam kehidupan yang disebut sebagai alam berbentuk dan alam tanpa bentuk.”

[0293c04]  Buddha berkata kepada Kāśyapa,
 “Dharma adalah tidak berbentuk, dan non-dharma juga tidak berbentuk”

[0293c04]  Kāśyapa bertanya kepada Buddha, 
“Apakah itu artinya dharma selaras dengan pembebasan dan bahwa non-dharma juga demikian? Apakah dewa-dewa tanpa bentuk telah terbebaskan?”

 [0293c06]  Buddha berkata kepada Kāśyapa, 
“Tidak benar. Hanya ada dharma saṁskṛta dan asamskrta dan pembebasan adalah dharma asaṁskṛta.Dewa-dewa tanpa bentuk berada di dalam lingkup dharma saṁskṛta karena mereka masih memiliki watak kecenderungan akan bentuk.”

[0293c09]  Kāśyapa bertanya kepada Buddha,
 “Bhagavan, semua dharma saṁskṛta adalah berbentuk, dan dharma asaṁskṛta adalah tidak berbentuk. Melihat bentuk dari dewa-dewa tanpa bentuk adalah lingkup kemampuan Buddha, bukan lingkup kemampuan kita.”

[0293c10] Buddha berkata kepada Kāśyapa,
 “Sadhu ! Sadhu!Itu ada dalam lingkup kemampuanKu, bukan lingkup kemampuan kalian. Memang benar. Para Buddha-Bhagavān, setelah mencapai kebebasan, bebas dari bentuk namun masih tetap memiliki bentuk.”

[0293c14]   Buddha lalu bertanya kepada Kāśyapa,
 “Apa itu dewa-dewa tanpa bentuk? Apakah kamu tahu apa yang mereka lakukan? Kāśyapa, apakah dewa-dewa berbentuk itu dapat dianggap tanpa bentuk?”

[0293c15]  Kāśyapa menjawab Buddha,
 “Ini berada di luar lingkup kemampuan kita.”

[0293c16]  Buddha berkata kepada Kāśyapa,
 “Benar sekali, para Buddha-Bhagavān, yang telah mencapai kebebasan, semua ada bentuk. Hendaknya kamu memperhatikan mereka.”

 [0293c18] Kāśyapa berkata kepada Buddha, 
“Apabila seseorang yang telah mencapai kebebasan dengan cara ini, ia seharusnya masih memiliki penderitaan dan kegembiraan.”

[0293c19]    Buddha bertanya kepada Kāśyapa, 
“Apabila mahluk hidup yang sakit mengkonsumsi obat dan tersembuhkan dari penyakitnya, apakah mereka akan menjadi sakit lagi?”

[0293c20]   Kāśyapa menjawab Buddha,
 “Apabila mereka memiliki karma, mereka masih akan mempunyai penyakit.”

[0293c21]   Buddha bertanya kepada Kāśyapa, 
“Apakah mereka yang tidak lagi memiliki karma mempunyai penyakit?”

[0293c21]  Kāśyapa menjawab Buddha,
 “Tidak, Bhagavan.”

[0293c22]  Buddha berkata kepada Kāśyapa,
 “Tepat sekali, meninggalkan penderitaan dan kegembiraan adalah kebebasan. Ketahuilah bahwa penderitaan dan kegembiraan adalah penyakit. Orang yang hebat adalah seseorang yang telah mencapai nirvāṇa.”

[0293c23]  Kāśyapa bertanya kepada Buddha, 
“Apabila meninggalkan penderitaan dan kegembiraan adalah kebebasan, akankah penyakit berakhir dengan habisnya karma?”

 [0293c24]   Buddha berkata kepada Kāśyapa,
 “kebahagiaan duniawi sebenarnya adalah penderitaan. Seseorang mencapai kebebasan dengan meninggalkan kegembiraan semacam itu dan mengakhiri karma.”

[0293c26]   Kāśyapa bertanya kepada Buddha,
 “Apakah kebebasan itu adalah akhir yang final?”

[0293c26]  Buddha berkata kepada Kāśyapa, 
“Seseorang dapat menyamakan angkasa dengan samudra. Apakah angkasa benar-benar sama dengan samudra? Karena angkasa itu melampaui analogi apa pun, demikian juga kebebasan. Tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui bahwa dewa-dewa tanpa bentuk memiliki bentuk.Juga tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui apakah mereka itu seperti ini atau seperti itu, apakah mereka berdiri dengan cara seperti ini atau bersenda gurau dengan cara itu.Karena pengetahuan ini adalah berada di luar lingkup kemampuan Sravaka dan Pratyekabuddhas, begitu pula halnya dengan kebebasan.”

[0294a02]  Kāśyapa bertanya kepada Buddha,
 “Bhagavan, siapa yang membentuk mahluk hidup?”

[0294a02]   Buddha berkata kepada Kāśyapa, 
“Mahluk hidup terbentuk oleh diri mereka sendiri.”

 [0294a03]   Kāśyapa bertanya kepada Buddha,
 “Apakah maksudnya?”

 [0294a03]   Buddha berkata kepada Kāśyapa,
“Mereka yang melakukan kebaikan adalah para Buddha. Mereka yang melakukan keburukan adalah mahluk hidup.”

 [0294a04]   Kāśyapa bertanya kepada Buddha,
 “Siapa yang menciptakan mahluk pertama?”

[0294a05] Buddha bertanya kepada Kāśyapa, 
“Siapa yang menciptakan dewa-dewa tanpa bentuk, seperti mereka yang berada di dalam alam surga “bukan pencerapan maupun bukan tidak pencerapan” Bagaimana dewa-dewa tanpa bentuk hidup dan bagaimana mereka tinggal?”

 [0294a06]   Kāśyapa menjawab Buddha, 
“Walaupun karma mereka tidak dapat diketahui, mereka terbentuk oleh karma mereka sendiri. Lalu siapa yang menciptakan mahluk hidup hitam di samsara atau putih di nirvana?”

[0294a08]  Buddha berkata kepada Kāśyapa,
 “Hal ini diciptakan oleh karma mereka. Karma menimbulkan tak terbatas dharma; kebaikan juga menimbulkan tak terbatas dharma.”

[0294a09]  Kāśyapa bertanya kepada Buddha,
 “Apa yang ditimbulkan dari karma? Apa yang ditimbulkan dari kebaikan?”

[0294a10]  Buddha berkata kepada Kāśyapa, 
“Eksistensi timbul dari karma. Pembebasan timbul dari kebaikan.”

[0294a11] Kāśyapa bertanya kepada Buddha,
 “Bagaimana kebaikan timbul sebagai dharma yang tidak lahir?”

 [0294a12]   Buddha berkata kepada Kāśyapa,
 “Kedua hal ini tidaklah berbeda.”

[0294a12]  Kāśyapa bertanya kepada Buddha,
“Dengan timbulnya kebaikan, bagaimana seseorang dapat merealisasikan bahwa ia tidak lahir”

[0294a13]  Buddha berkata kepada Kāśyapa, 
“Dengan melakukan karma baik.”

 [0294a13]   Kāśyapa bertanya kepada Buddha,
 “Siapa yang mengajarkan hal ini?”

 [0294a14] Buddha berkata kepada Kāśyapa, 
“Hal ini telah diajarkan oleh para Buddha sejak waktu tanpa awal.”

 [0294a14]  Kāśyapa bertanya kepada Buddha,
 “Siapa yang mengajarkan dan mentransformasikan semua Buddha tanpa awal dalam waktu ?”

 [0294a15]   Buddha berkata kepada Kāśyapa,
 “Waktu tanpa awal bukanlah hal yang dapat diketahui oleh Sravaka atau Pratyekabuddha dengan cara memikirkannya. Apabila ada seseorang yang sama bijaksananya dan wawasannya dengan Śāriputra muncul di dunia ini, ia dapat memikirkan sepanjang malam yang panjang, namun tetap tidak dapat mengetahui siapa Buddha yang pertama ada-yang tanpa awal. Demikian pula halnya dengan nirvana-Nya atau interval di antaranya.Lebih lanjut, Kāśyapa, bahkan Mahāmaudgalyāyana, dengan menggunakan kemampuan transendentalnya sekali pun, tidak dapat menemukan Buddha Kshetrayang pertama yang tanpa awal ini. Oleh karena itu, tidak ada seorang Sravaka, Pratyekabuddha, atau Bodhisattva di tingkatsepuluh bhumi, seperti Bodhisattva Maitreya, dapat mengetahui hal ini. Karena asal mula dari para Buddha adalah sulit untuk diketahui, demikian pula halnya dengan asal mula dari mahluk hidup.


 [0294a22]   Kāśyapa berkata kepada Buddha, 
“Oleh karena itu, Bhagavan, tidak ada pembuat [karma] juga tidak ada penerima [dari buah karma].”

 [0294a23]   Buddha berkata kepada Kāśyapa, 
“Sebab adalah pembuat dan penerimanya.”

[0294a24]  Kāśyapa bertanya kepada Buddha, 
“Apakah dunia memiliki akhir, atau tidak memiliki akhir?”

 [0294a25]  Buddha berkata kepada Kāśyapa,
 “Dunia belumlah pernah berakhir. Tidak ada sesuatu yang diakhiri, juga tidak ada waktu akhir.”

 [0294a26]   Lalu Buddha bertanya kepada Kāśyapa, 
“Misalkan kamu mengambil tetes demi tetes air dari samudera luas menggunakan sehelai rambut, dapatkah kamu menguras air dari samudera tersebut?”

 [0294a27]   Kāśyapa menjawab Buddha, 
“Ya, itu dapat diselesaikan.”

 [0294a27] Buddha berkata kepada Kāśyapa, 
“Pada tak terhingga asaṁkhyeya kalpa besar yang lampau, Buddha yang bernama Kelava muncul di dunia, membabarkan Dharma dengan luas. Pada saat itu, di tengah suku Licchavi, ada seorang pemuda bernama “Sarvalokananda-darśana”.Ia adalah seorang Raja Pemutar Roda Dharma yang memerintah dengan Dharma sejati.Raja ini, dengan pengikutnya yang berjumlah ratusan ribu pergi menemui Buddha tersebut.Ia bersujud di hadapan kaki Buddha tersebut dan mengitari Beliau tiga kali. Setelah menyampaikan persembahannya, ia bertanya kepada Buddha tersebut, ‘Berapa lama yang dibutuhkan oleh saya untuk mencapai Jalan Bodhisattva?’ 

Buddha tersebut berkata kepadaRaja Agung, ‘Seorang Raja Pemutar Roda Dharma adalah seorang Bodhisattva.Tidak ada perbedaan antara keduanya.Mengapa ?Karena tidak ada lagi yang dapat menjadi Raja Dewa Śakra, Raja Brahma, atau Raja Pemutar Roda Dharma.Seorang Bodhisattva adalah Raja Dewa Śakra, Raja Brahma, atau Raja Pemutar Roda Dharma.Pertama, ia terlahir kembali sebagai Raja Dewa Śakra atau Raja Brahma beberapa kali, kemudian ia terlahir kembali sebagai Raja Pemutar Roda Dharma untuk memerintah dan melintaskan orang banyak melalui Dharma Sejati. Kamu telah menjadi Raja DewaŚakra atau Raja Brahma berkali-kali,jumlahnya sama dengan banyaknya pasir dari Sungai Gangga yang tidak terhingga. Sekarang, kamu adalah seorang Raja Pemutar Roda Dharma.’

 Kemudian Raja bertanya kepada Buddha, ‘Seperti apa rupa Raja Dewa Śakra atau Raja Brahma?’ Buddha Kevala berkata kepadaRaja Agung, ‘Raja Dewa Śakra atau Raja Brahma itu rupanya mirip dengan rupamu sekarang, memakai suatu mahkota langit, namun keeleganannya tidaklah dapat menyamaimu.Contohnya, rupa seorang Buddha adalah sangat agung dan istimewa, tidak bisa ditandingi oleh para Sravaka, Pratyekabuddha, dan Bodhisattva.Seperti halnya seorang Buddha adalah agung, kamu dalam statusmu juga adalah menakjubkan.’

[0294b12]   “Kāśyapa, Raja Agung kemudian bertanya kepada Buddha Kevala, ‘Berapa lama yang dibutuhkan oleh saya untuk mencapai kebuddha-an? Buddha tersebut menjawab, ‘Raja Agung, mencapai ke-buddha-an membutuhkan waktu yang sangat sangat panjang.Misalkan kamu, Raja Agung, meninggalkan semua pahala kebajikanmu, menjadi orang biasa, dan menggunakan sehelai rambut untuk mengambil tetes demi tetes air dari samudera luas. Saat air samuderanya hampir lenyap semuanya, dan air yang tersisa adalah seperti [genangan air di] jejak kaki sapi, di dunia, akan muncul Tathāgata bernama “Cahaya Pelita”, Tathāgata, Arhat, Samyak-Saṁbuddha. 

Pada saat itu, akanada Raja bernama “Berkuasa atas Bumi”, dan Tathāgata “Cahaya Pelita” akan memberikan ramalan kepastian baginya bahwa ia akan menjadi seorang Buddha. Raja Agung [Sarvalokananda-darśana], kamu akan menjadi putera pertama Raja tersebut, kepada siapa Buddha “Cahaya Pelita” juga akan memberikan ramalan kepastian pencapaian ke-buddha-an. Buddha tersebut akan mengatakan kalimat berikut: “Raja Agung [Berkuasa atas Bumi], putera pertamamu terlahir untukmu, adalah seperti air di samudera luas, telah berkurang volumenya sejak waktu yang lampau, dan mendekati terkuras habis. Selama waktu ini, ia tidak pernah menjadi raja kecil, namun telah menjadi Raja Dewa Sakra, Raja Brahma, atau Raja Pemutar Roda Dharma agung memerintah dan mentransformasi dunia dengan Dharma Sejati. 

“Putera pertamamu berketetapan kuat, penuh keberanian dan giat penuh semangat. Raja Agung “Berkuasa atas Bumi”, Bodhi itu sangatlah sulit dicapai. Karena sebab dan kondisi ini, Akuakan memberimu sebuah perumpamaan. 

“Berkuasa atas Bumi”, putra pertamamu ini memiliki 60.000 pelayan wanita.Bagaikan dewi-dewi, mereka bertubuh indah, cantik, dihiasi oleh kalung permata. Ia akan meninggalkan mereka semua seperti air liur. Memahami bahwa nafsu keinginan adalah tidak permanen, berbahaya dan berubah-ubah, ia akan mengatakan, ‘Saya akan meninggalkan kehidupan sebagai perumah tangga.’ Setelah mengatakan hal ini, dengan keyakinan bahwa kehidupan berkeluarga bukanlah jalan hidupnya, ia akan meninggalkan kehidupan berkeluarga untuk mempelajari Jalan.” Oleh karena itu, Buddha “Cahaya Pelita”akan memberikan ramalan kepastian pencapaian ke-buddha-an kepada pemuda itu: “Di masa mendatang, akan ada Buddha bernama Śākyamuni. DuniaNya disebut Saha.Anak muda, kamu akan terlahir kembali di sukuLicchavi dan menjadi seorang pemuda bernama “Sarvalokananda-darśana”. Setelah parinirvāṇa dari Buddha Śākyamuni, Dharma sejati akan lenyap. Saat masihtersisa 80 tahun lagi, kamu akan [terlahir kembali sebagai]seorang bhikṣuyang menjunjung tinggi dan melafalkannamaBuddha tersebut dan menyebarkan sutra ini, tidak peduli bahkan terhadap hidupnya sendiri.

Setelah bhikṣu ini meninggal dunia pada usia 100 tahun, ia akan terlahir kembali di Tanah Suci Sukhavati dan akan memperoleh kekuatan spiritual besar. Berada dalam tingkat Boddhisatva ke-8, ia akan memanifestasikan satu tubuh di Surga Tuṣita, tubuh lainnya di Sukhavati dan tubuh ke tiga menanyakan pertanyaan tentang sutra ini kepada Buddha Ajita.  

Kemudian setelah mendengar ramalan kepastian mencapai Kebuddha-an dari putranya, Raja “Berkuasa atas Bumi” akan dengan riang gembira mengatakan, “Hari ini Tathāgata telah meramalkan bahwa putra saya akan mencapai tingkat Boddhisatva bhumi ke-8. Anak tersebut, setelah mendengar ramalan ini, akan membuat perkembangan dengan penuh semangat. 

 [0294c06]  Kāśyapa berkata kepada Buddha,
 “Oleh karena itu, Bhagavan, mengambil air tetes demi tetes dengan sehelai rambut itu dapat menguras air di lautan yang luas.”

[0294c07]  Buddha bertanya kepada Kāśyapa, 
“Apa maksudnya?”

 [0294c07]   Kāśyapa menjawab Buddha, 
“Bhagavan, sebagai perumpamaan, seorang pedagang menyimpan koin emas-koin emasnya dalam suatu wadah. Saat putranya menangis, ia memberinya sekeping koin.[Ia tahu bagaimana] uangnya yang tersimpan dalam wadah tersebutberkurang dari hari ke hari. 

Begitu pula halnya, Bodhisattva-Mahāsattvamengetahui bagaimana air dalam lautan yang luas berkurang tetes demi tetes, juga berapa banyak yang masih tersisa.

 Bahkan lebih dari itu, Bhagavan sudah tentu mengetahui akhir dari massa tak terhingga mahluk hidup. Namun, mahluk hidup tidaklah memiliki akhir.Semua Sravaka dan Pratyekabuddhatidak mampu mengetahui hal ini. Hanya para Buddha-Bhagavānyang dapat mengetahui hal ini.”

 [0294c13]    Buddha berkata kepada Kāśyapa,
 “Sadhu !Sadhu !Seperti yang kamu katakan, massa tak terhingga mahluk hidup tidaklah memiliki akhir.”

 [0294c14]   Kāśyapa bertanya kepada Buddha,
 “Apakah mahluk hidup mempunyai akhir atau tidak? Apakah parinirvāṇa berarti akhir atau bukan ?”

[0294c16]  Buddha berkata kepada Kāśyapa, 
“Mahluk hidup tidak mempunyai akhir.”

[0294c16]    Kāśyapa bertanya kepada Buddha, 
“Mengapa mahluk hidup tidak memiliki akhir?”

 [0294c17]   Buddha berkata kepada Kāśyapa, 
“Akhir dari mahluk hidup akan mengandung arti penurunan [dalam jumlah]. Bila demikian, sūtra ini tidak punya artinya lagi.

Oleh karena itu, Kāśyapa, para Buddha-Bhagavān setelah parinirvāṇa berdiam secara langgeng. Oleh karena arti ini, para Buddha-Bhagavān, setelah memasuki parinirvāṇa, selamanya tidaklah pernah punah.”

[0294c20]    Kāśyapa bertanya kepada Buddha, 
“Mengapa para Buddha-Bhagavān memasuki parinirvāṇa, namun alhasil tidak punah ?”

 [0294c21]   Buddha berkata kepada Kāśyapa, 
“Demikianlah! Demikianlah!Saat sebuah rumah dihancurkan, tersingkaplah ruang udara [akasha].Demikianlah !Demikianlah! nirvāṇa dari para Buddha adalah kebebasan.”


[0295a05] Kemudian Bhagavan memberitahukan kepada Mahākāśyapa, 
“Sebagai perumpamaan, seorang raja aktif dalam memberikan dana, dan ditemukan banyak harta terpendam di negaranya. Mengapa? Karena sang raja secara luas memberikan berbagai jenis kententraman bagi mahluk hidup yang tidak beruntung, maka gudang harta karun terpendam pun secara spontan muncul. Oleh karena itu, Kāśyapa, para Bodhisattva yang menggunakan cara trampil untuk menuturkan harta karun Dharma yang sifatnya mendalam secara luas kepada mahluk hidup, akan mendapatkan sutra yang sifatnya mendalam dan jauh dari non-dharma ini, yang sejalan dengan [Tiga Pintu Pembebasan] : sunyata, tiada tampilan  dan tiada tindakan. Mereka akan mendapatkan sutra-sutra tentang gudang Tathāgata pula.”

 [0295a10]  “Kāśyapa, di Uttarakuru, kontinen di sebelah utara, tanaman konsumsi tumbuh secara alamiah, dan tidak pernah berkurang walau banyak yang mengambil bagian dalam mengonsumsinya. Mengapa? Karena orang-orang yang hidup di sana, selama hidupnya, tidak pernah memiliki pikiran mengenai kepemilikan, kekikiran, atau keserakahan. Begitu pula halnya, Kāśyapa, di sini di Jambudvipa, kontinen di sebelah selatan, apabila, di antara para bhikṣu, bhikṣuṇī, upāsaka, dan upāsikā, ada yang, setelah memperoleh sūtra yang sifatnya mendalam ini, membaca dan melantunkan, menyalin dan mempertahankannya, mempenetrasikan maknanya secara sungguh-sungguh, dan menuturkan secara luas kepada yang lain, tidak pernah menistakan sutra ini atau merasa bosan terhadap sutra ini, atau ragu-ragu terhadap sutra ini, maka mereka akan senantiasa menerima secara alamiah, melalui kemampuan spiritual para Buddha, berbagai persembahan yang memuaskan mereka. Hingga mereka mencapai bodhi, persembahan bagi mereka tidak akan pernah kurang, berlangsung terus tanpa berhenti, kecuali untuk mereka yang dibatasi oleh buah karma yang pasti. Sepanjang hidup mereka, selama bhikṣu-bhikṣu tersebut menjalankan sila mereka tanpa kendur, para dewa dan mahluk tak kasat mata lain akan melayani mereka dan memberikan persembahan kepada mereka. Apabila mereka dapat menjauh dari bahkan satu pikiran buruk yang menistakan sūtra dengan makna mendalam ini pun, mereka akan memperoleh pengetahuan mengenai gudang Tathāgata dan keberadaan para Tathāgata yang langgeng, dan mereka akan senantiasa bertemu dengan para Buddha, dekat dengan para Buddha, memberikan persembahan kepada para Buddha.”

“Seperti halnya tujuh harta karun senantiasa mengikuti Raja Pemutar Roda Dharma kemana pun ia pergi, demikian halnya sūtra ini akan senantiasa berada di mana penutur sutra yang memberikan kententraman tersebut berada. Tujuh harta karun hanya ada di tempat di mana Raja Pemutar Roda Dharma berada, bukan di tempat lain, sementara harta karun biasa ada di mana-mana. Demikian halnya, di mana penutur sutra yang memberikan kententraman tersebut tinggal, maka sūtra ini akan datang kepadanya dari suatu tempat lain, sementara sutra-sutra yang sejalan dengan makna kekosongan yang non-definitif akan berada di tempat lain. Saat penuturnya pergi dari tempat tinggalnya, sūtra ini akan senantiasa menyertainya. Kemana pun Raja Pemutar Roda Dharma pergi, mahluk hidup yang mengikutinya masing-masing akan berpikir: ‘Di mana sang raja tinggal, saya juga seharusnya ada di sana.’ Begitu pula, ke mana pun penutur sutra ini pergi, sūtra ini akan senantisasa mengikutinya.Saat seorang Raja Pemutar Roda Dharma muncul di dunia, tujuh harta karunpun muncul. Begitu pula, saat seorang penutur sutra ini muncul di dunia, sūtra ini akan muncul. Bila ada satu harta karun yang dimiliki oleh Raja Pemutar Roda Dharma hilang dan sang raja mencarinya, ia pasti akan sampai di tempat di mana harta karun itu berada. Demikian pula, apabila penutur sutra ini, demi mendengar sūtra ini, mencari ke mana-mana, ia pasti akan sampai di tempat di mana sūtra ini berada.

[0295b04]  “Selanjutnya, saat seorang Raja Pemutar Roda Dharma tidak muncul di dunia, raja-raja kecil, bertindak layaknya seorang Raja Pemutar Roda Dharma, akan muncul di dunia bersama dengan raja-raja lain. Namun demikian, tidak ada di satu tempat pun, seseorang akanmembabarkan sūtra dengan makna yang mendalam ini. Ada mereka yang menuturkan sūtra-sutra berdasarkan penggolongan serupa [kindred sutras],yang utama dan sekunder.Para mahluk lalu mempelajari dan mengikutinya. Dalam proses pembelajaran tersebut, ketika mereka mendengar sūtra tertinggi dengan makna yang mendalam mengenai gudang Tathāgata dan keberadaan Tathāgata yang langgeng ini, muncul keraguan dalam pikiran mereka. Terhadap penutur sutra yang memberikan ketentraman, mereka memunculkan kebencian, tidak menghormatinya dan mencemoohnya.Tanpa ada sedikit pun sikap menghargai, mereka menghina dan mengkritik, mengeluarkan pernyataan seperti, “Perkataan-perkataan tersebut adalah perkataan māra”.

Menghakimi bahwa sūtra ini akanmenyebabkan kerusakan bagi Dharma, mereka semua menolaknya dan kembali ke tempat mereka masing-masing. 

Karena mereka mencederai Dharma, melanggar sila, dan berpegang pada pandangan salah, mereka tidak akan pernah memperoleh sūtra semacam ini. Mengapa tidak dapat?Karena sūtra ini hanya tinggal bersama dengan penutur yang memberikan ketentraman.

[0295b13]   “Akan ada banyak mahluk yang memfitnah sūtra-sūtra Mahāyāna yang dilihat atau didengarnya. Janganlah takut. Mengapa ?karena saat Dharma sejati mengalami kemunduran selama era Lima Kekeruhan, akan ada banyak mahluk yang memfitnah Mahāyāna. Seperti dalam sebuah desa yang terdiri dari tujuh keluarga, pasti ada satu setan dhāyini, demikian pula lah, di mana pun sūtra ini berada, dalam kelompok yang terdiri dari tujuh anggota, pasti akan ada seorang pemfitnah.

[0295b17] “Kāśyapa, seperti mereka yang menjalankan sila yang sama akan senang bertemu satu sama lain, demikian pula halnya mereka yang melanggar sila. Saat, di tengah kerumunan orang banyak, mereka mendengar sūtra ini, mereka saling memandang dan dengan sikap merendahkan mengatakan, ‘Apa itu domain mahluk hidup? Apa itu langgeng ?’ Seraya saling memandang ekspresi wajah sesamanya, mereka berpikir, ‘Mereka ini adalah sahabatku.’ Mereka berempati satu terhadap yang lain, mempertahankan jalan mereka dan pergi sesuai dengan jalan mereka. Sebagai perumpamaan, seorang orang tua dari kasta brahmana memiliki seorang putra yang telah mempelajari jalan yang salah. Setelah didekati dan ditegur oleh orang tuanya, ia tidak juga menyesal atau pun mengubah tindakannya.  Ia meninggalkan keluarganya untuk mengikuti teman-temanya yang tidak baik, menghibur diri mereka sendiri dengan hiburan adu burung dan binatang. Ia lalu pergi ke tanahlain, untuk bergabung dengan orang sejenis, dan melakukan kegiatan non-dharma bersama-sama. Mereka adalah rekan sejawat. Mereka yang tidak menghargai sūtra ini juga akanmelakukan hal serupa. Saat mereka melihat orang lain melantunkan atau menuturkan sūtra ini, mereka akan mentertawakannya. Mengapa ?karena kebanyakan mahluk itu lalai dan lamban. Longgar dalam menjalankan sila, mereka akan menyebabkan kesulitan bagi upaya mempertahankan Dharma. Saling mengikuti yang lain, rekan sejawat tersebut mengkritik dengan tebal hati”

 [0295b28]   Kāśyapa berkata kepada Buddha,
 “Menyedihkan sekali! Itu benar-benar akan merupakan waktu yang penuh kejahatan !”

 [0295b29]  Buddha memberitahukan kepada Kāśyapa, 
“Untuk penutur [dari sūtra ini] yang memberikan ketentraman, apa yang harus mereka lakukan? Kāśyapa, sebagai perumpamaan, lahan di pinggir jalan dekat suatu kota dilewati oleh orang-orang, gajah-gajah dan kuda-kuda. Pemilik lahan mengirim seseorang untuk menjaga lahan, namun penjaga tersebut tidak waspada dalam menjaganya. Ia kemudianmenambah jumlah penjaga menjadi dua, tiga, empat,lima, sepuluh, dua belas bahkan hingga seratus orang. Semakin banyak penjaga yang dikirim, semakin banyak yang lewat tanpa permisi datang.Penjaga terakhir berpikir, ‘Menjaga lahan dengan cara seperti ini tidak benar-benar sepenuhnya melindunginya.Harus ada suatu upaya trampil untuk menjaga agar mereka tidak melanggar batas’.Ia kemudianmengambil bibit dari lahan dan dengan tangannya sendiri memberikannya sebagai dana. Penerima dana sangat berterimakasih, dan sebagai akibatnya bibit di lahan tersebut menjadi aman. Kāśyapa, demikian pula halnya, mereka yang memiliki upaya trampil akan dapat melindungi sūtra ini setelah parinirvāṇaKu.”

 [0295c08]   Kāśyapa berkata kepada Buddha, 
“Bhagavan, saya tidak akan membiarkan mereka yang durjana semacam itu. Lebih baik saya memikul Gunung Sumeru di bahu saya selama 100.000 kalpa, daripada menoleransi mereka yang durjana, yang melanggar sila, menghancurkan Dharma, memfitnah Dharma, ataumencemari Dharma. Perbuatan durjana semacam itu bukanlah suara Dharma.

Bhagavan, lebih baik saya dimiliki oleh seseorang sebagai budak daripada menoleransi mereka yang durjana, yang melanggar sila, bertolak belakang dari Dharma, meninggalkan Dharma, atau merusak Dharma. Perbuatan durjana semacam itu bukanlah suara Dharma.

Bhagavan, lebih baik saya menjunjung bumi, gunung-gunung, dan samudera di kepala saya selama 100.000 kalpa dari pada menoleransi mereka yang durjana melanggar sila, menghancurkan Dharma, meninggikan diri mereka atau memfitnah yang lain. Perbuatan durjana semacam itu bukanlah suaraDharma.

Bhagavan, lebih baik saya menjadi seorang yang tuli, buta, atau bisu daripada menoleransi mereka yang durjana merusak dan melanggar sila yang murni, atau meninggalkan kehidupan berumah tangga untuk manfaat seperti kepercayaan dan persembahan dari orang lain. Perbuatan durjana semacam itu bukanlah suaraDharma.

Bhagavan, lebih baik saya cepat-cepat mencampakkan tubuh saya dan memasuki parinirvāṇa  daripada menoleransi mereka yang durjana merusak dan melangggar sila yang murni, melakukan perbuatan jahat, menjilat dengan tubuh mereka, atau mengucapkan kata-kata bohong dengan mulut mereka. Perbuatan durjana semacam itu bukanlah suara Dharma.”

  [0295c20]  Buddha memberitahukan kepada Kāśyapa,
 “Parinirvāṇa-mu akan merupakan parinirvana dari seorang Sravaka, bukanlah parinirvāṇa tertinggi.”

 [0295c21]   Kāśyapa bertanya kepadaBuddha,
 “Apabila parinirvāṇa dari seorang Sravaka atau Pratyekabuddha bukanlah yang tertinggi, mengapa Bhagavan mengujarkan Tiga kendaraan: Kendaraan Sravaka, Kendaraan Pratyekabuddha dan Kendaraan Buddha? Mengapa Bhagavan, setelah memasuki parinirvāṇa, kembali memasuki parinirvāṇa?”

[0295c23]  Buddha memberitahukan kepada Kāśyapa,
 “Seorang Sravaka memasuki parinirvāṇa sebagai seorang Sravaka, dan parinirvāṇa ini bukanlah yang tertinggi. Seorang Pratyekabuddha memasuki parinirvāṇa sebagai seorang Pratyekabuddha, dan parinirvāṇa ini bukanlah yang tertinggi. Apabila seseorang memperoleh kebajikan dari semua kebajikan, pengetahuan dari semua pengetahuan, parinirvāṇa Mahāyāna, maka inilah yang tertinggi, atau tidak berbeda dari yang tertinggi.”

[0295c28]  Kāśyapa bertanya kepadaBuddha,
 “Bhagavan, apa maksud dari hal ini?”

[0295c28]   Buddha memberitahukan kepada Kāśyapa,
 “Sebagai contoh, krim dihasilkan dari susu; mentega segar dihasilkan dari krim, mentega cair dihasilkan dari mentega segar, dan ghee dihasilkan dari mentega cair. Mahluk awam yang berpegang pada pandangan salah itu ibarat campuran susu dan darah yang tidak murni. Mereka yang telah berlindung pada Triratna itu ibaratsususegar. Mereka yang bertindak sesuai dengan keyakinan mereka, dan Bodhisattva yang baru membangkitkan ikrar untuk mencapai pencerahannya yang berada di levelpelatihan untuk Pemahaman yang Unggul [adhimukti-carya-bhumi]itu ibarat krim. Para Sravaka dalam tujuh jenjang yang masih harus belajar [saiksa] dan Bodhisattvadari tingkat pertama hingga tingkat bhumi ke tujuh itu ibarat mentega murni.

Para Arhat dan Pratyekabuddha, yang dapat memanifestasikan tubuh buatan pikiran mereka [manomaya-kaya] dan Bodhisattvadi tingkat bhumi ke sembilan dan sepuluh itu ibarat mentega cair. Para Tathāgata, juga disebut Arhat, Samyak-Saṁbuddha, itu ibarat ghee.”

[0296a07]  Kāśyapa bertanya kepadaBuddha,
 “Bhagavan, mengapa Tathāgata mengatakan bahwa ada Tiga Kendaraan ?”

[0296a07] Buddha memberitahukan kepada Kāśyapa,
 “Sebagai perumpamaan, seorang guru pembimbing yang gagah berani dan berjiwa satria membawa pengikutnya dan himpunan besar orang dari rumah-rumah mereka ke suatu tempat lain. Saat mereka melalui daerah liar dan berbahaya, ia berpikir, “Rombongan ini sudah kelelahan, dan mereka kemungkinan ingin kembali saja,” Agar mereka dapat beristirahat, ia memunculkan sebuah kota yang besar di depan mereka. Ia menunjuk ke arah kota tersebut dari jauh, dan berkata kepada himpunan besar orang tersebut, “Ada satu kota yang besar di depan, dan kita sebaiknya pergi ke sana dengan cepat”. Mereka yang berada dalam himpunan besar orang tersebut, melihat bahwa mereka semakin mendekat pada kotayang dimaksud, berkata satu sama lain,” Ini tempat di mana saya dapat beristirahat”. Mereka semua memasuki kota untuk beristirahat dan menikmatiberdiamnya mereka di sana, tidak mau melanjutkan perjalanan lebih jauh lagi. 

Kemudian, sang guru pemimbing berpikir,”Himpunan besar orang ini telah mendapatkan kesenangan kecil ini dan puas terhadapnya. Lemah dan lamban, mereka tidak punya niat untuk melanjutkan lebih jauh.”

Dengan segera, Sang guru pembimbing menghilangkan kotayang dimunculkannya. Saat himpunan besar orang melihat kota tersebut lenyap, mereka bertanya kepada guru pembimbingnya, “Apa sebenarnya ini? Suatu ilusi atau suatu mimpi, ataukah sesuatu yang nyata?” Mendengar hal ini, guru pembimbing memberitahukan himpunan besar orang tersebut, “Agar kalian dapat rehat, saya telah memunculkan kota besar itu. Kita harus pergi menuju kota berikutnya. Kita harus cepat-cepat menuju ke sana, untuk mendapatkan kedamaian dan kebahagiaan. Himpunan besar orang tersebut menanggapi, ‘Kita pasti akanmenerima perintahmu. Mengapa kita menikmati tempat kecil yang dangkal ini? Kita harus bersama-sama pergi ke kota besar kedamaian dan kebahagiaan itu.’ 

Guru pembimbing berkata kepada mereka, “Sadhu! Kita sebaiknya melanjutkan perjalanan”.Saat mereka maju bersama, ia kemudian berkata kepada himpunan besar orang tersebut, “Kota besar yang kita tuju semakin nampak. Kamu harus mengamati bagaimana kota besar tersebut makmur dan penuh kebahagiaan.’  Begitu mereka maju secara bertahap, mereka semua melihat kota besar tersebut. Kemudian, guru pembimbing mengatakan kepada himpunan besar orang tersebut, “ Para budiman, ketahuilah bahwa di depanmu adalah kota besar yang dimaksud.’ Kemudiansemua melihatkota besar tersebut dari jauh- penuh kedamaian, makmur, dan penuh kebahagiaan, mereka menemukan kesenangan dalam batin mereka. Mereka menatap satu sama lain dengan penuh rasa ingin tahu dan bertanya, ‘Apakah kota besar ini nyata atau hanyalah ilusi yang lain?’Guru pembimbing menjawab, ‘Kota besar ini dengan segala kedamaian, kemakmuran dan kebahagiaan yang istimewa-nya adalah nyata’ . Ia menyerukan kepada himpunan besar orang tersebut untuk memasuki kota besar tersebut, karena itulah kota besar yang paling utama dan akhir. Tidak ada kota lain di luar yang satu ini. Setelah mereka memasuki kota tersebut, mereka memuji guru pembimbing mereka dengan penuh kekaguman dan kegembiraan, ‘Sadhu! Sadhu! Benar-benar seorang yang penuh kebijaksanaan, memperlakukan kita dengan upaya trampil dan dengan penuh welas asih agung!’

[0296b02]  “Kāśyapa, ketahuilah bahwa kota jelmaan itu ibarat pengetahuan murni dari kendaraan Sravaka dan Pratyekabuddha, kebijaksanaan akan kekosongan [sunyata], ketidaknyataan dari bentuk [animitta], dan ketiadamelekatan pada perbuatan[anabhisamskara].

Kota yang sesungguhnya itu ibarat pembebasan dari Tathāgata.Oleh karena itu, Tathāgata membeberkan Tiga Kendaraan dan mengungkapkan dua jenis nirvāṇa.Ia kemudian mengujarkan Satu Kendaraan.”

[0296b05] Buddha memberitahukan kepada Kāśyapa,
 “Apabila ada yang mengatakan bahwa sūtra adalah tidak eksis, mereka ini bukanlah muridku, Aku juga bukanlah guru mereka.”

[0296b08]  Kāśyapa berkata kepadaBuddha, 
“Bhagavan, sutra-sutra Mahāyāna kebanyakan mengutarakan pemahaman tentang kekosongan [sunyata].”

[0296b08]  Buddha memberitahukan kepada Kāśyapa, 
“Semua sutra tentang kekosongan mempunyai aspek tersirat. Hanya sutra ini yang merupakan pengabaran yang tak tertandingi, tanpa suatu aspek yang tersirat. Sebagai contoh, Kāśyapa, Raja Prasenajit selalu mensponsori suatu acara dana besar-besaran pada bulan ke sebelas dari suatu tahun berjalan. Pertama-tama ia memberi persembahan makanan kepada setan kelaparan, mereka yang menderita, yang miskin. Kemudian ia memberikan makanan yang baik kualitasnya dengan berbagai macam rasa, sesuai permintaan, untuk para sramana dan Brahmin. Dengan cara yang sama pula, Buddha Sang Bhagavā menjelaskan berbagai macam dharma dalam berbagai sutra, sesuai dengan keinginan dan kecocokan para mahluk.

“Ada mahluk hidup yang melanggar sila mereka, lalai dan malas dalam latihan dan pembelajaran mereka, dan menolak teks yang menakjubkan mengenai keberadaan yang langgeng dari gudang Tathāgata. Mereka lebih suka mempelajari berbagai jenis sutra yang mengajarkan kekosongan, baik dengan mengikuti kata-kata dan frase-frase, atau mengubah beberapa kata dan frase. Mengapa? Karena mereka mengatakan kata-kata ini: ‘Sutra-sutra Buddha, semuanya menyatakan bahwa mahluk hidup tidak memiliki diri.’ Namun demikian, mereka tidak memahami arti kekosongan dan tanpa diri yang sesungguhnya.Mereka yang tidak memiliki kebijaksanaan, mengejar kemusnahan.

“Memang, kekosongan dan tanpa diri adalah perkataan dari Buddha. Mengapa? Karena tak terhitung kekotoran batin ibarat lumpur, telah senantiasa kosong, berdiam dalam nirvana dari sediakala.Memang benar, nirvāṇa adalah suatu kata yang meliputi semua.Ia merupakan kata untuk maha parinirvāṇa yang dicapai oleh para Buddha, berada di dalam kedamaian dan kebahagiaan abadi.”

[0296b21] Kāśyapa bertanya kepadaBuddha,
 “Bagaimana agar seseorang menyingkirkan [pandangan tentang] pengakhiran dan keberlangsungan ?

  [0296b21]  Buddha memberitahukan kepada Kāśyapa, 
“Setiap mahluk hidup berputar melalui siklus kelahiran dan kematiannya tanpa sesorang diri yang memegang kendalinya. Oleh karena itu, Akumenjelaskan kepada mereka makna dari tanpa diri.Namun demikian, maha parinirvāṇa yang dicapai oleh para Buddha adalah kedamaian dan kebahagiaan yang abadi. Makna ini menghancurkan dua pandangan salah: pengakhiran dan keberlangsungan.”

 [0296b24]   Kāśyapa berkata kepadaBuddha, “
Mohon kiranya Buddha beralih kepada ‘tanpa diri’ setelah sebentar lalu kita berbicara tentang diri.”

[0296b26]  Buddha memberitahukan kepada Kāśyapa, 
“Aku menjelaskan makna dari tanpa diri untuk menghancurkan pandangan dunia tentang diri. Apabila Aku tidak mengatakan demikian, bagaimana Aku dapat menyebabkan orang-orang menerima Dharma dari guru agung?Saat Buddha mengucapkan tanpa diri, mahluk hidup menjadi ingin tahu. Mendengar apa yang mereka tidak pernah dengar sebelumnya, mereka datang kepada Buddha. 

Kemudian Aku membuat mereka memasuki Buddha Dharma melalui banyak sekali sebab dan kondisi. Begitu mereka telah memasuki Buddha Dharma dengan keyakinan yang berkembang, mereka dengan giat melatih dan mencapai kemajuan dengan penuh semangat dalam pembelajaran mereka akan Dharma mengenai Kekosongan. 

Kemudian Saya mengatakan kepada mereka kedamaian dan kebahagiaan abadi, pembebasan yang tetap memanifestasikan bentuk.

Ada doktrin duniawi yang menegaskan bahwa eksisitensi adalah pembebasan.Untuk menghancurkannya, Aku mengatakan bahwa pembebasan mengacu pada non-eksistensi. Apabila Aku tidak mengatakan demikian, bagaimana Aku dapat menyebabkan orang-orang menerima Dharmadari guru agung?Melalui banyak sekali sebab dan kondisi, Aku menerangkan kepada mereka tentang pembebasan, nirvāṇa, dan tanpa diri.

Kemudian Aku melihat mahluk hidup menyalahartikan pembebasan sebagai kehancuran terakhir.Mereka yang tidak mempunyai kebijaksanaan, mengejar kehancuran.Kemudian Aku mengatakan, melalui banyak sekali sebab dan kondisi, bahwa masih ada bentuk setelah mencapai pembebasan.”

  [0296c08]  Kāśyapa berkata kepada Buddha,
 “Bhagavan, mencapai pembebasan dan kendali, berarti mahluk hidup pastilah abadi. Sebagai perumpamaan, dengan melihat asap, seseorang dapat menyimpulkan bahwa pasti ada api. Apabila ada diri [sejati] dalam seseorang, maka pasti ada pembebasan.Mengatakan bahwa ada diri [sejati] berarti bahwa ada bentuk setelah mencapai pembebasan. Ini bukanlah pandangan dunia mengenai diri, juga bukan pernyataan akan pengakhiran dan keberlangsungan.”

 [0296c12]   Kāśyapa bertanya kepada Buddha,
 “Bhagavan, mengapa Tathāgata, yang tidak pernah memasuki [pengakhiran melalui] parinirvāṇa, namun memanifestasikan memasuki parinirvāṇa? Mengapa Ia yang tidak pernah lahir,namun memanifestasikan kelahiran?”

[0296c13] Buddha memberitahukan kepada Kāśyapa,
 “Hal ini bertujuan untuk menghancurkan ide akan keberlangsungan dalam pikiran yang selalu mengalkulasi dari mahluk hidup. 

Tathāgata tidak pernah memasuki [pengakhiran melalui] parinirvāṇa namun memanifestasikan memasuki parinirvāṇa.Ia tidak pernah lahir namun memanifestasikan kelahiran. Mengapa? Karena mahluk hidup akanberkata, “Bahkan seorang Buddha pun memiliki suatu akhir dari kehidupan, tidak memiliki kendali atasnya, apalagi kita, yang memiliki diri dan milik diri.’ 

Sebagai perumpamaan, seorang raja disandera oleh negara tetangganya.Dengan keadaan dibelenggu dengan borgol, ia berpikir,‘Apakah saya sekarang masih merupakan seorang raja? Saya sekarang bukan raja bukan juga penguasa’ Mengapa ia memiliki kegalauan semacam itu? Karena ia telah meninggalkan pengekangan diri. Setiap mahluk hidup yang berputar melalui siklus kelahiran dan kematian tidak memiliki diri yang memegang kendali.  Ketiada-kendalian adalah makna dari tanpa diri yang telah Aku jelaskan.”

“Mengambil perumpamaan lain, seorang dikejar oleh para bandit yang hendak melukainya dengan sebilah pisau. Ia berpikir, ‘Saya sekarang tidak memiliki kekuatan. Bagaimana saya dapat menghindari kematian?’ Dengan beban berkaitan dengan lahir, tua, sakit, mati, para mahluk hidup berharap agar dirinya dapat menjadi raja dewa Śakra atau raja Brahma.Untuk menyingkirkan mentalitas semacam ini, Tathāgata memanifestasikan kematian.Tathāgata adalah dewa di atas semua dewa.Apabila parinirvāṇa-Nya berarti pengakhiran, maka dunia seharusnya juga menuju pengakhiran.Apabila hal ini tidak berarti pengakhiran, maka ini berarti kedamaian dan kebahagiaan yang abadi. Berada di dalam kedamaian dan kebahagiaan yang abadi, maka pastilah ada diri [sejati], seperti halnya ada asap, pasti di sana ada api. Bila tidak ada diri dan seseorang mengklaim memiliki diri, dunia seharusnya dipenuhi oleh diri-diri.Diri [sejati] tidaklah menganulir tanpa diri. Apabila tidak ada diri [sejati], diri [nominal] pun tidak dapat terbentuk.”

 [0296c27]   Kāśyapa bertanya kepadaBuddha, 
“Apa itu eksistensi ?”

[0296c28]  Buddha berkata kepada Kāśyapa,
 “Eksistensi merujuk pada 25 bentuk eksistensi sebagai mahluk hidup. Non-eksistensi merujuk pada setiap benda tanpa pikiran, atau setiap mahluk hidup sebelum kelahiran atau setelah kematian. Apabila mahluk yang berpikir itu dapat dihancurkan, mahluk hidup pada akhirnya akan punah. Karena mahluk hidup [dalam kenyataan sebenarnya] tidak memiliki kelahiran dan kematian, secara jumlah, mereka tidaklah meningkat maupun berkurang.”

 [0297a03]  Kāśyapa bertanya kepada Buddha, 
“Bhagavan, apabila ada diri [sejati] dalam seseorang, mengapa ia diselubungi oleh kekotoran batin, yang seperti lumpur?”

  [0297a04] Buddha memberitahukan kepada Kāśyapa,
 “Sadhu ! Sadhu! Kamu memang seharusnya menanyakan hal ini kepada Tathāgata.Sebagai perumpamaan, seorang pandai emas menilai kemurnian emas. Ia berpikir mengenai mengapa emas murni tersebut bercampur dengan lumpur, dan ia mencari asal muasal dari lumpur tersebut. Apakah ia dapat menemukan asal muasalnya?”

 [0297a07]   Kāśyapa menjawab, 
“Tidak, Bhagavan.”

 [0297a08]  Buddha memberitahukan kepada Kāśyapa, 
“Apabila ia menghabiskan seluruh kehidupannya untuk memikirkan tentang sebab pertama dari lumpur sejak waktu yang tidak memiliki awal ini, apakah ia akan menemukan kondisi asal ? Ia tidak akan memperoleh emas maupun asal muasal dari lumpur. Akan tetapi, bila ia dengan giat menggunakan upaya trampil untuk menyingkirkan lumpur yang bercampur dengan emas, ia akan memperoleh emas.”

 [0297a10] Buddha memberitahukan kepada Kāśyapa, 
“Oleh karena itu diri [sejati] seseorang itu diliputi oleh kekotoran batinnya, laksana lumpur. Bila seseorang yang ingin melihat diri [sejati]-nya berpikir,”Saya seharusnya menelusuri diri ini dan asal muasal dari kekotoran batin’, akankah orang tersebut menemukan asalnya?”

 [0297a13]   Kāśyapa menjawabBuddha, 
“Tidak, Bhagavan.”

[0297a13]  Buddha memberitahukan kepada Kāśyapa, 
“Apabila seseorang secara giat menggunakan upaya trampil untuk menyingkirkan kekotoran batinnya yang seperti lumpur ini, ia akan merealisasikan diri [sejati]-nya. Apabila seseorang, setelah mendengar sutra ini, dengan keyakinan dan kegirangan yang mendalam, menggunakan upaya trampil, tidak terlalu santai juga tidak terlalu terburu-buru, melakukan karma baik melalui tubuh, ucapan dan pikirannya, melalui sebab dan kondisi tersebut, ia akan merealisasikan diri [sejati]-nya.”

 [0297a17]   Kāśyapa bertanya kepadaBuddha, 
“Apabila benar ada diri sejati, mengapa ia tidak terlihat?”

[0297a17]  Buddha memberitahukan kepada Kāśyapa,
 “Aku akan memberikan sebuah perumpamaan kepadamu sekarang. Contohnya, seorang murid yang baru belajar, mempelajari lima huruf [lima set dari lima konsonan], yang digunakan untuk membentuk bait dari gatha. Apabila seseorang ingin mengetahui makna [dari gatha] sebelum mempelajari [huruf-huruf], dapatkah ia mengetahuinya? Seseorang pertama-tama harus mempelajari huruf-huruf dulu, barulah ia akan mengetahui [maknanya]. Setelah mempelajari huruf-huruf, seseorang juga memerlukan pengajaran dari guru, yang menggunakan contoh-contoh untuk mengindikasikan makna dari gatha yang terbentuk lewat kata-kata. Apabila seseorang dapat mendengar dan menerima gurunya, ia akan memperoleh pemahaman akan makna dari gatha, lalu mempercayainya, dan mengapresiasikannnya. Diri [sejati] sekarang terselimuti oleh gudang kekotoran batin. Apabila seseorang berkata, ‘Pria berbudi, gudang Tathāgata itu seperti ini seperti itu …’kemudianyang mendengarkannya ingin segera melihatnya, apakah ia dapat melihatnya?”

  [0297a24]  Kāśyapa menjawab, 
“Tidak, Bhagavan.”

[0297a24]  Buddha memberitahukan kepada Kāśyapa, 

“Sebagai contoh, murid yang tidak tahu makna dari gatha harus mengikuti gurunya dengan keyakinan. Kāśyapa, ketahuilah bahwa Tathāgata adalah penutur dari kata-kata yang jujur.Ia menggambarkan dengan jujur eksistensi dari mahluk hidup. Kamu akan mengetahui nanti, seperti murid tadi yang telah belajar [dari gurunya]


[0297a27]  Aku sekarang akan menjelaskan kepadamu alam-alam dari mahluk hidup menggunakan empat perumpamaan terselubung. 

Ke empatnya adalah :
mata terbutakan oleh penyakit, 
bulan terselubungi oleh awan hitam, 
air dalam suatu sumur yang harus digali, 
dan sinar pelita di dalam suatu wadah. 

[0297b01] Ketahuilah bahwa empat perumpamaan ini berkaitan dengan sebab dan kondisi untuk merealisasikan hakikat ke-buddha-an seseorang.Setiap mahluk memiliki Hakikat ke-buddha-an dengan tak terukur penampakan istimewa, keagungan dan kecemerlangan.Karena hakikat ke-buddha-an, semua mahluk dapat mencapai parinirvāṇa.

Contohnya, penyakit mata dapat diobati.Sebelum seseorang bertemu tabib yang kompeten, mata seseorang tidak dapat melihat. Begitu tabib yang kompeten muncul, ia akan memperoleh penglihatan kembalinya dengan cepat. Demikianlah, gudang kekotoran batin yang tak terhitung menyelubungi dan menghalangi hakikat ke-buddha-an seseorang. Kecuali ia bertemu para Buddha, para Sravaka yang suci, atau Pratyekabuddha, seseorang secara salah menganggap yang tanpa diri sebagai memiliki diri, dan bukan diri sebagai kepunyaan diri. 

Setelah bertemu dengan para Buddha, Sravaka, atau Pratyekabuddha, ia kemudianmengetahui mengenai diri [sejati]-nya. Seperti terobati dari penyakitnya, matanya membuka dan melihat dengan jelas. Penyakit mata ini ibarat kekotoran batin seseorang, dan mata ibarat hakikat ke-Tathāgata-anseseorang.”

[0297b07]  “Saat bulan tertutup awan, bulan tidaklah terang maupun jernih. Demikian pula halnya, saat hakikat ke-Tathāgata-an seseorang tertutup oleh berbagai kekotoran batin, ia tidak terang maupun jernih. Saat seseorang melenyapkan kekotoran batin yang seperti awan, maka hakikat ke-Tathāgata-an seseorang akan menjadi terang dan jernih, laksana bulan purnama.”

[0297b09]  “Saat seseorang menggali sebuah sumur, tanah kering mengindikasikan bahwa lapisan air masihlah masih jauh. Saat seseorang mendapatkan tanah basah, ia mengetahui bahwa lapisan air semakin dekat. Apabila ia mendapatkan air, maka inilah akhir yang final. Apabila ia bertemu dengan para Buddha, Sravaka yang suci, atau Pratyekabuddha, dan belajar menjalankan karma yang baik, dan menghilangkan kekotoran batinnya yang seperti lumpur, ia akan merealisasikan hakikat ke-Tathāgata-annya, yang seperti air. “

[0297b12]  “Hakikat ini juga laksana sinar pelita di dalam suatu wadah.  Ia tidak ada gunanya bagi mahluk hidup saat kecemerlangannya tersembunyi. Apabila wadahnya disingkirkan, maka pelita tersebut akan bersinar ke mana-mana. Demikian pula halnya, kekotoran batin seseorang itu adalah wadah yang menyembunyikan gudang Tathāgata - yang tidak ada gunanya bagi mahluk hidup saat penampakan dan keagungannya tidak terang maupun jernih. Bila seseorang menyingkirkan gudang kekotoran batinnya, menghapuskannya untuk selama-lamanya, maka hakikat ke- Tathāgata-annya akan memanifestasikan diri secara penuh penampakannya yang istimewa dan kecemerlangannya untuk pekerjaan Buddha. Ini ibarat mengenyahkan wadah sehingga mahluk hidup dapat menikmati cahaya pelita.

[0297b17]  Oleh karena itu empat perumpamaan di atas menggambarkan berbagai sebab dan kondisi. Karena diri [sejati] seseorang itu meliputi alam-alam dari mahluk hidup, hal yang sama berlaku pula terhadap semua mahluk hidup. Alam-alam mahluk hidup adalah tak terbatas, bercahaya dan murni.”

[0297b20]  Kāśyapa bertanya kepadaBuddha, 
“Bhagavan, apabila semua mahluk hidup itu memiliki gudang Tathāgata dalam sifat alamiahnya, dan mengendarai Satu Kendaraan, mengapa Tathāgata mengatakan ada Tiga Kendaraan: Kendaran Sravaka, Pratyekabuddha, dan Buddha?”

  [0297b22]  Buddha memberitahukan kepada Kāśyapa,
 “Saya akan menggunakan suatu perumpamaan. Seorang hartawan yang berusia lanjut hanya memiliki satu orang putra, yang di bawah penjagaan pengasuhnya, telah hilang di tengah kerumunan orang banyak. Saat hartawan tua tersebut mendekati waktu ajalnya, ia berpikir , “Sudah sangat lama sekali, sejak saya kehilangan putra tunggal saya. Saya tidak memiliki putra lain, juga orang tua atau kerabat. Begitu saya meninggal, semua kekayaan saya akan menjadi kekayaan raja.”Sementara ia berpikir demikian, anak yang hilang tersebut sedang dalam perjalanan meminta-minta sedekah, tiba di rumah aslinya. Ia tidak mengenal rumah ayahnya. Mengapa? Karena putra tersebut telah hilang sejak usia balita. Ayahnya mengenali dia namun tidak memberitahukan hal ini padanya. Mengapa? Karena ia khawatir, putranya akan kabur. Ia memberinya sesuatu dan berkata kepada putranya, ‘Saya tidak memiliki penerus keluarga, dan kamu dapat menjadi putra saya. Janganlah pergi ke tempat lain.’. Sang putra menjawab, ‘Saya tidak tahan tinggal di sini. Mengapa? Karena tinggalnya saya di sini akanmenyakitkan seperti berada dalam belenggu.’ Hartawan tua tersebut bertanya, ‘Apakah yang ingin kamu lakukan?’ Sangputra menjawab, ‘Lebih baik saya membersihkan kotoran, menggembalakan ternak, atau bekerja di ladang.’ Hartawan tua itu berpikir: ‘Anak ini punya sedikit keberuntungan, tapi saya harus bersabar. Saya akan mengikuti keinginannya dulu sekarang.’ Kemudian ia memerintahkan anak tersebut untuk membersihkan kotoran. 

[0297c04]  Waktu yang panjang telah berlalu, dan putranya telah melihat orang tua tersebut menikmati kehidupan melalui lima keinginan. Kegirangan muncul di dalam hatinya, ia berpikir, ‘Saya berharap orang tua ini, berdasarkan rasa kasihannya, akan menerima saya sebagai putranya dan memberikan saya kekayaan dan barang berharga’. Dengan ide ini di dalam pikirannya, ia tidak lagi bekerja dengan giat. Hartawan tua tersebut melihat perbedaan dalam dirinya, berpikir, ‘Tak lama lagi, ia pasti akan menjadi putra saya.’ 

Kemudianhartawan tua tersebut mencarinya dan menanyakan, ‘Apakah kamu sekarang memiliki pemikiran lain yang menyebabkan kamu tidak lagi bekerja keras? Putranya tersebut menjawab, ‘Hatiku menginginkan agar dapat menjadi putramu.’Orang tua tersebut berkata, ‘Sangat baik !Saya adalah ayahmu, dan kamu adalah putraku.Saya benar-benar adalah ayahmu walaupun kamu tidak mengetahui hal ini. Saya sekarang memberikan kepadamu semua yang berada di gudang harta saya.’ Ia kemudianmembuat pengumuman di tengah-tengah massa: ‘Ini adalah putra saya yang telah lama hilang. Tanpa disadari, ia telah kembali ke rumah. Saya menawarkan kepadanya untuk menjadi putra saya, namun ia menolaknya. Sekarang, ia dengan kemauan sendiri menyatakan kehendaknya untuk menjadi putra saya.’

 [0297c14]   “Kāśyapa, orang tua tersebut telah menggunakan upaya trampil untuk memikat putranya yang punya kemauan rendah tersebut, pertama-tama memerintahkannya untuk membersihkan kotoran, selanjutnya memberikan kekayaan kepadanya. Kemudian orang tua tersebut membuat suatu pengumuman di tengah kerumunan orang banyak, dengan mengatakan kata-kata berikut:‘Ia aslinya adalah putraku, yang setelah hilang untuk waktu yang lama, sekarang beruntung telah kembali dengan sendirinya dan menjadi putra saya.’ Demikian pula halnya, Kāśyapa, terhadap mereka yang tidak mengapresiasi Satu Kendaraan, Saya menuturkan Tiga Kendaraan. Mengapa? Karena ini adalah pendekatan trampil dari Tathāgata. Semua Sravaka adalah putra Saya, seperti pembersih kotoran yang baru saja mengetahui identitas dirinya hari ini.”

[0297c19] Kāśyapa berkata kepadaBuddha, 
“Menyedihkan sekali !Sangat aneh ! Bagaimana inferiornya Kendaraan Sravaka, yang melaluinya benar-benar merupakan putra Buddha, namun mereka tidak mengenal ayahnya.”

  [0297c22]  Buddha memberitahukan kepada Kāśyapa,
 “Kamu harus belajar [dari para sesepuh]. Apabila kamu tidak tahan untuk menegur dan memarahi mereka, maka kamu harus menjauhi hal ini. Saat mereka sampai pada kematangan di kemudian hari, kamu akan mengetahuinya. 

[0297c23] Selanjutnya, Kāśyapa, Kendaraan Sravaka dan Mahāyāna seringkalisaling bertolak belakang, seperti duniawi berlawanan dengan yang terbebas dari kekotoran batin, atau yang pandir berlawanan dengan yang arif. 

[0297c24] Lebih lagi, Kāśyapa, kamu harus mengakomodasi mereka yang memfitnah sutra ini.Mengapa ?karena pemfitnahnya, setelah kematian, akan jatuhke dalam kegelapan tanpa batas. Atas dasar welas asih kepada mereka, kamuharusmerancang beberapa cara untuk membawa mereka pada kematangan melalui Dharma Mahāyāna.Sementaramereka yang tidak dapat disembuhkan akan jatuh ke dalam neraka, mereka yang setia akan mempercayainya. Terhadap mahluk hidup, kamu harus menggunakan “Empat Cara Menarik Hati Mahluk ke dalam Dharma” [dana, perkataan penuh kasih, aksi yang bermanfaat, pekerjaan kolaboratif] untuk menolong mereka mencapai pembebasan.”

[0297c29]  “Selanjutnya, Kāśyapa, apabila ada seorang pria yang baru saja terjangkit demam, ia tidak seharusnya diberikan obat atau penanganan lain. Mengapa? Karena waktunya belum datang.Seseorang yang tidak mengetahui penanganan yang tepat dan waktunya dianggap gagal.Oleh karena itu, pengangan seharusnya diberikan saat penyakitnya telah muncul.Apabila belum siap, seseorang harus menunggu untuk waktu yang tepat. Demikian pula halnya, untuk mahluk hidup yang memfitnah sutra ini, saat mereka telah sampai pada kematangan, mereka akan menegur diri mereka sendiri dengan penyesalan, “Menyedihkan sekali !saya sekarang akhirnya menyadari apa yang telah saya lakukan.’ Pada saat itu, kamu harus menyelamatkan mereka dan menarik mereka ke dalam Dharma melalui “Empat Cara Menarik Hati Mahluk ke dalam Dharma”.

[0298a07] “Lebih lanjut, Kāśyapa, misalkan ada seorang pria yang sedang menyebrangi daerah liar yang luas, mendengar suara dari sekumpulan burung. Ketakutan karena menganggap suara burung tersebut berarti ada penyamun, ia mengambil jalur lain. Ia memasuki tanah rawa yang kosong dan sampai pada tempat di mana terdapat macan dan srigala mengintai.Ia dimakan oleh macan.Kāśyapa, demikian pula halnya, saat bhikṣu, bhikṣuṇī, upāsaka, dan upāsikādi masa mendatang mendengar pembicaraan tentang diri, juga pembicaraan tentang tanpa diri, mereka takut akan pembicaraan tentang diri. Mereka kemudian memasuki kekosongan yang luas, pandangan tentang pengakhiran, mempelajari tanpa diri.Mereka tidak mengapresiasikan sutra dengan makna mendalam ini, yang mengajarkan gudang Tathāgata dan keberadaan para Buddha yang langgeng.

[0298a13] Selanjutnya, Kāśyapa, kamu bertanya kepadaKu apa yang telah katakan kepada Ānanda: ‘Dengan adanya keberadaan, maka terdapat penderitaan dan kegembiraan. Dengan tiadanya keberadaan, maka tidak terdapat penderitaan dan kegembiraan.”

Dengarlah dengan seksama sekarang! Kāśyapa, Tathāgata bukanlah keberadaan, bukan pula mahluk hidup, ia juga tidak punah.”

[0298a15] Kāśyapa bertanya kepadaBuddha,
 “Mengapa bukan, Bhagavan?”

[0298a15]    Buddha memberitahukan kepada Kāśyapa, 
“Sebagai perumpamaan, di bawah gunung bersalju, terdapat permata berharga yang memancarkan cahaya murni. Orang yang trampil dalam mengindentifikasikan permata berharga dapat mengenalinya begitu melihatnya dan kemudian mengambilnya. Itu seperti proses memurnikan emas. Saat kekotoran dan sampah disingkirkan, emas murni tersibak- yang mana tidak pernah ternodai oleh kotoran yang semula melekat padanya.Mengapa ?Karena hal ini seperti pelita yang dibawa oleh seseorang yang sedang berjalan. Ke mana pun ia pergi, kegelapan akan menghilangdengan adanya cahaya terang dari pelita. Seperti emas murni yang telah melalui pemoresanitu tidak pernah ternodai oleh kotoran, demikian halnya juga dengan permata berharga. Saat cahaya rembulan dan bintang bersinar di atasnya, ia akan mengucurkan air murni. Saat cahaya mentari menyinarinya, ia akan mengobarkan api. Memang benar, Kāśyapa, Tathāgata, juga disebut Arhat, Samyak-Saṁbuddha, yang muncul di dunia, telah selamanya meninggalkan lahir, tua, sakit, mati, dan telah menghapuskan semua kekotoran batin-kekotoran batin dan kebiasaan-kebiasaannya.  Ia senantiasa memancarkan cahaya cemerlang, laksana permata bercahaya gemilang, dan ia tidak pernah ternodai, laksana bunga seroja [lotus] yang murni, tidak pernah tersentuh oleh lumpur ataupun air.

[0298a25]  Kemudian, Kāśyapa, Tathāgata secara responsif muncul di dunia, memanifestasikan tubuh biasa dengan bentuk tertentu pada waktu tertentu. Ia tidak pernah ternodai oleh kotoran dalam tempat kelahiran para mahluk hidup biasa, juga tidak mengalami penderitaan atau kegembiraan duniawi. Kesenangan dari lima keinginan dari para dewa dan manusia itu sebagai buah kebajikan seseorang itu sebenarnya menyakitkan. Hanya pembebasan adalah kebahagiaan tertinggi yang abadi. 

 [0298a29]  Kāśyapa berkata kepada Buddha,
 “Sadhu ! Sadhu! Bhagavan, saya baru memahami bahwa sejak hari ini saya telah benar-benar melepaskan kehidupan berkeluarga, menerima sila monastik lengkap, menjadi seorang bhikṣu, dan mencapai ke-arhat-an. Saya harus mengenali kebaikan Tathāgata dan membalas kebaikanNya karena Tathāgata pernah berbagi tempat dudukNya dengan saya. Ditambah lagi, hari ini di tengah empat kelompok besar muridNya, Ia telah mengucurkan air Dharma Mahāyāna di mahkota kepalaku.”

[0298b05]   Di antara massa ini, ada mereka yang mengambil wujud dan berlaku layaknyabhikṣu, upāsaka, dan non-upāsaka. Memiringkan tubuh, membungkuk ke muka atau ke belakang, semuanya berada dalam penyamaran, di bawah pengaruh kekuatan māra.

[0298b07] Kemudian Ānanda bertanya kepadaBuddha, 
“Bhagavan, massa ini, telah meninggalkan kekotoran, adalah kokoh dan benar seperti hutan cendana. Mengapa ada orang-orang lain yang turut berdiam di tengah massa ini?”

[0298b09]  Buddha menganjurkan kepada Ānanda, 
“Tanyakanlah hal ini pada Mahākāśyapa.”

[0298b10]  Ānanda berkata, 
“Baik, Sadhu. Saya akan bertanya padanya.”

Ia kemudian bertanya kepada Kāśyapa, 
“Mengapa mereka berdiam di tengah massaini?”

  [0298b11]  Kāśyapa menjawab,
 “Mereka para dungu adalah pasukan māra, dan mereka telah datang bersamanya. Itulah mengapa, Ānanda, saya mengatakan sebelumnya, bahwa setelah parinirvāṇa Tathāgata, saya tidak akan mampu melindungi Dharma sejati dengan upaya trampil seperti menjaga ladang dengan kompeten. Itulah mengapa, saya mengatakan sebelumnya, dengan rincian lain, bahwa lebih baik saya menjunjung bumi yang besar.

Sesudah itu, Tathāgata memberitahukan kepadasaya, ‘Setelah parinirvāṇaKu, kamu harus mampu melindungi dan mempertahankan Dharma sejati hingga akhirnya.’ Sayakemudianberkata kepadaBuddha, ‘Saya akan mampu melindungi dan mempertahankan Dharma sejati untuk jangka waktu empat puluh tahun.’ DanBuddha menegur saya, ‘Mengapa kamu terlalu malas untuk melindungiDharmahingga akhirnya ?’”

 [0298b19]  Buddha memberitahukan kepada Kāśyapa, 
“Kenali māra [dalam massa]. Apabila kamu dapat menemukan dia, kamu mampu melindungi Dharma.”

 [0298b19]  Kāśyapa kemudian mencari dengan mata dewanya, namun tidak dapat melihat māra.Ia seperti seorang yang liar di kotaŚrāvastī yang telah kehilangan putranya.Mencari di tengah kumpulan besar orang, ia gagal menemukan putranya, dan ia kembali dengan kelelahan. Demikian pula halnya, Kāśyapadengan mata dewanya mencari māra di tengah kumpulan besar orang, namun tidak dapat menemukannya.Segera ia berkata kepadaBuddha, “Saya tidak mampu menemukan māra jahat.”

 [0298b23]  Untuk sebab serupa, 80 sravaka agung semuanya mengatakan mereka tidak mampu mengenalinya. 

[0298b24] Kāśyapa juga menugaskan 500 Bodhisattva, termasukBodhisattva Bhadrapala, untuk mencari māra jahat.Kecuali seorang Bodhisattva bernama “Sarvalokananda-darśana”, semua tidak mampu menemukannya.

[0298b27] Kemudian Bhagavan memberitahukan kepada Kāśyapa,
 “Kamu tidak mampu melindungi atau mempertahankan Dharmapada 80 tahun akhir sebelum lenyapnya Dharma. Seorang Bodhisattva dari selatan akan dapat melindungi dan mempertahankannya. Kamu pada akhirnya akan menemukan dirinya di antara 500 Bodhisattva yangtermasuk Bodhisattva ”Bhadrapala”.

 [0298b29]   Kāśyapa menjawab,
 “Sadhu! Saya akan mencarinya.”

Kemudian ia menemukan pemuda yang bernama “Sarvalokananda-darśana” tersebut, seorang dari suku Licchavi.

“Bhagavan, pemuda Licchavi yang bernama “Sarvalokananda-darśana” ini pastilah orang yang dicari.”

[0298c03]   Buddha memberitahukan kepada Kāśyapa,
 “Kamu sebaiknya pergi memintanya untuk menemukan māra jahat.”

[0298c03] Kemudian Kāśyapa, bersama dengan 80 Sravaka agung dan 500 Bodhisattva, termasuk Bodhisattva Bhadrapala, bersama-sama berkata kepadapemuda Licchavi yang dipanggil “Sarvalokananda-darśana”: “Anak muda, kamu diidentifikasikan oleh Bhagavansebagai seseorang yang mampu menemukan māra jahat.”

[0298c06]  Pemuda ini di tengah massa berkata kepada Kāśyapa,
 “Saya mampu menemukan māra jahat. Namun, terdapat 80 Sravaka agung, dan 500 Bodhisattva, termasuk Bhadrapala, demikian juga Bodhisattva Mañjuśrī yang suci, Avalokiteśvara, Mahāsthāmaprāpta, “Perjalanan Hidup Memusnahkan Segala Kejahatan”[Annihilating All Evil Life-Journey],dan Maitreya. Megapa mereka tidak berusaha mencarinya, dan mengapa kalian malah membuat saya mencarinya? Akan lebih tepat bila mereka terlebih dahulu mencarinya, dan baru membuat saya melakukannya.”

 [0298c10] Kāśyapa bertanya kepadanya,
 “Apakah menundukkan māra jahat itu bukan suatu kebajikan?”

[0298c11]  Ia menjawab, 
“Kāśyapa, oleh karena engkau mengetahui di sana ada kebajikan, kamu sebaiknya melakukannya sendiri. Saya tidak dapat melakukannya sekarang.”

[0298c12] Kemudian Kāśyapa melaporkan kisah ini kepada Buddha.Buddha bertanya kepada Kāśyapa, “Mengapa pemuda ini mengatakan kalimat seperti itu?”

 [0298c13]   Kāśyapa menjawabBuddha,
 “Pemuda ini berkata, ‘Para budiman yang memiliki prioritas, dan saya di urutan selanjutnya. Saya hanyalah orang awam, dari kasta rendah. Para budiman yang agung ini, seperti 80 Sravaka agung dan 500 Bodhisattva pemimpin, termasuk Bhadrapala, baiknya melakukannya terlebih dahulu. Baru giliran saya.’
[0298c16] Namun demikian, para sravaka ini juga Bhadrapala dan lainnya, semua mencari namun tidak dapat menemukan māra.Seperti seorang yang liar yang tidak dapat menemukan putranya, mereka semua mengakui bahwa mereka tidak mampu dan mundur ke satu sisi.

[0298c19] Kemudian Bhagavan selanjutnya memberitahukan kepada Kāśyapa,
 “Kamu sekarang telah mendengar Sutra Genderang Agung Dharma. Untuk jangka waktu empat puluh tahun setelah parinirvāṇaKu, kamu harus melindungi dan mempertahankan Dharma sejati seperti yang kamu lakukan hari ini. Kamu harus menabuh genderang agung Dharma, meniup terompet cangkang kerang Dharma agung, menyelenggarakan persamuan Dharma Agung, dan menegakkan bendera Dharma agung. Kemudian, selama 80 tahun kemudian, dengan lenyapnya Dharma sejati, pemuda Licchavi yang bernama “Sarvalokananda-darśana” akan mengikat mara jahat dan masing-masing pengikutnya dengan lima tali, seperti mengikat kelinci. Ia akan membabarkan secara luas dan melantunkan Sutra Genderang Dharma Agung. Ia akan menabuh genderang Dharma Agung, meniup terompet cangkang kerang Dharma agung, menyelenggarakan persamuan Dharma agung, dan menegakkan bendera Dharma agung.”

 [0298c25]   Kāśyapa bertanya kepadaBuddha,
 “Kapan hal ini akan terjadi?”

 [0298c26]  Buddha memberitahukan kepada Kāśyapa,
 “Dalam waktu 80 tahun terakhir dari Dharma sejati, di mana kemudianDharma akan lenyap. ”

 [0298c27]   Kāśyapa berkata kepadaBuddha,
 “Saya ingin melihat māra jahat.”

[0298c27]  Buddha memberitahukan kepada pemuda tersebut,
 “Segera tunjukkan māra jahat kepada kumpulan besar ini.”

 [0298c28]   Kemudian pemuda tersebut, seraya menatap dengan penuh rasa hormat kepada Buddha, mengatakan, 
“Lihatlah pada māra jahat yang telah datang dari tempat lain dan duduk di antara massa ini, sebagaimana cara para bodhisattva mengambil bentuk para bhikṣu.”

 [0299a01]   Massa tersebut semua melihat dia terikat oleh lima tali. 

[0299a01] Māra tersebut berkata, 
“Anak muda, saya tidak akan menjadi seorang penghalang bagi sutra ini.” Tiga kali ia mengatakan hal ini.    

[0299a03] Kemudian Bhagavanmemberitahukan kepada pemuda Licchavi bernama “Sarvalokananda-darśana” juga massa dari Bodhisattva
: “Mahākāśyapa akan mampu melindungi dan mempertahankan Dharma sejati untuk waktu 40 tahun setelah parinirvāṇaKu. Siapa di antara kalian semua yang bisa menjadi pelindung Dharma terakhir setelah Aku pergi?”

 Tiga kali Buddha bertanya kepada mereka, dan tidak ada yang mampu.

[0299a06] Buddha memberitahukan kepada massa,
 “Jangan berpikir rendah tentang diri kalian. Di tengah massa ini, Aku memiliki banyak murid yang, setelah parinirvāṇaKu, akan mampu melindungi Dharma sejati dan membabarkan sutra ini. Yang terakhir di antara 500 Bodhisattva, termasuk Bhadrapala, adalah pemuda Licchavi yang dipanggil dengan nama “Sarvalokananda-darśana”. Setelah parinirvāṇaKu, ia akan menabuh genderang Dharma agung, meniup terompet cangkang kerang Dharma agung, menyelenggarakan persamuan Dharma agung, dan menegakkan bendera Dharma agung.”

[0299a10]  Kemudian pemuda tersebut melepaskan māra jahat.

[0299a11] Selanjutnya massa berkata kepada pemuda tersebut, “Kamu telah menerima ramalan dari Buddha.”

[0299a12]   Buddha memberitahukan kepada Mahākāśyapa,
 “Kāśyapa, layaknya seorang pria menjaga ladang tanpa ketrampilan yang efektif, kamu tidak mampu melindungi dan mempertahankan sutra ini. Pemuda ini sekarang telah mendengar sutra ini.Ia akan menonjol dalam membaca dan melantunkannya, akan maju ke depan untuk melindungi dan mempertahankannya, dan akan membabarkannya kepada yang lain. Ia akan senantiasa mengambil bentuk seorang pria biasa walaupun ia berada ditingkat Bodhisattva bhumi ke-7. Saat 80 tahun masih tersisa bagi Dharma sejati [saddharma] setelah mana Dharma akan lenyap, ia akan terlahir kembali di selatan, di Kerajaan Madras [di waktu kini adalah Chennai], ke tengah-tengah keluarga Kāyale di desa Mahāpari di tepian Sungai Upaya Kausalya. Ia akan menjadi bhikṣu yang menjunjung tinggi dan melafalkan namaKu seperti sedang menjaga dan melindungi benih di ladang.”

“Di tengah massa yang arogan, lalai, malas, ia akan meninggalkan kehidupan berkeluarga, kehidupan sekuler. Ia akan menarik massa dengan metode “Empat Cara Menarik Hati Mahluk ke dalam Dharma”. Setelah menerima sutra dengan makna mendalam ini, ia akan membacanya, melantunkannya, dan menembus maknanya. Ia akan menyucikan Saṅgha, menyebabkan mereka meninggalkan cara-cara yang tidak murni yang telah mereka terima. Pertama-tama, ia akan menuturkan kepada mereka Sutra Genderang Dharma Agung ini. Kedua, ia akan menuturkan kepada mereka sutra Mahāyāna tentang kekosongan. Ketiga, ia akan menuturkan kepada mereka tentang keberadaan yang langgeng dari Tathāgata dan alam dari para mahluk hidup, sesuai dengan Sutra Genderang Dharma Agung ini. Ia akan menabuh genderang Dharma agung, meniup terompet cangkang kerang Dharma agung, menyelenggarakan persamuan Dharma agung, dan menegakkan bendera Dharma agung. Di tengah kehadiranKu, ia akan mengenakan perisai ikrar agung. Ia akan mencurahkan hujan Dharma di keseluruhan 100 tahun usianya. 

Setelah hidup selama 100 tahun, ia akan memanifestasikan kekuatan spiritual agung dan menunjukkan parinirvāṇa. Ia akan mengatakan perkataan sebagai berikut: ‘Buddha Śākyamuni sekarang telah datang ke mari. Semua sebaiknya menyapa Beliau dengan penuh hormat, memberikan penghormatan, dan menyembahnya.Demikianlah, Tathāgata berdiam secara langgeng dalam kedamaian dan kebahagian.Kamu para budiman seharusnya mengamati kebenaran sejati adalah langgeng dan bahagia seperti yang saya katakan.

[0299a28] Segera setelah itu, para Buddha dari sepuluh penjuru alam semesta akan muncul dan mengatakan perkataan seperti ini, “Demikianlah! Demikianlah! Adalah benar seperti apa yang kamu katakan. Semua harus percaya pada apa yang telah kamu katakan dengan baik.’”

[0299b01]  Kāśyapa bertanya kepadaBuddha, 
“Bhagavan, kebajikan apa yang harus diperoleh Bodhisattva untuk dapat melihat tubuh dharma [dharmakaya] Tathāgata yang langgeng dan tak terhancurkan dan pada saat meninggal, dapat menunjukkan kekuatan spiritual yang agung?”

 [0299b02]  Buddha memberitahukan kepada Kāśyapa, 
“Bodhisattva-Mahāsattva yang telah memperoleh delapan kebajikan bisa siap melihat dharmakaya Tathāgata yang langgeng dan tak terhancurkan. Apakah delapan kebajikan itu ?
Pertama, dengan tanpa merasa lelah, membabarkan sutra dengan makna mendalam ini.
Kedua, membabarkan ajaran-ajaran tentang Tiga Kendaraan, juga dengan tanpa merasa lelah.
Ketiga, tidak pernah meninggalkan mereka yang dapat dilintaskan.
Keempat, menciptakan harmoni dan mempersatukan Saṅgha yang mengalami kekacauan.
Kelima, tidak pernah berhubungan dekat  dengan para bhikṣuṇī, para wanita, atau para kasim.
Keenam, menarik jarak dari para raja dan mereka yang memiliki kekuasaan.
Ketujuh, senantiasa menyenangi dhyana dan Samadhi.
Kedelapan, merenungkan dan mengamati sifat ketidakmurnian dan tiada diri.
Inilah delapan kebajikan yang harus dimiliki.

 [0299b10]  “Terdapat empat hal lain. Apakah empat hal lain itu?
Pertama, menonjol dalam mempertahankan Dharma.
Kedua, senantiasa merayakan hal-hal yang bajik dan membawa keriangan yang telah dilakukannya.
Ketiga, bersedia berlindung [pada Triratna] dan mengakuinya sebagai suatu perolehan manfaat yang besar.
Keempat, secara teguh tidak memiliki keraguan tentang keberadaan yang langgeng dari Tathāgata dan siang dan malam, merenungkan kebajikan dari Tathāgata.

[0299b13]  “Melalui sebab dan kondisi tersebut, sebelum kematiannya, saat itu ia akan melihat dharmakayanya yang langgeng dan menunjukkan kekuatan spiritual agung. 

[0299b15] Kāśyapa, di mana pun pria atau wanita semacam tersebut berdiam di berbagai kota atau desa, Aku akan mengungkapkan DharmakayaKu kepada mereka dan mengatakan perkataan sebagai berikut: ‘Pria dan wanita yang berbudi, Tathāgata senantiasa langgeng.’ Sejak hari ini, kamu harus menerima dan mempertahankan sutra ini, dan membaca serta melantunkannya. Kamu harus menjelaskannya kepada yang lain, dengan mengatakan kata-kata seperti ini: ‘Ketahuilah bahwa Tathāgata senantiasa berada dalam kedamaian dan kebahagiaan. Kamu seharusnya mengaspirasikan dapat melihat [dharmakayamu] dengan batin yang tulus, tidak menjilat juga tidak berbohong.Kamu seharusnya mengetahui bahwa Bhagavan memang langgeng. Kepada mereka yang suci yang memiliki keinginan untuk melihatKu, Aku akan memanifestasikan diriKu untuk mereka. 

 “Mahākāśyapa, kamu hendaknya yakin dan merenungkan.  Apabila seseorang tidak berlatih sesuai dengan Dharma, bagaimana ia dapat melihat dirinya [dharmakayanya sendiri] Bagaimana ia dapat memperoleh kekuatan transendental dan menunjukkannya ? Sebagaimana Aku katakan kepada para Sravaka, apabila seorang bhikṣu dapat membuang bahkan satu dharma [buruk] pun, Aku akan meyakinkannya bahwa ia dapat memperoleh buah [sravaka], menjadi seorang Anāgāmin. Dengan cara yang sama, ia akan memperoleh pahala kebajikan. Sebagaimana telah Aku katakan, seorang bhikṣu yang menjalankan silanya akan memiliki para dewa yang mengikuti dan melayaninya seumur hidupnya. Oleh karena itu, kamu semua hendaknya tidak akan pernah serakah akan keuntungan-keuntungan ataupun penghormatan. Kamu hendaknya mempraktekkan kemuakkan saat kamu memeditasikan tubuh fisikmu. 

[0299b26]  Lebih lagi, Kāśyapa, bhikṣu tersebut, yang menjunjung tinggi dan melafalkan namaKu, akan membawa kemurnian pada Saṅgha.”

[0299b27]   Kāśyapa bertanya kepadaBuddha,
 “Mengapa Engkau mengatakan demikian?”

[0299b27]   Buddha memberitahukan kepada Kāśyapa, 
“Bhikṣu tersebut akan menjaga dan melindungi “Empat Cara Menarik Hati Mahluk ke dalam Dharma” dengan trampil dan akan menarik semua kumpulan orang yang serakah dan korup, dan mereka yang melanggar sila. Masing-masing dari 500 Bodhisattva, termasuk Bhadrapala, pada awalnya menganggap dirinya tidak mampu menjadi pelindung Dharma yang terakhir setelah parinirvāṇaKu.Mereka sekarang masih tidak mampu. Saat bhikṣu tersebut, yang akan menjunjung tinggi dan melafalkan namaKu, menjalankan “Empat Cara Menarik Hati Mahluk ke dalam Dharma”, ia akan mengikutsertakan para bhikṣu yang lalai dan malas dan membuat mereka belajar untuk memberikan dana-dana. Ia akan memberikan sutra-sutra kepada mereka, mengurangi kekotoran batin mereka dan melindungi batin mereka, sebagaimana seorang penjaga hutan yang menjinakkan ternak saat mereka siap. 

Mereka yang tidak berubah setelah keikutsertaan dan pelatihan harus ditinggalkan.Jangan biarkan panah beracun menyentuh dan membahayakan orang-orang yang baik dan murni batinnya. Ia akan mempunyai pemikiran seperti ini, ‘Jangan biarkan bhikṣu yang murni dalam tingkah laku mereka menjadi melanggar sila mereka karena mereka yang berkelakuan buruk. Juga mereka tidak boleh menghormati orang-orang yang membabarkan non-Dharma dan menjalankan cara-cara yang jahat. Juga mereka tidak boleh menjalankan bersama dengan mereka yang berkelakuan buruk,  tugas-tugas Saṅgha, seperti persamuan Dharma, pembacaan sila, pengakuan kesalahan, dan pertobatan. Sebagaimana seorang raja menundukkan musuh-musuhnya, ia akan menjinakkan para  bhikṣu dengan cara-cara trampil. Setelah menjinakkan mereka, untuk 100 tahun lamanya, ia akan senantiasa mencurahkan hujan Dharma, menabuh genderang Dharma agung, meniup terompet cangkang kerang Dharma agung, menyelenggarakan persamuan Dharma, dan menegakkan bendera Dharma agung. Ia akan menunjukkan kekuatan spiritual agung, dan pada saat kematiannya, memasuki parinirvāṇa. Setelah kemunculan 1.000 Buddhadan 100.000 Pratyekabuddha, dan parinirvāṇa dari 8 Tathāgatadalam 62 kalpa, ia kemudian akan mencapai ke-buddha-an. Ia akan dipanggil ‘Cahaya Akumulasi Kebijaksanaan’, Tathāgata, Arhat, Samyak-Saṁbuddha. Bhikṣu tersebut, yang akanmenjunjung tinggi dan melafalkan namaKu kemudian pada akhirnya mencapai Samyak-Saṁbodhi di tanah ini - sekarang ini adalah pemuda Licchavi yang dipanggil “Sarvalokananda-darśana”.

 [0299c14]  “Kāśyapa, ketahuilah bahwa adalah sulit untuk mencapai Bodhi yang tak tertandingi. Kāśyapa, apakah itu sesuatu yang dapat dicapai oleh orang biasa?”

 [0299c16]    Kāśyapa menjawabBuddha,
 “Tidak, Bhagavan.”

 [0299c16]   Buddha memberitahukan kepada Kāśyapa, 
“Sebagaimana Buddha melakukan tugas Buddha-Nya di satu Buddha Khsetra, demikian juga Buddha kedua dan ketiga [di Kshetra mereka masing-masing]. Dalam sebuah biji sesawi, terdapat tak terhitung dunia. Para mahluk tidak mengetahui bahwa mereka berpindah maju dan mundur di antara dunia-dunia, dan mereka tidak mengetahui siapa yang memiliki kendali akan datang dan pergi-nya mereka, atau siapa yang menempatkan mereka di suatu tempat. Mereka tidak dapat dicegah melakukan perbuatan-perbuatan sesuai dengan apa yang mereka ketahui. Beberapa mengetahui bahwa ada diri [sejati] sementara sebagian tidak. Di dunia ini, di Gunung Grdhrakuta, ada Buddha Śākyamuni, dan di tempat yang sama, akan ada Buddha Ajita. Peristiwa-peristiwa dapat terjadi di dunia ini, apakah itu kehancuran dari suatu kalpa, atau pembabaran Dharma oleh satu Buddha. Manifestasi yang istimewa semacam tersebut adalah kejadian yang langka.”

“Apakah yang merupakan kejadian yang paling istimewa ?Adalah “Sarvalokananda-darśana yang tidak pernah terlahir kembali di suatu keluarga yang biasa. Keluarga ke dalam mana ia akan terlahir kembali adalah para Bodhisattva. Kāśyapa, ketahuilah bahwa keluarga dan pelayan yang mendukungnya semua bergembira karena hal ini. Kerabat yang mencintainya semua mengatakan perkataan ini, ’Orang [yang istimewa] semacam ini telah lahir ke dalam keluarga kita.’ Orang-orang tersebut semuanya dikirim olehKu.Kāśyapa, ketahuilah bahwa apabila empat kelompok muridKu yang masih ada setelah Aku, menjadi pengikut dari Bodhisattva-Mahāsattva tersebut, mereka semua akan mendengarnya membabarkan Sutra Genderang Dharma Agung ini. Mereka semua akan mencapai Bodhi yang tak tertandingi. 

 [0299c29]  “Kāśyapa, di suatu kehidupan yang jauh di masa lampau, Aku adalah seorang Raja Pemutar Raja Dharma bernama Nandisena, di kota Vaisali. Pada saat itu kota Vaisali seperti dunia Sahā ini, Jambudvīpa, satu dari empat kontinen [dari suatu dunia kecil] dalam sistem dunia besar seribu pangkat tiga[tri-sahasra-maha-sahasra-loka-dhatu] ini. Jangka waktu kehidupanKu tidaklah terbayangkan.Sebagai Raja Pemutar Roda Dharma, Aku memberikan dana-dana secara murah hati dan mengembangkan kebajikan dalam cara yang tak terhitung.Pelaksanaan silaKu adalah murni, dan Aku berlatih dalam perbuatan-perbuatan bajik, mengakumulasikan tak terhitung pahala kebajikan. Namun demikian, apabila pria dan wanita yang berbudi, mendengar Sutra Genderang Dharma Agung mengenai Satu Kendaraan ini, mentertawakan penyampaiannya atau mengingatnya walaupun dalam satu saat pikiran semata, pahala kebajikan yang akan mereka peroleh, melampaui kebajikanKu sebagaimana yang telah dijelaskan.  Hal ini akan melampaui pengukuran atau kalkulasi, atau analogi. 

Sebagai contoh, saat Raja Mantra bernama “Api Bersinar” [Blazing Flame] melantunkan suatu mantra, ia akan terlindungi dengan baik oleh kekuatannya selama empat bulan. Kāśyapa, ketahuilah bahwa kekuatan bahkan dari suatu mantra duniawi seperti itu saja dapat demikian rupa.Apabila seseorang membaca Sutra Genderang Dharma Agung ini, adalah tidak mungkin bahwa kekuatannya gagal untuk melindungi seseorang dalam seluruh kehidupannya.Oleh karena itu, apabila terdapat mahluk hidup yang dapat memberikan persembahan bagi sutra ini, mereka memiliki sebab pasti untuk mencapai Bodhi yang tak tertandingi. Hingga pencapaian mereka akan Bodhi yang tertinggi, mereka tidak akan berhenti membabarkan sutra ini.”
    
[0300a13] Kemudian massa mengucapkan dengan satu suara, “Sadhu! Sadhu! Sungguh menakjubkan! Bhagavan, pemuda ini akan [terlahir kembali sebagai] bhikṣu yang akanmenjunjung tinggi dan melafalkan nama Buddha. Apabila bhikṣu ini memasuki parinirvāṇa di selatan, jiwa-jiwa di Taman Jetavana di sini akan tidak memiliki sesuatu untuk diandalkan. Daripada demikian, buatlah dia datang dari selatan ke tempat di mana Buddhadulu berada, kemudian memasuki parinirvāṇa.”

 [0300a17] Buddha memberitahukan massa,
 “Ia tidak akan mengambil inisiatif untuk datang ke sini. Aku akan datang kepadanya, memanifestasikan diriKu. Pertama-tama, Aku akan membuat sūtra ini dikirim kepadanya, dan kemudian pergi ke tempatnya. Mengapa? Karena apabila sutra ini tidak berada di tangannya, batinnya akan mundur. Apabila ia mengetahui bahwa mahluk hidup yang harus dijinakkan, Aku, bersama dengan massa dalam jumlah besar, akan berada di belakangnya. Setelah ia melihatKu, ia akan datang kemari. Setelah diterima di sini, ia akan memasuki parinirvāṇa. Ia akan memasuki parinirvāṇa di tempat ia ingin melintaskan para mahluk.”

[0300a23] Satu putra dari Raja dewa Śakra bernama Abhimaṁru telah datang ke persamuan ini melalui kekuatan transendentalnya. Walaupun ia masih muda, ia percaya dan gembira akan ajaran Mahayana dengan batin yang benar-benar murninya. Unik dan tak tertandingi, ia menjunjung tinggi Mahāyāna sutra yang memiliki makna mendalam ini. Karena iamenjelaskan kepada mereka sebab dari pembebasan, ia memperoleh ramalan pencapaian ke-buddha-an dari Buddha.

Kemudian massa, dengan satu suara, mengucapkan dalam gatha:

Menakjubkan !
pemuda“Sarvalokananda-darśana”.
Akan [terlahir kembali] menjadi seorang bhikṣu,
untuk menabuh genderang Dharma agung 
dan melindungi Buddha Dharma,
membuatnya eksis untuk waktu yang panjang.

Setelah parinirvāṇanya,
Dunia akan kosong laksana angkasa.
Setelah parinirvāṇa,
Tiada yang dapat menggantikan tempatnya.

Seorang bhikṣu semacamnya,
langka di dunia,
dapat membabarkan kepada dunia 
Jalan tertinggi.

[0300b04] Kāśyapa, Ānanda, Bodhisattva Bhadrapala, dan massa dalam jumlah besar tersebut, setelah mendengar perkataan Buddha, bergembira dan melaksanakan ajaran ini dengan penuh hormat.










Karma JIgme

Instagram